BAB I PENDAHLUAN
1.1
Latar Belakang Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki
keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga menarik perhatian wisatawan. Perkembangan pariwisata di Pulau Bali tidak dapat dilepaskan dari kedatangan bangsa Belanda pada tahun 1579 yang dipimpin oleh Cournelis De Houtman. Tahun 1827 untuk pertama kali Belanda membangun kantor dagangnya di daerah Kuta. Pada tahun 1920 sekumpulan ilmuan Barat mendatangi Pulau Bali dengan tujuan untuk meneliti dan mengenal budaya yang ada di Pulau Bali baik agama, adat istiadat, kesusastraan, peninggalan sejarah dan arkeologi. Para ilmuan yang datang ke Bali terdapat pelukis, pengarang dan penyair yang kemudian menggambarkan keindahan alam dan budaya yang ada di Pulau Bali. Hal ini sekaligus sebagai media promosi. Kondisi tersebut menarik wisatawan Eropa yang kemudian datang berkunjung ke pulau Bali (Kencana, 2010). Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakat Bali. Pada tahun 2012 wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Bali berjumlah 2.892.019 orang. Tahun 2013 wisatawan yang berkunjung ke Bali mengalami peningkatan sebesar 13,37% menjadi berjumlah 3.278.598 orang (Disparda Provinsi Bali). Kunjungan wisatawan baik domestik maupun internasional diperkirakan akan
1
2
semakin meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini dikarenakan adanya perubahan perkembangan pariwisata dunia yang semakin mengedapankan keunikan budaya, keindahan alam, dan kelengkapan fasilitas pendukung pariwisata yang kesemuanya ada di pulau Bali. Kabupaten Tabanan adalah salah satu kabupaten di Bali yang terletak sekitar 35 km di sebelah barat Ibu Kota Provinsi Bali. Luas Kabupaten Tabanan adalah 839,33 km2 atau sekitar 14,9% dari luas Provinsi Bali. Kabupaten Tabanan terbagi atas 10 kecamatan antara lain Kecamatan Tabanan, Selemadeg Timur, Selemadeg Barat, Selemadeg, Pupuan, Penebel, Marga, Kerambitan, Kediri dan Baruriti. Sebanyak 23.358 ha atau sekitar 28% dari luas lahan yang ada di Kabupaten Tabanan merupakan lahan persawahan. Karena itu Kabupaten Tabanan dikenal sebagai daerah agraris dengan petani sebagai salah satu soko guru perekonomian di Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih adalah salah satu subak yang terletak di Desa Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih terkenal dengan keindahan panorama alam pegunungan dan pemandangan persawahan yang indah. Selain itu kondisi alam di Subak Jatiluwih yang masih asri dan alami karena jauh dari polusi udara serta kondisi udara yang sangat sejuk sangat cocok untuk pengembangan wisata alam. Air pegunungan dan mata air yang ada digunakan untuk sumber air minum dan sumber air pertanian. Cara pengolahan lahan pertanian yang masih tradisonal yakni menggunakan sapi atau kerbau untuk membajak sawah serta alat bajak tradisional menarik para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang berkunjung.
3
Pada tahun 2012 kunjungan wisatawan ke Jatiluwih berjumlah 97.909 wisatawan, sedangkan pada tahun 2013 kunjungan wisatawan meningkat menjadi 101.560 wisatawan (DISPARDA Provinsi Bali). Berdasarkan tren kunjungan wisatawan tersebut, diperkirakan tingkat kunjungan wisatawan ke Jatiluwih akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Meningkatnya tingkat kunjungan wisatawan ke Jatiluwih membawa pengaruh terhadap pengembangan dan pembangunan di Subak Jatiluwih maupun Desa Jatiluwih pada umumnya. Pembangunan dan pengembangan tersebut pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kelengkapan fasilitas pendukung pariwisata di Jatiluwih seperti pembangunan penginapan guest house, rumah makan atau restoran, café dan beberapa aktivitas pariwisata lainnya seperti rafting, horse ridding dan lain sebagainya. Kegiatan dan pengembangan pariwisata bertujuan untuk menggerakkan perekonomian nasional dan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat. Pengembangan pariwisata melibatkan berbagai sektor kehidupan. Oleh karena itu pariwisata mempunyai pengaruh atau dampak yang cukup luas, baik terhadap sektor ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan. Laju kerusakan lingkungan disebabkan pengembangan pariwisata diperkirakan akan meningkat. Potensi
kerusakan lingkungan
perlu dilakukan upaya-upaya
meminimalisasi dengan strategi kelestarian lingkungan, salah satunya melalui kegiatan pengembangan ekowisata (Ecotourism). Ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan yang mengikuti kaedah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan
4
ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Pengembangan ekowisata diharapkan dapat memberikan dampak positip terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat (Wood, 2002). Subak Jatiluwih merupakan bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru sebagai penerima nominasi Warisan Budaya Dunia atau World Cultural Heritage dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2012. Program Warisan Budaya Dunia dari UNESCO bertujuan untuk mengkatalog, menamakan dan melestarikan tempat-tempat yang sangat penting dan berarti bagi umat manusia sehingga dapat menjadi warisan bagi generasi berikutnya. Status sebagai warisan budaya dunia diberikan dengan evaluasi atau penilaian terus menerus tiap tahunnya. Status warisan budaya dunia tersebut bisa masuk dalam kategori bahaya, bahkan hingga dihapus, apabila situs tersebut mendapat ancaman atau bahaya yang memiliki efek buruk pada karakteristik situs tersebut. Ancaman tersebut dapat berupa penurunan jumlah spesies yang terancam punah, kerusakan keindahan alam karena kegiatan manusia seperti
penebangan,
pencemaran,
permukiman,
pertambangan,
proyek
pembangunan, konflik bersenjata, bencana alam dan lain sebagainya. Salah satu contoh situs warisan budaya dunia di Indonesia yang masuk kategori bahaya adalah Hutan Hujan tropis di Sumatera (http://whc.unesco.org/en/danger/) Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan adaanya peningkatan kunjungan wisatawan, serta posisinya yang terletak di bagian hulu
5
Pulau Bali merupakan kawasan yang disucikan oleh masyarakat Bali. Oleh karena itu dalam mengembangkan kawasan tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sehingga pengembangan pariwisata yang dilakukan dapat memberikan manfaat bukan hanya pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar namun juga pada pelestarian lingkungan di Kawasan Subak Jatiluwih.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut. 1.
Apa potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih?
2.
Bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada saat ini?
3.
Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa mendatang?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut.
6
1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan pemerintah. 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut. 1.
Mengidentifikasi potensi dan kendala pengelolaan ekowisata di Subak Jatiluwih sebagai daya tarik pariwisata.
2.
Mengetahui bagaimana gambaran pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada kondisi sekarang.
3.
Mengetahui bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa mendatang.
1.4
Maanfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademik Perumusan strategi pengelolaan lingkungan dan pengembangan potensi ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih bagi akademisi dapat memperkaya wacana aplikasi pengelolaan lingkungan berbasis ekowisata. Disamping itu sebagai referensi penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih maupun Pulau Bali pada umumnya. 1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan partisipasi aktip masyarakat dalam pengelolaan lingkungan ekowisata yang ada di Subak
7
Jatiluwih dan memberikan pengetahuan strategi pengelolaan lingkungan dan pengembangan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih di masa mendatang. Disamping hal tersebut penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar kajian penerapan kebijakan dan peran institusi dalam pengelolaan lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih sehingga pengembangan pariwisata yang ada di Subak Jatiluwih dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan pelestarian lingkungan. Kebijakan dan peran institusi yang dilaksanakan diharapkan lebih menitikberatkan pada kelestarian lingkungan, keterlibatan secara aktif masyarakat, wisatawan dan bersifat lintas sektor.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1
Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hasil
penelitian mutakhir sebelumnya yang dianggap relevan dan berhubungan dengan penelitian ini, terutama tentang pengelolaan ekowisata. Tujuan pembahasan penelitian terdahulu dapat menambah wawasan, memahami dan memanfaatkan metoda dan sebagai pembanding agar menghasilkan strategi untuk mengatasi berbagai kendala yang mungkin muncul. Penelitian Sudiarso (2004) menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata yang ada di Taman Nasional Tengger bermuara pada masyarakarat Tengger itu sendiri, karena masyarakat Tengger yang menikmati hasil dari pariwisata melalui kegiatan-kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan pariwisata seperti penyewaan kuda, kendaraan bermotor, jeep, dan penginapan berupa homestay. Pada penelitian ini juga didapat fakta bahwa masyarakat Tengger mengontrol dengan ketat kepemilikan jasa-jasa atau kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan pariwisata. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar mereka dapat menikmati hasil pariwisata di Tengger berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pemanfaatan Taman Nasional Tengger Semeru Jawa Timur untuk tujuan pariwisata dapat dilakukan sepanjang
8
9
tidak merusak lingkungan dan memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan dan budaya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Penelitian Pamulardi (2006) mendapatkan bahwa Desa Wisata Tingkir Salatiga mempunyai potensi alam dan sosial budaya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata berbasis agrowisata. Pemerintah Kota Salatiga belum serius dalam mengembangkan potensi di Desa Wisata Tingkir, hal tersebut dapat dilihat dari sudah dilakukanya studi kelayakan sejak tahun 2003 namun hingga tahun 2006 belum ada upaya untuk mengembangkan dan membangun Desa Wisata Tingkir. Pengembangan Desa Wisata Tingkir dapat dilakukan dengan menambah obyek wisata baru berupa agrowisata karena tersedianya lahan pertanian yang luas dan letaknya yang strategis. Dalam pengembangannya untuk memenuhi sarana penginapan dapat memanfaatkan rumah-rumah penduduk sebagai homestay sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pengembangan potensi agrowisata hendaknya dilakukan oleh masyarakat sekitar dan pihak swasta, pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan motivator agar hasil yang didapat lebih maksimal. Penelitian Kurnianto (2008) mendapatkan bahwa pola pemanfaatan lahan di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal tidak seauai dengan peruntukannya sehingga tidak mendukung upaya konservasi tanah dan kelestarian Waduk Cacaban. Potensi pengembangan ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban secara spesifik dibedakan sesuai dengan daerah peruntukannya, seperti kawasan lindung
digunakan
untuk
pengembangan
agroforest
dengan
kombinasi
agrisilvikultur dengan tanaman jati sebagai tanaman utama. Kawasan utama
10
waduk dikembangkan sebagai pusat sejarah dan edukasi tentang fungsi waduk. Kawasan perairan dapat dikembangkan budidaya perairan dan wisata tirta. Kawasan pengembangan wisata intensif dapat dikembangkan sebagai kawasan agroforest, seni dan budaya. Kawasan penyangga dapat dikembangkan sebagai kawasan agroforest dengan kombinasi agrosilvopastura dan budaya. Penelitian
Asso
(2008)
menunjukkan
bahwa
Lembah
Baliem
mempunyai ketersediaan sumber daya ekowisata yang sangat melimpah, beranekaragam, unik, mempesona dan masih sangat alami. Sumber daya ekowisata tersebut antara lain berupa danau, telaga, gua, patung dan bangunan bersejarah serta panorama alam yang indah yang masih sangat alami. Kendala pengembangan
ekowisata
ketidakjelasan
keterlibatan
di
Lembah
stakeholder,
baliem
umumnya
keterbatasan
dikarenakan
pengetahuan
dalam
mengelola sumber daya, keterbatasan akses dan sarana tranportasi ke Lembah Baliem juga berimplikasi pada keberlangsungan dan pengembangan potensi ekowisata di Lembah Baliem. Pengembangan kepariwisataan di Lembah Baliem belum dapat menggerakkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat belum melihat pengembangan ekowisata sebagai salah satu sumber mata pencaharian yang menjanjikan. Pengembangan pariwisata di Lembah Baliem pada saat dilakukan penelitian masih berpedoman pada pengembangan pariwisata yang bersifat masal dengan menjadikan kebudayaan masyarakat Suku Dani sebagai primadona daya tarik wisata. Penelitian Widowati (2012) mendapatkan bahwa potensi Kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen adalah berupa kawah yang memiliki air tiga
11
warna, sumur belerang dengan api biru atau bluefire, panorama kawah, keberagaman flora yang berjumlah >31 dan terdapat beberapa tumbuhan langka seperti anggrek dan Vaccinium serta keberagaman fauna yang beberapa diantaranya termasuk jenis burung langka dan unik seperti walek kepala ungu (Ptylinopus Porphyreus) dan Cekakak Jawa (Halycyon Cynoventris). Hasil evaluasi dan analisis terhadap prinsip dan kriteria ekowisata didapatkan bahwa prinsip dan kriteria pengembangan pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan peran serta masyarakat sekitar dalam pengambilan keputusan belum tercapai. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk mencapai tujuan dan kriteria ekowisata antara lain dengan cara meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan
masyarakat dalam pengelolaan
ekowisata seperti pelatihan membuat souvenir, makanan tradisional hingga pelatihan untuk menjadi local guide. Penelitian Suryawan (2012) menunjukkan bahwa potensi ekowisata di Desa Cau Blayu terbagi menjadi sejumlah elemen yaitu elemen fisik berupa topografi wilayah, kondisi hidrologi, tata guna lahan. Elemen budaya berupa keberadaan sejumlah pura seperti Pura Titi Gantung, Pura Dukuh yang memiliki sejarah dan kegiatan upacara yang menarik. Elemen ekologis dimana Desa Cau Blayu yang berdekatan dengan DTW Sanggeh sehingga pada musim musim tertentu sering terjadi migrasi monyet menuju Desa Cau Blayu. Potensi lainnya adalah perilaku masyarakat sekitar yang bermatapencaharian sebagai petani baik sawah maupun kebun yang dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata. Pada saat penelitian dilakukan belum ada mekanisme pengelolaan potensi ekowisata di Desa
12
Cau Blayu baik oleh desa adat maupun desa dinas. Oleh karena itu dibutuhkan pengenalan yang lebih luas dan terarah sehingga lebih banyak orang mengetahui potensi ekowisata di Desa Cau Blayu. Selain itu dalam pengembangan kegiatan ekowisata di Desa Cau Blayu dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain seperti operator tur, pengelola akomodasi dan pemerintah. Berdasarkan analisis, strategi yang diterapkan adalah strategi integrasi secara vertikal yang lebih khas dan lebih memanfaatkan potensi atau kekuatan dan peluang yang ada.
2.2
Konsep Dalam penelitian ini akan dikaji beberapa konsep sebagai berikut.
2.2.1. Potensi Ekowisata Potensi dalam kepariwisataan dapat diartikan sebagai suatu modal atau aset yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata dan dapat diekploitasi untuk kepentingan-kepentingan ekonomi yang secara ideal terangkum didalamnya perhatian terhadap aspek-aspek budaya. Suarka (2010) menjelaskan bahwa potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat disuatu daerah yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata, potensi tersebut dapat dibagi dua yaitu potensi budaya dan potensi alamiah. Potensi budaya meliputi potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti adat istiadat, mata pencaharian dan kesenian, sedangkan potensi alamiah adalah potensi yang berupa potensi fisik, geografis alam, termasuk jenis flora dan fauna pada suatu daerah. Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap
13
konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan, perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan lingkungan (Suksma, 2009). Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah. Dari definisi potensi dan ekowisata diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa potensi ekowisata adalah suatu modal atau aset (baik berupa potensi budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu daerah, yang dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
2.2.2. Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan. Wardoyo (dalam Suryawan, 2012) mendefinsikan pengelolaan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Dari penjelasan definisi pengelolaan
sebelumnya
dapat
disimpulkan
bahwa
pengelolaan
adalah
serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat mekanisme perencanaan,
pengorganisasian,
penggerakan
dan
pengawasan
dengan
14
memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu yang sudah ditetapkan. Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada, dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya. Menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain. Dari beberapa definisi lingkungan tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan bukan hanya lingkungan fisik semata, namun juga termasuk perilaku manusia itu sendiri (sosial dan budaya), dan bahkan lingkungan spiritual. Oleh karena itu lingkungan juga termasuk lingkungan fisik (Abiotik), lingkungan biotik serta lingkungan sosial dan budaya. Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal Ekowisata merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan lingkungan, perkembangangan diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam dan lingkungan (Suksma, 2009). Banyak kajian telah dilakukan terkait dengan ekowisata, namun secara umum perkembangan ekowisata sangat terkait dengan pelestarian lingkungan dan budaya suatu daerah.
15
Dari definisi pengelolaan, lingkungan dan ekowisata sebelumnya dapat dirumuskan konsep pengelolaan lingkungan ekowisata adalah serangkaian kebijakan yang dilakukan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan untuk memanfaatkan lingkungan dan semua modal atau aset (baik berupa potensi budaya dan alamiah) yang dimiliki oleh suatu daerah, untuk dapat dikembangkan menjadi suatu kegiatan wisata yang bertanggung jawab secara lingkungan, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Oleh karena itu pengelolaan potensi ekowisata harus bisa meminimalisir dampak negatip dari perkembangan pariwisata masal yang umumnya memberikan ancaman terhadap kelestarian budaya, dimana budaya lebih dikomersialkan dan mengancam kelestarian sumber daya alam dengan mengekploitasinya.
2.2.3. Strategi Pengelolaan Strategi adalah suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan terus menerus oleh suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Strategi juga merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya.
16
Pengelolaan merupakan istilah yang erat hubungannya dengan manajemen. Manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata management yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti pengelolaan. Manajemen meliputi empat proses yaitu Planning atau perencanaan, Organizing atau pengorganisasian, Actuating atau pelaksanaan/penggerakan dan Controlling atau pengendalian. Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan. Secara umum konsep strategi pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian kebijakan atau tindakan yang dilakukan secara terus menerus, dengan memanfaatkan peluang, ancaman dan sumber daya serta kemampuan yang dimiliki, pada setiap tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya secara berkelanjutan. Dengan demikian pengamatan lingkungan eksternal dan internal merupakan proses awal dari konsep strategi pengelolaan, dilanjutkan dengan perencanaan yang keberadaanya diperlukan untuk memberikan arah dan patokan dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh sumber daya dan kemampuan yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan pelaksanaan kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik.
17
2.3
Landasan Teori Dalam menganalisis strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak
Jatiluwih diperlukan teori-teori sebagai tuntunan yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut. 2.3.1. Teori Perencanaan Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang pertama kali harus dilakukan. Menurut Suandy (2006) perencanaan adalah proses penentuan tujuan organisasi. Dalam ilmu manajemen fungsi pokok dari manajemen adalah perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam tingkat yang lebih rumit dimana terdapat pengaruh internal dan eksternal yang cenderung sulit dikendalikan, perencanaan dapat diartikan mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat dikontrol (uncontrolable) yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut (Tarigan, 2005). Menurut Yoeti (2006) ada beberapa alasan mengapa perencanaan sangat diperlukan. a. Memberikan Pengarahan Dengan adanya perencanaan para pelaksana dalam suatu organisasai atau tim dapat mengetahui apa yang akan dilakukan, ke arah mana akan dituju dan apa yang akan dicapai. b. Membimbing Kerjasama Perencanaan dapat membimbing para petugas atau pelaksana untuk tidak berkerja menurut kemauannya sendiri. Dengan adanya perencanaan, para
18
petugas dan pelaksana merasa sebagai bagian dari sebuah tim, dan bergantung pada tugas lainnya. c. Menciptakan koordinasi Dalam suatu organisasi atau proyek banyak keahlian dibutuhkan, apabila masing-masing keahlian berjalan terpisah kemungkinan tujuan dari organisasi atau proyek tersebut tidak akan tercapai, oleh karena itu sangat diperlukan adanya koordinasi antara beberapa keahlian dan kegiatan yang akan dilakukan. d. Menjamin tercapainya kemajuan Perencanaan pada umumnya mengariskan suatu program yang hendak dilakukan meliputi tugas yang dikerjakan dan tanggung jawab tiap individu atau tim dalam suatu organisasi atau proyek. Apabila terdapat penyimpangan antara yang direncanakan dengan pelaksanaanya hal tersebut dapat dihindarkan dengan melakukan koreksi, sehingga akan mempercepat penyelesain suatu proyek atau kegiatan. e. Memperkecil Resiko Perencanaan meliputi pengumpulan data yang releven (baik yang tersedia maupun yang tidak tersedia) dan secara hati-hati, menelaah segala kemungkinan yang terjadi sebelum mengambil suatu keputusan. Suatu keputusan yang diambil atas dasar intuisi tanpa melakukan penelitian pasar atau tanpa melakukan perhitungan rates of return on invesment, sangat memungkinkan akan menghadapi resiko besar. Oleh karena itu perencanaan dapat memperkecil resiko yang akan timbul di kemudian hari.
