BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Masalah Jemaat GKSBS Lembah Seputih merupakan jemaat yang sebagian besar pekerjaan warganya adalah di bidang pertanian. Sekelompok atau sekumpulan orang yang hidup bersandarkan dari hasil olahan tanah dan dari pertanian, maka sekumpulan orang tersebut dapat disebut sebagai masyarakat agraris. Tetapi menurut ilmuwan, bahwa seorang petani itu baik dalam hal mengolah tanah sampai pengolahan hasilnya sangat dipengaruhi oleh budaya dan tradisi yang telah ada dan mempengaruhi dalam kehidupannya.1 Budaya yang mempengaruhi sebagai contohnya yaitu di Bali adanya subak yaitu sistem pengairan yang ada di sana untuk mengairi lahan pertanian di Bali. Menurut letak geografisnya, bahwa GKSBS banyak ditemui di daerah-daerah transmigran dan di desa-desa pertumbuhan yang mayoritas penduduknya adalah petani. Karena secara sejarah adanya jemaat Kristen itu berasal dari orang-orang jawa Kristen yang ikut transmigrasi ke Sumatera bagian selatan. Kondisi ini baik wilayah dan juga tradisi dan budaya yang dibawa oleh orang-orang transmigran mempengaruhi akan pelayanan gereja kepada warga jemaatnya. Gereja harus bekerja keras supaya pelayanan yang ada dapat mengena kepada jemaat dan tidak menjadi sia-sia, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Sumber daya manusia yang ada dalam gereja adalah warga jemaat itu sendiri, baik itu majelis jemaat maupun anggota jemaat gereja. Jika SDM yang ada tersebut terbatas, baik dalam kemampuan berpikir dan kecakapan dalam bertindak, atau keterampilan dalam mengoptimalkan apa yang ada dalam dirinya maka pelayanan gereja ke dalam maupun ke luar akan terbatas baik dalam kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas juga dapat dilihat bagaimana iman warga jemaat semakin tumbuh berkembang dan bukan hanya iman yang berkembang
tetapi juga dalam hidupnya. Peningkatan dan perkembangan ataupun
penurunan kualitas hidup maupun iman itu juga merupakan salah satu tanggung jawab yang diemban oleh Majelis Jemaat sebagai pemimpin dalam gereja. Majelis jemaat juga tidak hanya berkutat atau hanya mengurusi tentang hal-hal keorganisasian, hanya dalam urusan
1
M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p. 8-23.
1
2 surat-menyurat atau hanya hal-hal administrasi gereja semata, tetapi juga tentang kualitas hidup warga jemaatnya, yaitu bagaimana warga jemaat tidak hanya hidup sebagaimana ia hidup atau hanya menerima apa adanya saja. Tetapi bagaimana warga jemaat itu dimampukan untuk mengeluarkan dan memakai kemampuannya secara optimal dalam hidupnya, sehingga akan didapatkan peningkatan dalam kualitas hidupnya. Sebagai contoh, semula salah satu keluarga ini hanya pas-pasan dalam memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya, tetapi setelah ada pelayanan dari gereja dalam hal pemberdayaan warga jemaat, maka keluarga ini menjadi kecukupan dalam hidupnya. Sedangkan dalam hal kuantitas, yaitu bagaimana pelayanan gereja yang ada itu tidak hanya dalam lingkup gereja saja tetapi meluas kepada masyarakat sebagai lingkungan sosialnya. Dirumuskan dalam Tata Gereja dan Tata Laksana GKSBS, bahwa tugas seorang yang menjabat Majelis Jemaat adalah melayani dan memperlengkapi gereja untuk mewujudkan sebuah persekutuan2. Tetapi dalam realita yang ada, Majelis Jemaat tidak bertindak sebagai pelayan yang memperlengkapi gereja dan anggotanya. Dengan wibawanya sebagai majelis, mereka memakai jabatannya untuk menguasai Gereja. Gereja dianggap sebagai organisasi biasa yang bisa dikuasai dan dipakai untuk mencari keuntungan