BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Peta merupakan salah satu media representasi informasi geografi. Informasi tersebut mencakup apa, kapan, dimana suatu fenomena/kejadian terjadi. Konten informasi tersebut disajikan sedemikian rupa agar mudah dipergunakan dan dimengerti secara keruangan. Produksi peta secara massal ditandai dengan adanya komputer personal yang memungkinkan setiap orang mengakses peta secara pribadi. Peluang pribadi dalam turut mendukung pembuatan peta di Indonesia, terutama peta tematik, diakomodir dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Peran penting peta dapat ditemukan pada bidang terkait pengambilan keputusan yang strategis seperti manajemen krisis, peringatan dini, mitigasi bencana, pembangunan berkelanjutan, serta penyelesaian masalah global. Salah satu sumber data yang dapat dipergunakan dalam pembuatan peta yaitu citra penginderaan jauh (Kraak & Ormeling, 2010). Citra penginderaan jauh mengalami perkembang pesat dalam hal sensor, wahana, hingga metode ekstraksi informasi (Campbell & Wynne, 2011). Citra Landsat merupakan salah satu contoh citra penginderaan jauh yang mudah diakses semua pihak. Sejak diluncurkan tahun 1972, Landsat mampu menyajikan basis data yang repetitif dengan cakupan se-dunia dengan kualitas yang cukup dalam hal resolusi spasial dan spektral untuk berbagai kajian (Sabins, 2007). Generasi terbaru Landsat yaitu Landsat 8 dengan sensor Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS). Citra ini cocok untuk kajian wilayah yang luas serta memiliki arsip perekaman yang lebih terkini. Wilayah Indonesia dengan dinamika perubahan wilayah yang dinamis membutuhkan informasi wilayah yang diperbaharui secara berkelanjutan. Kebaruan dan terapan Landsat 8 di Indonesia memberikan peluang eksplorasi secara lebih mendalam. Integrasi penginderaan jauh dengan kartografi salah satunya melalui kartografi analitik (analytical cartography). Pemilihan citra dan metode ekstraksinya memegang peranan penting dalam akurasi data yang disajikan dalam peta. Penyajian informasi peta tematik tidak terlepas dari data geospasial dasar menurut Undang1
undang Informasi Geospasial. Data geospasial dasar salah satunya yaitu memuat kenampakan
rupa
bumi
yang
berupa
penutup/penggunaan
lahan.
Penutup/penggunaan lahan merupakan salah satu tema yang sering dilakukan dalam pemetaan suatu wilayah (Al-Fares, 2013). Informasi penutup/penggunaan lahan di Indonesia telah memiliki standar nasional seperti telah dipublikasikan BSNI (2014) yaitu SNI 7645:2010 yang telah diperbaharui menjadi SNI 7645-1 2014 tentang skema klasifikasi penutup lahan. Skema klasifikasi tersebut dibuat pada berbagai tingkatan skala yaitu 1:1.000.000, 1:250.000, dan 1: 50.000/1:25.000. Citra Landsat 8 dengan resolusi spasial 30 meter, dalam kaitannya memenuhi standar klasifikasi pada SNI tersebut perlu dikaji lebih lanjut, terutama dengan menggunakan pemrosesan citra secara digital dengan menggunakan self organizing map. Hal tersebut dikarenakan skema klasifikasi yang dibuat pada SNI tersebut menggunakan interpretasi visual dalam proses ekstraksi informasinya. Dalam skema SNI tersebut memuat penutup/penggunaan lahan dengan dimensi luasan dan juga dimensi garis. Jaringan jalan dan sungai merupakan contoh kenampakan berdimensi garis (linear features). Penelitian dari Minjuan Cheng (2012) menunjukkan bahwa ekstraksi kenampakan garis melalui pengolahan citra digital mengatasi masalah waktu dalam hal survei langsung. Secara teoritis, kenampakan garis seperti jalan dan sungai dapat secara mudah dibedakan dengan memanfaatkan nilai spektral yang kontras dan informasi geometrik dalam analisa datanya. Penggunaan citra multispektral resolusi menengah seperti Landsat 8 dimungkinkan menemui kendala