BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Semakin meluasnya kebutuhan jasa professional akuntan publik sebagai
pihak yang dianggap independen, menurut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerja agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik memilki pengetahuan yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi. Profesionalisme, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, dan etika profesi merupakan standar yang harus dipenuhi oleh seorang auditor untuk dapat melakukan audit yang baik. Namun, belum tentu seorang auditor yang memiliki ketiga hal diatas akan memiliki komitmen untuk melakukan audit yang baik. Sebagaimana dikatakan oleh Goleman (2001:13), hanya dengan adanya motivasi maka seseorang akan mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada. Dengan kata lain, motivasi akan mendorong seseorang termasuk seorang akuntan publik untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan optimis yang tinggi. Seorang auditor dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, seorang auditor dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. FASB dalam Statement of Financial Accounting Concept No.2 tahun 1980, menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh akuntan publik untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat
menggambarkan
kinerja
akuntan
tersebut.
Gambaran
terhadap
profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti dkk. (2003) dicerminkan melalui 5 dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban social, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Seorang auditor dalam menentukan pertimbangan tingkat materialitas dipengaruhi oleh berbagai factor seperti profesionalisme, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, etika profesi dan motivasi auditor yang dimiliki.
Dengan adanya
berbagai faktor tersebut diharapkan para auditor dapat membuat pertimbangan terhadap tingkat materialitas yang lebih baik dan tepat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Laporan keuangan mengandung salah saji material dampaknya, secara individual atau keseluruhan cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan disajikan secara tidak wajar dalam semua hal yang material. Disinilah peran auditor dalam menentukan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Materialitas pada tingkat laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disaji secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji bisa diakibatkan oleh penerapan akuntansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta atau karena hilangnya informasi penting (Haryono,2001 dalam Martiyani, 2010:20) Fenomena-fenomena kasus suap yang terjadi pada auditor akhir-akhir ini membuat independensi seorang auditor dipertanyakan kembali oleh masyarakat. Kasus pelanggaran sikap independensi yang dilakukan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, dimana ia melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk memunculkan suatu paradigma dimana masalah tersebut memang tidak mampu dibaca oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terbaca oleh auditor tersebut namun auditor tersebut sengaja memanipulasinya. Apabila kenyataan akuntan publik ikut memanipulasi laporan keuangan tersebut, maka independensi auditor tersebut patut dipertanyakan kembali (Benny, 2010 dalam Putri dan I.D.G, 2013).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Kasus yang terjadi pada auditor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dimana komisaris PT Kereta Api mengungkapkan adanya suatu kebohongan atau manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut dimana seharusnya perusahaan menerima kerugian tetapi auditor melaporkan menerima keuntungan. Dari dua kasus tersebut dapat kita simpulkan, bahwa seorang akuntan publik sudah seharusnya menaati dan memegang secara teguh Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) (Irsan,2011 dalam Putri dan I.D.G., 2013). Apabila seorang auditor tidak dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan etika maka izin yang dimiliki auditor tersebut akan dicabut seperti yang terjadi terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta yang jelas-jelas telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi dimana hal ini akan merusak nama baik dari akuntan publik tersebut dan kepercayaan masyarakat terhadap akuntan publik tersebut tentu akan rusak. Selanjutnya terdapat kasus audit umum PT KAI yang menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut dijalankan. Namun, dari kasus-kasus yang terjadi di BUMN ataupun Perusahaan Publik dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa penerapan proses GCG belum dipahami dan diterapkan sepenuhnya. Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses pengawasan yang efektif akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita dihadapkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
pada situasi yang sama. Kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan PT. KAI.Sumber :http://www.scribd.com/doc/22547071/Pembahasan-Kasus-PtKai-Indonesia (Selasa, 20:00, 23/09/14). Para pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik bebas dari salah saji material, dapat dipercaya kebenarannya untuk dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan jasa professional yang independen dan obyektif (akuntan publik) yang menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Penelitian
mengenai
profesionalisme
dan
pengetahuan
mendeteksi
kekeliruan terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik salah satunya
dilakukan
(Herawaty dan
Susanto
2009)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dalam
penelitiannya
6
mengemukakan bahwa profesionalisme berpengaruh secara positif terhadap terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan, ketaatannya akan kode etik.,serta motivasi auditor dalam menganalisa suatu laporan keuangan pula pertimbangan tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan. Kemudian (Novanda 2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa etika profesi dan pengalaman auditor mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Penelitian ini merupakan replikasi yang menambahkan variable yang belum diteliti oleh penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini variabel yang digunakan untuk menilai pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik adalah profesionalisme, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, etika profesi, dan motivasi auditor. Dari uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti dan membahas lebih lanjut kedalam bentuk skripsi yang diberi judul “Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Motivasi Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jakarta Selatan)“
B.
Rumusan Masalah Profesionalisme auditor, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, etika profesi,
dan motivasi auditor merupakan penentu penting dalam menggambarkan ruang lingkup tanggung jawab auditor dalam menentukan tingkat materialitas. Maka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
yang menjadi dasar permasalahan dalam penelitian ini akan dirumuskan sebagai berikutnya, apakah : 1.
Profesionalisme berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas?
2.
Pengetahuan mendeteksi kekeliruan berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas ?
3.
Etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas ?
4.
Motivasi auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas ?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yaitu, untuk mengetahui apakah : a.
Profesionalisme berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas
b.
Pengetahuan mendeteksi kekeliruan berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas
c.
Etika profesi berpengaruh terhadap tingkat materialitas
d.
Motivasi auditor berpengaruh terhadap tingkat materialitas
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada : a.
Bagi Pembaca Dapat digunakan sebagai salah satu bacaan dan ilmu pengetahuan yang
berguna untuk semakin memajukan profesi auditor di Indonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
b.
Bagi Penulis Penulis dapat memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan terutama
yang berkaitan dengan profesionalisme, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, etika profesi, dan, motivasi auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas. c.
Bagi Auditor Memberikan
kontribusi
positif
bagi
auditor
untuk
memberikan
pertimbangan yang lebih baik dan tepat sehingga didapatkan informasi untuk kemajuan profesi dan menjaga kepercayaan masyarakat profesi auditor.
http://digilib.mercubuana.ac.id/