BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia secara umum mengenal budaya tolong menolong. Budaya tolong menolong menjadi salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia, diturunkan dari generasi ke generasi, sehingga sejak zaman dahulu masyarakat indonesia telah sadar akan pentingnya solidaritas sosial yang mereka bentuk, dan sesuai dengan pemikiran Ibnu Khaldun mengenai solidaritas sosial (Ahmadi Thoha 1986 : 73) bahwa hidup besama dan saling tolong menolong merupakan kebutuhan pokok manusia karena apabila itu tidak dilaksanakan jenis manusia ini akan punah dan kolekifisme menjadi prasyarat utama terbentuknya pranata sosial, dimana manusia secara individu tidak akan mampu hidup sendiri. Karena manusia hidup saling membutuhkan antar sesama artinya bahwa manusia hidup bermasyarakat secara mutualisme, saling menguntungkan antara satu dengan yang lainnya dan saling melengkapi dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Salah satu bentuk kehidupan bermasyarakat adalah tolong menolong. Dalam pengertiannya tolong menolong merupakan bagian dari gotong royong, yang dimana gotong royong dibagi dalam dua macam yaitu gotong royong “tolong menolong” dan gotong royong “kerja bakti” didalam keduanya memiiki pengertian yang berbeda, dimana gotong royong “tolong menolong” adalah kegiatan bersama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan individu tertentu. Sedangkan gotong royong “kerja bakti” adalah
Universitas Sumatera Utara
kegiatan kerja sama untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan umum. (Marzali 2007 : 149) Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki banyak suku bangsa dengan budaya dan bahasa yang berbeda, namun memiliki kesamaan dalam budaya tolong menolong, seperti di jawa budaya gotong royong dikenal dengan istilah “sambatan” yaitu kegiatan tolong menolong dengan meminta bantuan warga masyarakat, dimana yang diminta adalah jiwa dan tenaganya untuk membantu orang yang meminta bantuan dimana tenaga sambatan merupakan tenaga sukarela dan tidak dibayar. (penelitian Sri Maryani dengan judul “Budaya Sambatan di Era Medernisasi” 2013 :2) Bukan hanya dalam bidang pertanian, budaya tolong menolong yang sering disebut sebagai gotong royong
juga berlaku dalam kegiatan lain yakni dalam
kegiatan pernikahan atau apabila ada yang mengalami musibah atau kematian, masyarakat akan dengan cepat membantu. Dalam pernikahan misalnya, pihak yang akan menyelenggarakan pesta pernikahan cukup memberitahukan waktu kapan pernikahan akan diselenggarakan maka masyarakat akan ikut membantu proses penyelenggaraan tersebut seperti membantu mempersiapkan tempat atau ikut dalam proses mempersiapkan makanan untuk pesta tersebut tanpa ada paksaan dan dilakukan tanpa mengharapakan imbalan atau upah dari pemilik pesta. Pedesaan Jawa memilki tradisi sambatan, Sumatera Utara khususnya di Simalungun juga memiliki tradisi gotong royong. Salah satunya disebut dengan istilah “Margugu”. Istilah ini diartikan langsung dari bahasa Simalungun “gugu” yang berarti mengumpulkan/patungan sehingga dapat didefinisikan margugu
Universitas Sumatera Utara
merupakan sebuah kegiatan gotong royong tolong menolong dalam bentuk pengumpulan dana. Kegiatan ini (margugu) dilakukan umumnya pada saat sebelum atau setelah sebuah perhelatan pesta adat dilakukan. Dalam proses margugu ini tidak ada unsure paksaan terhadap setiap warga yang ingin menyumbangkan uangnya untuk membantu melainkan masyarakat memberikan bantuannya secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan apapun dari sipenghelat sebuah pesta adat, artinya masyarakat yang memberikan bantuannya merupakan sebuah kesadaran kolektif mereka. Marubun Lokkung merupakan salah satu Desa Simalungun yang berada