yaitu keterbatasan karena ukuran resolusi spasialnya ataupun karena adanya tutupan lahan lain yang menutupi kenampakan jalan atau sungai tersebut. Ekstraksi kenampakan garis dari citra penginderaan jauh memiliki tahapan dan proses yang kompleks, sehingga penerapan metode ekstraksi garis secara digital diharapkan dapat untuk menghasilkan informasi kenampakan garis secara baik. Perolehan informasi penutup/penggunaan lahan berbasis citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode-metode tersebut yaitu interpretasi visual, klasifikasi multispektral, pembelajaran jaringan syaraf tiruan, pembelajaran mesin, klasifikasi berbasis objek, maupun integrasi dengan sistem informasi geografis (SIG) (Jensen, 2005; Lillesand et al., 2008). Metode yang
2
dianggap lebih mapan secara statistik dan memiliki akurasi tinggi di antara metode tersebut yaitu klasifikasi multispektral dengan algoritma kemiripan maksimum (maximum likelihood) (Jensen, 2005). Metode tersebut membutuhkan asumsi data terdistribusi normal (Gaussian distribution) dan juga probabilitas untuk semua kelas dipandang sama (Richards, 2013). Asumsi tersebut tidak sepenuhnya dapat terpenuhi karena pada kenyataanya data data tidak terdistribusi normal dan tidak semua kelas dapat dipandang dengan probabilitas sama. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan jaringan syaraf tiruan (JST). Tso & Mather (2009) menguraikan bahwa JST tidak membutuhkan prasyarat data terdistribusi normal, dapat mengakomodasi kompleksitas struktur dan rentang nilai data. Keuntungan lain JST dari hasil kajian Yuan et al. (2009) yaitu kemampuan dalam memperkirakan hubungan non-linear antara data masukan dengan keluaran yang diinginkan, serta kapabilitas generalisasi yang cepat. Self organizing map (SOM) merupakan salah satu arsitektur jaringan syaraf tiruan yang dapat diterapkan pada proses pemetaan berbasis citra penginderaan jauh (Kohonen, 2001; Tso & Mather, 2009). de Smith et al. (2015) menjelaskan bahwa SOM memiliki kekhasan yaitu proses pembelajaran dapat dilakukan dengan melibatkan atau tanpa “guru”, tidak membutuhkan lapisan tersembunyi, dapat melibatkan data spektral maupun non-spektral, serta dapat diterapkan pada kondisi bentang alam yang kompleks. Terapan SOM dalam bidang sains informasi geografi meliputi pembuatan peta penutup/penggunaan lahan, estimasi stok karbon, pemodelan iklim, dan lain sebagainya (Ji, 2000; Skupin & Agarwal, 2008; Suchenwirth et al., 2014). Untuk kajian di Indonesia, SOM dipergunakan dalam bidang kedokteran, biologi, ekonomi maupun multimedia (Hartanto, 2014; Sugiartawan, 2014; Yanuarti, 2012). Tingkat akurasi metode SOM untuk terapan geografi di Indonesia dengan bentanglahannya yang kompleks perlu dikaji lebih lanjut. Pelibatan data spasial pendukung selain data spektral citra telah dilakukan beberapa peneliti, di antaranya Ji (2000), Salah et al. (2009), dan Suchenwirth et al. (2014). Data spasial pendukung tersebut berupa analisis tekstural, kemiringan lereng, elevasi, indeks vegetasi, maupun data lainnya. Tujuan dari pelibatan data pendukung
3
tersebut adalah untuk meningkatkan akurasi ekstraksi informasi citra penginderaan jauh. Kombinasi Landsat 8 dengan tambahan data pendukung analisis tekstur dan kemiringan lereng perlu kajian lebih lanjut agar diketahui seberapa akurasinya. Informasi penutup/penggunaan lahan yang merupakan hasil klasifikasi citra penginderaan jauh perlu dilakukan proses pasca-klasifikasi (post classification) (Goffredo, 1998). Terkait pemetaan tematik, maka proses pasca-klasifikasi yang diterapkan yaitu generalisasi peta (Wang et al., 1991). Robinson et al. (1995) menjelaskan bahwa generalisasi muncul karena pengaruh dari hasil klasifikasi yang memiliki variabilitas data yang rinci, peta menyajikan