BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Lipstik merupakan salah satu jenis kosmetik dekoratif yang digunakan sebagai pewarna bibir dimana sangat diminati oleh masyarakat terutama kalangan wanita. Faktanya, lipstik saat ini telah tersedia sekitar ratusan jenis warna hanya untuk memenuhi permintaan dari konsumen wanita (Chattopadhyay, 2005). Oleh karena itu, warna dari lipstik dapat meningkatkan nilai estetika suatu sediaan dan menarik konsumen. Namun, biasanya pewarna yang digunakan ialah pewarna sintetis dimana banyak diantaranya bersifat irritant dan dapat menim bulkan reaksi alergi. Untuk
mencegah
terjadinya
hal
yang
membahayakan
masyarakat
pengguna lipstik, terdapat banyak tanaman yang berpotensi sebagai zat warna alami. Tanaman yang berpotensi sebagai zat warna salah satunya ialah bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.). Berdasarkan penelitian sebelum nya, bunga kembang sepatu berpotensi sebagai zat warna alami dimana memiliki kandungan senyawa antosian. Hal yang menjadi daya tarik konsumen pengguna lipstik tidak hanya dari segi warna tetapi juga dari segi fisiknya. Konsistensi dan bentuk fisik lipstik dipengaruhi oleh basis yang digunakan. Perbandingan komposisi basis berperan penting dalam menghasilkan lipstik yang berkualitas. Kualitas dari lipstik dapat
1
2
dilihat dari stabilitas fisiknya. Stabilitas fisik suatu sediaan lipstik selama proses produksi hingga sampai ke tangan konsumen sangat ditentukan oleh konsistensi dari lipstik itu sendiri. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, stabilitas fisik, dan keamanan formula optim um dengan kombinasi basis carnauba wax dan beeswax dalam sediaan lipstik menggunakan ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis) sebagai pewarna. Digunakan kedua basis tersebut dikarenakan menurut Pramitasari (2011), dapat menghasilkan sediaan lipstik yang lembut. Untuk mendapatkan formula yang paling baik dapat dilakukan
dengan
menggunakan
metode
Simplex
Lattice
Design
untuk
menghindari trial and error. Formula optimum lipstik kemudian perlu diamati bagaimana stabilitas fisiknya selama penyimpanan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai stabilitas fisik formula optimum dari lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis).
B. Perumusan Masalah 1. Berapakah perbandingan komposisi carnauba wax dan beeswax dalam sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosasinensis) menghasilkan formula yang memberikan sifat fisik paling baik? 2. Apakah formula optimum sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota
bunga
kembang sepatu (H. rosa-sinensis) dengan menggunakan basis kombinasi carnauba wax dan beeswax stabil secara fisik?
3
3. Apakah lipstik dengan pewarna dari ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis) aman untuk digunakan?
C. Tujuan Penelitian 1. M engetahui perbandingan kom posisi carnauba wax dan beeswax dalam sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosasinensis) yang menghasilkan formula paling optimum . 2. M engetahui stabilitas fisik formula optimum sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis) menggunakan basis kombinasi carnauba wax dan beeswax. 3. M engetahui apakah ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosasinensis) aman digunakan sebagai pewarna dalam sediaan lipstik .