19
f. Mendorong pelaksanaan Perencanaan dilakukan agar suatu organisasi dapat memperoleh kemajuan secara sistematis dalam mencapai hasil yang diinginkan melalui inisiatif sendiri. Disamping hal tersebut dalam suatu perencanaan diperlukan suatu kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Dengan demikian untuk mengetahui data yang perlu dikumpulkan, memerlukan tujuan yang hendak dicapai terlebih dahulu, sedangkan untuk mencapai suatu tujuan (objectives) diperlukan suatu pemikiran (thought) yang khusus. Oleh karena itu perencanaan (planning) merupakan suatu mata rantai yang esensial antara pemikiran (thought) dan pelaksanaan (action). Salah satu bagian atau kegiatan dalam perencanaan adalah menentukan strategi yang akan digunakan. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang, hal tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan konsep mengengai strategi selama 30 tahun terakhir. Chandler (1962) merumuskan strategi sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Markus (1984) mendefinisikan strategi sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Argyris dkk. (1985) menyatakan bahwa strategi merupakan respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat memengaruhi organisasi. Hamel dan Prahalad (1995) mendefinisikan strategi
20
sebagai tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan di masa depan dan hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Sedangkan Halim mengartikan strategi sebagai suatu cara dimana organisasi atau lembaga akan mencapai tujuannya sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal. Jadi apabila disimpulkan dari beberapa definisi diatas maka strategi dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan terus menerus oleh suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal yang dimiliki. Strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Menurut Umar (2005) pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan berdasarkan tiga level atau tingkatan strategi sebagai berikut. a. Strategi Korporasi atau Strategi Perusahaan Strategi
korporasi
atau
strategi
perusahaan
adalah
strategi
yang
menggambarkan arah perusahaan atau organisasi secara keseluruhan, mengenai sikap perusahaan terhadap arah pertumbuhan dan manajemen berbagai bisnis dan lini produk maupun jasa untuk mencapai keseimbangan portofolio. b. Strategi Bisnis atau Strategi Bersaing
21
Strategi bisnis atau strategi bersaing biasanya dikembangkan pada level divisi dan menekankan pada perbaikan posisi persaingan produk barang atau jasa perusahaan atau organisasi dalam industri khusus atau segmen pasar yang dilayani oleh divisi tersebut. c. Strategi Fungsional Strategi fungsional adalah strategi yang menekankan pada pemaksimalan sumber daya produktivitas, strategi fungsional dikembangkan untuk mengumpulkan bersama-sama berbagai aktivitas dan kompetensi guna memperbaiki kinerja perusahaan atau organisasi. Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana tiga level atau tingkatan strategi membentuk lingkungan eksternal dari level berikutnya pada suatu perusahaan atau organisasi. Kantor Pusat Perusahaan
Unit Bisnis Strategis
Produksi
Unit Bisnis Strategis
Keuangan
Strategi Perusahaan
Unit Bisnis Strategis
Pemasaran
SDM
Gambar 2.1. Tingkatan Strategi (Umar, 2005)
Strategi Bisnis (Level Divisi)
Strategi Fungsional
22
Menurut Hunger dan Wheelen (2003) proses manajemen strategis meliputi empat elemen dasar sebagai berikut. a. Pengamatan Lingkungan (Environmental Scanning). Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan eksternal untuk melihat kesempatan dan ancaman, serta lingkungan internal untuk melihat kekuatan dan kelemahan. Faktor-faktor yang paling penting untuk masa depan perusahaan disebut faktor-faktor strategis. b. Perumusan Strategi. Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk manajemen yang efektif dari peluang dan ancaman lingkungan yang dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan. Perumusan strategi meliputi penentuan misi perusahaan, tujuan yang akan dicapai, pengembangan strategi dan menetapkan pedoman kebijakan. c. Implementasi Strategi Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan strategi dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran dan prosedur. Proses tersebut meliputi perubahan budaya secara menyeluruh, struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi secara keseluruhan. d. Evaluasi dan pengendalian Evaluasi dan pengendalian adalah proses monitor dan perbandingan kinerja antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan. Informasi hasil perbandingan tersebut dapat digunakan dalam melakukan tindakan perbaikan dan memecahkan masalah, selain itu evaluasi dan pengendalian
23
juga
dapat
menunjukkan
secara
tepat
kelemahan-kelemahan
dalam
implementasi strategi sebelumnya dan mendorong perbaikan strategi. Alur proses manajemen strategis akan ditampilkan pada Gambar 2.2 berikut. Pengamatan Lingkungan
Perumusan Strategi
Implementasi Strategi
Eksternal dan Internal
Misi
Program
Tujuan
Evaluasi & pengendalian
Kinerja
Anggaran
Strategi & Kebijakan
Prosedur
Umpan Balik Gambar 2.2. Proses Manajemen Strategis (Hunger dan Wheelen, 2003)
Dalam strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih, teori perencanaan digunakan untuk merencanakan pengelolaan potensi ekowisata agar dapat bermanfaat bukan saja pada bidang sosial dan ekonomi namun juga terhadap pelestarian lingkungan di Subak Jatiluwih. Langkah pertama untuk merencanakan strategi pengelolaan dimulai dengan pengamatan lingkungan baik lingkungan internal dan eksternal, lingkungan internal tediri dari kekukan dan kelemahan serta potensi-potensi yang ada di Subak Jatiluwih, sedangkan lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang dapat memperngaruhi
24
kondisi di Subak Jatiluwih. Langkah kedua adalah perumusan strategi. Hal tersebut dilakukan dengan menentukan misi, tujuan dan strategi atau kebijakan yang akan diterapkan dalam pengelolaan potensi ekowsaita di Subak Jatiluwih. Langkah ketiga adalah mengimplementasikan strategi atau kebijakan tersebut melalui program dan anggaran. Langkah terakhir adalah evaluasi dan pengendalian atas strategi atau kebijakan yang diimplementasikan. Hal tersebut dilakukan perbandingan kinerja dalam mengelola potensi ekowisata di Subak Jatiluwih antara kinerja yang sesungguhnya dengan kinerja yang diinginkan, selain hal tersebut proses evaluasi juga memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam implementasi strategi pengelolaan potensi ekowisata sebelumnya dan mendorong perbaikan strategi sehingga sesuai dengan visi dan tujuan yang ditetapkan.
2.3.2. Teori Pengelolaan Istilah pengelolaan erat hubungannya dengan manajemen. Manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata management yang berasal dari bahasa Inggris yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti pengelolaan. Tery (dalam Burhanudin, 2009) menyatakan bahwa manajemen meliputi empat proses yaitu Planning atau perencanaan, Organizing atau pengorganisasian, Actuating atau pelaksanaan dan Controlling atau pengendalian. Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengelolaan diartikan sebagai suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan secara berkelanjutan.
25
Pengelolaan juga berarti suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Secara umum pengelolaan dapat juga diartikan sebagai upaya strategis untuk pencapaian tujuan, rumusan mekanisme kerja, rangkaian kebijakan yang perlu diambil atau dilakukan untuk mengembangkan organisasi. Menurut Wardoyo (dalam Suryawan, 2012) pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari penjelasan beberapa definisi pengelolaan dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah serangkaian kebijakan yang diambil atau dilakukan yang memuat mekanisme perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan tujuan tertentu yang sudah ditetapkan. Unsur-unsur pengelolaan menurut Tery (dalam Burhanudin, 2009) adalah: a. Perencanaan (Planning) Perencanaan merupakan perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana hal tersebut menyangkut tempat, oleh siapa atau siapa yang melaksanakan dan bagaimana tata cara mencapai hal tersebut. Perencanaan merupakan suatu proses yang dilakukan terus menerus setiap kali timbul sesuatu yang baru, untuk mempersiapkan serangkaian keputusan dalam melakukan tindakan untuk mencapai tujuan dalam organisasi, dengan atau tanpa menggunakan sumbersumber yang ada. Sebuah perencanaan yang baik adalah yang dilakukan
26
secara rasional, sistematis dan analitis serta dapat dilaksanakan dan menjadi panduan langkah-langkah selanjutnya. b. Pengorganisasian (Organizing) Dalam suatu organisasi diperlukan adanya kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Organisasi merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan dalam organisasi orang-orang yang dipilih harus memiliki kemampuan dan kompetensi dalam melakukan tugas atau posisi tertentu. Oleh karena itu perlu dalam pengorganisasian yang perlu diperhatikan adalah proses perekrutan, penempatan, pemberian pelatihan dan pengembangan anggota-anggota dalam sebuah organisasi. c. Pelaksanaan atau Pengarahan (Actuating) Pelaksanaan atau pengarahan adalah keinginan untuk membuat orang lain mengikuti keinginan yang telah ditentukan dengan menggunakan kekuatan pribadi atau kekuasaan secara efektif demi kepentingan jangka panjang perusahaan, termasuk didalamnya memberitahukan kepada orang apa yang harus dilakukan dengan tujuan agar tugas-tugas yang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik. Pelaksanaan atau pengarahan juga berarti bahwa pimpinan atau manajer mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi bawahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Manajer atau pimpinan tidak melakukan semua kegiatan sendiri melainkan menyelesaikan tugas-tugas
27
esensial melalui orang-orang lain, dan menciptakan iklim yang dapat membantu para bawahan melakukan pekerjaan dengan baik. Fungsi pengarahan dan pelaksanaan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi kerja secara maksimal serta menciptaan lingkungan kerja yang sehat, dinamis untuk mencapai tujuan dari sebuah organisasi. d. Pengendalian (Controlling) Pengawasan adalah kegiatan membandingkan atau mengukur kegiatan yang sedang atau sudah dilakukan dengan kriteria, norma-norma standar atau rencana-rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan merupakan bagian terakhir dari fungsi manajemen yang dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua kegiatan telah dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai rencana, apa hambatan dalam pelaksanaan, serta untuk meningatkan efesiensi dan efektifitas organisasi. Dengan demikian, perencanaan merupakan proses awal dari suatu kegiatan pengelolaan yang keberadaanya sangat diperlukan dalam memberikan arah dan patokan dalam suatu kegiatan. Pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh sumber daya yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan pelaksanaan kegiatan. Tahap selanjutnya adalah pengarahan dan pelaksanaan kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik.
28
2.3.3. Lingkungan Lingkungan adalah suatu sistem komplek yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme. Setiap organisme hidup dalam lingkungannya masing-masing. Faktor-faktor yang ada dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme juga berinteraksi dengan sesama faktor tersebut, sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari lingkungan tersebut. Oleh karena itu, untuk dapat memahami faktor-faktor lingkungan digolongkan menjadi dua kategori yaitu (Irwan, 2012): a. Lingkungan Abiotik Lingkungan abiotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari benda-benda tidak hidup seperti suhu, udara, cahaya, atmosfer, tanah, air, api, iklim dan lain sebagainya. b. Lingkungan Biotik Lingkungan Biotik adalah unsur lingkungan yang terdiri dari mahluk hidup seperti manusia, hewan, tumbuhan, mikroba dan lain sebagainya. Menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain. Menurut Otto Soemarwoto (dalam Wesnawa, 2005) mendefinisikan lingkungan sebagai jumlah semua benda dan kondisi yang ada di dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita, oleh
29
karena itu lingkungan harus diartikan secara luas yaitu tidak saja lingkungan fisik dan biologi namun juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya. Dari beberapa definisi lingkungan tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa lingkungan terdiri dari lingkungan fisik (Abiotik/A), lingkungan biotik (B) serta lingkungan sosial dan budaya (C). Keadaan lingkungan dan ketiga komponennya saling terikat dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh keberadaan tanaman bunga di Bali didukung oleh budaya masyarakat Bali yang memerlukan berbagai jenis bunga untuk kebutuhan sesaji, sehingga komponen sosial dan budaya secara tidak langsung mendukung peningkatan
keanekaragaman
hayati
(komponen
B).
Suarna
(2007)
menghubungkan lingkungan yang berkearifan lokal dengan etika lingkungan. Etika lingkungan adalah sebagai landasan dasar dari pengelolaan lingkungan yang berkearifan lokal. Kearifan lokal adalah sesuatu yang telah dilakukan secara turun-temurun dalam suatu kawasan tertentu, dan hal itu telah dianggap baik dan telah teruji oleh waktu, yang menyebabkan terjadinya keberlanjutan. Sementara itu, etika adalah ketentuan tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh seseorang dalam suatu kawasan tertentu, sehingga memungkinkan terjadinya keberlanjutan. Gambar 2.3 akan menjelaskan hubungan antara unsur-unsur lingkungan seperti unsur abiotik (A), biotik (B), dan budaya atau Culture (C), yang saling saling berkaitan dengan berlandaskan pada etika lingkungan (E).
30
A
B
C E
Gambar 2.3. Etika Lingkungan Sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal (Suarna, 2007)
2.3.4. Ekowisata Ekowisata atau ecotourism berasal dari dua kata yaitu eco atau ecology yang dalam bahasa Indonesia berarti ekologis dan kata tourism yang berarti wisata atau perjalanan. Ekowisata adalah adalah suatu bentuk pariwisata berbasis alam. The International Ecotourism Society (TIES) yang sebelumnya dikenal sebagai The Ecotourism Society (TES) pada tahun 1991 mengartikan ekowisata sebagai perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami yang melestarikan lingkungan dan menopang kesejahteraan masyarakat lokal. World Conservation Union pada 1996 menyatakan pengertian ekowisata sebagai perjalanan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kunjungan ke daerah alami untuk menikmati dan menghargai alam (dan semua fitur budaya yang ada baik dulu dan sekarang) mempromosikan konservasi, memiliki dampak negatif rendah dari kedatangan pengunjung, dan menyediakan keterlibatan sosial ekonomi yang menguntungkan masyarakat setempat
31
Zifer (1989) menyatakan bahwa ekowisata adalah “a form of tourism inpsired by the natural history of an area, including its indigeniouse cultures, the ecototist visit underdeveloped areas in the spirit of the appreciation, participation and sesitivity”. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Sejak tahun 1990 oleh LSM, ahli pembangunan dan akademisi ekowisata diformulasikan sebagai alat pembangunan berkelanjutan, karena ekowisata mengacu pada seperangkat komponen dan prinsip dan untuk segmen pasar tertentu. Wood (2002) menjabarkan komponen ekowisata adalah sebagai berikut. a.
Berkontribusi untuk konservasi keanekaragaman hayati.
b.
Menopang kesejahteraan masyarakat setempat.
c.
Menambah pengalaman belajar.
d.
Melibatkan tindakan yang bertanggung jawab dari pihak wisatawan dan industri pariwisata.
e.
Diberikan kepada kelompok usaha kecil.
f.
Penggunaan sumber daya tak terbarukan serendah mungkin.
g.
Menekankan partisipasi masyarakat setempat baik kepemilikan maupun peluang bisnis, terutama bagi masyarakat pedesaan. Prinsip-prinsip ekowisata menurut Wood (2002) adalah sebagai berikut.
a.
Meminimalkan dampak negatif terhadap alam dan budaya setempat.
32
b.
Mendidik wisatawan pentingnya konservasi.
c.
Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan setempat dan memberikan manfaat konservasi.
d.
Sumber pendapatan langsung untuk konservasi dan pengelolaan kawasan alam.
e.
Menekankan perlunya zonasi pariwisata regional dan rencana pengelolaan pengunjung untuk salah satu daerah atau kawasan alam yang dijadwalkan untuk menjadi tujuan ekowisata.
f.
Menekankan penggunaan studi dasar lingkungan dan sosial, serta program pemantauan jangka panjang, untuk menilai dan mengurangi dampak negatip.
g.
Memaksimalkan manfaat ekonomi, bisnis dan masyarakat setempat yang tinggal di daerah sekitar.
h.
Memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak melebihi batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima yang ditentukan para peneliti dengan penduduk setempat.
i.
Bergantung
pada
infrastruktur
yang
dikembangkan
selaras
dengan
lingkungan, meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil, melestarikan tanaman lokal dan satwa liar, dan pencampuran dengan lingkungan alam dan budaya. Ekowisata merupakan bagian dari komponen pariwisata berkelanjutan. Gambar 2.4 memberikan gambaran posisi dari ekowisata dalam proses pengembangan bentuk-bentuk pariwisata berkelanjutan. Gambar 2.4 juga
33
memberikan gambaran bahwa ekowisata pada dasarnya merupakan bagian utama dari wisata alam yang berkelanjutan, dan merupakan elemen dari wisata desa dan wisata budaya.
Gambar 2.4. Ekowisata sebagai suatu konsep pembangunan berkelanjutan (Wood, 2002)
Pada saat ini ekowisata telah berkembang, wisata tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, menelusuri hutan belantara, namun telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi, oleh karena itu ekowisata disebut sebagai perjalanan wisata yang bertanggung jawab. Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi, bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga
34
menggunakan strategi konservasi, dengan demikian ekowisata sangat tepat dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam juga dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Dalam ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumber daya alam untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, hal tersebut sejalan dengan definisi yang dinyatakan oleh The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.
2.3.5. Potensi Ekowisata Ekowisata saat ini menjadi salah satu pilihan untuk mempromosikan suatu lingkungan yang khas dengan tetap menjaga kelestarianya, sekaligus menjadi suatu kawasan kunjungan wisata sehinga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Potensi ekowisata adalah semua obyek baik alam, budaya dan buatan yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006). Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, istilah obyek wisata diganti menjadi daya tarik wisata yang mengandung pengertian segala sesuatu keunikan, keindahan dan nilai berupa
35
keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjai sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Dari definisi potensi ekowisata sebelumnya dapat disimpulkan bahwa potensi ekowisata kelangsungan hidupnya sangat peka terhadap kerusakan lingkungan. Potensi ekowisata tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan yang baik. Pengembangan potensi ekowisata harus memperhatikan terjaganya mutu lingkungan, sebab dalam mengembangkan ekowisata lingkungan dan keunikan budaya itulah yang sebenarnya dijual. Potensi ekowisata berhubungan erat dengan penawaran wisata, menurut Damanik dan Weber (2006) terdapat empat elemen penawaran wisata yaitu atraksi yang dapat diartikan sebagai daya tarik wisata baik yang bersifat nampak (tangible) maupun yang tidak nampak (intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi atraksi alam, budaya dan buatan. Aksesibilitas
mencakup
keseluruhan
infrastruktur
transportasi
yang
menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata, mulai dari darat, laut sampai udara, dan tidak hanya menyangkut aspek kuantitas namun juga mutu, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan. Amenitas adalah infrastruktur yang tidak berkaitan langsung dengan pariwisata, namun menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan seperti bank, penukaran uang, telekomunikasi, dan persewaan kendaraan. Ancillary adalah lembaga pariwisata. Wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari Daerah Tujuan Wisata (DTW) apabila di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan dan terlindungi untuk
36
melaporkan maupun mengajukan kritik dan saran kepada lembaga yang menangani pariwisata di suatu DTW. Potensi kawasan ekowisata di Indonesia sangat besar. Daya tarik tersebut tersebar di darat baik dalam kawasan hutan konservasi maupun di laut (dalam bentuk taman nasional laut). Kajian atas sembilan kawasan konservasi di Indonesia, dilakukan oleh Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan RAKATA pada tahun 2000, memperlihatkan tidak saja keunikan tetapi juga keragaman objek merupakan potensi besar pengembangan ekowisata. Hampir semua daya tarik wisata (DTW) tersebut sudah beroperasi dan banyak menarik wisatawan (Damanik dan Weber, 2006). Keanekaragaman DTW menjadi salah satu keunggulan komparatif produk pariwisata di pasar internasional namun demikian harus diakui bahwa DTW tersebut secara faktual belum mampu memenuhi standar produk yang dapat dijual di pasar. Banyak DTW yang hanya menawarkan objek apa adanya, dalam arti hampir tanpa kemasan dan juga tanpa target pasar yang jelas. Keragaman DTW tersebut hanya memberikan keuntungan optimal apabila dikembangkan berdasarkan hasil-hasil perencanaan yang terukur.
2.3.6. Subak Pengertian subak secara normatif dapat ditemui pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1972 tentang Sistem Irigasi. Dalam Perda tersebut subak didefinisikan sebagai suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik
37
sosio-agraris-religius yang merupakan perkumpulan petani yang mengeola air irigasi pada lahan persawahan. Pengertian subak pada perda tersebut terlihat terlalu bersifat umum, sehingga tidak mampu lagi menjawab perkembangan sosial yang melibatkan subak seperti semakin meningkatnya jumlah subak seiring dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang memberikan hibah setiap tahun kepada semua subak yang ada di Bali yang menyebabkan peningkatan jumlah subak tiap tahunnya. Windia dan Wiguna (2013) mendefinisikan subak sebagai suatu organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki kawasan sawah, sumber air, pura subak dan bersifat otonom. Dari definisi subak tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa subak memiliki batasan-batasan yaitu memiliki area persawahan, memiliki sumber air irigasi baik dari mata air, dam, empelan, bangunan pembagi air atau temuku. Memiliki Pura Subak baik berupa bedugul atau ulunsui dan bersifat otonom. Dengan pengertian subak tersebut menjadikan luas subak di Bali sangat bervariasi, ada subak yang luasnya hanya tiga hektar atau bahkan hingga 300 hektar. Hal tersebut memang sudah terjadi sejak jaman dulu kala. Semua sawah yang ada di Bali pasti tergabung ke dalam subak tertentu, selain luasnya yang bervariasi, struktur pengurus, jumlah anggota, peraturan (awig-awig) dan iuran anggotanya juga sangat bervariasi. Hal tersebut menyebabkan lembaga subak di Bali bersifat spesifik lokal, fleksibel dan otonom, hal tersebut dapat disebut sebagai salah satu kekuatan subak di Bali. Sketsa dari sistem subak yang ada di Bali seperti pada Gambar 2.5.
38
Gambar 2.5. Sketsa Sistem Subak di Bali (Windia dan Wiguna, 2013)
Selanjutnya Pusposutardjo dan Arif (dalam Windia dan Wiguna, 2013) meninjau subak sebagai sistem teknologi dari suatu sosio kultural masyarakat yang menyimpulkan bahwa sistem irigasi termasuk subak merupakan suatu proses transformasi sistem kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga sub sistem yaitu, sub sistem budaya (termasuk pola pikir, norma dan nilai), sub sistem sosial (termasuk ekonomi), dan sub sistem kebendaan (termasuk teknologi). Kekuatan sistem irigasi yang berlandaskan sosio kultural masyarakat adalah karena kemampuannya untuk menyerap teknologi yang berkembang pada kurun waktu tertentu, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan budaya yang ada di lingkungan sekitar. Di samping beberapa kekuatan tersebut, sistem irigasi yang bersifat sosio kultural juga memiliki beberapa kelemahan antara lain tidak sanggup menahan intervensi dari pihak luar, khususnya yang berkaitan dengan alih fungsi lahan yang sangat cepat, apabila jumlah sawah menjadi sedikit
39
maka pengelolaan subak akan semakin sulit yang pada akhirnya akan menghancurkan sistem subak itu sendiri.
2.4
Model Penelitian Status Subak Jatiluwih sebagai bagian dari Kawasan Catur Angga
Batukaru penerima nominasi warisan budaya dunia dari UNESCO dan dalam Peraturan Daerah RTRW Provinsi Bali merupakan kawasan strategis dari sudut pandang sosial budaya, oleh karena itu dalam pengembangan Subak Jatiluwih agar dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi bagi masyarakat sekitar serta pelestarian lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan kegiatan ekowisata di Subak Jatiluwih. Pengembangan Subak Jatiluwih sebagai daerah ekowisata perlu diketahui potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih, bagaimana gambaran pengelolaan potensi lingkungan ekowisata yang ada di masa sekarang dan bagaimana strategi pengelolaannya di masa depan. Permasalahan tersebut dijawab dengan melakukan analisis menggunakan beberapa teori seperti teori strategi, teori pengelolaan, teori potensi, lingkungan dan teori ekowisata serta beberapa konsep yang digunakan seperti konsep potensi ekowisata, konsep pengelolaan lingkungan ekowisata dan konsep strategi pengelolaan, sehingga dihasilkan potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, gambaran pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih pada masa sekarang dan strategi pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih di masa yang akan datang. Strategi pengelolaan yang sudah ditentukan tersebut kemudian dianalisis kembali untuk merumuskan strategi yang paling baik
40
atau menentukan skala prioritas atau rangking dari strategi-strategi yang akan diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata Subak Jatiluwih. Tiap-tiap strategi yang telah ditentukan kemudian dijabarkan dalam bentuk beberapa program kerja yang mencermikan strategi tersebut. Proses penjabaran program-program kerja lebih mengacu kepada interpretasi dari strategi utama. Model dari penelitian ini akan ditampilkan pada Gambar 2.6. Lingkungan Subak Jatiluwih 1. Status sebagai Warisan Budaya Dunia Dari UNESCO. 2. Meningkatnya kunjungan wisatawan 3. Meningkatnya pembangunan dan pengembangan pariwisata. 4. Laju kerusakan lingkungan akibat pembangunan dan pengembangan pariwisata diperkirakan akan meningkat. 5. Pengelolalaannya belum maksimal. 6. Merupakan kawasan strategis dari sudut sosial budaya
Teori Ekowisata Teori Potensi Apa potensi dan kendala pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih? Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa mendatang?
Teori Lingkungan Bagaimana pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada saat ini?
