1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Data akurat tentang jumlah dan kondisi anak berkebutuhan khusus di Indonesia beum ada, namun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, dimana sekitar 8,3 juta jiwa diantaranya adalah anak berkebutuhan khusus (Kem Kes, 2010). Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal. Banyak di antara mereka yang dalam perkembanganya mengalami hambatan, ganguan, kelambatan, atau memiiki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Kelompok ini lah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus. Anak mengalami proses tumbuh kembang yang dimulai sejak dari dalam kandungan, masa bayi, dan balita. Setiap tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas tersendiri, sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh kembang tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tidak semua anak mengalami proses tumbuh kembang secara wajar sehingga terdapat anak yang memerlukan penanganan secara khusus. Salah satu masalah kesehatan anak berkebutuhan khusus adalah cerebral palsy (CP). Cerebral palsy (CP) digambarkan sebagai sekelompok gangguan permanen atau perkembangan pada gerakan dan postur tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas, dan berhubungan dengan gangguan yang terjadi di otak janin yang sedang berkembang (Bax et al., 2005). Gangguan motorik dari CP ini sering disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, perilaku, dengan epilepsi, dan gangguan muskuloskeletal
(Rosenbaum,
2007).
Cerebral
palsy
atau
static
encephalopathy merupakan penyakit kronis dengan gangguan non progresisif 1
2
pada postur dan gerak yang ditandai dengan kesulitan mengontrol otot-otot yang disebabkan oleh kerusakan sistem gerak di ektstrapiramidal atau piramidal (Potts & Mandleco, 2007; James & Aswill, 2007). Kelainan cerebral palsy dapat mempengaruhi respon otot dan topografi tubuh. Respon pada otot dapat dilihat dengan adanya hipotonia, hipertonia, atethosis, ataksia, spastisitas, rigiditas dan campuran, sedangkan respon pada topografi tubuh adalah hemiplegia, diplegia dan quadriplegia (Potts & Mandleco, 2007). Masalah utama dalam semua jenis CP adalah gangguan motorik yang di sertai dengan sensorik dan kognitif. Penyebab gangguan motorik adalah perkembangan terlambat, tonus otot yang tidak normal, kelemahan otot, kurangnya kontrol postural, masalah sensorik, masalah perilaku, masalah ortopedi, normal pola pergerakan dan aktivitas refleks yang tidak normal, asimetri dan cacat. Fungsi bahwa seorang anak dengan masalah CP harus mengikuti perkembangan motorik yang normal akibat kerusakan lesi. Refleks primitif yang terhambat dalam proses perkembangan yang normal harus di hindari karena dapat menyebabkan koreksipostur dan keseimbangan pada anak (Papavasiliou, 2009). Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis bilateral dan merupakan salah satu bentuk cerebral palsy yang utama menyerang kedua tungkai (Dorlan, 2005). Permasalahan utama yang dialami oleh penderita CP diplegia adalah (1) adanya gangguan distribusi tonus postural (spastisitas) terutama kedua tungkai, (2) adanya gangguan koordinasi, (3) adanya gangguan keseimbangan, (4) terdapat gangguan jalan yang menyebabkan penderita mengalami gangguan fungsional. Selain itu penderita juga dapat mengalami problem penyerta seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, gangguan intelektual serta potensial terjadi kontraktur (deformitas)(Potts & Mandleco, 2007). Fisioterapi berperan penting dalam tim kesehatan secara profesional yang menangani anak-anak penyandang cacat. Sebagai seorang ahli di tim, tujuan utama fisioterapi adalah bekerja sama dengan orang tua maupun pengasuh anak, untuk membantu anak-anak mencapai potensi mereka, memulihkan fisik dan tingkat kebugaran. Sebagai seorang anak pastinya tumbuh menjadi
3