D. Tinjauan Pustaka
1. Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) a. Klasifikasi Tumbuhan Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: M alvales
Suku
: M alvaceae
M arga
: Hibiscus
4
Jenis
: Hibiscus rosa-sinensis L. (Hutapea, 2000)
Gam bar 1. Bunga kem bang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)
b. M orfologi M erupakan tanaman perdu dengan tinggi 1-4 m. M emiliki daun bertangkai, bulat telur, meruncing, kebanyakan tidak berlekuk, bergerigi kasar, dengan ujung runcing dan pangkal bertulang daun menjari. Daun penumpu berbentuk garis. Tangkai bunga beruas. Bunga berdiri sendiri, tidak atau sedikit menggantung. Kelopak berbentuk tabung. Daun mahkota bulat telur terbalik dengan panjang sekitar 5,5-8,5 cm, merah dengan noda tua pada pangkalnya, berwarna daging, oranye, atau kuning. Panjang tabung benang sari kurang lebih sama seperti mahkotanya (Steenis, 2008). c. Kandungan Kimia Bunga dari kembang sepatu (H. rosa-sinensis) mengandung sianidin diglukosida, flavonoid dan vitamin seperti thiamin, riboflavin , niasin, dan asam
5
askorbat. Pada penelitian sebelumnya, antosian yang terkandung pada bunga kembang sepatu berwarna merah adalah sianidin-3-sophorosida (Nakamura et al., 1990). Sedangkan, pada bunga kembang sepatu berwarna kuning terdapat sianidin-3,5-diglukosida
dan
sianidin-3-sophorosida-5-glukosida
(Kumar
&
Singh, 2012).
2. Antosian in Antosianin merupakan pigmen yang paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen tersebut memberikan warna oranye, merah, ungu dan biru pada bunga dan tanaman lainnya. Antosianin banyak ditemukan di alam sebagai glikosida dari polihidroksi dan polimetoksi turunan garam flavilium (Welch et al., 2009).
Gam bar 2. Struktur dasar antosian (Delgado -Vargas & Paredes-Lopez, 2003)
Stabilitas antosianin dipengaruhi oleh pH, suhu penyimpanan, cahaya, enzim, oksigenasi, perbedaan struktur dalam antosian, dan konsentrasi da ri antosian. Pada pH rendah atau asam, antosianin berwarna merah dan jika berada pada lingkungan dengan pH tinggi maka berubah men jadi warna violet kemudian biru (Bernad et al., 2012).
6
Warna dari antosian dipengaruhi oleh jumlah dari gugus hidroksil dan metoksil. Semakin banyak gugus hidroksil, maka semakin biru warna yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin merah jika gugus metoksil semakin banyak (Delgado-Vargas & Paredes-Lopez, 2003). Pada pH sangat asam, kation flavilium berwarna merah mendominasi (Rein, 2005). Peningkatan pH menyebabkan terbentuknya struktur quinonoidal dimana akan terjadi perubahan warna menjadi biru. Dapat disimpulkan bahwa kation flavilium muncul pada pH rendah dan pada pH lebih tinggi dapat ditemukan campuran dari struktur quinonoidal. Oleh karena itu, antosianin berwarna merah pada pH asam, ungu pada pH netral, dan biru pada pH basa (Delgado-Vargas & Paredes-Lopez, 2003).
Gam bar 3. Reaksi perubahan warna antosian (De lgado -Vargas & Paredes-Lopez, 2003)
Stabilitas dari antosianin juga dipengaruhi oleh temperatur. Kecepatan degradasi dari antosian akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Hal ini menyebabkan penurunan intensitas warna dari antosianin. Bentuk dari kalkon adalah langkah awal dari adanya degradasi antosianin yang dipengaruhi
7
oleh suhu dimana pada akhirnya akan berubah menjadi warna coklat, terutama jika terdapat oksigen (Rein, 2005).
3. Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pemisahan antara suatu komponen menggunakan suatu pelarut sesuai dengan prosedur ekstraksi (Handa et al., 2008). Berbagai macam pelarut telah digunakan untuk ekstraksi fitokonstituen yang berbeda. Bagian tanaman dikeringkan terlebih dahulu agar dapat memperpanjang masa penyimpanan (Doughari, 2012). Adapun dua macam metode ekstraksi, yaitu: a. M aserasi Pada metode maserasi, biasanya bahan dihaluskan kemudian direndam dalam pelarut hingga meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut. Ekstrak kemudian dipisahkan dari ampasnya. M aserasi o
o
biasanya dilakukan pada temperatur 15 C-20 C dalam waktu selama 3 hari hingga bahan yang diinginkan benar-benar melarut. b. Perkolasi Perkolasi ialah proses dimana bahan yang sudah halus diekstraksi dalam pelarut yang cocok dengan cara dilewatkan secara perlahan di dalam suatu kolom. Aliran pelarut dalam kolom umumnya dari atas ke bawah. Dalam percolator yang khusus dan lebih canggih, ada penambahan tekanan pada kolom dimana didesak oleh tekanan udara yang ditiupkan melalui lubang masuk kemudian dikeluarkan melalui lubang keluar (Ansel, 1989).