Teori Perencanaan Teori Pengelolaan Gambar 2.6. Model Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini secara detail memaparkan keadaan dan kondisi yang
berhubungan dengan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Lingkungan tersebut meliputi kondisi fisik (abiotik), kondisi flora dan fauna (biotik) kondisi sosial, kondisi ekonomi masyarakat (culture) dan pengelolaan lingkungan ekowisata pada saat ini, disertai dengan data-data dan fakta yang berhubungan dengan hal tersebut, untuk dapat menggali potensi lingkungan ekowisata yang ada. Setelah mendapatkan potensi lingkungan ekowisata, data tersebut digabungkan dengan peraturan atau kebijakan yang ada dan status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia untuk mendapatkan strategi pengelolaan potensi lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih di masa depan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini termasuk penelitian eksploratif (Explorative research). Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan dari penelitian ini, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi potensi lingkungan ekowisata dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Dengan demikian dapat menjawab tantangan bagaimana pariwisata dapat berkontribusi secara nyata terhadap kelestarian lingkungan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
41
42
3.2
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel
Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih berjarak tempuh kurang lebih 30 menit dari kota Kecamatan atau sekitar 14 km dan berjarak tempuh kurang lebih 50 menit atau sekitar 26 km memiliki dari kota kabupaten. Subak Jatiluwih dengan luas wilayah sekitar 348 ha, seperti digambarkan pada Gambar 3.1. Pemilihan lokasi dan waktu penelitian dilaksanakan secara sengaja atau purposive dengan pertimbangan sebagai berikut. a. Status Subak Jatiluwih adalah bagian dari Kawasan Catur Angga Batukaru penerima warisan budaya dunia dari UNESCO, sehingga kelestariannya harus dijaga agar tetap menjadi kebangaan masyarakat Bali. b. Dalam Perda RTRW Provinsi Bali Kawasan Jatiluwih merupakan salah satu kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya, sehingga dalam pengembangannya harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. c. Adanya kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik dan mancanegara ke Subak Jatiluwih yang terus meningkat dari tahun ke tahun. d. Berpotensi untuk dikembangkan menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) berbasis ekowisata. e. Pengelolalaan lingkunganya belum maksimal sehingga belum dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.
43
Gambar 3.1. Lokasi Penelitian di Subak Jatiluwih (Sumber Citra Google Earth dan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali)
44
3.3
Jenis dan Sumber Data
3.3.1. Jenis Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu sebagai berikut. 1.
Data kualitatif, adalah data yang berbentuk uraian berupa rangkaian kata-kata atau kalimat. Data kualitatif dalam penelitian ini antara lain adalah data kondisi fisik, kondisi sosial, kondisi ekonomi, dan pengelolaan serta faktor kekuatan, kelemahan dan faktor ancaman maupun peluang di Subak Jatiluwih
2.
Data kuantitatif, adalah data yang berbentuk angka yang dapat dikuantifikasi yang umumnya berupa angka pasti, baik dengan satuan maupun dalam bentuk ordinal. Data kuantitatif dalam penelitian ini antara
lain,
luas
sawah,
banyaknya
wisatawan,
pembobotan,
perangkingan dan penilaian narasumber terhadap hal-hal yang ditanyakan.
3.3.2. Sumber Data Pada penelitian ini terdapat dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder. 1.
Data primer adalah data yang diperloleh dari sumber pertama atau secara langsung diperoleh pada tempat penelitian di Subak Jatiluwih, baik secara lisan maupun tertulis dari informan dan narasumber. Data tersebut meliputi hasil observasi, wawancara dengan informan baik dari
45
instansi pemerinah, dan pengurus subak serta data hasil pengisian angket. 2.
Sumber sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari pihak pertama melainkan dari pihak-pihak tertentu terkait dengan penelitian ini. Data tersebut dapat berupa dokumen atau arsip resmi seperti luas dan pemilik Subak Jatiluwih serta data kunjungan wisatawan.
3.4
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan dalam penelitian
ini baik dalam proses identifikasi, pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1.
Perangkat Keras Berupa Komputer, kamera digital, dan global positioning system (GPS).
2.
Perangkat Lunak, antara lain adalah: Microsoft Excel untuk proses analisis data, dan Microsoft Word untuk penulisan laporan.
3.
Angket Pembobotan, Angket Rating Faktor, Angket Atractive Score dan pedoman wawancara. Angket Pembobotan dan Angket Rating Faktor digunakan untuk menentukan bobot dan rating pada masing-masing faktor internal dan eksternal dalam Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS). Angket Attractive Score
46
digunakan untuk menentukan nilai ketertarikan relatif untuk masingmasing strategi yang dipilih pada analisis Quantitative Strategies Planning Matrixs (QSPM). Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui potensi lingkungan ekowisata dan pengelolaan lingkungan ekowisata yang sudah dilakukan pada kondisi eksisting.
3.5
Teknik Pengumpulan Data Secara umum metoda pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. 1.
Observasi. Obyek observasi yang digunakan adalah tempat penelitian dilakukan yaitu di Subak Jatiluwih dengan melihat interaksi antara kegiatankegiatan yang sedang dilakukan atau akan dilakukan, dan identifikasi pelaku atau orang yang memainkan peran atau kegiatan tertentu yang berhubungan dengan potensi lingkungan ekowisata, pengelolaan lingkungan dan kondisi wilayah secara menyeluruh.
2.
Wawancara. Kegiatan wawancara dilakukan terhadap sejumlah narasumber dan responden yang dianggap mempunyai komptensi di dalam penelitian ini terutama pada pengelolaan potensi lingkungan ekowisata dan pengelolaan yang sudah dilakukan.
3.
Dokumentasi.
47
Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data langsung tentang kondisi
di
wilayah
penelitian
dan
dokumen-dokumen
yang
berhubungan dengan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih baik berupa buku, foto, dan peraturan.
3.6
Analisis Data Teknik pengolahan data yang akan digunakan adalah dengan
menggunakan teknik induktif, yaitu dari fakta dan peristiwa yang diketahui secara konkrit, kemudian digenerasikan ke dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang empiris tentang lokasi penelitian. Dengan menggunakan analisis secara induktif, berarti pencarian data bukan dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian dilakukan. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif sedangkan untuk analisis strategi pengelolaan lingkungan ekowisata dilakukan dengan Internal Factor Analysis Summary (IFAS), Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS), Matrik IFAS dan EFAS, analisis Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT), serta Analisis Quantitative Strategies Planning Matrixs (QSPM). 1.
Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui potensi ekowisata di Subak Jatiluwih, dengan menekankan pada penyimpulan induktif serta menganalisis dinamika antar fenomena yang ada dengan menggunakan
48
logika ilmiah. Terdapat dua macam analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a.
Deskriptif Eksploratif Metoda ini menekankan pada penggalian informasi secara lebih mendalam dan terfokus pada tujuan hasil analisis yang akan dicapai. Mekanisme kerja penggunaan metoda ini lebih mengacu kepada proses mendeskripsikan tiap aspek kewilayahan seperti fisik, sosial, persepsi dan aspirasi masyarakat, serta kebijakan atau peraturan-peraturan yang memiliki keuinikan, keindahan, dan nilai sebagai sebuah daya tarik wisata berbasis ekowisata.
b.
Deskriptif Komparatif Penggunaan analisis ini bertujuan untuk membandingkan suatu penggambaran atau deskripsi dengan variabel tertentu seperti membandingkan antara gambaran karakteristik Subak Jatiluwih yang sesuai dengan kriteria kegiatan wisata berbasis lingkungan. Pada tahap lebih lanjut analisis deskriptif komparatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian pengelolaan wisata yang telah dilakukan di Subak Jatiluwih.
2.
Analisis IFAS dan EFAS Analisis ini dilakukan dengan melihat kondisi sekarang dengan meninjau pada faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Peluang berisikan berbagai hal yang membuka peluang seperti kebijakan baru, perubahan kondisi
49
sosial budaya, dukungan masyarakat, hal-hal yang terkait dengan kebijaksanaan yang bersifat administratif, birokratik dan lain-lain yang memberikan peluang bagi peningkatan kinerja dari pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Ancaman berisikan berbagai hal yang dapat mengancam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, antara lain karena perubahan kondisi sosial budaya yang kurang menguntungkan, menurunnya tingkat kesadaran masyarakat, dukungan instansi dan lain sebagainya. Kekuatan berisikan berbagai indikator lingkungan
yang
menggambarkan
ekowisata
di
Subak
faktor
kekuatan
Jatiluwih
dalam
pengelolaan mendukung
peningkatan kinerja. Seperti status subak, tersedianya SDM yang berkualitas, kondisi lingkungan yang baik dan mendukung, kerjasama antar lembaga dan lain sebagainya. Kelemahan berisikan berbagai faktor yang kurang mendukung pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih seperti kurang tersedianya data dan informasi, rendahnya SDM, baik jumlah maupun mutu, rendahnya komunikasi dan kerjasama antar lembaga dan sebaginya. a. Analisis IFAS Internal Factor Analysis Summary (IFAS) digunakan untuk menganalisis faktor internal (kekutan dan kelemahan) yang telah diantisipasi kebedaraanya dengan tahapan sebagai berikut. 1. Membuat kelemahan).
daftar
faktor-faktor
internal
(kekuatan
dan
50
2. Melakukan pembobotan dengan metoda berpasangan, sehingga total bobot sama dengan satu. 3. Memberikan peringkat (rating) antara 1 sampai 4 untuk masing masing faktor kekuatan dan kelemahan, dengan keterangan nilai 1 (sangat lemah), 2 (agak lemah), nilai 3 (cukup kuat) dan nilai 4 (sangat kuat). 4. Mengalikan antara bobot dengan peringkat (rating) dari masingmasing faktor untuk mendapatkan skornya. Nilai total adalah jumlah total dari masing-masing faktor. Nilai total skor dibawah 2,50 mengindikasikan lemahnya faktor internal, sedangkan nilai total skor diatas 2,50 mengindikasikan kuatnya faktor internal. Matriks IFAS seperti ditampilkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) Faktor-Faktor Internal
Bobot
KEKUATAN: Kekuatan 1 Kekuatan 2 Kekuatan 3 KELEMAHAN: Kelemahan 1 Kelemahan 2 Kelemahan 3 TOTAL
1,0
Rating
Bobot X Rating
Ket.
51
b. Analisis EFAS Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) digunakan untuk menganalisis faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang telah diketahui kebedaraanya dengan tahapan sebagai berikut. 1. Membuat daftar faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman). 2. Melakukan pembobotan dengan metoda berpasangan, sehingga total bobot sama dengan satu. 3. Memberikan peringkat (rating) antara 1 sampai 4 untuk masing masing faktor peluang dan ancaman, dengan keterangan nilai 1 (sangat lemah), 2 (agak lemah), nilai 3 (cukup kuat) dan nilai 4 (sangat kuat). 4. Mengalikan antara bobot dengan peringkat (rating) dari masingmasing faktor untuk mendapatkan skornya. Nilai total adalah jumlah total dari masing-masing faktor. Nilai total skor dibawah 2,50 mengindikasikan lemahnya faktor eksternal, sedangkan nilai total skor di atas 2,50 mengindikasikan kuatnya faktor eksternal. Matriks EFAS seperti ditampilkan pada Tabel 3.2.
52
Tabel 3.2. Matriks Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) Faktor-Faktor Eksternal
Bobot
PELUANG: Peluang 1 Peluang 2 Peluang 3 ANCAMAN: Ancaman 1 Ancaman 2 Ancaman 3 TOTAL
3.
Rating
Bobot X Rating
Ket.
1,0
Matriks IFAS EFAS Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) diperlukan untuk memposisikan strategi yang digunakan oleh suatu lembaga atau perusahaan. Matriks IFAS dan EFAS terdiri dua sumbu yaitu total skor dari tabel IFAS pada sumbu X dan total skor dari tabel EFAS pada sumbu Y. Matriks IFAS dan EFAS terdiri dari sembilan sel seperti ditampilkan pada Tabel 3.3.
53
Tabel 3.3. Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS)
4,0
Pertumbuhan Konsentrasi via integrasi horisontal
IV
Pertumbuhan Konsentrasi via integrasi Horisontal Stabilitas Strategi Laba
Stabilitas Berhenti sejenak atau lanjut dengan
2,0 VII
Rendah (1,0 – 1,99)
Pertumbuhan Diversifikasi Konsentris
1,0
1,0
II
Pertumbuhan Konsentrasi via integrasi vertikal
3,0 Menengah (2,0 – 2,99)
2,0
3,0 I
Tinggi (3,0 – 4,0)
Lemah (1,0 – 1,99)
Sedang (2,0 – 2,99)
Kuat (3,0 – 4,0)
III
Pertumbuhan Berputar
V
VIII
Pertumbuhan Diversifikasi Konglomerat
VI
Pengurangan Perusahaan terikat atau jual habis kewapadaan
IX
Pengurangan Kebangkrutan atau likuidasi
Sumber: Hunger dan Wheelen, 2003
Matriks IFAS EFAS menghasilkan sembilan sel dengan tiga implikasi strategi yang berbeda (Hunger dan Wheelen, 2003), sebagai berikut. a. Sel I, II dan V strategi yang diterapkan adalah strategi pertumbuhan baik konsentrasi yaitu ekspansi dalam industri perusahaan yang sekarang atau diversifikasi yaitu pertumbuhan yang diperoleh dari luar industri yang sekarang yaitu pada sel VII dan VIII. b. Sel IV dan V strategi yang diterapkan adalah strategi stabilitas dengan menjaga dan mempertahankan misi dan tujuan tanpa perubahan yang signifikan dalam arah stategis.
54
c. Sel III, VI dan IX strategi yang diterapkan adalah strategi pengurangan dalam lingkup dan ukuran upaya perusahaan. 4.
Analisis SWOT Analisis Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT) merupakan alat (tool) yang dapat dipakai untuk menganalisis kualitatif. Rangkuti (2013) mengatakan, Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi kebijakan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan
peluang
(Opportunities),
namun
secara
bersamaan
dapat
meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Dalam upaya mewujudkan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih terdapat empat hal yang dapat digunakan untuk merencanakan pengembangan ekowisata tersebut, antara lain sebagai berikut. a. Strategi yang meningkatkan indikator kekuatan atau Strength (S), dengan cara memanfaatkan indikator peluang-peluang atau Opportunities (O) yang dimilki, disebut dengan strategi S-O. b. Strategi yang meningkatkan indikator kekuatan atau Strength (S) untuk menimimalkan ancaman-ancaman atau Threats (T) yang muncul, disebut dengan strategi S-T. c. Strategi yang meminimalkan kelemahan atau Weakness (W) yang ada dengan memanfaatkan peluang-peluang atau Opportunities (O) yang dimiliki, disebut dengan strategi W-O.
55
d. Strategi mengurangi kelemahan atau Weakness (W) yang dimilki untuk memperkecil atau mengilangkan ancaman atau Threats (T) yang muncul, disebut dengan strategi W-T. Hasil akhir dari analisis SWOT tersebut menjabarkan strategi-strategi alternatif dalam pengembangan ekowisata di Subak Jatiluwih, seperti ditampilkan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Matriks Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT) Internal Eksnternal
Strenghts (S)
Susunan Daftar Kekuatan
Strategi S-O
Opportunities (O)
Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Threats (T)
Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Susunan Daftar Peluang
Susunan daftar Ancaman
Strategi S-T
Weakness (W)
Susunan Daftar Kelemahan
Strategi W-O
Mengurangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
Strategi W-T
Memperkecil kelemahan untuk menghindari ancaman
5. Analisis QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrixs) Setelah disusun analisis SWOT dan didapatkan anternatif strategi pilihan terhadap pengelolaan lingkungan Subak Jatiluwih berbasis ekowisata, dilanjutkan dengan analisis QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrixs). Analisis QSPM adalah suatu alat atau tools yang digunakan untuk menetapkan ketertarikan relatif dari strategi alternatif
56
yang telah dipilih untuk merumuskan strategi yang paling baik atau menentukan skala prioritas untuk strategi yang akan diimplementasikan. Adapun langkah2 dalam menyusun analisis QSPM adalah sebagai berikut. a. Memasukan faktor internal dan eksternal dari masing-masing strategi ekowisata. b. Menentukan bobot faktor internal dan eksternal dari masingmasing strategi ekowisata. c. Menentukan AS (Attractive Score) yang merupakan nilai yang menunjukkan ketertarikan relatif untuk masing-masing strategi yang dipilih. Batasan nilai yang digunakan untuk nilai AS adalah: nilai 1 untuk strategi yang dianggap tidak menarik, nilai 2 untuk strategi yang dianggap agak menarik, nilai 3 untuk strategi yang dianggap menarik, dan nilai 4 untuk strategi yang dianggap sangat menarik. d. Menentukan nilai TAS (Total Attractive Score), yaitu dengan mengalikan bobot faktor dengan nilai AS (Attractive Score) masing-masing strategi ekowisata. e. Menjumlahkan semua nilai TAS (Total Attractive Score) pada penilaian faktor internal dan eksternal. Dari perbandingan total nilai TAS (Total Attractive Score) antar strategi, didapat urutan strategi yang menjadi pilihan untuk dapat diimplementasikan, semakin tinggi nilai total TAS (Total Attractive Score) strategi
57
tersebut
menjadi
pilihan
utama
atau
pertama
untuk
diimplementasikan, sedangkan nilai total TAS (Total Attractive Score) terendah menjadi pilihan strategi paling akhir untuk diimplementasikan. Hasil akhir dari Analisis QSPM adalah mendapatkan alternatif strategi pengelolaan yang paling baik atau urutan skala prioritas strategi pengelolaan
yang
akan
diimplementasikan
dalam
pengelolaan
lingkungan ekowisata di Desa Jatiluwih, seperti ditampilkan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Tabel Analisis QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrik). (Umar, 2005) Strategi Alternatif Faktor-Faktor
Bobot
Strategi 1 AS
Faktor Internal 1. Kekuatan 2. Kelemahan TOTAL Faktor eksternal 1. Peluang 2. Ancaman TOTAL TOTAL NILAI
TAS
Strategi 2 AS
TAS
Strategi … AS
TAS
BAB IV GAMBARAN UMUM SUBAK JATILUWIH
4.1. Kondisi Lingkungan Subak Jatiluwih Secara umum Subak Jatiluwih berada pada ketinggian antara 750–1500 mdpl, oleh karena itu kontur lahan di Kawasan Jatiluwih didominasi oleh lahan bergelombang. Morfologi lahan di Kawasan Jatiluwih merupakan daerah perbukitan dan pegunungan, di mana terdapat empat gunung berdekatan yaitu Gunung Batukaru (2.276 m), Gunung Sangiyang (2.097 m), Gunung Pohen (2.055 m) dan Gunung Adeng (1.811 m). Wilayah permukaan tanah Kawasan Jatiluwih tersusun oleh formasi geologi yang beragam. Batuan yang lebih muda adalah tufa dan endapan lahar Buyan-Bratan dan Batur yang terbentuk pada era kuarter. Sementara pada daerah pegunungan terdapat batuan gunung api dari kerucut-kerucut Gunung Pohen, Gunung Sangiyang dan Gunung Adeng. Berdasarkan formasi geologi tersebut maka Kawasan Jatiluwih merupakan wilayah yang subur untuk pertanian karena sebagian besar berupa endapan dari serentetan gunung api yang terletak di sisi bagian utara memanjang dari ujung barat sampai ujung timur wilayahnya. Kondisi klimatologi Kawasan Jatiluwih pada umumnya mengikuti kondisi klimatologi Kabupaten Tabanan yang mempunyai iklim tropis dengan curah hujan rata-rata cukup tinggi. Suhu rata-rata di Kawasan Jatiluwih mencapai 27ºC dengan suhu terendah 24ºC dan suhu tertinggi 30ºC. Kelembaban udara berkisar antara 74–77% dan curah hujan tahunan rata-rata berkisar 2.155–
58
59
3.292mm. Tipe hujan dicirikan dengan turunnya hujan bermusim yang umumnya pada bulan Nopember sampai Mei, dan musim kemarau pada bulan April sampai September. Berdasarkan kondisi iklim dan curah hujan tersebut masyarakat di Kawasan Jatiluwih banyak yang mengembangkan kegiatan pada bidang pertanian dan perkebunan.
4.2. Subak Jatiluwih Subak Jatiluwih adalah suatu lahan persawahan yang terletak di Desa Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Secara keseluruhan luas Subak Jatiluwih adalah 348 ha. Subak Jatiluwih terbagi atas tujuh sub subak atau tempek, dengan panjang saluran irigasi dari sumber air hingga ke sawah tiap petani mencapai 33.383 m (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali). Sumber air irigasi di Subak Jatiluwih didapat dari mata air, air terjun dan beberapa sungai yang melintasi Subak Jatiluwih seperti Sungai Yeh Ho, Sungai Yeh Baat, Sungai Munduk Abangan dan Sungai Yeh Pusut. Gambar 4.1 berikut menampilkan wilayah Subak Jatiluwih.
60
Gambar 4.1 Wilayah Subak Jatiluwih (Sumber: Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
61
Subak Jatiluwih dipimpin oleh seorang pekaseh yang saat ini dipimpin oleh Nyoman Sutama dan terdiri tujuh sub subak atau tempek yang masingmasing dipimpim oleh klian tempek. Anggota Subak Jatiluwih bukan hanya berasal dari Desa Jatilwuih saja namun juga berasal dari berbagai desa di sekitar Desa Jatiluwih hingga ke Kecamatan Penebel. Anggota Subak Jatiluwih atau biasa disebut dengan krama subak dibedakan dalam tiga kelompok sebagai berikut. 1.
Krama Pengayah atau anggota aktif, yaitu anggota subak yang secara aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan subak seperti gotong royong, pemeliharaan, perbaikan fasilitas subak, upacara-upacara keagamaan yang dilakukan oleh subak, rapat subak dan lain sebagainya.
2.
Krama Pengempel atau anggota pasif, yaitu anggota subak yang karena alasan tertentu tidak terlibat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan subak. Sebagai gantinya anggota ini membayar dengan sejumlah beras atau uang yang biasa disebut pengoot atau pengampel, yang besarannya disepakati dalam rapat anggota subak menjelang musim tanam.
3.
Krama Leluputan atau anggota khusus, yaitu anggota subak yang dibebaskan dari berbagai kewajiban anggota subak, karena yang bersangkutan memegang jabatan tertentu di dalam masyarakat seperti Pemangku suatu pura, Bendesa Adat (pimpinan desa adat), Perbekel (Kepala Desa), Sulinggih
dan lain
sebagainya. Struktur organisasi pada Subak Jatiluwih digambarkan pada gambar 4.2 sebagai berikut.
