BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik yaitu memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan suatu perusahaan. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak atau belum diaudit. Pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik bebas dari salah saji material, dapat dipercaya kebenarannya untuk dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan suatu jasa profesional yang independen dan beretika, yaitu akuntan publik untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Sebagai contoh banyaknya perusahaan besar yang runtuh, seperti Enron dan KAP Arthur Andersen yang terjadi pada 14 Maret 2002 yang telah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Yang menyebabkan kebangkrutan dan keterpurukan pada perusahaan Enron adalah auditor, Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) yang merupakan kantor akuntan Enron. Keduanya telah bekerja sama dalam memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik
1
2
pihak eksternal seperti para pemegang saham dan pihak internal yang berasal dari dalam perusahaan Enron. Enron telah melanggar etika dalam bisnis dengan melakukan manipulasi-manipulasi guna menarik investor. Sedangkan Arthur Andersen yang bertindak sebagai auditor pun telah melanggar etika profesinya sebagai seorang akuntan. Arthur Andersen telah melakukan “kerjasama” dalam memanipulasi laporan keuangan enron. Hal ini jelas Arthur Andersen tidak bersikap independen sebagaimana
yang
seharusnya
dilakukan
seorang
akuntan.
(https://hafikahadiyanti.wordpress.com/2013/09/10/sejarah-kasus-enron/) Salah satu kasus besar lain yang melibatkan kualitas audit yang buruk muncul pada kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh BAPEPAM untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ (sekarang BEI) pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini Kantor Akuntan Publik Prasetio, Sarwoko dan Sudjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan “opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari
3
2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (Agunan Yang Diambil Alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77%. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT. Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata “diaudit” dan “opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 November 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner Kantor Akuntan Publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika dan independensi. (http://lismaaja.blogspot.com/2011/12/contoh-kasus-pelanggaran-kodeetik.html). De Angelo (1981) dalam Sylvie Leonora (2012) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan
4
melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi klien. Probabilitas penemuan suatu pelanggaran tergantung pada kemampuan teknikal auditor dan independensi auditor tersebut. Dari definisi kualitas audit tersebut, diperoleh bahwa kualitas audit dapat ditentukan antara lain oleh independensi auditor dimana independensi tersebut dapat berhubungan dengan masa perikatan auditor dengan klien seperti kasus Enron di Amerika Serikat. Perilaku dan sikap yang perlu diperhatikan bagi auditor adalah etika, independensi, dan pengalaman kerja. Etika yang dimiliki auditor dalam penerapannya akan terkait dengan kualitas auditor akuntan publik. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana seorang akuntan mempunyai tanggungjawab menjadi seorang yang berkompeten dan untuk menjaga independensi mereka. Maka syarat-syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada prinsip-prinsip yang mengatur tindakan atau perilaku seorang akuntan dalam melaksanakan tugasnya secara professional. Etika professional auditor diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAPI-KAP) dan staf professional (baik yang anggota IAPI-KAP maupun yang bukan anggota IAPI-KAP) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal staf professional yang bekerja pada satu KAP yang bukan anggota
5
IAPI-KAP melanggar aturan etika ini, maka rekan pimpinan KAP tersebut bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut. Sikap dan tindakan etis akuntan akan sangat menentukan posisinya dimata masyarakat. Profesi seorang akuntan diharapkan memiliki profesionalitas, integritas yang tinggi, bersikap independen, kompeten dan bertanggung jawab atas segala pekerjaannya. Auditor dengan kapasitas pemikiran etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi konflik dan dilema etis, dan lebih independen dalam membuat keputusan yang terkait dengan dilema etis (St Vena Purnamasari, 2006). Pengalaman kerja juga memberikan dampak pada setiap keputusan yang diambil dalam pelaksanaan audit sehingga diharapkan setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan yang tepat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama masa kerja yang dimiliki auditor, maka akan semakin baik pula kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nataline (2007), menunjukkan bahwa ada pengaruh positif pengalaman kerja terhadap kualitas audit yang dihasilkan. Auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan atribusi kesalahan lebih besar dibanding dengan auditor yang lebih berpengalaman. Penelitian juga dilakukan oleh Lehman dan Norman (2006) dalam Mabruri dan Winarna (2010), mengenai pengaruh pengalaman dan kompleksitas permasalahan serta audit judgement, menentukan bahwa auditor yang berpengalaman (expertise), akan lebih jelas merinci masalah yang dihadapi dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman.
6
Hal ini dipertegas oleh Haynes et al (1998) dalam Herliansyah dan Ilyas (2006) yang mengemukakan bahwa pengalaman audit yang dipunyai auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan (judgement) yang diambil sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil audit (Mabruri dan Winarna 2010). Independensi dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil audit, pekerjaan dengan kompleksitas rendah berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit (Chritiawan; 2002, Alim dkk; 2007, dan Mardisar dkk; 2007 dalam Mabruri dan Jaka Winarna; 2010). Penelitian mengenai kualitas audit penting agar mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil audit dan dapat meningkatkan kualitas audit yang dihasilkannya. Tidak mudah menjaga independensi dan etika yang harus dimiliki oleh seorang auditor. Pengalaman kerja yang melekat pada auditor pun dapat meningkatkan hasil auditnya. Penelitian ini penting untuk menilai sejauh mana auditor dapat konsisten menjaga kualitas hasil audit yang diberikannya, maka penulis tertarik untuk mengutarakan bahasan dengan judul “PENGARUH ETIKA,
INDEPENDENSI,
DAN
PENGALAMAN
KERJA
TERHADAP KUALITAS AUDIT“. Pada penelitian ini variabel yang digunakan untuk menilai kualitas audit adalah etika, independensi, dan pengalaman kerja.
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah etika berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit? 2. Apakah independensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit? 3. Apakah pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian : Adapun tujuan dari penelitian yang hendak dicapai antara lain: a. Untuk menganalisis pengaruh etika terhadap kualitas audit. b. Untuk menganalisis pengaruh independensi terhadap kualitas audit. c. Untuk menganalisis pengaruh pengalaman kerja terhadap kualitas audit. 2. Kontribusi Penelitian : Kontribusi dari penelitian ini antara lain: a. Kontribusi praktik Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada KAP khususnya bagi auditor, baik auditor yang sudah senior maupun auditor yang masih junior agar menjalankan tugasnya berdasarkan pada prinsip akuntansi yang berlaku umum dan selalu menegakkan Kode Etik Akuntan sebagai profesi akuntan publik.
8
Harapan peneliti, hasil dari penelitian ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian berikutnya. b. Kontribusi kebijakan Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam mengevaluasi kebijakan yang terdapat di KAP mengenai Etika, Independensi, dan Pengalaman Kerja Auditor terhadap Kualitas Audit. Sehingga menjadi masukan bagi auditor dalam melaksanakan pekerjaannya. c. Kontribusi pembaca Sebagai bahan referensi dan menambah pengetahuan serta wawasan pembaca dalam memahami bidang auditing tentang pengaruh Etika, Independensi, dan Pengalaman Kerja terhadap kualitas Audit.