di kecamatan Dolok Silau. Mayoritas penduduk di desa ini merupaan suku Simalungun, masyarakat diluar suku simalungun yang tinggal di Desa marubun Lokkung adalah suku jawa, karo, dan Mandailing. Masyarakat desa marubun lokkung mayoritas memeluk agama Kristen Protestan dan agama Islam. Perbedaan suku maupun agama didalam masyarakat desa Marubun Lokkung tidak menimbulkan perpecahan, ini terlihat dari tidak adanya konflik antar suku maupun antar agama di Desa Marubun Lokkung. Keharmonisan didalam masyarakat masih terjaga ditunjukkan dengan masih adanya tradisi tolong-menolong yaitu margugu di desa ini. Proses margugu di desa Marubun Lokkung dilakukan pada malam hari, tepatnya setelah pesta adat pernikahan selesai. Margugu diikuti oleh setiap anggota dalam masyarakat tanpa memandang status sosial dan agama yang dianutnya. Sehingga dalam tradisi Margugu ini semua masyarakat desa berbaur untuk menolong penyelenggara pesta dalam bentuk bantuan dana. Ini menunjukkan ciri khas
Universitas Sumatera Utara
masyarakat pedesaan yang masih memilki rasa kewajiban untuk saling membantu satu sama lain. Margugu dilakukan di balai desa Marubun Lokkung atau masyarakat sering menyebut dengan “los”. Adapun yang dibantu masyarakat dalam proses Margugu adalah segala biaya resepsi adat, diantaranya:
Biaya konsumsi dalam hal ini mulai sarapan pagi, makan siang, dan makan malam.
Biaya penyewaan alat-alat yang diperlukan dalam pesta seperti sewa alat-alat untuk memasak, sewa piring, dan tikar yang digunakan dalam pesta, serta biaya air.
Biaya music, antara lain penyewaan “keyboard”, gondrang simalungun, pemain musik serta penyanyi pesta atau sering disebut biduan.
(hasil
observasi pra penelitian) Kelebihan dari kegiatan “Margugu” di desa marubun Lokkung dengan desa yang lain di daerah Simalungun adalah bahwa penyelenggara pesta adat tidak boleh mengalami kerugian atau mengalami defisit, dan apabila mengalami kerugian masyarakat desa akan terus melakukan pengumpulan uang (margugu) hingga tidak mengalami kerugian sepeserpun, bahkan dalam proses margugu ini penyelenggara pesta selalu mendapatkan keuntungan atau surplus dari pesta adat yang diselenggaraan, artinya masyarakat ikut menanggung beban yang diemban oleh anggota masyarakat lainnya. Adapun cara masyarakat desa sehingga pemilki pesta tidak mengalami kerugian adalah dengan menghitung keseluruhan biaya pesta sebagai pengeluaran, apabila biaya pengeluaran lebih besar dari pemasukan, maka
Universitas Sumatera Utara
masyarakat akan kembali melakukan pengumpulan dana sampai biaya pengeluaran tertutupi bahkan tidak jarang mengalami surplus. Hal inilah yang membuat margugu di Marubun Lokkung berbeda dengan kegiatan margugu di desa lain, sehingga Tradisi “Margugu” yang dilakukan masyarakat Marubun lokkung menjadi sebuah kegiatan yang jarang ditemukan di daerah lain bahkan didaerah kabupaten simalungun sekalipun sehingga kegiatan Margugu di desa marubun lokkung merupakan sebuah peristiwa yang unik. Keunikan tradisi “margugu” di Desa Marubun Lokkung yang disebut diatas yang melatarbelakangi peneliti mengambil tema Tradisi margugu sebagai system tolong menolong pada masayrakat desa marubun lokkung. Ditengah-tengah kepentingan masyarakat secara ekonomi kegiatan tolong menolong ini masih dapat bertahan didesa marubun lokkung. Menjadikan kegiatan tolong menolong ini sebuah peristiwa yang menarik untuk diteliti. 1.2 Perumusan masalah Rumusan masalah adalah suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam (Sugiono,2010;209). Dari uraian latar belakang diatas adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Mengapa nilai-nilai gotong royong masih bertahan dalam masyarakat Desa Marubun Lokkung, kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun?