62
Rapat Anggota Subak (Paruman Kerama) Pekaseh/Kelihan Subak (Nyoman Sutama) Penyarikan/Juru Surat (Sekretaris) I Wayan Semara Jaya
Petengen/Juru Raksa (Bendahara) I Ketut Witra
Kelihan Tempek Telabah Gede (Nyoman Sudarma)
Kelihan Tempek Besi Kalung (Nyoman Kudus)
Kelihan Tempek Kedamaian (Ketut Wita)
Kelihan Tempek Uma Duwi (Nyoman Suryanata)
Kelihan Tempek Gunung Sari (Gede Susila)
Kelihan Tempek Kesambi (I Nengah Suardana)
Kelihan Tempek Umakayu (Gede Supartha) Gambar 4.2 Struktur Organisasi Subak Jatiluwih (Sumber: Hasil Wawancara dengan Pekaseh Subak Jatiluwih)
4.2.1. Sub Subak Umakayu Sub Subak atau Tempek Umakayu adalah salah satu sub Subak Jatiluwih yang terletak di hulu, bahkan paling hulu di antara sub subak atau tempek lainnya. Sub Subak Umakayu memiliki luas sekitar 44 ha dengan jumlah anggota subak sebanyak kurang lebih 30 orang. Sub Subak Umakayu memiliki sebuah bedugul dengan sumber air utama terletak di Pangkung Mekayu di
63
kawasan hutan di bagian hulu subak, dengan debit air yang cukup besar. Setidaknya terdapat tiga sumber air lainya yang juga mengaliri Sub Subak Umakayu. Gambar 4.3 mengambarkan wilayah Sub Subak Umakayu.
Gambar 4.3 Wilayah Sub Subak Umakayu (Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
64
Kondisi saluran irigasi pada Sub Subak Umakayu sebagian besar dalam kondisi yang kurang baik, sehingga banyak air irigasi yang mengalir di saluran irigasi tidak seluruhnya sampai ke kawasan subak. Oleh karena itu banyaknya sumber mata air yang dimiliki Sub Subak Umakayu tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga memungkinkan terjadinya kekeringan pada musim kemarau. Pemandangan alam di Sub Subak Umakayu sangat indah sehingga berpeluang untuk dikembangkan pada bidang pariwisata alam.
4.2.2. Sub Subak Gunung Sari Sub Subak Gunung Sari terletak berbatasan dengan Sub Subak Umakayu. Sub Subak Gunung Sari memiliki luas sekitar 52 ha dengan jumlah anggota subak sebanyak kurang lebih 57 orang. Sub Subak Gunung Sari mempunyai beberapa sumber air irigasi di antaranya adalah mata air dan Air Terjun Suranadi. Air terjun tersebut terletak di hulu Desa Gunung Sari dan merupakan sumber air irigasi yang sangat potensial untuk mengaliri subak. Air terjun tersebut tidak hanya mengaliri Sub Subak Gunung Sari namun juga pada Sub Subak Telabah Gede. Banyaknya sumber air di Sub Subak Gunung Sari menyebabkan subak Gunung sari jarang mengalami kekeringan. Namun kerusakan aliran irigasi yang tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan debit air dari tersebut kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mengaliri subak. Selain sebagai sumber air irigasi, air terjun pada Sub Subak Gunung sari juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata berbasis alam. Gambar 4.4 mengambarkan wilayah Sub Subak Gunung sari.
65
Gambar 4.4 Wilayah Sub Subak Gunung Sari (Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
66
4.2.3. Sub Subak Telabah Gede Sub Subak Telabah Gede adalah sub subak yang sering disebut dengan Subak Jatiluwih, karena Sub Subak Telabah Gede terletak di tengah-tengah jalan utama Desa Jatiluwh. Sub Subak Telabah Gede memiliki luas 114 ha dengan jumlah anggota subak kurang lebih sekitar 110 orang. Sub Subak Telabah Gede memiliki pemandangan yang sangat indah dan banyak dikunjungi wisatawan. Sub Subak Telabah Gede mempunyai sebuah Pura Bedugul (Pura sebagai pemujaan Dewi Sri atau Dewi Kesuburan) yang terletak di lokasi yang sangat strategis yaitu hulu subak. Sub Subak Telabah Gede hanya memiliki satu sumber air yang berada di bagian hulu subak, berjarak 3 km dari sawah terdekat yang kemudian dialirkan ke bendung Jatiluwih. Di bendung ini terdapat saluran untuk menyalurkan air irigasi ke Sub Subak Gunung Sari yang kondisinya rusak sehingga banyak air irigasi yang hilang dalam perjalanan. Oleh kerena itu Sub Subak Telabah Gede sangat rawan mengalami kekeringan pada musim kemarau. Gambar 4.5 mengambarkan wilayah Sub Subak Telabah Gede.
67
Gambar 4.5 Wilayah Sub Subak Telabah Gede (Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
68
4.2.4. Sub Subak Kedamaian Sub Subak Kedamaian memiliki luas 46 ha dengan jumlah pemilik lahan sekitar 60 orang. Sesuai dengan namanya Sub Subak Kedamaian mampu memberikan suasana yang sangat damai apabila kita berkunjung, yaitu dengan pemandangan hamparan sawah yang indah. Sub Subak Kedamaian memiliki sebuah bedugul yang sangat sederhana. Ulun Suwi Sub Subak Kedamaian terletak di Pura Luhur Puncak Petali. Sumber air Sub Subak Kedamaian berasal dari empelan Sungai Yeh Baat yang terletak di bagian hulu Sub Subak Telabah Gede. Sub Subak Kedamaian berbatasan dengan tiga sub Subak Jatiluwih yaitu Sub Subak Telabah Gede, Sub Subak Besi Kalung dan Sub Subak Umadui serta berbatasan dengan Subak Wangaya Betan. Letak Sub Subak Kedamaian yang lebih tinggi membuat Sub Subak Kedamaian sangat strategis, dari tempat tertentu kita dapat melihat keindahan Sub Subak Besi Kalung dan Pura Luhur Besi Kalung yang sangat mengesankan. Gambar 4.6 mengambarkan wilayah Sub Subak Kedamaian.
69
Gambar 4.6 Wilayah Sub Subak Kedamaian. (Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
70
4.2.5. Sub Subak Kesambi Sub Subak Kesambi secara keseluruhan memiliki luas 35 ha dengan anggota pemilik lahan sebanyak 57 orang. Sub Subak Kesambi adalah bagian dari Subak Jatiluwih yang terletak paling barat. Sumber air Sub Subak Kesambi berada di tengah hutan, berupa air air terjun Yeh Pusut dengan debit yang besar, namun tidak semua air dialirkan ke Subak Kesambi. Aliran air irigasi Sub Subak Kesambi mengalir mengikuti tebing yang cukup curam dan berada di tengah hutan di bagian kanan Pura Luhur Petali untuk kawasan persawahan di bagian timur permukiman Banjar Kesambi. Untuk area persawahan yang terletak di sebelah barat permukiman Banjar Kesambi mengambil sumber air dari sumber yang ada di bagian bawah, namun secara geografis letaknya hampir berdekatan dengan sumber air di bagian atas. Kondisi saluran irigasi yang rusak serta melalui medan yang susah menyebabkan Sub Subak Kesambi sering mengalami kekeringan, namun karena letak Sub Subak Kesambi yang terpisah dari sub subak lainnya serta jauh dari pusat kunjungan wisatawan kondisi tersebut kurang mendapat perhatian. Gambar 4.7 mengambarkan wilayah Sub Subak Kesambi.
71
Gambar 4.7 Wilayah Sub Subak Kesambi. (Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
72
4.2.6. Sub Subak Besi Kalung Sub Subak Besi Kalung terletak di sebelah timur Sub Subak Kedamaian. Luas Sub Subak Besi Kalung adalah 45 ha dengan jumlah pemilik lahan 55 orang. Seperti kebanyakan Sub Subak Jatiluwih, Sub Subak Besi kalung juga memiliki penoramana persawahan bertingkat yang indah dan alami, selain itu di bawah Sub Subak Besi Kalung juga terdapat Pura Luhur besi Kalung sebagai salah satu Catur Angga Batukaru yang masuk dalam situs warisan budaya dunia dari UNESCO serta sekaligus sebagai Ulun Suwi Sub Subak Besi Kalung. Sumber air Sub Subak Besi Kalung berasal dari Empelan Besikalung yang terletang di Tukad Sekalung. Air irigasi Sub Subak Besi Kalung cukup besar, selain daripada itu sistem aliran air irigasi pada Sub Subak Besi Kalung cukup baik sehingga jarang mengalami kekeringan. Pembangian air irigasi di Sub Subak Besi Kalung dibagi menjadi dua pembagian utama yaitu aliran barat untuk subak yang posisinya lebih tinggi dan aliran bawah yang terletak di sebelah Pura Luhur Besi Kalung untuk subak yang posisinya dibawah. Gambar 4.8 mengambarkan wilayah Sub Subak Besi Kalung.
73
Gambar 4.8 Wilayah Sub Subak Besi Kalung. (Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
74
4.2.7. Sub Subak Umadui Sub Subak atau tempek Umadui merupakan bagian dari Subak Jatuluwih yang terletak paling hilir. Luas Sub Subak Umadui kurang lebih adalah 9,5 ha dengan sekitar 45 orang pemilik lahan. Sub Subak Umadui berbatasan langsung dengan Sub Subak Kedamaian. Selain itu Sub Subak Umadui juga berbatasan langsung dengan Subak Soka dan Subak Wangaya Betan yang juga masuk dalam situs warisan budaya dunia dari UNESCO pada tahun 2012. Sumber air Sub Subak Umadui berasal dari empelan umadui di Sungai Tukad Yeh Baat, selain daripada itu karena letak Sub Subak Umadui di bagian hilir yang otomatis lebih rendah dari sub subak lainya, Sub Subak Umadui juga memiliki sumber air irigasi dari beberapa sub subak diatasnya seperti dari Sub Subak Telabah Gede, Sub Subak Besi Kalung dan Sub Subak Gunung Sari. Gambar 4.9 mengambarkan wilayah Sub Subak Umadui.
75
Gambar 4.9 Wilayah Sub Subak Umadui. (Sumber : Citra Google Earth dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali)
BAB V POTENSI DAN KENDALA PENGELOLAAN LINGKUNGAN EKOWISATA
5.1. Identifikasi Potensi Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih Potensi lingkungan ekowisata adalah semua obyek baik berupa fisik, budaya dan buatan, baik yang memerlukan penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan maupun yang tidak membutuhkan penanganan. Potensi lingkungan ekowisata bukan hanya berbentuk fisik biotik dan abiotik semata, namun juga termasuk aktifitas dan perilaku manusia itu sendiri yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (sosial dan budaya), dan bahkan berbentuk spiritual. Potensi lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih dapat dikelola dan dikembangkan dalam bentuk paket-paket wisata yang ramah lingkungan. Pengelolaan dan pengembangan potensi lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih diharapkan dapat dikelola oleh anggota subak atau setidaknya melibatkan anggota Subak Jatiluwih. Keterbilatan anggota subak dalam pengelolaan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan tambahan pendapatan kepada anggota subak, seiring dengan minimnya pendapatan yang didapat dari mengelola sawah. Kondisi lingkungan yang masih sangat alami dan asri dapat dijadikan sebagai modal utama untuk pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam terutama sumber-
76
77
sumber air dan saluranya merupakan salah satu pendukung pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. 5.1.1. Potensi Abiotik Potensi abiotik di Subak Jatiluwih berhubungan dengan kondisi tanah, air, batu dan udara yang ada di Subak Jatiluwih yang dapat dikelola untuk kegiatan-kegiatan pariwisata berbasis lingkungan. Adapun potensi abiotik yang dimiliki Subak Jatiluwih adalah sebagai berikut. 1.
Potensi Panorama Persawahan Subak Jatiluwih memiliki keindahan panorama persawahan bertingkat yang ada hampir di semua sub subak. Luas dan banyaknya pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih memberikan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Ada banyak pilihan pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih, ada yang terletak di pinggir jalan utama, adalah pula yang harus melalui jalur sepeda atau bahkan dengan berjalan kaki. Kondisi pemandangan persawahan yang ada di Subak Jatiluwih mumnya terbagi atas empat musim, yaitu musim metekap atau mengolah sawah, musim pertumbuhan dan musim panen serta musim pasca panen. Masingmasing musim memiliki pemandangan yang berbeda beda. Pada musim metekap umumnya pemandangan persawahan akan sedikit tergenang air dan nampak bersih. Pada musim pertumbuhan atau setelah padi ditanam dan tumbuh, pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih akan menjadi hijau. Pada musim panen pemandangan persawahan akan berwarna kuning seiring dengan tumbuhnya bulir-bulir padi yang siap panen. Sedangkan pada musim
78
pasca panen umumnya pemandangan persawahan akan ditutupi jerami-jerami sisa hasil panen. Gambar 5.1 berikut memperlihatkan panomara persawahan di Sub Subak Uma Kayu pada musim metekap.
Gambar 5.1 Pemandangan Sub Subak Uma Kayu pada Musim Metekap (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
2.
Potensi Panorama Pura Luhur Besi Kalung Pura Luhur Besi Kalung terletak di bagian bawah Sub Subak Besi Kalung, sedangkan Sub Subak Besi Kalung terletak di sebelah timur Sub Subak Kedamian, oleh karena itu untuk dapat menikmati panorama Pura Luhur Besi Kalung dapat dilakukan dari Sub Subak Kedamaian baik dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda dari pintu masuk Sub Subak Telabah Gede. Pura Luhur Besi Kalung merupakan salah satu Pura Ulun Suwi bagi beberapa Sub
79
Subak yang ada di Subak Jatiluwih selain Pura Luhur Puncak Petali. Gambar 5.2 berikut memperlihatkan panomara Pura Luhur Besi Kalung dari Sub Subak Kedamaian.
Gambar 5.2 Panorama Pura Luhur Besi Kalung dari Sub Subak Kedamaian (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
3.
Potensi Mata Air Mata air banyak ditemui di beberapa wilayah di Subak Jatilwih. Mata air merupakan salah satu sumber air utama yang digunakan untuk mengaliri areal persawahan, oleh karena itu kelestarianya sangat dijaga oleh anggota subak. Letak mata air di Subak Jatiluwih sangat bervariasi, ada yang terletak di tengah areal persawahan, ada pula yang terletak di tengah hutan. Salah satu
80
mata air yang terletak di areal persawahan adalah mata air yang terletak di Pura Cantik Kuning yang terletak di Sub Subak Gunung Sari. Mata air yang ada di Pura Cantik Kuning menyerupai mata air pada Pura Tirtla Empul di Tampak Siring namun dalam debit yang lebih kecil seperti digambarkan pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3 Mata Air di Pura Cantik Kuning (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
Sumber mata air yang terletak di tengah hutan dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata dengan memanfaatkan anggota subak untuk memandu melakukan kegiatan tracking, selain berguna bagi wisatawan dan dapat menambah pendapatan anggota subak, kegiatan tracking ke sumber mata air
81
juga berguna untuk mengontrol saluran irigasi dari sumber mata air ke areal persawahan. Salah satu mata air yang terdapat di tengah hutan dengan jalur dan pemandangan yang menarik terletak digambarkan pada Gambar 5.4 berikut.
Gambar 5.4 Mata Air Sumber Air Irigasi di Subak Umakayu yang terletak di tengah Hutan (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
4.
Potensi Air terjun Selain memiliki panorama pemandangan persawahan yang indah, Subak Jatiluwih juga memiliki potensi berupa air terjun. Terdapat tiga air terjun di Subak Jatiluwih. Ketiga air terjun tersebut terletak di hulu Subak Jatiluwih atau tepatnya di Sub Subak Uma Kayu, Sub Subak Kesambi dan Sub Subak
82
Gunung Sari. Air terjun tersebut digunakan sebagai sumber air irgasi. Lokasi air terjun tersebut ada yang berlokasi di tengah hutan ada pula yang terletak berdekatan dengan areal persawahan. Ketiga air terjun tersebut dapat dicapai dengan jalan kaki dengan pemandangan alam yang indah dan masih alami. Pada saat ini hanya beberapa warga lokal yang sering mendatangi ketiga air terjun tersebut. Gambar 5.5 berikut memperlihatkan air terjun Suranadi yang terletak Sub Subak Uma Kayu.
Gambar 5.5 Air Terjun Suranadi di Sub Subak Uma Kayu (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
83
5.
Potensi Air Panas Sumber air panas yang ada di Subak Jatiluwih terletak di Sub Subak Besi Kalung, bersebelahan dengan aliran sungai. Lokasi sumber air panas tersebut sangat mudah dicapai baik dengan bejalan kaki maupun mengendarai sepeda atau motor. Kondisi sumber air panas tersebut sangat tidak terawat dan jarang dikunjungi oleh para wisatawan, hanya beberapa warga lokal yang kadang mengunjungi, hal tersebut dikarenakan lokasi sumber air panas tersebut berdekatan dengan peternakan ayam dan pabrik air minum. Apabila dilakukan pembenahan dan penataan sumber air panas tersebut sangat berpotensi
dijadikan
tempat
tujuan
wisata.
Gambar
menggambarkan kondisi sumber air panas di Subak Jatiluwih.
Gambar 5.6 Sumber Air Panas di Sub Subak Besi Kalung (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.6
berikut
84
6.
Potensi Sungai Letak Subak Jatiluwih di dataran tinggi membuat Subak Jatiluwih banyak dilalui sungai. Sungai-sungai tersebut mempunyai peran yang sangat vital yaitu untuk mengalirkan air ke areal persawahan yang dilalui. Kondisi sungai di Subak Jatiluwih sangat alami dan asri, air yang jernih dan debit air yang besar serta ditambah batu-batu besar sisa letusan gunung menambah keindahan sungai. Kondisi sungai di Subak Jatiluwih sangat berpotensi dikelola untuk berbagai kegiatan wisata, namun pengembangan kegiatan wisata harus dapat menjaga kelestarian dan keindahaanya. Kegitan yang mungkin dilakukan antara lain tracking menyusuli aliran sungai. Gambar 5.7 menggambarkan kondisi sungai di Sub Subak Uma Kayu.
Gambar 5.7 Kondisi Sungai di Sub Subak Uma Kayu (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
85
7.
Potensi Lainnya Banyaknya potensi alam yang indah di Subak Jatiluwih, dapat dikelola menjadi paket-paket wisata yang ramah lingkungan, salah satu kegiatan wisata yang sangat mudah dikelola dan sudah mempunyai prasarana dan sarana yang cukup memadai adalah kegiatan tracking dan cycling. Jalur cycling pada umunya terdapat pada sub subak yang memiliki jalan pada tengah-tengah areal persawahan. Salah satu jalur cycling yang memiliki pemandangan alam yang indah dengan jalur yang cukup panjang dengan melintasi Sub Subak Telabah Gede, Sub Subak Kedamaian dan Sub Subak Besi Kalung seperti pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8 Jalur Cycling yang melintasi tiga sub subak (Sumber: Citra Google Earth dan Hasil Observasi Tahun 2015)
86
Semua jalur cycling dapat digunakan sebagai jalur tracking. Jalur tracking tersedia hampir di semua sub subak, mulai dari jalur yang pendek dan ringan hingga jalur yang agak jauh dan melalui hutan hutan. Jalur tracking tersebut biasa dilalui oleh anggota subak untuk mengecek aliran irigasi dari sumber air seperti mata air dan air terjun. Salah satu jalur tracking yang memiliki jarak sedang dan memiliki pemandangan yang indah serta jalur yang menarik dan berujung pada mata air atau air terjun terdapat di Sub Subak Umakayu seperti pada Gambar 5.9.
Gambar 5.9 Jalur Tracking pada Sub Subak Uma Kayu (Sumber: Citra Google Earth dan Hasil Observasi Tahun 2015)
87
5.1.2. Potensi Biotik Potensi biotik yang ada di Subak Jatiluwih berhubungan dengan tanaman dan hewan yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata berbasis lingkungan. Hampir tidak ada aktivitas anggota subak yang tidak luput dari kegiatan upacara. Semua kegiatan upacara yang dilakukan memerlukan beberapa bahan-bahan yang bersumber dari alam baik berupa tanaman maupun hewan, oleh karena itu anggota Subak Jatiluwih senantiasa merawat dan memelihara tanaman yang akan digunakan sebagai sarana pada upacara-upacara tersebut. Subak Jatiluwih terkenal akan produksi berasnya terutama beras merah, beras merah yang dihasilkan Subak Jatiluwih telah dipasarkan hingga manca negara dan ada beberapa yang telah memiliki sertifikat SNI Pangan Organik. Beras merah yang dihasilksan dari Subak Jatiluwih memiliki varietas beras merah organik unggulan karena tidak menggunakan pestisida dan telah diwariskan secara turun menurun. Beras merah yang dihasilkan bukan hanya di untuk dimakan, bahkan untuk diminum dengan cara menyeduh beras merah hingga menghasilkan teh beras merah. Teh beras merah mempunyai cita rasa dan tekstur yang berbeda dengan teh pada umumnya, selain itu teh beras merah juga dipercaya mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai anti oksidan, memperkuat stamina, melancarkan peredaran darah, memperbaiki pencernaan dan lain sebagainya. Gambar 5.10 menampilkan teh beras merah produksi Subak Jatiluwih yang sudah dikemas sedemikian rupa.
88
Gambar 5.10 Teh Beras Merah Produksi Subak Jatiluwih (Sumber: www.balebenggong.net)
Burung Kokokan atau dalam bahasan Indonesia sering disebut Burung Bangau atau Kuntul. Burung Kokokan merupakan satwa dalam ekosistem perairan yang biasa ditemukan pada kawasan danau, pantai, dan rawa. Burung Kokokan merupakan burung yang telah mengalami kelangkaan, beberapa spesies famili burung ini sudah termasuk dalam daftar satwa liar yang dilindungi sepeti tertuang dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Burung Kokokan dapat dijumpai di beberapa titik di Subak Jatiluwih seperti di Sub Subak Telabah Gede, Sub Subak Kedamaian dan Sub Subak Umadui. Jumlah burung Kokokan yang ada di Subak Jatiluwih memang tidak sebanyak yang ada di Desa Petulu Gianyar, namun dengan meningkatnya kesadaran anggota subak dan anggota masyarakat untuk menjaga kelestarian alam
89
serta adanya peraturan desa untuk melarang kegiatan menembak, jumlah burung kokokan mungkin dapat bertambah. Burung Kokokan yang ada di Subak Jatiluwih dapat dikelola menjadi daya tarik wisata berupa kegiatan birds watching dengan membuat tempat seperti bale atau kubu sederhana yang dapat digunakan untuk melihat burung kokokan. Gambar 5.11 Berikut mengambarkan burung kokokan di Subak Jatiluwih.
Gambar 5.11 Potensi Burung Kokokan di Subak Jatiluwih (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.1.3. Potensi Sosial Budaya Potensi sosial budaya yang ada di Subak Jatiluwih pada umumnya berhubungan dengan upacara adat yang dilakukan baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia maupun manusia dengan
90
lingkunganya. Potensi sosial budaya juga berhubungan dengan bangunan tradisional, sejarah, teknologi dan makanan tradisional yang berhubungan dengan Subak Jatiluwih. Potensi sosial budaya yang ada di Subak Jatiluwih antara lain: 1.
Keberadaan organisasi subak dari tingkat tempek subak atau Sub Subak, subak gede, sampai subak agung, bagaimana sistem pembagian kerja antar tempek dalam subak, pembagian sumber daya serta hak kewajiban antar anggota, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota subak seperti mengolah lahan (membajak, mengaru, mencangkul memperbaiki pematang dan saluran air, menanam padi, menyiang dan memanen) apabila dikemas sedemikian rupa dan pemandu wisata mampu menjelaskanya dengan baik serta melibatkan wisatawan dalam kegiatan petani tentu akan sangat menarik bagi wisatawan dan memperkaya pengetahuan wisatawan mengenai subak.