8
4. Lipstik Lipstik merupakan kosmetik yang digunakan pada bibir dan umumnya berbentuk stick (EIRI Board of Consultants and Engineers, 2007). Ada banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan lipstik, terutama agar dapat diterima dan digunakan oleh konsumen. Persyaratan tersebut ialah masalah penampilan
dan konsistensi lipstik
itu sendiri, bagaimana
sifatnya
saat
diaplikasikan pada bibir, dan karakteristik film yang ditinggalkan pada bibir. Film tersebut harus menutupi bibir secara keseluruhan, menimbulkan efek mengkilap, dan dapat bertahan lama. Oleh karena itu, film tersebut harus dapat ber -adhesi secara kuat pada bibir (Jellinek, 1970). Ciri-ciri lipstik yang baik adalah tidak mengiritasi, mudah diaplikasikan, tidak membuat bibir menjadi kering, warna dapat bertahan lama tetapi mudah dihapus, bertahan lama pada temperatur kamar, dan warnanya yang homogen (EIRI Board of Consultants and E ngineers, 2007). a. Komposisi Lipstik 1) Basis Basis dalam lipstik memegang peranan yang sangat penting. Suatu basis harus dapat mendistribusikan warna secara uniform, dapat dicetak dengan mudah, tidak mudah patah setelah dicetak, dan muda h diaplikasikan.
M asing-masing
dari
jenis
basis
tidak
memiliki
karakteristik yang ideal, sehingga sangat dibutuhkan kombi nasi dari basis-basis tersebut (Lauffer, 1972). Adapun material yang dapat digunakan untuk basis, yaitu:
9
a) M inyak Komponen minyak pada lipstik dipilih untuk dapat melarutkan pewarna. M inyak yang biasa digunakan adalah castor oil, tetrahidrofufuril
alkohol,
asam
lemak
alkilonamid,
alkohol
dihidrat, isopropil miristat, isopropil palmitat, paraffin oil. b) Lemak Fungsi dari lemak pada sediaan lipstik adalah untuk memberikan lapisan pada bibir, memperhalus bibir, dan meningkatkan dispersi dari pigmen yang tidak larut. Lemak yang biasa digunakan adalah cocoa butter, setil alkohol, dan adeps lanae. c) Lilin Konsistensi dari lipstik sangat dipengaruhi o leh lilin yang digunakan. Lilin yang biasanya digunakan pada sediaan lipstik adalah carnauba wax, ozokerit, beeswax, candelilla wax, dan ceresin (Jellinek, 1970). 2) Pewarna Warna dari lipstik merupakan hal pertama yang dilihat oleh konsumen. Terdapat 2 (dua) cara dalam mewarnai bibir, yaitu dengan mewarnai kulit dari bibir dikarenakan pewarna tersebut berpenetrasi ke dalam lapisan luar bibir. Cara yang kedua adalah dengan cara melapisi bibir tersebut dengan pewarna.