diri sendiri. Sehingga dengan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Majelis Jemaat maka anggota Jemaat sendiri kurang diperhatikan, anggota jemaat kurang didukung dalam tugasnya dan dalam tanggung jawabnya sebagai warga jemaat atau sebagai anggota gereja sebagai contoh dalam hal dana atau uang gereja. Dalam gereja, jika akan ada sebuah kegiatan-kegiatan gereja atau yang lebih nyata dalam pembangunan atau renovasi gedung gereja, warga jemaat selalu dikejar-kejar untuk persembahan atau dipaksa (harus/ mau tidak mau) untuk iuran. Dan jika warga jemaat tidak mampu untuk iuran maka mereka yang dipersalahkan sehingga kegiatan pun akan berhenti. Tidak adanya usaha atau cara lain yang dilakukan oleh Majelis jemaat untuk dapat meningkatkan kesadaran warga jemaat memberikan iuran itu dengan sukarela dan tidak ada paksaan serta tidak menjadikan beban bagi keluarganya, adalah ketika warga jemaat ini memberikan persembahan atau iuran, semua kebutuhan pokok dalam keluarga itu sudah terpenuhi. Inilah kesenjangan yang terjadi dimana majelis jemaat hanya mengejar atau terus saja “menagih” supaya warga jemaat itu memberikan iuran atau pun persembahan tanpa melihat bagaimana kesejahteraan
2
Tata Gereja dan Tata Laksana GKSBS, pasal 10 ayat 2, Sinode GKSBS, Metro, 1996. p. 5
3 hidup warga jemaat, apakah sudah mapan atau belum, sudah cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya ataukah masih kurang. Dalam sebuah organisasi baik umum maupun gerejawi, memiliki permasalahan dalam kepemimpinan yang realitanya tidak dapat dengan mudah dilakukan dan diselesaikan. Seorang pemimpin yang tidak memiliki sifat kepemimpinan dapat membuat anggotanya menjadi tidak bergairah dan dianggap sebagai pesuruh. Majelis jemaat sebagai pemimpin jemaat juga diharapkan memiliki sifat dan semangat kepemimpinan, yang mendukung dan menolong warga jemaat dalam tugas-tugasnya dan tanggung jawabnya sebagai orang Kristen atau pengikut Kristus, sehingga yang terjadi adalah bagaimana Majelis jemaat itu memiliki semangat kepemimpinan kristiani dan melaksanakannya dalam kehidupannya. Sedangkan menurut Dr. Jan Hendriks kepemimpinan yang menggairahkan adalah kepemimpinan yang bertujuan untuk mendukung orang/group dalam mengembangkan dan menolongnya dalam melakukan tugasnya. Bahwa pemimpin yang memberikan dukungan dan menolong seseorang atau sekelompok orang yang merupakan anggotanya, bukanlah mendikte atau memerintahkan tugas-tugas kepada anggota-anggotanya.3 Dalam sebuah kepemimpinan diperlukan adanya strategi-strategi dalam sebuah organisasi, dan strategi ini seharusnya dimiliki oleh pemimpin,4 dalam hal ini yang dimaksudkan adalah Majelis Jemaat sebagai pemimpin. Majelis Jemaat sudah seharusnya memiliki strategi dalam kepemimpinannya karena hal ini merupakan hal yang penting dalam menumbuh-kembangkan Gereja dan juga anggotanya yaitu warga Jemaat. Sebuah strategi dibutuhkan karena Gereja yang notabene adalah organisasi yang mempunyai tujuan dan juga sasaran yang sering disebut sebagai visi dan misi Gereja. Sebuah strategi yang baik menurut David Hocking, terdiri atas: tujuan (maksud-maksud dasar organisasi); sasaran (jalan-jalan khusus yang dipakai untuk mengukur dan mencapai tujuan); prioritas (faktorfaktor yang menentukan); perencanaan (proses yang digunakan untuk mencapai sasaran); dan pedoman (kerangka kerja moral dan etis yang digunakan organisasi dalam mencapai sasaran-sasarannya).5 Sehingga dengan memiliki strategi yang tepat dan benar maka Pemimpin dapat memimpin dengan baik serta dapat memberdayakan anggotanya.