2.
Teknologi sistem pembagian air yang digunakan pada Subak Jatiluwih yang masih bersifat tradisional seperti nyorog, nugel bumbung, pelampias dengan perangkat fisik sederhana seperti aungan (terowongan), tembuku, tali kunda tentu sangat menarik untuk jelaskan kepada wisatawan sehingga dapat memperkaya wawasan wisatawan yang datang ke Subak Jatiluwih.
3.
Potensi mitos pada waktu Ratu Bethara Sesuwunan di Pura Puncak Petali Melancaran. Rombongan masyarakat yang mengiringi biasanya berjumlah hingga ratusan orang, walaupun sudah dibuatkan jalan tetapi rombongan kurang berkenan melalui jalan yang ada dan tetap melalui areal persawahan. Rombongan masyarakat yang jumlahnya banyak tersebut menginjak tanaman padi di areal persawahan yang dilalui, namun anehnya dikemudian hari
91
tanaman yang terinjak injak tersebut dapat tumbuh kembali dengan normal dan tidak terpengaruh gangguan hama tanpa ada yang rusak atau mati. 4.
Adanya 13 upacara adat yang dilakukan mulai dari mencari air irigasi, mengolah sawah, pembibitan, menanam, memelihara, memanen hingga pemanfaatan padi sebagai sumber pangan. Upacara-upacara tersebut apabila dikemas dengan cerita yang disertai gambar-gambar kegiatanya atau melihat langsung dan ikut serta dalam kegiatan anggota subak yang sedang melakukan upacara tentu akan dapat menarik dan menambah wawasan wisatawan yang datang. Tiga belas upacara yang dilakukan antara lain sebagai berikut (hasil wawancara dan Windia dan Wiguna, 2013): a.
Mapag Toyo (menjemput air), tujuan dari upacara ini adalah untuk menjemput air irigasi yang kelak akan digunakan untuk mengalirih areal persawahan. Upacara ini biasanya dilakukan di bendungan atau tempat pembagi air.
b.
Ngendagin merupakan upacara yang dilakukan apabila anggota subak akan memulai mengolah lahan. Upacara ini bertujuan untuk memohon ijin kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasi sebagai Betara Sri agar memberikan kelancaran dan kehidupan
c.
Ngurit atau Mawiwih Pantun adalah upcara yang dilakukan pada saat membenihkan padi yang nantinya akan ditanam.
d.
Ngerasikan, yaitu upacara yang dilakukan setelah sawah dibersihkan dan diratakan sebelum benih padi ditanam. Upacara ini dilakukan di hulu maupun di hilir sawah.
92
e.
Nandur atau menanam padi. Sebelum menanam benih padi, sawah yang akan ditanami harus sudah bersih dan layak untuk ditanami, waktu penanaman biasanya mencari hari baik yang perhitungannya disesuaikan dengan kelahiran anggota subak atau biasa disebut mitra satru.
f.
Upacara pada saat padi berumur satu bulan. Padi pada saat berumur satu bulan ditandai dengan tumbuhnya tiga buku (ruas) pada batang padi, yang diandaikan sebagai anak yang sudah lincah.
g.
Upacara pada saat padi berumur dua bulan, upacara ini dilakukan sebagai wujud syukur kepada Tuhan karena padi yang ditanam sudah berkembang baik.
h.
Upacara pada saat padi berumur tiga bulan. Padi pada saat berumur tiga bulan diibaratkan sebagai manusia yang sudah menginjak masa remaja atau sudah akil balik, upacara dilakukan selain sebagai wujud syukur juga memohon kepada Tuhan agar perkembangan tanaman padi sesuai yang diharapkan.
i.
Upacara Meikuh Lasan. Upacara ini dilakukan pada saat padi tumbuh malai, sehingga nampak seperti ekor kadal, oleh karena itu upcara ini dinamai Meikuh Lasan. Upacara ini bertujuan untuk memohon kepada Tuhan agar malai yang sudah tumbuh dapat berkembang baik sehingga dapat dipanen pada saatnya nanti.
j.
Upacara Memanen Padi, merias Nini Kaki dan Nini Manuh. Upacara ini dilakukan sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas manisfestasinya
93
sebagai Dewi Sri yang telah memberikan kelancaran, kesuksesan dalam bertani. k.
Upacara Padi di Lumbung. Upacara ini dilakukan untuk memohon kepada Tuhan agar padi yang telah dipanen dapat disimpan dengan aman sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan hingga panen berikutnya.
l.
Upacara Menurunkan Padi. Upacara ini dilakukan pada saat padi di lumbung akan diturunkan untuk digunakan sebagai bahan pangan. Upacara ini bertujuan agar padi yang akan diolah menjadi nasi dan berguna dan memberikan kebaikan bagi siapa saja yang memakanya.
m. Upacara Mrelina Dewa Nini. Upacara ini bertujuan untuk melebur Dewa Nini yang digunakan pada saat menaikan padi ke lumbung dan sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas anugerah yang diberikan dalam hal suksesnya bertani.
5.2. Kendala Pengelolaan Potensi Lingkungan Potensi lingkungan yang ada di Subak Jatiluwih sangat indah, alami dan beragam, namun dalam pengelolaanya ada beberapa kendala yang dapat menghambat. Kendala-kendala tersebut harus dapat ditangani dan dikelola dengan baik melalui kerjasama antar anggota subak dengan para pengusaha pariwisata di Desa Jatilwuih serta Pemerintah Daerah. Penanganan kendala-kendala tersebut diharapkan dapat memberikan daya dukung dalam pengelolaan lingkungan ekowisata dan kepuasan wisatawan serta keberlangsungan subak. Kendala-
94
kendala yang muncul dalam pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih antara lain sebagai berikut.
5.2.1. Kendala Sarana, Prasarana Jalan dan Selokan Kendala sarana dan prasarana jalan yang ada secara garis besar terbagi menjadi dua kendala yaitu kendala jalan penghubung menuju Subak Jatilwuih dan yang kedua adalah kendala jalan di Subak Jatiluwih menuju potensi ekowisata. Kendala jalan penghubung menuju Subak Jatiluwih berupa rusak dan kecilnya jalan menuju Subak Jatiluwih, terutama dari Desa Senganan hingga Desa Soko. Rusaknya jalan di dari Desa Senganan ke Desa Soko disebabkan kurang baiknya kondisi jalan yang ada sehingga pada musim hujan air hujan tidak turun ke selokan namun menggenang di jalan. Kondisi tersebut diperparah dengan kurang baiknya selokan yang ada, sehingga kadang air dari selokan naik dan menggenang di badan jalan. Naik dan menggenangnya air dari selokan ke badan yang tidak diperbaiki dengan segera menyebabkan rusaknya badan jalan. Gambar 5.12 Menggambarkan kondisi jalan yang rusak di Desa Bugbugan menuju ke Subak Jatiluwih.
95
Gambar 5.12 Kondisi Jalan yang Rusak menuju Subak Jatiluwih (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
Kendala kedua adalah kurang baiknya kondisi jalan menuju potensi ekowisata. Kendala kedua ini sudah mendapatkan penanganan dengan dilakukanya perbaikan jalan di tengah Subak Jatiluwih, namun perbaikan yang dilakukan sebatas perbaikan akses jalan setapak di Subak Jatiluwih yang dekat dengan jalan utama yang sering didatangi wisatawan, sedangkan untuk akses jalan menuju air terjun dan di subak bagian dalam masih kurang memadai. Kendalakendala ini tentu dapat menganggu kegiatan masyarakat dan wisatawan yang datang ke Subak Jatiluwih terutama pada saat musim hujan. Gambar 5.13 memperliatkan proses perbaikan jalan di Subak Jatiluwih.
96
Gambar 5.13 Perbaikan Jalan di Subak Jatiluwih (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.2.2. Kendala Air dan Saluran Irigasi Pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap air. Subak merupakan organisasi petani pengelola air yang membimbing petani dalam berbagi air secara adil, proporsional dan transparan, namun seiring berjalanya waktu dan terjadinya perubahan cuaca, berkurangnya debit air dari sumber mata air dan banyak kerusakan saluran irigrasi baik karena faktor alam maupun manusia membuat persaingan mendapatkan air antar anggota subak semakin tinggi dan berpotensi menjadi konflik antar anggota. Selain daripada itu rusaknya saluran irigasi dan berkurang debit air dapat menimbulkan
97
kekeringan yang pada akhirnya merugikan anggota subak dan wisatawan. Kekeringan bahkan dapat terjadi pada musim hujan seperti sekarang ini. Ada tiga Sub Subak yang rawan mengalami kekeringan yaitu Sub Subak Telabah Gede, Sub Subak Kesambi dan Sub Subak Gunung sari. Gambar 5.14 Berikut memperlihatkan kekeringan yang terjadi di Sub Subak Telabah Gede.
Gambar 5.14 Kekeringan yang terjadi di Sub Subak Telabah Gede (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.2.3. Kendala Parkir Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa Soko. Desa soko terletak di luar desa tepatnya di sebelah timur Desa Jatiluwih. Lahan parkir di Desa Soko dalam kondisi memadai, baik dan rapi dengan menggunakan
98
paving, namun lahan parkir tersebut hanya memadai untuk kendaraan roda dua dan roda empat, sedangkan di Desa Jatiluwih para wisatawan yang berkunjung ke Subak Jatiluwih biasa memarkir kendaraanya di bahu jalan, karena sampai saat penelitian dilakukan belum ada lahan parkir untuk umum yang memadai di Desa Jatiluwih. Lahan parkir yang tersedia bersifat khusus diperuntukan bagi pengunjung rumah makan dan café yang ada di sepanjang jalan utama. Penggunaan bahu jalan sebagai tempat parkir tentu sangat mengganggu pemandangan dan dapat menyebabkan kemacetan, hal tersebut dikarenakan kebanyakan pengunjung yang berkunjung ke Subak Jatiluwih melalui jalur Desa Senganan dan kembali melalui jalur yang sama. Gambar 5.15 Berikut menggambarkan kondisi parkir yang menggunakan badan.
Gambar 5.15 Kondisi parkir di Jalan Utama Desa Jatiluwih (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
99
5.2.4. Kendala Pencemaran dari Peternakan Ayam Desa Jatiluwih seperti kebanyakan desa di Kecamatan Penebel terdapat banyak usaha peternakan ayam, baik peternakan ayam pedaging maupun ayam petelor. Banyaknya usaha peternakan ayam selain meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat juga membawa dampak negatif bagi lingkungan. Salah satu dampak negatif dari usaha peternakan ayam adalah menimbulkan bau yang kurang sedap, belum lagi anggapan masyarakat bahwa meningkatnya jumlah lalat disebabkan banyaknya peternakan ayam. Banyaknya usaha peternakan ayam di Subak Jatiluwih dapat menganggu pengelolaan lingkungan pariwisata di Subak Jatiluwih. Hendaknya dibentuk peraturan tentang jumlah peternakan ayam dan tata letak peternakan ayam diluar daerah-daerah yang sering dikunjungi wisatawan. Salah satu usaha peternakan ayam yang kemungkinan dapat menganggu pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih terdapat di bagian bawah Sub Subak Besi Kalung dan berdekatan dengan sumber air panas seperti digambarkan pada Gambar 5.16.
100
Gambar 5.16 Usaha peternakan ayam di Sub Subak Besi Kalung (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.2.5. Kendala Longsor Karakteristik topografi, curah hujan dan jenis tanah yang ada di wilayah Subak Jatiluwih sangat berpotesi untuk terjadinya longsor. Longsor sering terjadi terutama pada musim hujan. Longsor tidak hanya merugikan areal persawahan yang terkena longsor saja namun apabila longsor terjadi pada daerah yang berguna untuk menyalurkan air atau saluran irigasi hal tersebut harus ditangani dengan segera, karena dapat mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman padi. Pada saat penelitian dilakukan ada beberapa daerah di Subak Jatiluwih yang sudah
101
terjadi longsor, bahkan pada daerah yang berfungsi untuk mengaliri air, sehingga perlu dilakukan pemasangan pipa untuk mengaliri air ke areal persawahan yang membutuhkan. Gambar 5.17 Menggambarkan longsor pada saluran irigasi yang sudah mendapat penanganan.
Gambar 5.17 Longsor pada saluran irigrasi subak (Sumber: Hasil Observasi Tahun 2015)
5.2.6. Kendala SDM dan Motivasi Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di suatu wilayah. Salah satu tujuan pengelolaan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota subak, hal tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan anggota subak dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekowisata, bukan dengan mendatangkan
102
pekerja dari luar desa. Selain daripada itu pelibatan anggota subak diharapkan dapat memberikan informasi yang baik dan benar kepada wisatawan, karena anggota subak sebagai local genius yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tenang kondisi lingkungan di Subak Jatiluwih. Subak Jatiluwih memiliki potensi ekowisata yang banyak dan beragam, namun kualitas dan kompetensi yang dimiliki
anggota
subak
masih
kurang
memadai
dalam
pengembangan
kepariwisataan, terutama dalam hal penguasaan bahasa asing, interaksi dengan wisatawan dan pemahaman keinginan wisatawan. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya anggota subak berprofesi sebagai petani dan hanya mengenyam pendidikan rendah atau maksimal setingkat SMA. Pengelolaan potensi lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sudah mulai direncanakan oleh Pekaseh Subak Jatilwuih, hal tersebut dilakukan dengan diadakanya rapat untuk menggali potensi ekowisata di masing-masing sub subak atau tempek, namun dari tujuh sub subak yang ada hanya Klian Sub Subak Umadui yang melakukan kajian terhadap potensi yang mereka miliki, namun kajian tersebut belum dapat direalisasikan secara maksimal. Kurangnya motivasi dapat menganggu pengelolaan potensi ekowisata yang ada, banyak anggota subak yang masih pesimis terhadap pengelolaan ekowisata di area subak dibandingkan dengan pengembangan restoran dan café di sepanjang jalan utama desa, hal tersebut dapat memicu terjadinya alih fungsi lahan terutama pada areal persawahan yang dekat dengan jalan utama.
103
5.2.7. Kendala Kebijakan Semakin pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Tabanan khususnya perkembangan di bidang pariwisata, membuat Pemerintah baik Pemerintah Kabupaten Tabanan maupun Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur tentang tata ruang dan wilayah. Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Bali Tahun 2009-2029 menyebutkan bahwa Kawasan Jatiluwih masuk ke dalam Kawasan Strategis Provinsi dimana harus dipelihara keaslian fisik dan keseimbangan ekosistemnya. Tahun 2014 Pemerintah Kabupaten Tabanan mengeluarkan Perda Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kawasan Jalur Hijau, dimana Kawasan Jalur Hijau Jurusan Senganan Jatiluwih hanya berjarak 1.000m dari sebelah kanan dan kiri jalan. Berdasarkan peraturan tersebut diluar jarak 1.000m dari jalan masyarakat yang memiliki lahan baik berupa lahan persawahan maupun perkebunan dapat mendirikan bangunan. Hal tersebut tentu bertentangan dengan Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009. Pertentangan peraturan-peraturan yang dikeluarkan dan tanpa ada sosialisasi yang jelas kepada masyarakat akan berpotensi menimbulkan kendala terutama bagi pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih.
BAB VI PENGELOLAAN LINGKUNGAN EKOWISATA PADA SAAT INI
Gambaran pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih pada saat ini dilakukan dengan membandingkan antara kondisi yang ada dilapangan pada saat ini dengan kondisi ideal yang mengacu pada teori pengelolaan yang terdiri dari empat tahap sebagai berikut. 6.1. Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Perencanaan pengelolaan lingkungan ekowisata merupakan perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana hal tersebut menyangkut tujuan bagaimana melaksanakan dan bagaimana tata cara mencapai hal tersebut. Oleh karena itu pada tahap perencanaan untuk kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu pertama pengamatan lingkungan eksternal dan internal, kedua penentuan visi, misi dan tujuan, dan yang ketiga adalah penentuan strategi dan kebijakan. Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada di lapangan pada tahap perencanaan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yang sudah dilakukan adalah penentuan visi dan misi dan belum melakukan pengamatan lingkungan internal dan eksternal serta belum menentukan strategi dan kebijakan. Visi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jatiluwih melalui pengembangan pembangunan yang BALI (Bersih, Aman, Lestari, Indah) dengan menitik beratkan pada pertanian.
104
105
Sedangkan misi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah sebagai berikut. 1. Mewujudkan masyarakat Jatiluwih yang sehat, cerdas dan berbudaya. 2. Melestarikan dan mengembangan budaya daerah. 3. Mewujudkan pertanian yang tangguh dan bersinergis dengan pariwisata 4. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
6.2. Pengorganisasian Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Pengorganisasian pengelolaan lingkungan ekowisata merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi agar tujuan, visi dan misi pengelolaan lingkungan ekowisata dapat tercapai. Tahap pengorganisasian pada kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu pertama implementasi personil, kedua perekrutan, pelatihan dan penempatan personil dan ketiga pembagian kerja. Pasca ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari UNESCO, Pemerintah Kabupaten Tabanan pada bulan Pebruari 2014 telah membentuk badan pengelola, susunan dan kesepakatan serta perjanjian kerjasama antar semua stake holder, yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Bupati Tabanan Nomor 84 Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi, Susunan Keanggotan dan Uraian Tugas Badan Pengelola DTW Jatiluwih. Badan pengelola ini kemudian membentuk Manajemen Operasional DTW Jatiluwih. Gambar 6.1 dan Gambar 6.2 menggambarkan susunan personil Badan Pengelola DTW Jatiluwih dan struktur organisasi manajemen operasional DTW Jatiluwih.
106
KETUA UMUM Bupati Tabanan WAKIL KETUA UMUM Wakil Bupati Tabanan KETUA I Perbekel Jatiluwih KETUA II Pekaseh Subak Jatiluwih KETUA III Sekretaris Daerah
PENGAWAS Ass. Perekonomian & Pembangunan WAKIL PENGAWAS BPD Jatiluwih ANGGOTA Inspektorat Kabupaten Tabanan Ass. Administrasi Umum Ass. Pemerintahan dan Kesra Kabag Hukum Bendesa Adat Jatiluwih Bendesa Adat Gunung Sari
SEKRETARIS I Nengah Darmikayasa WAKIL SEKRETARIS Dinas Pendapatan & Pesedahan Agung Kab. Tabanan
KETUA BID. PENGEMBANGAN Kepala BAPPEDA Kab. Tabanan ANGGOTA Kepala Dinas PU Kab. Tabanan Ketut Marssista Jaya
KETUA BIDANG PROMOSI Ka. Dinas Bud Par Kab. Tabanan ANGGOTA Kadis HubInfoKom Kab. Tabanan I Ketut Purna I Wayan Wiranata
BENDAHARA I Wayan Ratnata
Gambar 6.1 Susunan Badan Pengelola DTW Jatiluwih (Sumber: Hasil wawancara dengan personil manajemen operasional DTW Jatiluwih)
107
MANAGER I Nengah Sutirtayasa, SE ASISTEN MANAGER I Ketut Nita BENDAHARA I Wayan Agus Santika
SEKRETARIS Dra. Driana Rika. RONA Divisi Perencanaan dan Keuangan I Wayan Winata
Divisi Parkir dan Tiket I Nyoman Wijaya I Gede Nyoman Semarabawa
Divisi Keamanan dan Ketertiban Danton Pecalang Jatiluwih Danton Pecalang Gunung Sari
Divisi Umum dan Kepeg I Nengah Sulatra I Wayan Artayasa
Divisi Kebersihan Divisi Pengembangan dan Pertamanan & Promosi I Kadek Dwi Drs. I Gede Ketut Maha Putra Subrata I Gede Made Suparta
Gambar 6.2 Struktur Organisasi Manajemen Operasional DTW Jatiluwih (Sumber: Hasil wawancara dengan personil manajemen operasional DTW Jatiluwih)
Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada dilapangan pada tahap pengorganisasian pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sudah ada mekanisme implementasi personil baik sebagai tenaga administrasi maupun sebagai tenaga kebersihan lingkungan di sepanjang jalan utama Desa Jatiluwih, perekrutan personil, penempatan personil dan pembagian kerja. Namun terdapat mekanisme yang belum dilakukan yaitu pelatihan untuk personil yang direkrut sesuai dengan pembagian kerjanya. Hal tersebut dapat
108
dimaklumi karena Badan Pengelola DTW Jatiluwih beserta struktur organisasi manajemen operasional DTW Jatiluwih tersebut baru terbentuk sekitar dua tahun. 6.3. Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Ekowisata Pelaksanaan atau implementasi adalah keinginan untuk membuat orang lain mengikuti keinginan yang telah ditentukan sesuai dengan prosedur dan rencana kerja secara efektif demi kepentingan jangka panjang organisasi, termasuk didalamnya memberitahukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan agar tugas-tugas yang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik. Tahap pelaksanaan atau implementasi pada kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu pertama penentuan program, kegiatan dan anggaran serta penentuan prosedur kerja dan rencana kerja. Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada dilapangan pada tahap pelaksanaan sudah ada pengaturan retribusi di Desa Jatiluwih dan pembagiannya. Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Tabanan dengan Desa Jatiluwih, Desa Pakraman Jatiluwih, dan Desa Pakraman Gunung Sari serta Subak Jatiluwih pembagian hasil restribusi tersebut 45% untuk Pemkab Tabanan dan 55% untuk pihak desa, desa pakraman dan subak. Dari 55% tersebut dibagi lagi yaitu Desa Dinas Jatiluwih 25%, Desa Pekraman Jatiluwih 30%, Desa Pekraman Gunung Sari 20%, Subak Jatiluwih 21%, Subak Abian Jatiluwih 2%, dan Subak Abian Gunung Sari 2%. Subak Abian adalah subak untuk daerah kering atau tegalan. Berdasarkan Keputusan Ketua Umum Badan Pengelola Daya Tarik Wisata Jatiluwih Nomor 2 Tahun 2014 tentang Tarif Retribusi Tempat Rekreasi dan Parkir di Wilayah Daya Tarik Wisata Jatiluwih seperti pada Tabel 6.1.
109
Tabel 6.1 Tarif Retribusi Rekreasi dan Parkir di Wilayah Daya Tarik Wisata Jatiluwih No. Kriteria 1. Tiket Masuk/Enterance Fee Tiket - WNA Dewasa - WNA Anak Anak - WNI Dewasa - WNI Anak-Anak 2. Karcis Parkir/Parking Ticket - Roda 6 - Roda 4 - Roda 2 3. Lain-Lain - Shooting Filem Asing - Shooting Filem Domestik - Foto Prewedding Asing - Foto Prewedding Domestik - Foto Komersial - Perkemahan Sekolah - Perkemahan Wisata - Bersepeda - Jasa Kebersihan Warung - Jasa Kebersihan Rumah Makan
Harga Rp. Rp. Rp. Rp.
20.000,15.000,10.000,5.000,-
Rp. Rp. Rp.