kenampakan geografi yang terpilih, kebutuhan akan perubahan skala, batas toleransi media sajian, tujuan pemetaannya serta kualitas datanya. Metode generalisasi dengan data berformat raster dapat dilakukan dengan berbagai macam, baik secara geometris maupun konseptual. Beberapa metode generalisasi raster tersebut menghasilkan hasil dengan akurasi bervariasi, sehingga dibutuhkan pengujian metode mana yang dapat menyajikan hasil generalisasi tanpa mengabaikan akurasinya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1) Skema klasifikasi penutup/penggunaan lahan SNI 7645-1 2014 disusun untuk metode interpretasi visual, yang mana membutuhkan waktu lama dalam proses interpretasinya, juga sulit diperoleh hasil sama meski dengan data sama, sehingga keberadaan metode klasifikasi digital dengan jaringan syaraf tiruan self organized map (SOM) dapat menjadi alternatif ekstraksi informasi penutup/penggunaan lahan; 2) Pemetaan penutup/penggunaan lahan, baik berupa
dimensi area maupun
garis, dengan sumber data citra Landsat 8 yang diproses dengan jaringan syaraf tiruan self organized map (SOM) dengan wilayah kajian di Indonesia perlu diuji tingkat akurasinya, dikarenakan perbedaan kompleksitas penutup/penggunaan lahan di luar negeri dan di Indonesia; 3) Pelibatan data spasial tambahan dalam pemrosesan SOM yang berupa analisis tekstural citra Landsat 8 saluran inframerah dekat, kemiringan lereng dari citra SRTM, dan tambahan keduanya serta pengaruh kombinasi parameter
4
pemrosesan perlu diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap akurasi hasil; 4) Proses generalisasi hasil klasifikasi citra yang berupa data raster dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, antara lain agregrasi yang dihitung dengan mempertimbangkan nilai maksimal (Max), nilai rerata (mean), nilai tengah (median), nilai minimum (min), penjumlahan piksel (sum); ekspansi/pembesaran (expand); penyusutan/penyederhanaan (shrink); penghalusan batas (boundary clean); serta dengan filter mayoritas, sehingga perlu diketahui tingkat akurasi hasil generalisasi metode tersebut.
1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan penelitian di atas, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut : 1) Menerapkan
self
organizing
map
untuk
mendukung
pemetaan
penutup/penggunaan berbasis citra penginderaan jauh dalam kaitannya dengan skema klasifikasi penutup lahan SNI 7645-1 2014; 2) Mengetahui seberapa akurat self organizing map dengan data Citra Landsat 8 untuk pemetaan penutup/penggunaan lahan baik untuk objek berdimensi area maupun garis; 3) Mengetahui pengaruh variasi sumber data yang dilibatkan serta variasi pengaruh kombinasi parameter pemrosesan terhadap akurasi hasil SOM; 4) Melakukan generalisasi hasil klasifikasi citra penginderaan jauh untuk disajikan ke dalam peta penutup/penggunaan lahan.
1.3. Hasil yang Diharapkan 1) Citra hasil klasifikasi penutup/penggunaan lahan dengan metode self organizing map dengan skema klasifikasi penutup lahan SNI 7645-1 2014; 2) Beberapa citra hasil klasifikasi penutup/penggunaan lahan dengan metode self organizing map dengan variasi sumber data yang dilibatkan dan variasi parameter pemrosesan;
5
3) Nilai akurasi klasifikasi citra Landsat 8 dengan metode self organizing map dengan variasi sumber data yang dilibatkan dan parameter pemrosesan; 4) Hasil generalisasi penutup/penggunaan lahan dari hasil klasifikasi self organizing map dengan berbagai metode generalisasi, antara lain agregrasi yang dihitung dengan mempertimbangkan nilai maksimal (Max), nilai rerata (mean), nilai tengah (median), nilai minimum (min), penjumlahan piksel (sum); ekspansi/pembesaran (expand); penyusutan/penyederhanaan (shrink); penghalusan batas (boundary clean); serta dengan filter mayoritas.