10
Berikut ini adalah proporsi yang biasanya digunakan pada lipstik:
a) Bahan pewarna / staining dyes (bromo acid) : 0.5-3% b) Pigmen larut minyak
: 2%
c) Pigmen tidak larut minyak
: 8-10%
d) Titanium dioksida
: 1-4% (Harry et al., 1982)
3) Parfum M inyak parfum sangat mempengaruhi minat konsumen dalam mem ilih lipstik. Parfum tersebut juga sebaiknya tidak mengiritasi dan memiliki rasa yang tidak enak. Wanginya harus dapat menghilangkan bau lemak dari basis yang digunakan. Bahan yang ditemukan dapat mengiritasi salah satunya adalah metil heptin karbonat, benzilidene-aseton, minyak bergamot (Lauffer, 1972). b. Proses Pembuatan Lipstik 1) Persiapan dan Pencampuran Proses pencampuran lipstik ada dua macam cara, pertama pewarna dicampur dengan bahan yang sesuai dari formula lipstik tersebut. Cara yang kedua adalah dengan mendispersikan zat warna ke dalam seluruh basis yang digunakan. Tujuan dari pencampuran ini adalah agar didapat warna yang homogen. Zat
warna
dicampur
terlebih
dahulu
dengan
pelarutnya,
menggunakan panas jika diperlukan. Setelah homogen, sisihkan terleb ih dahulu sambil membuat larutan pigmen.
11
Saat menyiapkan larutan pigmen, warna terlebih dahulu dikecilkan partikelnya dengan zat pembasah, seperti lanolin, komponen poliglikol, dan sebagainya. Proses pembuatan lipstik sebaiknya pada suhu se minimal mungkin (Harry et al., 1982). Pencampuran dalam dihindarkan.
Setelah
campuran
meleleh
dan
kecepatan tinggi harus tercampur
sempurna,
ditambahkan parfum. Lipstik yang telah dicampur dengan parfum harus ditutup secara rapat di dalam ruang yang gelap dan suhu yang r endah jika memungkinkan (Lauffer, 1972). 2) Moulding M assa lipstik dilelehkan kembali jika perlu dan aduk selama kurang lebih 30 menit, untuk menghindari adanya udara di dalam massa tersebut, sebelum dimasukkan ke dalam cetakan. Cetakan lipstik biasanya terbuat dari alumunium. Setelah dicetak, stik dapat disim pan hingga satu minggu sebelum dapat ditaruh ke dalam wadah lipstiknya (Harry et al., 1982). 3) Flam ing Setelah lipstik ditaruh di dalam wadahnya, lapisan luar dipanasi secara cepat agar penampilannya lebih baik. Caranya adalah dengan melewatkan lipstik pada api yang menyala atau pemanas elektrik. Jika sumber api hanya satu sisi saja, maka lipstik perlu diputar sehingga seluruh permukaan lipstik terkena api. Setelah itu lipstik dapat dikemas ke dalam kemasan sekunder (Lauffer, 1972).
12
c. Bahan-bahan Lipstik yang D igunakan 1) Beeswax Beeswax atau bisa disebut juga cera alba, merupakan lilin lebah yang telah diputihkan. Beeswax mengandung 70-75% campuran ester dan ikatan alkohol monohidrat. Biasanya beeswax digunakan untuk meningkatkan konsistensi pada sediaan krim dan salep. Dapat juga digunakan untuk menstabilkan emulsi air dalam minyak. Beeswax o
tersebut meleleh pada suhu 61-65 C dan tidak larut dalam air (Rowe et al., 2009).
Beeswax merupakan konstituen yang penting dalam
sediaan lipstik karena dapat membuat lipstik tersebut menjadi keras dan menstabilkan sistem thixotropic. Terlalu banyak beeswax yang digunakan, dapat membuat produk menjadi bergranul dan kusam (Jellinek, 1970). 2) Carnauba wax Sinonim dari carnauba wax adalah cera carnauba. Lilin ini telah banyak digunakan dalam kosmetik, makanan dan sediaan farmasetis. Carnauba wax memiliki titik leleh yang paling tinggi diantara lilin lainnya yang biasa digunakan dalam sediaan farmasetis, yaitu sekitar o
80-88 C.
