BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir terjadi transisi epidemiologi karena kematian akibat penyakit degeneratif semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit infeksi semakin menurun. Hingga akhir tahun 2008 penyakit degeneratif telah menyebabkan kematian hampir 36 juta orang di seluruh dunia. Beberapa penyakit yang tergolong penyakit degeneratif adalah PJK (penyakit jantung koroner), diabetes melitus, kanker, obesitas, hipertensi, dan stroke (WHO, 2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan terjadi peningkatan angka prevalensi penyakit degeneratif pada tahun 2007 hingga 2013. Peningkatan prevelensi terjadi pada diabetes melitus dari 1,1% menjadi 2,1%, hipertensi dari 7,6% menjadi 9,5%, dan stroke dari 8,3% menjadi 12,1%. Adanya transisi epidemiologi erat kaitannya dengan perilaku makan (Popkin et al, 2001). Pemilihan makanan yang awalnya mengandung bermacam-macam nilai gizi (padi, biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, buah, dan pembatasan bahan makanan hewani) berubah ke arah makanan yang lebih bervariasi seperti lebih banyak makanan olahan, tinggi bahan makanan hewani, tinggi gula dan lemak (Popkin et al, 2001). Survei yang dilakukan oleh Consumers International (CI) menyatakan bahwa selama satu dekade terakhir penjualan produk kemasan di seluruh dunia naik menjadi 92% dan mencapai 2,2 triliun dollar AS di tahun 2012. Produk kemasan secara keseluruhan tinggi akan kandungan lemak, natrium, dan 1
2
gula. Kesalahan dalam pemilihan makanan dan kurangnya pengetahuan tentang gizi dapat mengakibatkan timbulnya masalah gizi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi seseorang (Sediaoetama, 2004). Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan dan zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh (Almatsier, 2004). Pengetahuan gizi konsumen mengenai produk pangan dapat dipengaruhi oleh label produk tersebut. Menurut BPOM (2004), label pangan adalah keterangan yang berbentuk gambar, tulisan maupun kombinasi keduanya, yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, dicetak pada atau merupakan bagian kemasan pangan. Konsumen akan menentukan apakah membeli produk tersebut atau tidak setelah meneliti informasi yang termuat pada label (BPOM, 2009). Di Indonesia, informasi nilai gizi merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan apabila label pangan memuat sejumlah keterangan tertentu. lnformasi nilai gizi merupakan daftar kandungan zat gizi pada label pangan sesuai dengan format yang telah ditetapkan (BPOM, 2009). Untuk membuat pilihan yang bijak terhadap produk pangan, konsumen harus mampu membedakan produk sehat dengan yang kurang sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan menampilkan komposisi gizi makanan secara transparan dalam bentuk informasi nilai gizi (Geiger et al, 1991; Scott dan Worsley, 1994). Namun dalam penerapannya terdapat permasalahan dalam pencantuman informasi nilai gizi. Adanya berbagai istilah seperti low, less, reduced, free, light, lite, maupun extra, akan membingungkan konsumen. Pengertian berbagai istilah tersebut perlu mengacu pada peraturan dan standar internasional, seperti yang
3
dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commissions (CAC), agar istilah yang digunakan pada label tidak membingungkan konsumen (Hariyadi, 2005). CAC sebagai organisasi gabungan antara Food Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) yang secara khusus bertugas menetapkan standardisasi di bidang pangan, saat ini sedang mengkaji mengenai kewajiban penerapan label gizi (BPOM, 2009). Setiap pemerintah diharapkan secara aktif mencanangkan kebijakan tentang label gizi untuk meningkatkan gizi masyarakat (WHO, 2005). Seperti di Inggris, pemerintah menetapkan kebijakan agar produsen makanan memberikan informasi yang jelas dan konsisten terhadap produk yang dikonsumsi konsumen, serta mendukung diterapkannya format label Traffic Light sebagai format label gizi bagi produsen makanan dan retailer (Cross-Government Obesity Unit, Departmentof Health, Department of Children, Schools dan Families, 2008). Format label Traffic Light (TL) dikembangkan oleh The UK Food Standards Agency (FSA) yang menitikberatkan informasi nilai gizi pada zat gizi tertentu, yaitu lemak total, lemak jenuh, gula, dan natrium. Zat gizi dikategorikan melalui warna dengan tiga indikator yaitu tinggi (merah), medium (kuning), dan rendah (hijau) berdasarkan angka yang ditetapkan oleh the European Regulation for Nutrition and Health Claims (Official Journal of the European Union, 2006). Studi di UK yang meneliti tentang kemampuan dan pemahaman konsumen dalam menggunakan format label TL dan GDA (Guideline Daily Amount) menunjukkan bahwa TL membuat konsumen dapat memilih produk makanan yang lebih sehat secara mudah dan akurat (Conquest Research, 2006).