1.4. Arti Penting Penelitian 1) Memberikan kontribusi keragaman penelitian dalam bidang sains informasi geografi, terutama penerapan metode self organizing map untuk mendukung pemetaan penutup/penggunaan lahan berbasis citra penginderaan jauh, baik pada objek dengan dimensi area maupun garis; 2) Memberikan deskripsi kelebihan dan kekurangan self organizing map untuk kajian pemetaan penutup/penggunaan lahan di wilayah kajian. 3) Memberikan kebaruan data penutup/penggunaan lahan di wilayah kajian, sehingga dapat dipergunakan untuk perencanaan wilayah terkini.
1.5. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ekstraksi informasi citra penginderaan jauh telah dilakukan beberapa peneliti dengan terapan, sumber data, dan metode yang berbedabeda. Ji (2000), Salah et al. (2009), dan Suchenwirth et al. (2014) mempergunakan jaringan syaraf tiruan dengan arsitektur self organizing map (SOM). Mugito (2008) mempergunakan maximum likelihood. Paneque-Gálvez et al. (2013) melakukan ekstraksi citra dengan maximum likelihood classifier (MLC), k-nearest neighbor (KNN), support vector machines (SVM) dan pendekatan hibrida. Poursanidis et al. (2015) memperbandingkan metode klasifikasi dengan MLC, SVM, kNN, feature analyst dan linear spectral mixture analysis (LSMA). Persamaan penelitian yang akan peneliti lakukan dengan peneliti sebelumnya (Ji, 2000;Salah et al.,2009) yaitu teknik yang dipergunakan yaitu self organizing map (SOM) dengan learning vector
6
quantization (LVQ). Perbedaan dengan peneliti lain yaitu citra yang dipergunakan yaitu Landsat 8, wilayah kajian pada bentanglahan kompleks di Indonesia. Meskipun objek kajian sama dengan Ji (2000), Mugito (2008), Paneque-Gálvez et al. (2013), Poursanidis et al. (2015) yaitu terkait pemetaan penutup/penggunaan lahan, namun skema klasifikasi yang dipergunakan berbeda. Meskipun sama menggunakan arsitektur jaringan syaraf tiruan yaitu SOM, namun penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan Suchenwirth et al. (2014) yang tidak melibatkan “guru” dan objek kajian untuk pemetaan stok karbon. Pelibatan data spasial non-spektral terinspirasi dari penelitian sebelumnya yang melibatkan analisis tekstural citra dan data kemiringan lereng. Perbandingan penelitian sebelumnya dan yang akan dilakukan peneliti selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan penelitian sebelumnya Judul dan peneliti Land-use classification of remotely sensed data using kohonen selforganizing feature map neural networks (Ji, 2000)
Tujuan penelitian Penerapan Kohonen self-organizing feature map (KSOFM) untuk ekstraksi penutup/ penggunaan lahan, serta mengkaji disain dan pembelajaran jaringannya.
−
−
−
−
Analisis tekstur pada citra ASTER untuk klasifikasi penggunaan lahan objek pajak bumi dan bangunan studi kasus
− − Mengevaluasi kemampuan analisis tekstur dengan − algoritma Grey Level Cooccurrence Matrix
Metodologi Hasil penelitian penelitian Data : citra − Akurasi simulasi Landsat TM, KSOFM yaitu PCA (saluran 89,67% (citra), 1,2,3), saluran 94,54% (citra + 4,5,7 tekstural 3x3), 95,47% (citra + Data pendukung tekstural 5x5), : tekstural 95,12% (citra + ukuran jendela tekstural 7x7). 3x3, 5x5 dan 7x7. − Ukuran peta neuron makin besar Wilayah kajian meningkatkan akurasi di pinggiran kota per kelas. Beijing − Analisis tekstural Klasifikasi citra meningkatkan dengan akurasi. KFSOM-LVQ − Filter 3x3&5x5 cukup representatif. Data : citra − Penggunaan tekstur ASTER VNIR. GLCM dengan akurasi > 85 % dan Fitur tekstur komisi keseluruhan GLCM ukuran kelas <20% sampai 3x3, 5x5, 7x7 pada tahap II. dan 9x9.