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimana peran masyarakat dalam mempertahankan tradisi “Margugu” sebagai salah satu nilai kegiatan gotong royong pada mayarakat Desa Marubun Lokkung kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun?
1.3 Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah diatas, adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan tentang alasan mengapa nilai-nilai gotong royong masih bertahan dalam masyarakat Marubun Lokkung Kecamatan Dolok Silau kabupaten Simalungun. 2. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan bagaimana peran masyarakat dalam mempertahankan tradisi “Margugu” sebagai kegiatan gotong royong dalam masyarakat Desa Marubun Lokkung Kecamatan Dolok Silau kabupaten Simalungun
1.4 Manfaat Penelitian Dalam tercapainya tujuan dari penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi salah satu media informasi dan rujukan bagi mahasiswa ilmu sosial dan masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi bagi ilmu sosiologi, khususnya sosiologi pedesaan. b. Manfaat Praktis 1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis agar dapat meningkatkan kemampuan akademis, terutama dalam hal pembuatan karya ilmiah tentang tradisi “Margugu” Sebagai Sistem Tolong-menolong pada masyarakat Desa Marubun Lokung Kecamatan Dolok Silau kabupaten Simalungun. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi instansi pemerintahan, khususnya bagi instansi terkait di pemerintahan kabupaten Simalungun.
1.5 Defenisi Konsep Defenisi konsep merupakan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian harus didefinisakan dengan jelas sehingga dapat dipahami apa yang ingin diteliti. Konsep-konsep tersebut perlu didefinidikan dengan jelas sesuai dengan konteks penelitian karena konsep-konsep dalam ilmu sosial masih relative abstrak dan seringkali memiliki makna ynag berbeda. Defenisi konsep dibuat oleh peneliti dengan mengacu kepada beberapa konsep yang diperoleh dari bahan bacaan (literature),
Universitas Sumatera Utara
meskipun tidak harus sama dengan yang diperoleh dari literature (Damanik, 2009; 101) a. Tradisi Tradisi (bahasa latin “traditio” artinya diteruskan atau kebiasaan dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari suatu kelompok masyarakat. Biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dalam tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi kegenerasi baik secara tertulis maupun (seringkali) lisan, karena tanpa adanya ini suatu tradisi dapat punah. b. Margugu Margugu adalah kegiatan gotong royong tolong menolong dalam bentuk pengumpulan dana bantuan dalam penyelengaraan pesta adat. c. System Istilah system berasal dari bahasa yunani yaitu sistema yang mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan
satu
keseluruhan
(http://laely-
widjajati.blogspot.com/2010/01/pengertian-sistem-sosial-menurut.html
diakses
pada tanggal 27 januari 2015)
Universitas Sumatera Utara
d. Masyarakat desa Yang dimaksud dengan Desa menurut sutardjo kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut desa adalah satu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri. Adapun Ciri-ciri masyarakat desa menurut Talcott Parson yaitu, 1. Afektifitas, hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kemesraan dan kesetiaan. Wujudnya bersikap tolong menolong dengan orang lain. 2. Orientasi koektif. Meningkatkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, enggan berbeda pendapat. 3. Partikularisme, semua hal yang berhubungan dengan apa yang khusus untuk tempat atau daerah tertentu saja, perasaan subjektif, rasa kebersamaan. 4. Askripsi berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan pada suatu usaha yang disengaja, tetapi lebih merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keharusan. 5. Kekaburan, sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antar pribadi,tanpa ketegasan yang dinyatakan secara eksplisit.
Universitas Sumatera Utara