Dalam
kosmetik,
carnauba
wax
digunakan
untuk
meningkatkan kekerasan, misalnya pada lipstik dan maskara (Rowe et al., 2009). Carnauba wax dapat meningkatkan titik leleh, mengeraskan lipstik, dan memberikan efek kilau pada lipstik (Jellinek, 1970).
13
3) Setil alkohol Setil
alkohol
banyak
digunakan
dalam
kosmetik
dan
sediaan
farmasetis seperti suppositoria, emulsi, krim, dan salep. Pada suppositoria, setil alkohol digunakan untuk meningkatkan titik leleh dari basis. Pada krim dan salep, digunakan sebagai emollient, dan o
pengemulsi. Titik leleh dari setil alkohol adalah sekitar 45 -52 C (Rowe et al., 2009). Setil alkohol memberikan efek melembabkan dan dapat meningkatkan dispersi dari pigmen. Penggunaan dalam jumlah banyak harus dihindarkan karena dapat mengurangi efek berkilau dikarenakan adanya efek pengikatan air (Jellinek, 1970). 4) Adeps lanae Adeps lanae atau disebut juga lanolin, sering digunakan pada sediaan topikal dan kosmetik. Adeps lanae digunakan sebagai pembawa zat hidrofobik dan merupakan zat yang praktis tidak larut dalam air (Rowe et al., 2009). A deps lanae biasanya digunakan sebagai pelembab,
meningkatkan
kekuatan
dari
lipstik,
dan
mencegah
kecenderungan dari minyak untuk memisah (Jellinek, 1970). 5) Castor oil Castor oil, atau disebut juga oleum ricini, telah banyak digunakan pada sediaan kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasetis. Pada formulasi sediaan farmasetis, castor oil banyak digunakan pada sediaan topikal seperti krim dan salep dengan konsentrasi sekitar 5 o
12.5%. Castor oil merupakan bahan yang stabil. Pada suhu 300 C,
14
castor oil berpolimerisasi dan berubah menjadi minyak mineral yang o
larut air. Kemudian setelah didinginkan hingga 0 C menjadi lebih o
viskos. Penyimpanannya tidak boleh melebihi 25 C dan dilindungi dari cahaya (Rowe et al., 2009). Pada lipstik, castor oil dapat mencegah proses pengendapan yang mungkin terjadi pada pigmen saat proses preparasi. Castor oil dapat membuat lapisan film pada bibir (Jellinek, 1970). 6) Propilen glikol Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut, zat pengekstraksi, dan pengawet pada sediaan parenteral maupun non -pareteral. Pada kosmetik dan makanan, propilen glikol digunakan sebagai zat pem bawa untuk pengemulsi. Propilen glikol merupakan bahan yang higroskopis dan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, terhindar dari cahaya, dan kering. Kegunaan dari propilen glikol pada sediaan topikal adalah sebagai pelembab dan pelarut (Rowe et al., 2009). 7) Talk Talk atau bisa disebut juga magnesium kalsium silikat hidrat, mengandung jumlah kecil alumunium silikat dan besi (Rowe et al., 2009). 8) Tween 80 Tween 80 atau bisa disebut polysorbat 80, biasa digunakan secara luas dalam sediaan kosmetik dan makanan. M anfaat dari tween 80 adalah
15
sebagai agen pendispers, agen pengemulsi, surfaktan non -ionik, agen pelarut, suspending agent, dan wetting agent. Tween 80 memiliki bau yang khas (Rowe et al., 2009). 9) Nipasol Nipasol atau bisa disebut juga propilpa raben berfungsi sebagai pengawet anti mikroba. Biasanya nipasol digunakan tunggal, atau dikom binasikan dengan ester paraben yang lain. Paraben efektif pada rentang pH yang luas dan merupakan antimikroba spectrum luas. Jumlah nipasol yang biasanya digunakan pada sediaan topikal adalah 0,01-0,6% (Rowe et al., 2009). 10) Oleum rosae Oleum rosae atau bisa disebut dengan minyak mawar merupakan minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan uap bunga segar dari famili Rosaceae. Oleum rosae biasanya digunakan sebagai pewangi pada sediaan kosmetik (A nonim, 1993).