lebih tua, untuk itu fisioterapis akan menyarankan anak-anak, orang tua mereka atau pengasuh untuk melatih keterampilan, memberikan pendidikan, dan mengajarkan tanggung jawab saat waktu luang di rumah. Ketika anakanak tersebut tumbuh menjadi dewasa, fisioterapis akan terus bekerja memberikan pelayanan yang terbaikuntuk memecahkan masalah ( Kerem Gunel, 2009). Masalah yang dihadapi oleh anak cerebral palsy adalah kesulitan dalam mengkoordinasikan gerak anggota tubuh, akibatnya akan terjadi gangguan pada anggota geraknya. Adapun gangguan yang dialami mereka di antaranya, kekejangan otot baik keseluruhan maupun sebagian. Terdapatnya gerakangerakan involunter yaitu gerakan yang tidak disengaja dan tidak dapat dicegah sehingga dirasakan sangat mengganggu, tidak adanya keseimbanngan tubuh dan selalu terdapat sangat mengganggu, tidak adanya keseimbangan tubuh dan selalu terdapat salah dugaan atau salah ukuran misalnya pada waktu melangkah, gerakan-gerakan kecil yang terus menerus berupa getaran pada tangan, kepala atau mata. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan pada anak CP yaitu kerusakan otak yang mempengaruhi sistem dan penyebab anak mempunyai koordinasi yang buruk, keseimbangan yang buruk, pola-pola gerakan yang abnormal dan kombinasi dari karakter-karakter tersebut. Kelainan yang muncul tergantung luasnya kerusakan otak yang dialami anak, letak kerusakan di otak dan seberapa cepat penanganannya yang diberikan, kerusakan yang dialami biasanya tidak akan bertambah parah, namun dengan bertambahnya usia maka kemampuan anak yang dimiliki
dapat terlihat
semakin tertinggal (Brunner and Suddarth, 2002). Untuk mengatasi hal diatas maka anak cerebral palsy perlu diberikan penanganan
yang
dapat
meningkatkan
keseimbangan,
keseimbangan
merupakan kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai posisi. Definisi menurut O’sullivan keseimbangan adalah kemampuan yang mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut AnnThomson,
4
keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi keseimbangan maupun dalam keadaan statik dan dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang yang minimal. Kerusakan otot umumnya sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Neuro developmental treatment (NDT) merupakan salah satu pendekatan yang paling umum digunakan untuk intervensi anak-anak dengan gangguan perkembangan. Metode ini pertama kali digunakan untuk terapi anak-anak pada kondisi cerebral palsy. Pendekatan NDT berfokus pada normalisasi otot hypertone atau hypotone. Intervensi penanganan NDT melatih reaksi keseimbangan, gerak anak, dan fasilitasi. NDT adalah metode terapi yang populer dalam pendekatan intervensi pada bayi dan anak-anak dengan disfungsi neuromotor (Uyanik and Kayihan, 2013). NDT dengan mengontrol dan menghambat gerakan abnormal dan memberikan fasilitasi dan stimulasi untuk membentuk automatik postural reactions.
Terapis mengkombinasikan berbagai tehnik stimulasi untuk
mengurangi kelainan postural dan fasilitasi gerak dengan tujuan mengirimkan berbagai pengalaman sensori-motor untuk melatih gerakan fungsional (Velickovik and Perat, 2004). Standing frame berfungsi untuk melatih otot-otot pada saat berdiri terutama pada otot tungkai bagian bawah (Herman, 2007). Standing mencegah timbulnya kontraktur, ketika anak tidak mampu berdiri secara independen karena peningkatan tonus otot, kelemahan atau tidak seimbangan beresiko memperpendek (kontraktur) otot-otot tungkai bawah (Paus, 2007). Standing memfasilitasi pembentukan sendi panggul, peningkatan integritas pinggul atau pencegahan subluksasi hip dan dislokasi. Peran fisioterapi pada kasus cerebral palsy secara umum adalah untuk memperbaiki postur, mobilitas postural, control gerak dan menanamkan pola gerak yang benar dengan cara mengurangi abnormalitas tonus postural, memperbaiki pola jalan dan mengajarkan kepada anak gerakan-gerakan yang
5
fungsional sehingga anak dapat mandiri untuk melaksanakan aktifitas seharihari. Peran fisioterapi sangat besar, hal ini telah dibuktikan dari beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa latihan fungsional yang dilakukan secara rutin akan dapat meningkatkan kemampuan penderita CP (Wikpedia Project, 2007). Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang efektifitas penambahan Standing Frame pada Neuro Developmental Treatment terhadap peningkatan keseimbangan berdiri pada anak Cerebral Palsy Diplegi.