10.000,5.000,2.000,-
Rp. 5.000.000,Rp. 3.000.000,Rp. 300.000,Rp. 100.000,Rp. 500.000,Rp. 100.000,-/hari Rp. 250.000,-/hari Rp. 5.000.Rp. 1.000,-/hari Rp. 5.000,-/hari
Sumber: Manajemen Operasional DTW Jatiluwih
Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada dilapangan pada tahap pelaksanaan atau implementasi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sudah ada mekanisme pembagian anggaran dari hasil retribusi tempat rekreasi dan parkir. Program dan kegiatan yang dilaksanakan antara lain adalah pengerasan jalan di Subak Jatiluwih baik dengan paving maupun semen dan penyediaan tenaga kebersihan dan pengangkutan sampah di sepanjang jalan utama di Desa Jatiluwih. Sedangkan pembuatan prosedur kerja dan rencana kerja belum dilaksanakan.
110
6.4. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata. Evaluasi adalah kegiatan membandingkan atau mengukur kegiatan yang sedang atau sudah dilakukan dengan kriteria, norma-norma standar atau rencanarencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi merupakan bagian terakhir dari fungsi manajemen yang dilaksanakan untuk mengetahui apakah semua kegiatan dapat dilaksanakan dan berjalan sesuai rencana untuk mecapai tujuan yang ditetapkan. Tahap evaluasi pada kondisi ideal ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu pertama bentuk dan sistem pelaporan serta evaluasi kinerja. Apabila dibandingkan kondisi ideal dengan kondisi yang ada dilapangan pada tahap evaluasi sudah ada mekanisme pelaporan namun sebatas dalam pelaporan jumlah pemasukan dana dari penarikan retribusi setiap wisatawan baik domestik maupun asing yang datang berkunjung ke Desa Jatiluwih, sedangkan untuk sistem dan pelaporan kinerja serta evaluasi kinerja belum dilaksanakan. Bilamana dilihat dari kondisi Subak Jatiluwih maupun Desa Jatiluwih pada kondisi sekarang, sudah ada mekanisme pengelolaan potensi yang dilakukan, namun pengelolaan tersebut baru bersifat pembentukan badan pengelola beserta manajemenya, tarif retribusi baik bagi pengunjung, rumah makan dan cafe di sepanjang jalan utama, persentase pembagian hasil retribusi, visi, misi organisasi, dan implementasi personil. Terdapat beberapa tahap pengelolaan yang belum dilakukan seperti pengamatan lingkungan, pelatihan, penentuan strategi dan kebijakan maupun evaluasi kinerja, hal tersebut dikarenakan Badan Pengelola DTW Jatiluwih beserta struktur organisasi manajemen operasional DTW Jatiluwih tersebut baru terbentuk sekitar dua tahun.
BAB VII STRATEGI DAN PROGRAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN EKOWISATA DI SUBAK JATILUWIH
7.1. Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih Potensi ekowisata yang dimiliki Subak Jatiluwih harus dapat dikelola dengan baik dan benar. Pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih harus memberikan manfaat bukan saja pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggota subak namum dapat memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan keberlangsungan subak agar dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Strategi pengelolaan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih harus menghasilkam program-program yang baik dan berkelanjutan. Penentuan strategi pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih dimulai dengan melakukan pengamatan terhadap lingkungan internal maupun eksternal. Pengamatan tersebut bertujuan untuk menjabarkan faktor internal dan eksternal yang ada di Subak Jatiluwih. Faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Subak Jatiluwih, sedangkan faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman yang ada di Subak Jatiluwih. 7.1.1. Analisis Faktor Internal Analisis faktor internal menggambarkan kekuatan dan kelemahan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sebagai berikut. 1. Kekuatan a. Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan.
111
112
Awig-awig yang ada di Subak Jatiluwih merupakan salah satu upaya mendukung pelestarian lingkungan. Awig-awig mengatur bagaimana anggota masyarakat berinteraksi baik dengan sesama manusia, manusia dengan lingkungan, maupun hubungan manusia dengan Tuhan. Salah satu contoh awig-awig di Subak Jatiluwih adalah melarang adanya kegiatan menembak burung, menyetrum ikan di sungai maupun membuang sampah di sungai. b. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah. Subak Jatiluwih memiliki keindahan panorama persawahan bertingkat yang terdapat hampir di semua sub subak. Ada banyak pilihan pemandangan persawahan di Subak Jatiluwih, ada yang terletak di pinggir jalan utama, adalah pula yang harus melalui jalur sepeda atau bahkan dengan berjalan kaki. Keindahan tersebut harus tetap dijaga kelesariannya agar terus dapat dimanfaatkan bukan hanya untuk generasi sekarang namun juga generasi yang akan datang. c. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun. Mata air banyak ditemui di beberapa wilayah di Subak Jatilwih. Terdapat tiga air terjun di Subak Jatiluwih. Mata air dan air terjun merupakan beberapa sumber air irigasi utama yang digunakan untuk mengaliri areal persawahan. Oleh karena itu mata air dan air terjun harus dijaga kelestariaanya
karena
pertanian
sawah
seperti
subak
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap air. d. Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal.
memiliki
113
Subak Jatiluwih terkenal akan produksi beras merahnya. Beberapa beras merah yang dihasilkan telah memiliki sertifikat SNI pangan organik unggulan karena tidak menggunakan pestisida. Penggunaan bahan makanan organik harus terus dikembangkan karena selain baik untuk kesehatan petani dan penggunanya juga berguna untuk kelestarian lingkungan. e. Sudah memiliki lembaga pengelola. Lembaga pengelola pada suatu daerah berfungsi untuk mempermudah koordinasi, pembagian kerja dan tanggung jawab. Badan pengelola yang ada di Jatiluwih terdiri semua stake holder yang ada serta memiliki visi meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
Jatiluwih
melalui
pengembangan pembangunan yang BALI (Bersih, Aman, Lestari, Indah) dengan menitik beratkan pada pertanian. f. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai. Salah satu kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan dan mudah dikelola adalah kegiatan tracking dan cycling. Jalur tracking dan cycling yang ada di Subak Jatiluwih sangat beragam dari yang berjalur tanah, pengerasan berbahan semen hingga paving. Kegiatan tracking dan cycling yang melibatkan anggota subak dapat membantu anggota subak untuk mengecek aliran irigasi dari sumber air, sehingga mempercepat penanganan apabila terdapat gangguan pada saluran irigasi. g. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan.
114
Hampir tidak ada aktivitas anggota subak yang tidak luput dari kegiatan upacara. Semua kegiatan upacara yang dilakukan bertujuan untuk menyelaraskan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan sesama manusia. Kegiatan upacara yang memerlukan beberapa bahan-bahan yang bersumber dari alam baik berupa tanaman maupun hewan, oleh karena itu anggota Subak Jatiluwih senantiasa merawat dan memelihara bahan-bahan alam sebagai sarana pada pelaksanaan upacaraupacara tersebut. 2. Kelemahan a.
Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber air menyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan. Pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap
air.
Terjadinya
perubahan
cuaca,
musim
dan
berkurangnya debit air dari sumber mata air serta banyaknya kerusakan saluran irigrasi baik karena faktor alam maupun manusia berpotensi menimbulkan kekeringan yang pada akhirnya dapat merugikan petani. b.
Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi dan kondisi curah hujan yang tinggi bepotensi menyebabkan longsor. Longsor sering terjadi di Subak Jatiluwih, terutama pada musim hujan. Longsor tidak hanya merugikan areal persawahan yang terkena longsor saja namun apabila longsor terjadi pada daerah saluran irigasi hal tersebut dapat mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan
115
dibawahnya yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman padi. c.
Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasa asing. Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih. Pengembangan tersebut hendaknya melibatkan anggota subak, namun kualitas dan kompetensi yang dimiliki anggota subak masih kurang memadai, terutama dalam hal penguasaan bahasa asing. Hasil wawancara dengan Klian Subak Jatiluwih dan Klian Tempek, hanya Klian Subak Jatiluwih dan Klian Sub Subak Umadui yang cukup menguasai bahasa Inggris, hal tersebut dikarenakan pada umumnya anggota subak berprofesi sebagai petani dan hanya mengenyam pendidikan rendah.
d.
Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum. Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa Soko. Wisatawan yang berkunjung ke Subak Jatiluwih umumnya memarkir kendaraanya di bahu jalan. Lahan parkir yang tersedia di Jatiluwih bersifat khusus dan diperuntukan bagi pengunjung rumah makan dan café yang ada di sepanjang jalan utama. Penggunaan bahu jalan sebagai area parkir sangat mengganggu dan dapat menyebabkan kemacetan. Ketersediaan toilet umum di Subak Jatiluwih pada saat ini masih sangat terbatas, para wisatawan biasa menggunakan toilet yang ada pada beberapa rumah makan dan café atau di kantor badan pengelola DTW Jatiluwih.
116
e.
Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakan wisatawan hanya melihat pemandangan sawah dari pinggir jalan utama). Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai bagian Catur Angga Batukaru penerima status Warisan Budaya Dunia dari UNESCO banyak wisatawan yang berkunjung. Kebanyakan wisatawan yang datang berkunjung hanya sekedar melihat-lihat pemandangan persawahan baik secara langsung maupun dari café atau rumah makan yang ada di sepanjang jalan utama.
f.
Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang memadai. Kondisi jalan di Subak Jatiluwih terbagi atas dua bagian yaitu menuju Subak Jatiluwih dan di Subak Jatiluwih itu sendiri baik yang berupa jalan setapak atau pematang sawah. Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih banyak yang mengalami kerusakan dan kurang memadai (kecil), terutama jalan dari Desa Senganan hingga Desa Soko. Kondisi jalan di Subak Jatiluwih banyak yang masih berupa tanah sehingga kurang memadai terutama pada musim hujan.
g.
Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan pemerintah dan swasta. Air merupakan sumber penting bagi pertanian sawah. Ketika sumber daya air berkurang dalam hal jumlah sumber dan debitnya sedangkan jumlah pengguna air meningkat hal tersebut akan memunculkan berbagai permasalahan. Semakin langka air yang tersedia dalam suatu subak semakin
sering
terjadi
perselisihan
yang
berhubungan
dengan
117
pemnfaatan air. Anggota Subak yang sangat kekurangan air akan tergoda untuk memanfaatkan air yang ada dengan cara-cara yang kurang baik. 7.1.2. Analisis Faktor Eksternal Analisis faktor eksternal menggambarkan peluang dan ancaman dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih sebagai berikut. 1. Peluang a. Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO. Penetapan Subak Jatiluwih sebagai bagian warisan budaya dunia membuat Subak Jatiluwih dikenal oleh masyarakat dunia. Program Warisan Budaya Dunia dari UNESCO bertujuan untuk mengkatalog dan melestarikan tempat-tempat yang sangat penting dan berarti bagi manusia sehingga dapat menjadi warisan bagi generasi berikutnya. b. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan yang cenderung meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir ini, paradigma kegiatan pariwisata telah mengalami pergeseran seiring dengan penerapan konsep pembangunan berkelanjutan secara global. Kegiatan pariwisata mulai bergeser dari pariwisata dengan modal dan jumlah besar (mass tourism) ke pariwisata berbasis alam dan budaya lokal. Jenis kegiatan wisata ini mulai digemari oleh wisatawan karena mementingkan nilai konservasi, kealamian dari suatu tempat dan penghargaan konsep-konsep preservasi dan konservasi terhadap lingkungan dan budaya lokal.
118
c. Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan budaya. Perkembangan industri pariwisata sering diidentikan dengan kerusakan lingkungan. Banyak pembangunan fasilitas penunjang pariwisata dilakukan dengan merubah bentang alam. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan budaya agar bukan hanya mendatangkan manfaat ekonomi saja namun terhadap pelestarian alam dan budaya setempat. d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan. Program swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah pusat pada tahun 2017 memberikan angin segar kepada para petani. Anggaran dibidang pertanian mengalami peningkatan. Banyak program bantuan kepada petani digulirkan seperti bantuan alat atau mesin pertanian, pupuk dan benih padi. Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan peluang yang sangat
membantu
petani
untuk
meningkatkan
produksi
dan
keberlangsungan sawah. e. Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutama beras merah yang cenderung meningkat. Gaya hidup sehat menjadi pilihan masyarakat dewasa ini. Masyarakat kini mulai meninggalkan gaya hidup yang serba instan, termasuk makanan terutama beras. Beras organik dan beras merah merupakan produk makanan yang mulai digemari karena mengandung nutrisi yang berguna bagi tubuh. Permintaan akan beras organik dan beras merah
119
diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Peluang tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh petani agar dapat meningkatkan kesejahteraanya. f. Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan. Pengembangan dan pembangunan yang ada di Subak Jatiluwih bukan hanya berasal dari satu bidang atau sumber saja, karena kawasan persawahan seperti Subak Jatiluwih pengelolaanya dan pengembanganya mencakup banyak bidang. Pengembangan dan pembangunan saluran irigasi dan kelengkapnya berasal dari Dinas Pekerjaan Umum. Dinas Pertanian menangani masalah benih, pupuk dan alat pertanian. Pelestarian kawasan penunjang sumber air didapat dari Dinas Kehutanan atau Badan Lingkungan Hidup. Promosi, penguatan budaya dan adat didapat dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. g. Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terus meningkat karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dan kelengkapan fasilitas penunjang. Subak Jatiluwih merupakan kawasan yang baru berkembang, badan pengelola yang dibentuk baru berumur dua tahun. Seiring dengan pengembangan dan pembangunan fasilitas serta peningkatan kualitas SDM yang mumpuni, harga paket ekowisata yang ditawarkan dapat terus ditingkatkan apalagi ditunjang dengan peningkatan kepuasan wisatawan. Peningkatan
harga
paket
ekowisata
tersebut
diharapkan
dapat
120
meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar sehingga keberadaan subak dapat terus terjaga. 2. Ancaman a. Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan potensi. Pulau Bali memiliki berbagai tempat yang dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata. Sebagai salah satu tempat yang baru berkembang Subak Jatilwuih dihadapkan dengan persaingan untuk merebut perhatian para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Persaingan tersebut datang dari daerah yang memiliki kesamaan potensi dan memiliki pengelolaan lingkungan yang cukup baik serta sudah lebih dahulu terkenal. b. Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan musim hujan berkepanjangan. Tanaman padi sangat tergantung pada kondisi musim dan cuaca. Kegagalan musim tanam dapat terjadi lantaran curah hujan sedikit, sementara air irigasi semakin sedikit akibat musim kemarau panjang. Tingginya curah hujan yang turun hari juga dapat membuat tanaman padi yang siap dipanen manjadi tergenang air, apabila air tidak surut dalam beberapa hari maka tanaman padi akan membusuk dan mati sehingga dapat merugikan petani. c. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapat menyebabkan pencemaran.
121
Peternakan ayam selain meningkatkan kesejahteraan juga membawa dampak negatif bagi lingkungan. Salah satu dampak negatif dari usaha peternakan ayam adalah menimbulkan bau yang kurang sedap, merusak pemandangan dan meningkatkan jumlah lalat, sehingga perlu dibuat pengaturan tentang tata letak peternakan ayam yang diluar daerah-daerah yang sering dikunjungi wisatawan. d. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsi lahan. Meningkatkanya kunjungan wisatawan pasca ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya dunia dari UNESCO dibarengi dengan peningkatan pembangunan fasilitas penunjang pariwisata seperti café, restoran dan penginapan. Peningkatan alih fungsi lahan berpotensi membahayakan subak, karena subak adalah sebuah sistem yang terpadu, ketika sebagian lahan dijual, beban yang ditanggung oleh persawahan di sekitarnya akan meningkat. Kondisi ini memberikan tekanan yang lebih besar bagi petani untuk menjual sawahnya, yang kemudian mengancam keberlangsungan seluruh subak. e. Kebijakan pemerintah yang belum jelas. Perda Kabupaten Tabanan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kawasan Jalur Hijau, menyebutkan bahwa Kawasan Jalur Hijau Senganan-Jatiluwih berjarak 1.000m dari sebelah kanan dan kiri jalan. Berdasarkan peraturan tersebut diluar jarak 1.000m dari jalan masyarakat yang memiliki lahan baik berupa lahan persawahan maupun perkebunan dapat mendirikan
122
sebuah bangunan. Hal tersebut tentu bertentangan dengan Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 dimana Subak Jatiluwih masuk dalam Kawasan Warisan Budaya yang harus dipertahankan keasliannya. f. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah. Dewasa ini sangat sedikit anggota masyarakat yang ingin menjadi petani padi. Hal tersebut dikarenakan minimnya penghasilan sebagai petani padi. Ongkos produksi mulai dari membeli benih, pupuk, pestisida, ongkos mengolah tanah, membayar tenaga kerja tanam, penyiangan, dan panen yang dikeluarkan hampir sebanding dengan pendapatan yang diperoleh dari hasil panen. Hal tersebut menyebabkan banyak lahan persawahan yang dijual atau petani lebih memilih pekerjaan lain untuk dapat menghidupi keluarganya. g. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman padi. Subak Jatiluwih seperti areal persawahan pada umumnya sangat rentan akan serangan hama seperti wereng dan tikus. Banyak hal yang sudah dilakukan petani untuk mengusir hama tersebut namun serangan hama semakin hari semakin meresahkan. Wereng biasanya menyerang batang dan daun padi. Tikus menyerang batang muda dan buah menyebabkan kerusakan parah pada tanaman padi dan penurunan produksi. Serangan hama tersebut dapat menyebabkan gagal panel dan menyerang keseluruhan subak bahkan dapat menyebar ke subak-subak lainnya yang berbatasan dengan subak yang terkena serangan.
123
7.1.3. Analisis EFAS dan IFAS Analisis IFAS (Internal Factor Analysis Summary) digunakan untuk menganalisis faktor internal berupa kekutan dan kelemahan. Analisis EFAS (Exsternal Factor Analysis Summary) digunakan untuk menganalisis faktor eksternal berupa peluang dan ancaman. Setelah dijabarkan faktor-faktor internal dan eksternal tahap selanjutnya adalah melakukan pembobotan terhadap masing faktor. Penentuan pembobotan masing-masing faktor dilakukan oleh narasumber yang dinilai mampu dan mempunyai bidang pekerjaan pada pengelolaan lingkungan subak dan ekowisata. Identitas narasumber terdapat pada Lampiran 7. Penentuan pembobotan dilakukan dengan metoda perbandingan berpasangan, yaitu dengan membandingkan satu faktor dengan faktor lainnya secara bepasangan. Hasil pembobotan faktor internal dari masing-masing narasumber terdapat pada Lampiran 14, sedangkan hasil rata-rata pembobotan seperti disajikan pada Tabel 7.1. Tabel 7.1 Hasil Rata-Rata Pembobotan Faktor Internal Kekuatan
Bobot
a.
Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan.
0,068
b.
Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah.
0,071
c.
Memiliki sumber mata air alami dan air terjun.
0,063
d.
Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal.
0,044
e.
Sudah memiliki lembaga pengelola.
0,083
f.
Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai.
0,071
g.
Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan.
0,097
124
Tabel 7.1 Lanjutan Kelemahan a.
Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber air menyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan.
Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukup b. tinggi dan kondisi curah hujan yang tinggi bepotensi menyebabkan longsor.
Bobot 0,083
0,056
c.
Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasa asing.
0,063
d.
Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum.
0,078
Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakan e. wisatawan hanya melihat pemandangan sawah dari pinggir jalan utama). Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang f. memadai. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, g. dengan pemerintah dan swasta. JUMLAH
0,071 0,070 0,078 1,000
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
Hasil rata-rata pembobobotan narasumber untuk faktor kekuatan menunjukkan bahwa aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan memiliki bobot tertinggi disusul sudah adanya lembaga pengelola di posisi kedua dan adanya jalur trecking dan cycling yang cukup memadai di posisi ketiga. Hasil pembobotan dari narasumber tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan serta adanya lembaga pengelola di Subak Jatiluwih merupakan kekuatan utama dalam pengelolaan lingkungan ekowisata. Dengan adanya aktivitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan maka kelestarian lingkungan akan terjaga. Badan Pengelola akan
125
mempermudah koordinasi dan pengawasan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Hasil rata-rata pembobotan untuk faktor kelemahan menunjukan bahwa kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber air yang menyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan memiliki bobot tertinggi, disusul adanya konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan pemerintah dan swasta serta kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum dengan bobot yang sama. Kondisi tersebut menyatakan bahwa kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit air dapat menyebabkan kekeringan merupakan kelemahan utama dalam pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih, karena subak merupakan faktor utama pengelolaan ekowisata di Subak Jatiluwih dan Desa Jatiluwih yang harus dijaga kelestariannya. Hasil pembobotan untuk faktor eksternal dari narasumber terdapat pada Lampiran 15. Sedangkan Hasil rata-rata pembobotan faktor eksternal disajikan pada Tabel 7.2. Tabel 7.2 Hasil Rata-Rata Pembobotan Faktor Eksternal Peluang
Bobot
a.
Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO.
0,092
b.
Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan yang cenderung meningkat.
0,073
c.
Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan budaya.
0,087
d. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan.
0,058
e.
Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutama beras dan beras merah yang cenderung meningkat.
0,048
f.
Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan.
0,080
126
Tabel 7.2 Lanjutan Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terus g. meningkat karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dan kelengkapan fasilitas penunjang.
0,060
Ancaman
Bobot
a.
Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan potensi seperti ubud, payangan dan lain sebagainya.
0,075
b.
Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan musim hujan berkepanjangan.
0,075
c.
Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapat menyebabkan pencemaran.
0,061
d.
Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsi lahan.
0,070
e.
Kebijakan pemerintah yang belum jelas.
0,070
f.
Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah.
0,068
g.
Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman padi.
0,082
JUMLAH
1,000
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
Hasil
rata-rata
pembobotan
narasumber
untuk
faktor
peluang
menunjukkan bahwa status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO memiliki bobot tertinggi disusul pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan budaya di posisi kedua dan banyaknya sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan di posisi ketiga. Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai bagian Catur Angga Batukaru penerima status Warisan Budaya Dunia dari UNESCO banyak perbaikan dan pengembangan yang dilakukan di Subak Jatiluwih seperti pembentukan badan pengelola dan manajamen operasional serta adanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih. Hal
127
tersebut mengindikasikan bahwa status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO merupakan peluang utama dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Hasil rata-rata pembobobotan narasumber untuk faktor ancaman menunjukkan bahwa serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman padi memiliki bobot tertinggi disusul adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan potensi seperti ubud, payangan serta perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan musim hujan berkepanjangan dengan bobot yang sama. Ketiga faktor ancaman dengan bobot tertinggi dua diantaranya merupakan ancaman yang secara langsung dapat menganggu keberlangsungan subak. Serangan hama dan perubahaan serta ketidakpastian musim secara langsung dapat menganggu keberlangsungan subak yang pada akhirnya dapat menganggu pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Tahap selanjutnya dalam analisis IFAS dan EFAS adalah menentukan peringkat (rating) dari masing faktor baik internal (kekuatan dan kelemahan) maupun eksternal (peluang dan ancaman). Penilaian rating faktor dilakukan dengan memberikan peringkat (rating) antara 1 sampai 4 untuk masing masing faktor, dengan keterangan nilai 1 (sangat lemah), 2 (agak lemah), nilai 3 (cukup kuat) dan nilai 4 (sangat kuat). Penilaian rating faktor internal dari narasumber terdapat pada Lampiran 16 sedangkan penilaian rating faktor eksternal terdapat pada Lampiran 17. Analisis IFAS dan EFAS mengahasilkan Tabel IFAS dan Tabel EFAS seperti disajikan pada Tabel 7.3 dan Tabel 7.4.