7
Judul dan peneliti di wilayah Kabupaten Bantul (Mugito, 2008)
Tujuan penelitian (GLCM) pada citra ASTER yang diaplikasikan untuk klasifikasi penggunaan lahan obyek Pajak Bumi dan Bangunan.
−
−
Evaluation of the self- − Mengkaji self− organizing map organizing map classifier for building (SOM) untuk − detection from lidar deteksi bangunan data and multispectral berdasarkan foto aerial images (Salah udara dan data lidar. et al., 2009) − Mengevaluasi − kontribusi data lidar dan individu atribut turunannya terhadap akurasi hasil.
Enhanced land use/cover classification of heterogeneous tropical landscapes using support vector machines and textural homogeneity (Paneque-Gálvez et al., 2013)
Menentukan − pendekatan klasifikasi yang efektif untuk peta yang akurat yang − mampu mengakomodasi semua kelas penutup/ penggunaan lahan di wilayah tropis yang heterogen, sebagai data dasar untuk kajian lanjut − −
Metodologi penelitian Algoritma klasifikasi : maximum likelihood classifier (MLC). Klasifikasi penggunaan lahan dari BPN tahap I, II dan III Data : citra lidar, foto udara Kajian di kawasan perkotaan di Sydney. Data spasial pendukung meliputi DSM, DTM, nDSM, NDVI dan atribut turunan dari data lidar serta 3 saluran foto udara. Data : mosaik citra Landsat 7 ETM+ Data pendukung: tekstural GLCM (homogenitas, entropi, mean, dissimilaritas, second moment, varians, kontras dan korelasi), ukuran 3x3 dan 7x7. Wilayah kajian di Beni, Bolivia Klasifikasi : ML,
Hasil penelitian − Klasifikasi tahap I dan II saluran mean akurasi tertinggi dengan ukuran 9x9 dengan nilai >90% − Klasifikasi tahap III akurasinya <85%
− Peta hasil klasifikasi SOM memiliki akurasi 49,7% (FU), 87,3% (FU+lidar), dan 97,8% (semua). − Kontribusi variabel atribut secara individu paling besar adalah nDSM dan entropi dari nDSM, mampu meningkatkan akurasi hingga 21% dan 22,4%. − Akurasi SVM, menunjukkan nilai tinggi. − Fitur homogenitas dan entropi meningkatkan akurasi signifikan; mean, dissimilaritas dan second moment mampu meningkatkan akurasi secara baik; varians, kontras dan korelasi menurunkan akurasi. − SVM +tekstural fitur homogenitas
8
Judul dan peneliti
Large-scale mapping of carbon stocks in riparian forests with self-organizing maps and the k-nearestneighbor algorithm (Suchenwirth et al., 2014)
Landsat 8 vs. Landsat 5: A comparison based on urban and peri-urbanland cover mapping (Poursanidis et al., 2015)
Tujuan penelitian
Metodologi penelitian KNN, SVM & hibrida.
Hasil penelitian menghasilkan akurasi >90% pada per kelas penutup lahan maupun akurasi secara umum. − Kuantitas stok karbon di vegetasi dan tanah dengan menggunakan data citra saja, hasil dari algoritma kNN > SOM. Namun, apabila data yang dilibatkan yaitu citra dan data spasial tambahannya, maka stok karbon organik pada vegetasi lebih besar SOM daripada kNN, sedangkan pada tanah kNN>SOM, dan secara keseluruhan SOM>kNN. − Penggunaan data pendukung meningkatkan akurasi kedua algoritma.