4
Format label TL juga telah diimplementasikan pada label produk pangan di Australia. Studi yang dilakukan oleh Kelly et al (2009) pada 790 konsumen di Australia menguji persepsi dan kemampuan konsumen menggunakan format label yang berbeda yaitu, TL, monochrome %DI (Daily Intake), dan colour-coded %DI. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa TL merupakan format label yang paling berhasil dalam membantu konsumen untuk memilih produk yang sehat. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana penerapan format label TL dalam bentuk kartu atau Traffic Light Card (TLC) sebagai alat bantu pemilihan produk kemasan di pusat perbelanjaan.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka disusunlah suatu rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana persepsi dan sikap konsumen tentang penerapan TLC di pusat perbelanjaan?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi dan sikap konsumen tentang penerapan TLC di pusat perbelanjaan. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui perbelanjaan.
persepsi
konsumen
tentang
penerapan
TLC
di
pusat
5
b. Mengetahui sikap konsumen tentang penerapan TLC di pusat perbelanjaan.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman peneliti mengenai format dan penerapan label gizi di Indonesia dan negara lain. 2. Bagi masyarakat Dari hasil penelitian ini diharapkan akan tersedia alat bantu yang dapat digunakan konsumen dalam memilih produk kemasan yang lebih sehat. 3. Bagi pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan mengenai penerapan format label gizi.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai format label TL telah banyak dilakukan seperti di Inggris, Australia serta negara-negara di Amerika dan Eropa, namun di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian serupa. Beberapa penelitian yang sejalan dengan penelitian ini antara lain: 1. Kelly et al (2009) dengan judul penelitian: Consumer Testing of the Acceptability and Effectiveness of Front-of-pack Food Labelling Systems for the Australian Grocery Market. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap empat format label makanan kemasan dan bagaimana kemampuan format tersebut dalam membantu memilih produk yang sehat. Hasil dari
6
penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen memberikan dukungan terhadap penetapan informasi gizi yaitu, lemak total, lemak jenuh, gula, dan natrium. Konsumen yang menggunakan format label TL dapat lima kali lebih besar untuk memilih makanan sehat dengan benar dibandingkan dengan Monochrome %DI serta tiga kali lebih besar dibandingkan Colour-Coded %DI. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel format label serta subjek penelitian, yaitu konsumen di pusat perbelanjaan. Perbedaan terdapat pada rancangan penelitian. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan rancangan penelitian survei yang bersifat eksploratif didukung data dari wawancara mendalam (in-depth interview). 2. Moeser et al (2010) dengan judul penelitian: Simplified Nutrient Labelling: Consumers' Perceptions in Germany and Belgium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap format label GDA dan TL. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen di Belgia lebih memilih GDA, sedangkan konsumen di Jerman lebih memilih TL. Perbedaan hasil tersebut dipengaruhi oleh karakteristik sosiodemografi dan persepsi konsumen terhadap masing-masing format label. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel format label dan persepsi serta subjek penelitian. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis, yaitu pada rancangan penelitian. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan kuesioner sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan penelitian survei yang bersifat eksploratif didukung data dari wawancara mendalam (in-depth interview).
7
3. Tymms (2011) dengan judul penelitian: Design, Format, and Impact of Front‐of‐pack Nutrition Labelling: An Independent Review of Refereed Literature. Penelitian ini berisi tentang review beberapa penelitian yang dipublikasikan setelah tahun 2004 untuk melihat dampak dari label gizi terhadap perilaku pembelian makanan. Hasil dari penelitian ini secara keseluruhan adalah bahwa anggapan label gizi pada kemasan dapat memperbaiki perilaku konsumen dan pola makan ternyata tidak selalu mendapat hasil yang sama pada setiap penelitian. Pada penelitian di atas belum ada standar format label yang diujikan pada konsumen. Pemahaman konsumen terhadap penggunaan label gizi juga berbeda-beda pada setiap daerah. Pada akhirnya perlu dipertimbangkan dampak dari label gizi untuk membuat kebijakan baru. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel pemilihan desain dan format label gizi serta subjek penelitian, yaitu konsumen di pusat perbelanjaan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan terdapat pada rancangan penelitian. 4. Thorndike et al (2012) dengan judul penelitian: A 2-Phase Labelling and Choice Architecture Intervention to Improve Healthy Food and Beverage Choices. Penelitian ini berisi tentang penerapan format label berbasis TL dan perubahan tata letak produk di kafetaria untuk meningkatkan pemilihan produk makanan dan minuman yang sehat. Hasil dari penelitian tersebut adalah penjualan produk makanan sehat, berwarna hijau, meningkat 4,5% sedangkan produk berwarna merah menurun 9,2%. TL akan terus dilanjutkan penggunaanya di kafetaria ini karena mampu meningkatkan penjualan produk makanan sehat. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel pemilihan desain dan format label berbasis
8
TL. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis, yaitu pada subjek dan rancangan penelitian. Subjek penelitian ini adalah konsumen di kafetaria Rumah Sakit Massachusetts sedangkan subjek penelitian yang dilakukan adalah konsumen di pusat perbelanjaan. Penelitian ini menggunakan desain intervensi sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian survei yang bersifat eksploratif didukung data dari wawancara mendalam (in-depth interview). 5. Davis dan Prakash (2013) dengan judul penelitian: A Pilot Study to Develop Nutritional Guidance Signage for a University Cafetaria Based on Traffic Light Design. Penelitian ini berisi tentang penerapan pedoman berbasis TL untuk mahasiswa dalam memilih makanan sehat. Hasil dari penelitian tersebut adalah mahasiswa memberikan respon bahwa uji coba TL yang telah diterapkan di kafeteria dapat membantu mereka dalam membandingkan dan memilih makanan sehat secara cepat, bahkan mereka meminta agar TL diterapkan seterusnya di kafeteria tersebut. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel format label dan penerapan format label berbasis TL. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis, yaitu pada subjek dan rancangan penelitian. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa sedangkan subjek penelitian yang dilakukan adalah konsumen di pusat perbelanjaan. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian survei yang bersifat eksploratif didukung data dari wawancara mendalam (in-depth interview).