B. Identifikasi Masalah Cerebral palsy (CP) digambarkan sebagai sekelompok gangguan permanen atau perkembangan pada gerakan dan postur tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas, dan berhubungan dengan gangguan yang terjadi di otak janin yang sedang berkembang (Bax et al., 2005). Masalah utama dalam semua jenis CP adalah gangguan motorik yang di sertai dengan sensorik dan kognitif. Penyebab gangguan motorik adalah perkembangan terlambat, tonus otot yang tidak normal, kelemahan otot, kurangnya kontrol postural, masalah sensorik, masalah perilaku, masalah ortopedi, normal pola pergerakan dan aktivitas refleks yang tidak normal, asimetri dan cacat. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan berdiri pada cerebral palsy diplegi spastic adalah pada musculoskeletal pada ekstremitas bawah yang akan menimbulkan adanya spastic, kontraktur, kelemahan otot dan daya tahan lemah sehingga kemampuan gerak terganggu dan akan mengakibatkan keseimbangan menurun. Diperlukan penanganan yang dapat meningkatkan keseimbangan tersebut. Dengan demikian keseimbangan adalah kemampuan untuk mengontrol tubuh dan center of gravity secara relative dapat menjaga postur tubuh dan gerakan yang akan diukur dengan clinical test of sensory interaction of balance yang diukur dalam satuan waktu.
6
Latihan
keseimbangan
mempertahankan
badannya
bertujuan tetap
untuk
tegak.
agar
anak-anak
dapat
kembali
fungsi
Mendidik
sensomotorik dengan postur, keseimbangan dan gerakan yang tidak normal atau dilatih dengan memposisikan tubuh pada posisi yang kita anggap benar berulang-ulang kali (Fascilitation). Prinsip Neuro developmental treatment untuk mengontrol dan menghambat gerakan abnormal dan memberikan fasilitasi dan stimulasi untuk membentuk automatik postural reaction. Tujuan konsep Neuro developmental treatment memperbaiki, mencegah postur, dan pola gerakan yang abnormal. Standing frame merupakan alat bantu mobilitas bagi anak cerebral palsy, yang bertujuan untuk latihan berdiri dengan posisi yang benar. Alat ini juga berfungsi untuk melatih otot-otot pada saat berdiri terutama pada otot tungkai bagian bawah. Fisioterapi pada kasus cerebral palsy berperan untuk memperbaiki postur, mobilitas postural, kontrol gerak, dan mengajarkan pola gerak yang benar. Cara yang digunakan yaitu dengan meningkatkan keseimbangan berdiri sehingga anak dapat mempertahankan keseimbangan berdiri.
C. Perumusan Masalah 1. Apakah ada efek intervensi neuro developmental treatment terhadap keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy diplegi ? 2. Apakah ada efek intervensi standing frame dan neuro developmental treatment terhadap keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy diplegi? 3. Apakah ada perbedaan efek penambahan standing frame pada neuro developmental treatment terhadap keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy diplegi ?
7
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui perbedaan efek penambahan standing frame pada neuro developmental treatment terhadap keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy diplegi.
2. Tujuan Khusus : a. Mengetahui efek intervensi neuro developmental treatment terhadap keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy diplegi. b. Mengetahui efek intervensi standing frame dan neuro developmental treatment terhadap keseimbangan berdiri pada anak cerebral palsy diplegi.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada institusi mengenai efektifitas intervensi Neuro Developmental Treatment dan Standing Frame terhadap keseimbangan berdiri pada anak Cerebral Palsy Diplegi. 2. Bagi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam keseimbangan berdiri pada anak Cerebral Palsy Diplegi dan diharapkan menjadi bahan kajian untuk diteliti lebih lanjut. 3. Bagi Peneliti Adanya penelitian ini, membuat peneliti dapat mengetahui sejauh mana efektifitas intervensi yang diberikan pada anak Cerebral Palsy Diplegi .