128
Tabel 7.3 Tabel Internal Factor Analysis Summary (IFAS) Kekuatan
Bobot
Rating
Bobot x Rating
a.
Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan.
0,068
3,143
0,214
b.
Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah.
0,071
3,571
0,255
c.
Memiliki sumber mata air alami dan air terjun.
0,063
3,429
0,216
0,044
2,857
0,127
0,083
3,000
0,250
0,071
3,000
0,214
0,097
3,143
0,306
Bobot
Rating
Bobot x Rating
d. e. f. g.
Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal. Sudah memiliki lembaga pengelola. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan. Kelemahan
a.
Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber air menyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan.
0,083
2,857
0,239
b.
Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi dan kondisi curah hujan yang tinggi bepotensi menyebabkan longsor.
0,056
2,571
0,145
c.
Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasa asing.
0,063
2,714
0,171
d.
Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum.
0,078
3,143
0,246
e.
Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakan wisatawan hanya melihat pemandangan sawah dari pinggir jalan utama).
0,071
2,571
0,184
f.
Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang memadai.
0,070
2,857
0,199
g.
Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan pemerintah dan swasta.
0,078
2,429
0,190
JUMLAH
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
1,000
2,957
129
Hasil rata-rata penilaian faktor kekuatan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa lahan persawahan bertingkat yang indah memiliki nilai tertinggi dengan nilai 3,571, disusul memiliki sumber mata air alami dan air terjun dengan nilai 3,429. Peringkat ketiga terdapat dua kekuatan dengan nilai yang sama yaitu adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan dan Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan dengan nilai masing-masing 3,143. Hasil rata-rata penilaian untuk faktor kelemahan (Lampiran 16) menunjukan bahwa kelemahan dengan nilai tertinggi adalah kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum dengan nilai 3,143 disusul oleh dua faktor kelemahan dengan nilai yang sama yaitu adanya kerusakan saluran
irigasi dan berkurangnya debit sumber air menyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan dan kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang memadai dengan nilai masing-masing 2,857. Hasil penjumlahan perkalian antara bobot dan rating untuk faktor internal menghasilkan nilai 2,957. Analisis EFAS mengahasilkan Tabel EFAS seperti disajikan pada Tabel 7.4. Tabel 7.4 Tabel Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) Peluang
Bobot
Bobot Rating x Rating
a.
Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO.
0,092
3,286
0,303
b.
Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan yang cenderung meningkat.
0,073
2,857
0,210
c.
Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan budaya.
0,087
3,286
0,286
d.
Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan.
0,058
2,429
0,141
130
Tabel 7.4 Lanjutan e.
Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutama beras dan beras merah yang cenderung meningkat.
0,048
2,571
0,123
f.
Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan.
0,080
2,571
0,206
g.
Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terus meningkat karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dan kelengkapan fasilitas penunjang.
0,060
2,571
0,154
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Ancaman a.
Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan potensi seperti ubud, payangan dan lain sebagainya.
0,075
3,000
0,226
b.
Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan musim hujan berkepanjangan.
0,075
2,571
0,193
c.
Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapat menyebabkan pencemaran.
0,061
2,429
0,149
d.
Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsi lahan.
0,070
2,571
0,180
e.
Kebijakan pemerintah yang belum jelas.
0,070
2,571
0,180
f.
Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah.
0,068
2,000
0,136
g.
Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman padi.
0,082
2,286
0,188
JUMLAH
1,000
2,673
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
Hasil rata-rata penilaian faktor peluang dari narasumber (Lampiran 17) menghasilkan dua fakor peluang dengan nilai tertinggi yaitu status Subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari UNESCO dan merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan budaya dengan nilai
131
masing-masing 3,286. Sedangkan adanya perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan yang cenderung meningkat menempati peringkat berikutnya dengan nilai 2,857. Hasil rata-rata penilaian dari narasumber untuk faktor ancaman (Lampiran 17) menujukkan bahwa ancaman dengan nilai tertinggi adalah adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan potensi dengan nilai 3, disusul oleh tiga ancaman dengan nilai yang sama yaitu perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan musim hujan berkepanjangan, meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsi lahan serta kebijakan pemerintah yang belum jelas dengan nilai masing-masing 2,571. Hasil penjumlahan perkalian antara bobot dan rating untuk faktor internal menghasilkan nilai 2,673. Nilai total penjumlahan perkalian antara bobot dan rating untuk faktor internal dan eksternal pada Tabel 7.3 dan Tabel 7.4 digunakan untuk memposisikan memposisikan strategi umum yang digunakan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Hasil penjumlahan perkalian antara bobot dan rating untuk faktor internal (IFAS) menghasilkan nilai 2,957, sedangkan hasil penjumlahan perkalian antara bobot dan rating untuk faktor eksternal (EFAS) menghasilkan nilai 2,673. Hal tersebut memposisikan strategi umum yang digunakan adalah strategi pada sel V dengan strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal atau strategi stabilitas (strategi tidak berubah atau strategi laba) seperti ditunjukan pada Tabel 7.5.
132
Tabel 7.5. Matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Exsternal Factor Analysis Summary (EFAS) Strategi Umum Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih Sedang (2,0 – 2,99)
Kuat (3,0 – 4,0) 4,0
3,0
Lemah (1,0 – 1,99) 2,0
1,0
Tinggi (3,0 – 4,0) 3,0 Menengah (2,0 – 2,99) 2,0
V
Pertumbuhan Konsentrasi via integrasi Horisontal Stabilitas Strategi tidak berubah/Strategi laba
Rendah (1,0 – 1,99) 1,0 Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
Strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal dilakukan dengan berkonsentrasi pada kegiatan usaha yang sekarang dilakukan dan melakukan integrasi horisontal yaitu dengan cara memperluas kegiatan-kegiatan, menambah dan mengembangkan rentang produk dan jasa yang ditawarkan serta memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada dan memperkecil dampak kelemahan dan ancaman yang mungkin muncul. Selain strategi tersebut posisi pada sel V juga dapat menerapkan strategi stabilitas (strategi tidak berubah atau strategi laba). Strategi stabilitas tidak melakukan perubahan-perubahan yang
133
berarti dan tetap melakukan usaha-usaha yang sedang dijalankan dan hanya melakukan sedikit penyesuian untuk mendapat laba. Oleh karena itu terdapat dua strategi umum yang dapat dilakukan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu: 1. Strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal, hal tersebut dikarenakan nilai faktor internal (IFAS) sebesar 2,957 yang hampir mendekati nilai 3 yang menunjukkan bahwa kuatnya faktor internal yang dimiliki. Strategi tersebut dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan ekowisata yang berbasis pertanian, budaya dan alam yang dapat menarik wisatawan. 2. Strategi stabilitas. Strategi ini terutama digunakan pada pengelolaan lingkungan yaitu dengan tidak melakukan perubahan-perubahan yang berarti terhadap kondisi lingkungan kecuali untuk perbaikan lingkungan seperti perbaikan saluran irigasi dan jalan. Strategi ini penting dilakukan untuk menjaga keaslian dan kelestarian lingkungan agar dapat berguna bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
7.1.4. Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan alat (tool) yang dapat dipakai untuk menganalisis berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi kebijakan yang akan digunakan. Hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 7.6.
134 Tabel 7.6 Analisis Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) KEKUATAN (STRENGTHS) FAKTOR-FAKTOR INTERNAL
FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
c. d. e. f. g.
Status Subak Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia dari UNESCO. Perubahan paradigma terhadap kegiatan wisata berbasis lingkungan yang cenderung meningkat. Merupakan pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan budaya. Kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada pangan. Perubahan paradigma terhadap bahan makanan organik terutama beras dan beras merah yang cenderung meningkat. Banyak sumber dana yang secara tidak langsung mengarah pada pengembangan kepariwisataan seperti perbaikan lingkungan. Harga paket ekowisata yang ditawarkan berpeluang terus meningkat karena berhubungan dengan kepuasan wisatawan dan kelengkapan fasilitas penunjang.
b. c. d. e. f. g.
Adanya persaingan antar daerah tujuan wisata yang memiliki kesamaan potensi. Perubahaan dan ketidakpastian musim yang dapat menyebabkan kekeringan dan musim hujan berkepanjangan. Banyaknya peternakan ayam di sekitar subak yang dapat menyebabkan pencemaran. Meningkatnya kunjungan wisatawan akan meningkatkan alih fungsi lahan. Kebijakan pemerintah yang belum jelas. Minimnya pendapatan petani dari mengelola sawah. Serangan hama seperti wereng dan tikus yang dapat merusak tanaman padi.
2. 3. 4. 5.
Strategi SO 1. 2. 3. 4.
ANCAMAN (THREATS) a.
1.
6. 7.
PELUANG (OPPORTUNITIES) a. b.
Adanya awig-awig yang berwawasan lingkungan. Memiliki lahan persawahan bertingkat yang indah. Memiliki sumber mata air alami dan air terjun. Memiliki varietas beras merah unggulan yang sudah terkenal. Sudah memiliki lembaga pengelola. Terdapat jalur trecking dan cycling yang cukup memadai. Aktifitas anggota subak yang sarat akan budaya dan berwawasan lingkungan.
KELEMAHAN (WEAKNESSES)
Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam (2, 3, 4, 6, 7 – a, b, c, g) Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih (4 – d, e) Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait (5 – d, f) Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan (1, 7 – b, c)
Strategi WO 1. 2. 3.
Strategi ST 1. 2. 3. 4.
Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih dan beras merah (2, 3, 4, 6, 7 – a) Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau perda RTRW (1, 5, 7 – b, c, d, e) Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi (2, 3, 5, 6, 7 – f) Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu (2, 4 – e, g)
Kerusakan saluran irigasi dan berkurangnya debit sumber air menyebabkan lahan persawahan rentan mengalami kekeringan. Topografi wilayah dengan tingkat kemiringan yang cukup tinggi dan kondisi curah hujan yang tinggi bepotensi menyebabkan longsor. Minimnya kualitas SDM terutama dalam penguasan bahasa asing. Kurangnya fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toilet umum. Pengelolaan potensi subak belum maksimal (kebanyakan wisatawan hanya melihat pemandangan sawah dari pinggir jalan utama). Kondisi jalan menuju Subak Jatiluwih yang kurang memadai. Konflik penggunaan air baik antar sesama anggota subak, dengan pemerintah dan swasta. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata (1, 2, 4, 6, 7 – a, c, d, f) Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM (3, 5 – b, g). Peningkatan produksi beras merah organik (5 – d, e)
Strategi WT 1. 2. 3. 4.
Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasi serta pemantauan debit sumber air (1, 2, 7 – b) Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan anggota subak (3 - c, f) Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan prasarana penunjang (3, 4, 6 – f) Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan ( - d, e, f)
135
Analisis SWOT didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Guna mewujudkan pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih terdapat empat strategi yang dapat digunakan untuk pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih (Tabel 7.6) sebagai berikut. 7.1.4.1. Strategi Strength Opportunities (SO) Strategi SO adalah strategi yang meningkatkan indikator kekuatan yang dimiliki Subak Jatiluwih dengan cara memanfaatkan indikator peluang-peluang yang ada dalam mengelola lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai berikut. 1.
Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam (SO1).
2.
Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih (SO2).
3.
Memaksimalkan
kinerja
lembaga
pengelola
dan
menjalin
kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait (SO3). 4.
Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan (SO4).
7.1.4.2. Strategi Strength Threats (ST) Strategi ST adalah strategi yang bertujuan meningkatkan kekuatan yang dimiliki untuk menimimalkan ancaman-ancaman yang muncul dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai berikut.
136
1. Memperkenalkan keunikan potensi alam Subak Jatiluwih dan beras merah (ST1). 2. Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau perda RTRW (ST2). 3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi (ST3). 4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu (ST4).
7.1.4.3. Strategi Weakness Opportunities (WO) Strategi WO adalah strategi yang bertujuan untuk meminimalkan kelemahan yang ada dengan dengan cara memanfaatkan peluang-peluang yang dimiliki dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai berikut. 1. Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata (WO1). 2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM (WO2). 3. Peningkatan produksi beras merah organik (WO3).
7.1.4.4. Strategi Weakness Threats (WT) Strategi WT adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi kelemahan yang ada sehingga dapat memperkecil atau mengilangkan ancaman yang muncul dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih yaitu sebagai berikut.
137
1. Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasi serta pemantauan debit sumber air (WT1). 2. Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan anggota subak (WT2). 3. Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan prasarana penunjang (WT3). 4. Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan (WT4).
7.1.5. Analisis QSPM Analisis QSPM atau Quantitative Strategies Planning Matrix adalah suatu alat atau tools yang digunakan untuk menentukan ketertarikan relatif dari strategi-strategi alternatif yang telah dipilih untuk merumuskan strategi yang paling baik atau untuk menentukan skala prioritas strategi yang akan diimplementasikan dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Analisis QSPM dimulai dengan merumuskan nilai ketertarikan narasumber terhadap sejumlah strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT. Ketujuh narasumber diminta memberikan nilai ketertarikan (Attractive Score) terhadap sejumlah strategi yang telah dirumuskan. Hasil nilai ketertarikan (Attractive Score) dari narasumber terdapat pada Lampiran 18, sedangkan hasil rata-rata nilai ketertarikan (Attractive Score) dari narasumber seperti ditunjukan pada Tabel 7.7.
138
Tabel 7.7 Hasil Rata-Rata Nilai Ketertarikan (Attractive Score) Strategi Strength Opportunities (SO) 1.
Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam
RataRata AS 3,571
2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih
2,857
3.
Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait
2,857
4.
Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan
3,286
Strategi Strength Threats (ST)
RataRata AS
1.
Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih dan beras merah
3,286
2.
Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau perda RTRW
3
3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi
3
4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu
3
Strategi Weaknesses Opportunities (WO) 1.
Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata.
RataRata AS 3,286
2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM
3,429
3. Peningkatan produksi beras merah organik
2,857
Strategi Weaknesses Threats (WT)
RataRata AS
1.
Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasi serta pemantauan debit sumber air.
2,571
2.
Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan anggota subak.
2,286
3.
Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan prasarana penunjang.
3
4.
Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan.
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2015
2,857
139
Langkah selanjutnya setelah mendapatkan nilai rata-rata dari nilai ketertarikan (Attractive Score/AS) adalah mencari nilai total ketertarikan (Total Attractive Score/TAS) dengan menggunakan rata-rata bobot masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) pada analisis IFAS dan EFAS pada Tabel 7.1 dan Tabel 7.2. Jumlah perkalian antara rata-rata bobot faktor dan rata-rata nilai ketertarikan (Atrractive Score) menjadi nilai total ketertarikan (Total Attractive Score/TAS). Jumlah dari nilai TAS ini kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh nilai gabungan TAS pada setiap strategi yang akan diimplementasikan. Hasil analisis QSPM seperti ditunjukan pada Lampiran 19. Jumlah nilai total ketertarikan (Total Attractive Score/TAS) untuk tiap-tiap strategi seperti ditunjukan pada tabel 7.8. Tabel 7.8 Jumlah nilai total ketertarikan (Total Attractive Score/TAS) untuk tiap strategi Strategi Strength Opportunities (SO) 1.
Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam
Jumlah TAS 7,143
2. Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih
5,714
3.
Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait
5,714
4.
Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan
6,571
Strategi Strength Threats (ST)
Jumlah TAS
1.
Memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih dan beras merah
6,571
2.
Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau perda RTRW
6
3. Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi
6
4. Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu
6
140
Tabel 7.8 Lanjutan Strategi Weaknesses Opportunities (WO) 1.
Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata.
Jumlah TAS 6,571
2. Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM
6,857
3. Peningkatan produksi beras merah organik
5,714
Strategi Weaknesses Threats (WT)
Jumlah TAS
1.
Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasi serta pemantauan debit sumber air.
5,143
2.
Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan anggota subak.
4,571
3.
Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan prasarana penunjang.
6
4.
Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan.
5,714
Diolah oleh: Peneliti (2015)
Hasil analisis QSPM seperti pada Tabel 7.8 menunjukkan bahwa strategi dengan nilai TAS tertinggi adalah pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam dengan nilai 7,143, disusul Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM dengan nilai 6,857. Pada posisi ketiga terdapat tiga strategi dengan nilai TAS yang sama yaitu strategi meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan, strategi memperkenalkan keunikan potensi alam subak jatiluwih dan beras merah, dan strategi peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata dengan nilai masing-masing 6,571.
141
Tingginya nilai TAS strategi pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam menunjukkan bahwa strategi ini mempunyai prioritas utama untuk direalisasikan dibandingkan dengan strategi-strategi lainnya. Tingginya nilai TAS pada suatu strategi juga menandakan tingginya ketertarikan narasumber terhadap strategi tersbut. Selain hal tersebut strategi pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam memang dianggap sesuai dengan karakteristik ekowisata yang lebih bertanggung jawab secara lingkungan dan alam, memberikan kontribusi yang positip terhadap konservasi lingkungan dan budaya, sehingga dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih diharapkan mampu melestarikan sumber daya alam, lingkungan dan budaya setempat.
7.2. Program Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih Setelah menentukan strategi utama dalam pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih. Strategi tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk beberapa program kerja yang mencermikan strategi tersebut. Proses penjabaran program-program kerja lebih mengacu kepada interpretasi dari strategi utama. Penjabaran lebih jelas dari strategi utama ke program-program kerja sebagai berikut: A. Strategi SO1: Pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Penglolaan lingkungan berbasis pertanian, budaya dan alam.
142
Pengelolaan lingkungan di Subak Jatiluwih bertujuan untuk menekan laju kerusakan lingkungan yang disebabkan pengembangan pariwisata. Meningkatnya potensi kerusakan lingkungan karena pengembangan pariwisata menyebabkan pentingnya upaya-upaya untuk meminimalisasi dengan strategi kelestarian lingkungan. Pengelolaan lingkungan berbasis pertanian, budaya dan alam memiliki kriteria sebagai berikut Pembatasan jumlah pengunjung agar sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial budaya. Pola wisata yang ramah lingkungan. Pola wisata yang ramah budaya dan adat setempat. 2.
Pemantauan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan. Pengembangan pariwisata melibatkan berbagai sektor kehidupan. Oleh karena itu pariwisata mempunyai dampak yang cukup luas baik terhadap sektor ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan. Laju kerusakan lingkungan yang disebabkan pengembangan pariwisata diperkirakan akan meningkat. Oleh karena itu diperlukan pemantauan kualitas dan daya dukung lingkungan di Subak Jatiluwih. Dengan diketahuinya daya dukung lingkungan maka dapat ditentukan kegiatankegiatan pembangunan dan pengembangan yang sesuai dengan daya dukung tersebut sehingga terjadi keserasian antara pembangunan dan pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih dengan kemampuan lingkungan.
143
B. Strategi SO2: Menciptakan beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1. Pembuatan Beras Merah sebagai souvenir utama Subak Jatiluwih. Memasuki abad 21 masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan kimia seperti pestisida dan hormon pertumbuhan dalam pertanian berdampak negatip terhadap kesekatan manusia. Pola makan sehat kini sudah menjadi tren. Salah satu bahan makanan organik yang sangat bermanfaat bagi kesehatan adalah beras merah. Beras merah produksi Subak Jatiluwih sudah sangat terkenal karena merupakan varietas beras merah organik unggulan. Pembuatan beras merah sebagai souvenir utama Subak Jatiluwih bertujuan untuk menciptakan produk souvenir yang memiliki ciri kedaerahan atau khas Subak Jatiluwih sehingga dapat menjadi ikon atau brand Subak Jatiluwih. 2. Standarisasi Produk Beras merah Subak Jatiluwih. Memasuki era perdagangan bebas memungkinkan arus barang jasa secara bebas.
Semakin
beragamnya
produk
barang
yang
dihasilkan
membutuhkan suatu sarana informasi yang tepat dan benar agar tidak merugikan konsumen. Untuk meningkatkan daya saing beras merah produksi Subak Jatiluwih diperlukan standarisasi produk beras merah. Standarisasi produk beras merah dapat memberikan manfaat antara lain. Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa beras yang dihasilkan telah diproses, diproduksi dan dikemas sesuai dengan standar nasional beras organik.
144
Memberikan jaminan kepada konsuman dari tindakan penipuan dan pemalsuan produk beras merah. Meningkatkan daya saing beras merah. 3. Promosi beras merah sebagai brand Subak Jatiluwih. Subak Jatiluwih terkenal akan produksi berasnya terutama beras merah. Beberapa beras merah yang dihasilkan Subak Jatiluwih telah memiliki sertifikat SNI Pangan Organik. Beras merah yang dihasilkan dapat diminum dengan cara menyeduh beras merah hingga menghasilkan teh beras merah. Teh beras merah dipercaya mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai anti oksidan, memperkuat stamina, melancarkan peredaran darah, memperbaiki pencernaan dan lain sebagainya. Banyaknya khasiat dan keunggulan beras merah produksi Subak Jatiluwih harus diperkenalkan kepada masyarakat dengan melakukan promosi. Dengan promosi diharapkan beras merah produksi Subak Jatiluwih dapat lebih dikenal masyarakat luas, sehingga permintaan beras merah akan meningkat. C. Strategi SO3: Memaksimalkan kinerja lembaga pengelola dan menjalin kerjasama dengan instansi atau stakeholder terkait. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Audit kinerja badan pengelola dan manajemen operasional. Pasca ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari UNESCO, Pemerintah Kabupaten Tabanan membentuk badan pengelola. Badan pengelola ini selanjutnya membentuk manajemen operasional
145
DTW Jatiluwih. Audit kinerja badan pengelola dilakukan untuk menilai kinerja badan pengelola yang sudah dibentuk, apakah kinerjanya sudah sesuai dengan yang diharapkan. Informasi hasil perbandingan kinerja tersebut dapat digunakan dalam melakukan tindakan perbaikan dan memecahkan masalah serta meningkatkan efektivitas dan efesiensi badan pengelola dan manajemen operasional. 2.
Pengawasan penggunaan anggaran. Salah satu tugas badan pengelola dan manajemen operasional ini adalah mengatur besaran retribusi dan persentase pembagian antara Pemerintah Kabupaten Tabanan dengan Desa Jatiluwih, Desa Pekraman Jatiluwih, dan Desa Pakraman Gunung Sari serta Subak Jatiluwih. Seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih maka besaran jumlah yang diterima masing-masing bagian akan meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan penggunaan anggaran yang diterima agar dapat digunakan pada program-program yang memberikan manfaat bukan hanya pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar namun juga pada pelestarian lingkungan di Desa Jatiluwih.
3.