− Data : citra − Membuat peta RapidEye distribusi stok karbon vegetasi, − Sumber data tanah dan total di pendukung yaitu hutan riparian data elevasi dengan selfpermukaan di organizing maps atas muka air dan k-nearest sungai dari data neighbor lidar, model − Membandingkan muka air tanah, dan mengevaluasi jarak ke sungai hasil dengan hasil utama. estimasi metode − Wilayah kajian sebelumnya. di zona dataran − Mengevaluasi banjir pada pengaruh geodata bentukan aluvial pada kualitas di Danube estimasi stok karbon Floodplain organik. National Park, Austria. − Algoritma klasifikasi : unsupervised SOM. Membandingkan − Data : Landsat − Hasil SVM performansi antara 8 OLI dan menunjukkan hasil Landsat 8 OLI dan Landsat TM. akurat untuk lahan Landsat TM untuk terbangun dan − Data pendukung: pemetaan penutup mampu tekstural GLCM: lahan di wilayah kota mempertahankan homogenitas, dan pinggiran kota, informasi kontras, entropi, menggunakan data fragmentasi. dan angular training dan validasi. second moment − Pada klasifikasi pada saluran berbasis objek, FA inframerah. lebih konkret dan secara visual dapat − Metode
9
Judul dan peneliti
Tujuan penelitian
Kajian self organizing map untuk mendukung pemetaan penutup/penggunaan lahan berbasis citra penginderaan jauh (Cahyono, 2015)
− Menerapkan self organizing map untuk mendukung pemetaan penutup/penggunaan berbasis citra penginderaan jauh dalam kaitannya dengan skema klasifikasi penutup lahan SNI 7645-1 2014; − Mengetahui seberapa akurat self organizing map dengan data Citra Landsat 8 untuk pemetaan penutup/penggunaan lahan baik untuk objek berdimensi area maupun garis; − Mengetahui pengaruh variasi sumber data yang
− −
−
−
Metodologi Hasil penelitian penelitian klasifikasi yang diterima. dipergunakan − Analisis tekstural yaitu maximum citra menunjukkan likelihood bahwa saluran classifier inframerah dekat (MLC), support sensor OLI memiliki Vector Machine lebih banyak tekstur (SVM), Feature halus dan lebih extraction banyak informasi. dengan SVM& k-NN, feature analyst (FA), dan Sub-pixel Linear Spectral Mixture Analysis (LSMA). Data utama: − Penerapan SOM citra Landsat 8. untuk mendukung pemetaan Data spasial penutup/penggunaan tambahan berupa lahan dengan skema analisis tekstural klasifikasi SNI 7645citra Landsat 8 1 2014 memberikan saluran keuntungan dalam hal inframerah dekat efisiensi waktu dan data pemrosesan dan juga kemiringan pelibatan berbagai lereng (dari sumber data yang SRTM 30m) dilibatkan; Wilayah kajian − Pemetaan di Kota penutup/penggunaan Semarang dan lahan untuk objek sekitarnya, berdimensi area Provinsi Jawa memberikan akurasi Tengah. terbaik sebesar Metode 67,82%, dan terendah klasifikasi yang 56,77%, sedangkan dipergunakan yang berdimensi garis adalah SOM dengan akurasi dengan 75,77%, namun tambahan LVQ kurang dapat
10
Judul dan peneliti
Tujuan penelitian dilibatkan serta variasi pengaruh kombinasi parameter pemrosesan terhadap akurasi hasil SOM; − Melakukan generalisasi hasil klasifikasi citra penginderaan jauh untuk disajikan ke dalam peta penutup/penggunaan lahan.
Metodologi penelitian
Hasil penelitian memberikan kenampakan yang realistis. Kenampakan garis tersebut dapat lebih menonjol dengan melakukan kombinasi antara principle component analysis (PCA), matched filtering (MF), spectral angle mapper (SAM), analisis komponen independen, penisbahan saluran, dan indeks tanah (soil index/red soil index) untuk jaringan jalan dan indeks air untuk kenampakan sungai. − Pelibatan data lereng dan tekstur pada penelitian ini belum mampu meningkatkan akurasi keseluruhan. − Metode generalisasi geometris dengan akurasi tertinggi yaitu dengan metode filter mayoritas.
11