3
Dr. Jan Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik, F. Haselaars Hartono (ed), Kanisius, Yogyakarta, 2002, p. 68. David Hocking, Rahasia Keberhasilan Seorang Pemimpin: 7 Hukum Kepemimpinan Rohani, Yayasan ANDI, Yogyakarta, 1994, p. 217 – 228. 5 S.d.a. 4
4 1.2. Rumusan Masalah Penulis merumuskan permasalahan di atas dengan membuat beberapa pertanyaan, yaitu : 1.2.1. Bagaimanakah fungsi dan jabatan Majelis Jemaat sebagai pelayanan yang ideal dan tepat bagi jemaat agraria? Dan bagaimana realita atau kenyataan yang terjadi? 1.2.2. Apakah pelayanan kepemimpinan yang ada di gereja sudah memberdayakan jemaat? Dan apakah dalam pemberdayaan jemaat, khususnya jemaat agraris hanya pada peningkatan kualitas iman ataukah meliputi kualitas hidup jemaat? 1.2.3. Bagaimanakah pelayanan gereja yang tepat untuk pemberdayaan jemaat agraris?
1.3. Batasan Masalah Penulis dalam penulisannya membatasi masalah agar tidak melebar dengan melihat perkembangan GKSBS Lembah Seputih dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun terakhir yaitu tahun 1996-sekarang. Dengan alasan bahwa dalam waktu delapan tahun tersebut ada minimal 2 (dua) kali pergantian jabatan Majelis jemaat atau masa daur jabatan majelis jemaat. Selain itu dalam waktu delapan tahun tersebut di GKSBS Lembah Seputih terjadi perubahan keanggotaan gereja, karena regrouping dari gereja-gereja kecil yaitu pada tahun 1999. Dan dengan demikian ada penambahan tenaga pendeta, yang semula hanya ada 1 (satu) pendeta, menjadi 2 (dua) pendeta, serta terjadi penyatuan kepengurusan dan pengorganisasian gereja. Dan dengan adanya regrouping ini juga wilayah pelayanan semakin luas dengan berbagai macam anggota jemaatnya. Penulis juga membatasi tulisannya dalam hal kualitas iman dan kualitas hidup jemaat. Yang dimaksud dengan kualitas iman adalah segala hal yang berhubungan dengan kegiatankegiatan gerejawi seperti persekutuan, PA-PA, kebaktian-kebaktian maupun yang berhubungan dengan program dalam bidang keesaan6. Yang dimaksudkan dengan kualitas hidup jemaat adalah segala hal yang berkaitan dengan kondisi pertumbuhan sosial ekonomi warga jemaat khususnya warga jemaat GKSBS Lembah Seputih.
6
Bidang Keesaan yang dimaksud adalah melingkupi persekutuan, ibadah-ibadah atau kebaktian kebaktian yang dilakukan secara rutin oleh jemaat GKSBS Lembah Seputih pada khususnya. Bidang keesaan ini juga merupakan salah satu bidang yang mempunyai tujuan dan maksud untuk membangun kehdupan gerejawi dari dalam diri Gereja tersebut.
5 1.4. Judul Setelah memahami permasalahan dan batasan masalah di atas, maka penulisan kan diberi judul : TANGGUNG JAWAB MAJELIS JEMAAT GKSBS LEMBAH SEPUTIH DALAM PEMBERDAYAAN JEMAAT AGRARIS GUNA PENINGKATAN KUALITAS IMAN DAN KUALITAS HIDUP JEMAAT
1.4.1. Alasan pemilihan judul Penulis memberikan judul di atas berdasarkan permasalahan yang ada di gereja khususnya di GKSBS yang secara historisnya merupakan pemekaran dan pendewasaan dari Gereja Kristen Jawa yang ada di Sumatera Bagian Selatan. Karena menurut penulis, bahwa anggota jemaat serta majelis jemaat adalah sumber daya manusia dalam gereja yang masih perlu dan terus untuk diberdayakan, baik dalam iman maupun hidupnya. Pemberdayaan merupakan sebuah usaha untuk mengoptimalkan atau menumbuhkan dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia oleh dirinya sendiri. Pemberdayaan warga jemaat di GKSBS sebagai gereja harus dimulai dari Majelis Jemaatnya dulu kemudian anggota jemaatnya yang semuanya adalah tanggung jawab Majelis Jemaat dan masih relevan untuk saat ini karena lingkungan dan tempat GKSBS hidup itu mayoritas anggotanya adalah masyarakat agraris. 1.5. Tujuan penulisan Tujuan jangka panjang tulisan ini adalah bahwa diharapkan kualitas Majelis Jemaat di GKSBS Lembah Seputih pada khususnya dan majelis jemaat GKSBS pada umumnya semakin meningkat. Demikian juga dengan jemaat yang dilayani semakin berkualitas dalam iman dan hidup sehingga terjadi peningkatan spiritualitas dalam hidupnya. Tujuan jangka pendek tulisan ini adalah majelis jemaat GKSBS Lembah Seputih diperlengkapi dalam tugas dan tanggungjawabnya sebagai pelayan-pelayan gereja, dan menjadi pelayan yang membangun dan memberdayakan jemaatnya.