5. Stabilitas Fisik Stabilitas fisik pada sediaan kosmetik dapat mempre diksikan seberapa baik kosmetik tersebut tahan terhadap stress seperti temperatur ekstrim dan cahaya (Anonim , 2004). Tujuan dari uji stabilitas adalah untuk menjamin kualitas produk selama pemakaian. Berdasarkan hasil uji stabilitas dapat diketahui pengaruh dari lingkungan terhadap produk sehingga dapat ditetapkan waktu kadaluarsa. Pada kosmetik, uji stabilitas adalah untuk melihat kemampuan produk dalam mempertahankan sifat dan khasiatnya sepanjang periode penyimpanan dan
16
penggunaan. Pada umumnya, uji stabilitas dilakukan untuk produk baru atau jika ada perubahan pada proses produksi, perubahan formula, perubahan bahan awal dan bahan pengemas (Rismana et al., 2013).
6. Iritasi Primer Iritasi adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali kuat, asam kuat, pelarut, dan deterjen. Iritasi primer biasanya terjadi di tempat kontak dan umumnya, pada sentuhan pertama (Lu, 1995). Dalam uji iritasi primer kulit, digunakan hewan uji seperti kelinci, marmot, atau mencit dimana kemudian senyawa uji dioleskan p ada kulit hewan uji yang sebelumnya telah dicukur. Reaksi kulit terhadap senyawa uji kemudian diamati dan dicatat dalam interval waktu tertentu (minimal 3 hari). Iritasi yang diamati adalah adanya eritema dan edema pada jaringan (Loomis, 2001; Kligman & Leyden, 2001). Uji iritasi primer dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Uji Iritasi Primer Kualitatif Pada uji iritasi primer kualitatif, hanya digunakan kelompok kelinci kulit utuh tanpa dilukai. Data uji iritasi primer adalah hasil pengamatan terhadap timbul atau tidaknya gejala klinis iritasi primer yaitu timbulnya eritema dan edema pada jam ke 24 dan 72 setelah diberikannya senyawa uji pada kulit. Eritema adalah reaksi radang pada kulit menimbulkan warna kemerahan karena adanya dilatasi kapiler yang diseba bkan oleh racun kimia atau sunburn. Edema adalah akumulasi berlebihan dari carian serosa atau air dalam sel, jaringan, atau rongga serosa.
17
b. Uji iritasi primer kuantitatif Uji iritasi primer kuantitatif menggunakan minimal enam kelinci kulit utuh dan kulit lecet ntuk tiap preparat yang diuji. Prosedur ujinya sama dengan iritasi primer kualitatif. Setelah 24 dan 72 jam diberikan senyawa uji, kemudian diamati reaksi yang muncul dan dievaluasi berdasarkan skor. Skor eritema dan edema kemudian secara keseluruhan ditambahkan, baik itu pada jam ke 24 maupun 72, dan skor rata -rata untuk kulit utuh dan lecet digabungkan kemudian dicari rata -rata kembali yang disebut dengan indeks iritasi primer. Senyawa yang menghasilkan rata -rata gabungan (indeks iritasi primer) 2 atau kurang bersifat sedikit merangsang, senyawa dengan indeks iritasi primer 2 sampai 5 merupakan iritan m oderat dan senyawa dengan skor diatas 6 dianggap iritan berat (Lu, 1995).