6 Memberikan sumbang saran kepada gereja dalam pembangunan jemaatnya dalam hal fungsi dan jabatan majelis gereja sebagai pelayan gereja dan tanggung jawabnya, khususnya di lingkungan GKSBS dan gereja-gereja lain pada umumnya. Dengan tulisan ini juga membekali diri dalam mempersiapkan menjadi salah seorang pelayan dalam gereja. II. METODE PENULISAN Dalam penulisannya, penulis menggunakan metode Deskriptif Analitis. Metode deskriptif adalah bagaimana penulis memaparkan atau menguraikan secara jelas dan terperinci tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan judul skripsi yang penulis buat. Sedangkan metode analitis adalah bagaimana cara penulis untuk melihat, memahami dan menilai secara teliti terhadap masalah-masalah serta memberikan solusi atau saran guna menyelesaikan masalahmasalah yang telah dipaparkan dalam skripsi. Penulis juga dalam penulisannya dalam pengumpulan data menggunakan observasi/penelitian dengan memperhatikan jurnal tahunan yang dibuat oleh Majelis Jemaat GKSBS Lembah Seputih.
III. SISTEMATIKA PENULISAN Penulis membagi penulisan skripsi ini menjadi 4 (empat) bab. Adapun pembagian 4 (empat) bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang permasalahan, perumusan masalah, batasan masalah judul yang dipakai berikut dengan alasan pemilihan dan penjelasan judul. Tujuan dari penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan
BAB II
LATAR BELAKANG KEHIDUPAN JEMAAT DI GKSBS Bab ini berisi tentang latar belakang sejarah GKSBS secara umum, dan khususnya GKSBS Lembah Seputih, serta hal-hal yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan GKSBS Lembah Seputih. Faktor yang mempengaruhi antara lain : sistem kemasyarakatan yang ada di wilayah pelayanan GKSBS Lembah Seputih, kondisi sosial budaya, kondisi ekonomi, serta bagaimana organisasi gereja sendiri mempengaruhi perkembangan gereja.
7 BAB III
TANGGUNG JAWAB MAJELIS DAN WARGA JEMAAT GKSBS LEMBAH SEPUTIH DALAM GEREJA DAN PERMASALAHANNYA
Bab III berisi tentang deskripsi dan penjelasan fungsi dan jabatan Majelis Jemaat menurut Tata Gereja dan Tata Laksana GKSBS. Dalam bab ini juga berisi tentang realita atau kenyataan tanggung jawab majelis dihubungkan dengan pemberdayaan jemaat agraris, serta bagaimana hambatan-hambatan dan peluang yang ada di dalam pemberdayaan jemaat agraris. BAB IV
TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB MAJELIS JEMAAT DAN SOLUSI TERHADAP PERMASALAHAN TANGGUNG JAWAB MAJELIS TERHADAP PEMBERDAYAAN JEMAAT
Bab ini berisi tinjauan teologis terhadap pembahasan tugas dan tanggung jawab majelis jemaat sebagai pejabat dalam pemberdayaan jemaat agraris baik dalam peningkatan kualitas iman maupun kualitas hidup jemaat dengan melihat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pada bab ini juga membahas hambatan dan solusi-solusi terhadap masalah-masalah dalam pemberdayaan jemaat agraris di GKSBS Lembah Seputih khususnya dan bagi Gereja pada umumnya, serta kesimpulan dan penutup.