7. Simplex Lattice Design Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengoptimasi suatu formula dimana biasanya memasukkan variasi jumlah komposisi bahan yang akan diuji. Dalam menerapkan Simplex Lattice Design, ditentukan terlebih dahulu berbagai formula yang mengandung kombinasi berbeda dari varias i bahan. Hasil dari percobaan kemudian digunakan untuk membuat suatu persamaan polinomial (simplex) dimana persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton & Bon, 2004). Simplex Lattice Design yang paling sederhana adalah terdiri dari 2 macam kombinasi bahan berbeda dimana memerlukan 3 formula, yaitu : a. Percobaan yang menggunakan bahan A saja (A= 100%)
18
b. Percobaan yang menggunakan bahan B saja (B= 100%) c. Percobaan yang menggunakan bahan campuran 50% bahan A dan 50% bahan B (A= ½ bagian dan B= ½ bagian) (Bondari, 2005). Prinsip dasar SLD adalah untuk mengetahui profil efek dari kombinasi komposisi bahan yang berbeda terhadap suatu parameter dimana terdapat dua variable bebas A dan B. Hubungan antara respon dan komponen dapat digambarkan dengan rumus sebagai berikut: Y = a [A] + b [B] + ab [A][B] Keterangan: Y
: respon
a, b, ab : koefisien yang didapat dari percobaan [A][B] : fraksi (bagian) komponen dengan persyaratan : 0 ≤ [A] ≤ 1, 0 ≤ [B] 0 ≤ 1 Nilai respon yang didapat disubstitusikan ke dalam persamaan di atas, agar didapat nilai koefisien a, b dan ab. Jika nilai koefisien sudah diketahui, maka dapat dicari nilai Y (respon) sehingga didapatkan gambaran profilnya dari variasi kedua komponen tersebut (Armstrong & James, 1996).
8. Software Design Expert® Softw are Design Expert® merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk mengoptimasi suatu proses ataupun produk (Anonim, 2007). A dapun berbagai macam model analisis statistik yang disediakan oleh Software Design Expert®, yaitu: a. Two-level factorial screening designs
19
M engidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses atau produk sehingga dapat dilakukan perbaikan. b. General factorial studies M enemukan kombinasi yang terbaik dari faktor kategoris, seperti sumber dengan tipe bahan dasar. c. Response surface methods (RSM) M encari pengaturan proses yang paling optimum sehingga didapatkan performa yang terbaik. d. Mixture designs techniques. M encari kombinasi bahan yang ideal dalam formulasi produk. e. Kombinasi process factors, mixture components dan categorical factors M odel analisis campuran ini dapat mengidentifikasi faktor yang vital terhadap proses atau produk, menentukan pengaturan proses yang ideal, dan menentukan formula optimum (Anonim, 2007).
E. Landasan Teori Bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) terbukti mengandung antosian seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Nakamura (1990) dimana dilakukan ekstraksi antosianin dari bunga kembang sepatu. Penelitian sebelumnya digunakan bunga mawar (Farima, 2009) da n bunga rosela (Safitri, 2010) sebagai pewarna alami dan terbukti dapat digunakan sebagai zat warna dalam lipstik dan tidak mengiritasi. Zat warna yang dapat digunakan salah satunya adalah antosian .
20
Oleh karena itu secara teori bunga kembang sepatu ( Hibiscus rosa-sinensis L.) dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam sediaan lipstik. M enurut Pramitasari (2011), formula lipstik yang m engandung kombinasi carnauba wax dan beeswax akan memberikan sifat fisik lipstik yang lebih lembut.
F. Hipotesis 1. Pada komposisi tertentu, carnauba wax dan beesw ax memberikan sifat fisik yang paling baik dimana menghasilkan formula lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (H. rosa-sinensis) yang memiliki sifat fisik paling baik. 2. Formula optimum sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota bun ga kembang sepatu (H. rosa-sinensis) dimana menggunakan basis carnauba wax dan beeswax stabil secara fisik selama penyimpanan. 3. Lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu ( H. rosa-sinensis) aman digunakan.