Pemberian pelatihan kepada manajemen operasional badan pengelola. Manajemen operasional DTW Jatiluwih mulai dibentuk pada bulan Pebruari 2014. Manajemen operasional DTW Jatiluwih merupakan organisasi yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan DTW Jatiluwih. Manajeman operasional yang baru berusia satu tahun tersebut membutuhkan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan, ketrampilan,
146
sikap dan perilaku karyawan. Selain hal tersebut dengan dilaksanakanya pelatihan juga dapat meningkatkan produktivitas kerja manajeman operasional itu sendiri yang pada akhirnya dapata mewujudkan visi dan misi badan pengelola DTW Jatiluwih. D. Strategi SO4: Meningkatkan partisipasi anggota subak dalam pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan. Programprogram yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Pengawasan pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan. Peraturan perundangan-undangan dan awig-awig dibuat untuk mengatur dan mengendalikan perilaku seluruh anggota masyarakat agar tercipta hubungan yang harmonis antar sesama manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan
terhadap
pelaksanaan
awig-awig
dan
peraturan
perundangan-undangan yang ada oleh sengenap lapisan masyarakat termasuk anggota subak. 2.
Evaluasi pelaksanaan awig-awig dan peraturan perundang undangan. Setelah awig-awig dan peraturan perundang-undangan dilaksanakan tahap selanjutnya adalah proses evaluasi terhadap pelaksanaan awig-awig dan peraturan tersebut. Proses evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui kendala dan masalah dalam pelaksanaan awig-awig dan peraturan tersebut sehingga dapat melakukan tindakan dan perbaikan dalam menangani masalah dan kendala yang timbul. Selain daripada itu
147
proses evaluasi juga dapat menjamin tercapainya tujuan dari dibuatnya awig-awig dan peraturan tersebut. E. Strategi ST1: Memperkenalkan keunikan potensi alam Subak Jatiluwih dan beras merah. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Promosi keunikan potensi ekowisata di Subak Jatiluwih. Wisatawan yang datang ke Pulau Bali pada umumnya tertarik akan keindahan alam, keunikan budaya, dan keramahan masyarakatnya. Pulau Bali memiliki berbagai tempat yang dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata sehingga dapat memberikan banyak pilihan bagi para wisatawan. Sebagai salah satu tempat yang baru berkembang Subak Jatilwuih harus dapat memenangkan persaingan untuk merebut perhatian para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan promosi keunikan potensi ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih dan tidak dimiliki oleh daerah lain seperti produk beras merah dan air terjun.
2.
Penyelenggaraan Festival Subak. Event merupakan salah satu jenis dan bentuk promosi. Salah satu bentuk event yang dapat dilakukan untuk mempromosikan keunikan Subak Jatiluwih adalah dengan menyelenggarakan festival subak. Festival subak dapat menyajikan berbagai pertunjukan seni dan budaya dalam balutan pemandangan alam, festival makanan atau produk organik, lomba menggambar pemandangan, festival kerajinan dan lain sebaginya. Penyelenggaraan festival subak diharapkan dapat memberikan semangat
148
positip pada masyarakat dan industri pariwisata di Subak Jatiluwih serta pelestarian lingkungan dan budaya setempat. 3.
Pembuatan website Subak Jatiluwih. Promosi pada hakekatnya adalah aktifiktas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi secara luas sehingga dapat mempengaruhi konsumen atau wisatawan agar mengenal produk atau jasa yang ditawarkan kemudian menggunakan produk atau jasa tersebut. Salah satu bentuk promosi yang murah dengan tingkat kesuksesan yang cukup tinggi adalah secara online. Promosi secara online dapat dilakukan dengan membuat website. Melalui website kita dapat memperkenalkan keunikan dan keindahan alam yang ada di Subak Jatiluwih ke seluruh penjuru dunia dengan mudah, murah dan cepat.
F. Strategi ST2: Memperkuat awig-awig tentang pengelolaan lingkungan atau perda RTRW. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Pengkajian awig-awig yang sudah ada disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini terutama penguatan lingkungan dan masyarakat lokal. Sebuah lembaga atau organisasi pada umumnya terdapat peraturan dan norma yang menjadi kesepakatan anggotanya. Awig-awig merupakan aturan yang telah diakui sebagai aturan tertulis (formal-legal) oleh anggota masyarakat maupun anggota subak. Awig-awig pada umumnya dibuat berdasarkan kebiasaan yang berbuhungan dengan perilaku yang telah tumbuh berkembang secara turun temurun. Seiring perkembangan jaman terjadi perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat yang
149
berdampak pada eksistensi subak. Pesatnya pertumbuhan dan kemajuan pariwisata memungkinkan mengancam kebedaraan subak sebagai organisasi tradisional. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pelestarian subak sebagai salah satu bentuk budaya Bali. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan pengkajian awig-awig yang sudah ada disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini agar dapat memperkuat posisi subak dan anggotanya serta upaya pelestarian lingkungan. 2.
Pengolahan awig-awig ke dalam bahasa Indonesia. Awig-awig yang ada di Bali pada umumnya menggunakan bahasa Bali alus. Seiring dengan berkembangnya jaman banyak generasi muda di Bali yang sudah jarang menggunakan bahkan mengerti bahasa Bali alus. Oleh karena itu untuk menumbuhkan minat generasi muda dalam pemahaman dan pelaksanaan awig-awig perlu dilakukan penerjemahan awig-awig ke dalam bahasa yang mudah dimengerti seperti bahasa Indonesia, namun untuk tetap melestarikan budaya dan bahasa Bali alus, awig-awig utama tetap menggunakan bahasa Bali alus.
3.
Sinkronisasi awig-awig subak dan awig-awig Desa Adat. Desat adat dan subak merupakan dua organisasi yang berbeda. Subak adalah suatu organisasi petani pengelola air irigasi yang memiliki kawasan sawah, sumber air, pura subak dan bersifat otonom, sedangkan Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan secara turun temurun dalam ikatan Khayangan Tiga dan mempunyai wilayah tertentu. Kedua
150
organisasi tersebut terkadang menempati suatu wilayah yang sama dan mempunyai aturan atau awig-awig tersendiri. Oleh karena itu perlu adanya sinkronisasi antara awig-awig Desa Adat dengan awig-awig subak, agar tidak terjadi pertentangan antara awig-awig subak dan awigawig desa. G. Strategi ST3: Pemberdayaan anggota subak dalam pengelolaan potensi. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Pelatihan Pemandu Wisata (guide) bagi anggota subak dan pelibatan anggota subak sebagai pemandu wisata. Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan ekowisata di suatu wilayah. Salah satu tujuan pengembangan ekowisata di Subak Jatiluwih adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota subak, hal tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan anggota subak. Pelibatan anggota subak diharapkan dapat memberikan informasi yang baik dan benar kepada wisatawan, karena anggota subak memiliki pengetahuan dan pengalaman tenang kondisi lingkungan di Subak Jatiluwih. Salah satu cara untuk melibatkan anggota subak adalah dengan melibatkan anggota subak sebagai pemandu wisata atau guide. Namun dengan latar belakang sebagai petani, kualitas dan kompetensi yang dimiliki anggota subak masih kurang memadai dalam pengembangan kepariwisataan, oleh karena itu anggota subak harus diberikan pembekalan dan pelatihan sebagai pemandu wisata agar
151
mampu berinteraksi dengan wisatwan dan memahami keinginan wisatawan. 2.
Pembentukan Pokdarling Pokdarling atau Kelompok Sadar Lingkungan adalah kelompok anggota masyarakat yang memiliki kepedulian dan tangggung jawab sebagai motor penggerak dalam mendukung kelestarian lingkungan. Program ini bertujuan
untuk
meningkatkan
pemahaman
segenap
komponen
masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan disekitar mereka. Selain daripada itu pembentukan pokdarling juga bertujuan untuk memotivasi generasi muda di Subak Jatiluwih agar lebih mencintai lingkungan dan budaya asli mereka. Pelaksanaan program pokdarling dapat dilakukan dengan ceramah, sosialisasi, diskusi, lomba lingkungan, serta percontohan dan perintisan. 3.
Pemberian bantuan modal dan sepeda bagi anggota subak. Permasalahan mendasar yang sering dihadapi petani adalah kurangnya akses pada sumber permodalan terutama bagi petani dengan jumlah lahan sedikit atau petani penggarap. Akses permodalan yang kurang bagi petani dikarenakan
pertanian
merupakan
sektor
usaha
dengan
tingkat
ketidakpastian pendapatan dan resiko yang tinggi, hal tersebut dikarenakan output yang dihasilkan dipengaruhi oleh iklim. Selama ini pemenuhan permodalan bagi petani selalu berhubungan dengan rentenir atau sumber keuangan non formal dengan bunga yang tinggi. Minimnya akses permodalan akan berdampak bagi perkembangan usaha dan
152
produktivitasnya. Oleh karena itu dengan pemberian bantuan permodalan bagi petani dapat membantu kelangsungan dan pengembangan usaha pertanian. Salah satu potensi yang dimiliki Subak Jatiluwih adalah adanya jalur cycling yang sudah memadai. Jalur cycling yang ada di Subak Jatiluwih cukup banyak dan beragam. Jalur cycling yang ada umumnya melewati areal persawahan di Subak Jatiluwih. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan oleh anggota subak dengan menyediakan penyewaan sepeda bagi para wisatawan yang berkunjung. Dengan adanya penyewaan sepeda yang dikelola oleh anggota subak diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan anggota subak. H. Strategi ST4: Pengendalian dan penanggulangan hama secara terpadu. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Penanggulangan hama secara alami atau biologis. Penanggulangan hama secara alami atau biologis dapat dilakukan memanfaatkan mahluk hidup (biofektor) untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemantauan komponen ekosistem yang berhubungan dengan hama dan tanaman tersebut. Tujuan pemantauan ekosistem adalah untuk mengetahui konsep ekologi seperti predator, parasit, bakteri, fungsi, herbivara dan lain sebagainya yang menjadi musuh alami hama di ekosistem. Setelah mengetahui musuh alami hama langkah selanjutnya adalah mengimpor musuh alami hama tersebut ke lahan pertanian. Tahap selanjutnya adalah
153
meningkatkan populasi musuh alami hama. Sedangkan tahap terakhir adalah konservasi yaitu mempertahankan musuh alami hama yang sudah beradaptasi dengan baik. 2.
Penggunaan varietas tahan hama. Penggunaan varietas tahan hama sudah dikenal oleh petani di Indonesia sejak lama. Hal tersebut terus berlanjut dengan penggunaan teknologi genetika tanaman untuk merekayasa tanaman agar lebih tahan terhadap serangan hama. Tanaman yang tahan hama adalah tanaman yang menderita kerusakan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lain dalam tingkat populasi hama yang sama. Untuk mendapatkan varietas tahan hama dapat dilakukan dengan penelitian dengan menguji varietas padi. Salah satu contoh varietas padi yang tahan terhadap hama adalah jenis IR yang lebih tahan terhadap hama jenis wereng coklat.
3.
Pengurangan penggunaan pestisida dan insektisida. Peranan pestisida dan insektisida dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman masih cukup besar. Namum demikian penggunaan pestisida dan insektisida juga memiliki resiko yang cukup besar terhadap keselamatan manusia dan lingkungan. Selain daripada itu penggunaan pestisida dan insektisida juga dapat menyebabkan resistensi hama sehingga dikemudian hari hama akan susah untuk dikendalikan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengurangan penggunaan pestisida dan insektisida dalam memberantas hama di Subak Jatiluwih agar kelestarian lingkungan dapat terus terjaga.
154
4.
Penyelenggaraan upacara Nangluk Mrana dan Ngaben Tikus. Upacara Nangluk Mrana adalah upacara adat yang dilakukan sebagai permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar berkenan menangkal dan
mengendalikan
gangguan-gangguan
yang
dapat
membawa
kehancuran atau penyakit pada tanaman, hewan maupun manusia. Upacara Nangluk Mrana biasa dilaksanakan di Pura Subak atau purapura lainnya. Selain melakukan upacara Nangluk Mrana, untuk menanggulangi hama tikus juga dapat dilakukan dengan melaksanakan Upacara pengabenan (pembakaran mayat) untuk tikus. Upacara pengabenan tikus biasanya dilakukan di tepi pantai. Dengan dilakukanya upacara pengabenan tikus diharapkan sawah para petani di bali tidak diserang oleh tikus. I.
Strategi WO1: Peningkatan kualitas lingkungan, sarana prasana pertanian, saluran irigasi dan fasilitas penunjang pariwisata. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Perbaikan saluran irigasi. Subak merupakan organisasi petani pengelola air yang mengatur petani dalam berbagi air secara adil, proporsional dan transparan. Oleh karena itu pertanian sawah seperti subak memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap air. Banyaknya kerusakan saluran irigrasi baik karena faktor alam maupun manusia dapat menimbulkan kekeringan yang pada akhirnya merugikan anggota subak dan wisatawan. Oleh karena itu perbaikan saluran irigasi sangat penting untuk dilakukan agar
155
keberlangsung subak di Jatiluwih dapat terjaga karena kekuatan utama pengembangan pariwisata di Desa Jatiluwih adalah subak. 2.
Penambahan fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toliet umum. Wisatawan yang berkunjung ke Subak Jatiluwih umumnya memarkir kendaraanya di bahu jalan. Penggunaan bahu jalan sebagai tempat parkir tentu sangat mengganggu pemandangan dan dapat menyebabkan kemacetan. Lahan parkir yang memadai saat ini hanya terdapat di Desa Soko. Lahan parkir yang tersedia di Desa Jatiluwih bersifat khusus dan diperuntukan bagi pengunjung rumah makan dan café yang ada di sepanjang jalan utama. Pada saat ini ketersediaan toilet umum di Subak Jatiluwih sangat terbatas, para wisatawan pada umumnya menggunakan toilet pada beberapa rumah makan dan café yang ada atau di kantor badan pengelola. Oleh karena itu penambahan fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir dan toliet umum sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing Subak Jatiluwih diantara banyaknya daerah tujuan wisata di Bali.
J.
Strategi WO2: Peningkatan ketrampilan dan kualitas SDM. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Pelatihan Kewirausahaan Kewirausahaan adalah kemampuan seseorang dalam memaksimalkan segala sumber yang ada bik materiil, intelektual, waktu dan kreativitasnya untuk menghasilkan suatu produk atau usaha yang berguna
156
bagi
dirinya
maupun
masyarakat.
Dengan
adanya
pelatihan
kewirausahaan diharapkan anggota masyarakat terutama anggota Subak Jatiluwih dapat menggali potensi usaha yang tepat yang dapat dikembangkan di Subak Jatiluwih sehingga dapat meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat serta anggota subak. Selain daripada itu dengan adanya pelatihan kewirausahaan menjadikan masyarakat dan anggota subak sebagai pelaku bukan sebagai penonton di daerahnya sendiri. 2.
Pelatihan produk olahan beras merah. Beras merah produksi Subak Jatiluwih sudah sangat terkenal karena merupakan varietas beras merah organik unggulan. Pelatihan produk olahan beras merah bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang handal dengan kretaifitas dan motivasi serta kemandirian untuk mengembangkan ketrampilan yang dimiliki dalam mengolah bahanbahan lokal yang di Subak Jatiluwih terutama beras merah. Pelatihan produk olahan beras merah diharapkan mampu membuka peluang usaha dan lapangan kerja baru bagi masyarakat di Desa Jatiluwih sehingga dapat
meningkatkan
pendapatan
masyarakat
dan
mendukung
pengembangan pariwisata di Subak Jatiluwih. K. Strategi WO3: Peningkatan produksi beras merah organik. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Penggunaan bibit unggul dan teknologi tepat guna.
157
Secara umum pertanian di Bali didominasi oleh usaha berskala kecil yang dikerjakan oleh petani dengan tingkat pendidikan yang rendah, berlahan dan bermodal kecil. Hal tersebut mengakibatkan petani kesulitan dalam menghadapi persaingan di pasar nasional. Petani dengan skala kecil pada umumnya belum mampu menerapkan teknologi maju dan tepat guna yang berakibat pada rendahnya efesiensi usaha, jumlah serta mutu produk yang dihasilkan. Oleh karena itu memperkenalkan penggunaan bibit unggul dan teknologi tepat guna seperti penggunaan alat-alat pertanian moderen dapat meningkatkan efesiensi, jumlah serta mutu beras merah yang dihasilkan. 2.
Pemberian bantuan alsintan dan pupuk organik. Komitmen Pemerintah untuk menyukseskan target swasembada pangan pada tahun 2017 terus digalakan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pemberian bantuan alsintan (Alat Mesin Pertanian) dan pupuk kepada para petani. Pemberian bantuan alsintan dan pupuk diharapkan dapat meningkatkan efesiensi usaha pertanian. Efesiensi tersebut meliputi produktivitas, mutu dan keberlanjutan produksi produk-produk pertanian. Selain hal tersebut bantuan alsintan dan pupuk diharapkan juga dapat meningkatkan efesiensi lahan, tenaga kerja, energi dan kelestarian lingkungan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
158
L. Strategi WT1: Pendataan potensi bencana longsor dan kerusakan saluran irigasi serta pemantauan debit sumber air. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Pendataan potensi bencana longsor dan pembuatan peta rawan longsor. Karakteristik topografi, curah hujan dan jenis tanah di wilayah Subak Jatiluwih sangat berpotesi untuk terjadi longsor. Longsor sering terjadi terutama pada musim hujan. Longsor tidak hanya merugikan areal persawahan yang terkena longsor saja namun apabila longsor terjadi pada saluran irigasi hal tersebut harus ditangani dengan segera, karena dapat mengurangi jumlah pasokan air ke areal persawahan sehingga menyebabkan kekeringan dan mematikan tanaman padi. Oleh karena itu pendataan potensi bencana longsor dan pembuatan peta rawan longsor sangat penting untuk dilakukan. Dengan adanya pendataan bencana longsor dan peta rawan longsor petani atau masyarakat setempat dapat melakukan mitigasi bencana sehingga memperkecil dampak yang dihasilkan apabila terjadi longsor. Selain daripada itu dengan adanya pendataan dan peta rawan longsor dapat dijadikan sebagai landasan rencana pembangunan dimasa depan.
2.
Pendataan kerusakan saluran irigasi. Subak Jatiluwih sudah ada sejak dahulu kala, begitu juga dengan saluran irigasinya. Seiring berjalanya waktu banyak terjadi kerusakan saluran irigasi yang tidak ditangani. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan anggaran dan panjangnya kerusakan. Oleh karena itu diperlukan
159
pendataan kerusakan saluran irigrasi, di daerah mana kerusakan terjadi, berapa panjangnya dan kategori kerusakan. Dengan adanya data kerusakan saluran irigasi hal tersebut dapat membantu menentukan skala prioritas kerusakan di areal mana yang harus diperbaiki lebih dahulu mengingat terbatasnya anggaran perbaikan. 3.
Pemantauan debit sumber air. Sumber air irigasi di Subak Jatiluwih secara garis besar bersumber pada tiga hal yaitu mata air, air tejun dan beberapa sungai di kawasan Subak Jatiluwih. Berkurangnya debit sumber air irigasi dapat mengakibatkan kekeringan yang pada akhirnya akan merugikan petani. Pemantauan debit air sumber air bermanfaat untuk mengetahui sumber-sumber air yang mengalami penurunan atau mengalami kenaikan. Dengan adanya data debit air diharapkan para anggota subak mampu merencanakan program mitigasi untuk menghindarkan lahan persawahan dari kekeringan.
M. Strategi WT2: Menjalin kerjasama antara pengusaha peternakan ayam dan anggota subak. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Pemanfaatan limbah kotoran ayam. Desa Jatiluwih seperti kebanyakan desa di Kecamatan Penebel banyak terdapat usaha peternakan ayam baik peternakan ayam pedaging maupun ayam petelor. Banyaknya usaha peternakan ayam di sekitar subak dapat dimanfaatkan dengan cara menggunakan limbah kotoran ayam yang dihasilkan untuk diolah menjadi pupuk. Kotoran ayam yang akan digunakan harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke
160
media tanam. Pupuk kompos dari kotoran ayam mempunyai banyak kelebihan yaitu kaya akan nitrogen, fosfor dan kalium yang dibutuhkan tanaman, selain daripada itu pupuk kotoran ayam merupakan pupuk organik yang bebas bahan kimia sehingga tidak merusak lingkungan. 2.
Penggunaan jerami dan sekam sebagai bahan pakan alternatif. Jerami dan sekam padi merupakan beberapa hasil sisa panen yang sering kurang termanfaatkan dengan baik, di beberapa areal persawahan begitu panen usai jerami hanya ditumpuk atau dibakar. Jerami dan sekam kadang hanya dipandang sebagai limbah pertanian. Hal tersebut semestinya tidak perlu terjadi apabila kita bisa memanfaatkan jerami dan sekam sebagai pakan ternak alternatif. Nilai manfaat jerami dan sekam sebagai bahan pakan ternak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan memaksimalkan lingkungan saluran pencernaan ternak atau dengan meningkatkan nilai nutrisi jerami melalui proses fermentasi. Dengan pemanfaatan jerami dan sekam hal tersebut dapat mengurangi limbah hasil pertanian sekaligus meningkatkan daya guna limbah dan meningkatkan pendapatan petani.
3.
Pemanfaatan sekam padi untuk peternakan ayam. Sekam padi merupakan salah satu limbah hasil pertanian padi. Sekam padi dihasilkan dari proses penggilingan dari gabah ke beras. Sekitar 20% berat padi adalah berat sekam. Pemanfaatan sekam padi masih terbatas, biasanya sekam padi dibakar dan abunya digunakan untuk membersikan
peralatan
rumah
tangga
atau
digunakan
untuk
161
menggeringkan bata atau genteng. Selain daripada itu sekam padi juga dapat dimanfaatkan sebagai alas kadang ayam. Dengan banyaknya peternakan ayam di sekitar Subak Jatiluwih sekam padi dapat dijual kepada pengusaha peternakan ayam sehingga dapat menambah penghasilan petani. N. Strategi WT3: Pemanfaatan anggota subak dalam pembangunan sarana dan prasarana penunjang. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan Corporate Environmental Responsibility (CER). Sejak ditetapkanya Subak Jatiluwih sebagai bagian Catur Angga Batukaru penerima Status Warisan Budaya Dunia dari UNESCO terjadi peningkatan
kunjungan
wisatawan
di
Subak
Jatiluwih
disertai
pembentukan Badan Pengelola dan Manajemen Operasional. Selain hal tersebut jumlah bantuan berupa CSR atau CER baik dari instansi pemerintah, pendidikan, maupun swasta juga mengalami peningkatan. Bantuan yang diberikan ada yang berbentuk tenaga maupun barang seperti tempat sampah dan lain sebagainya. Corporate Environmental Responsibility (CER) adalah tanggung jawab suatu perusahaan terhadap kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan tersebut. Peningkatan jumlah bantuan baik berupa CSR maupun CER harus dapat dimanfaatkan untuk program-program yang berguna bagi pemberdayaan masayarakat
162
sekitar terutama anggota subak, pelestarian lingkungan dan budaya serta pemberdayaan petani di Subak Jatiluwih. 2.
Pembentukan Koperasi Subak. Pembentukan koperasi subak akan mempermudah anggota subak dalam memenuhi kebutuhan sarana, prasana pertanian mulai dari bibit, pupuk hingga kebutuhan sehari-hari maupun bantuan modal. Koperasi subak juga dapat membantu memasarkan hasil pertanian para anggota subak ke pemerintah, hotel-hotel maupun anggota masyarakat yang membutuhkan sehingga anggota subak yang tergabung dalam koperasi subak dapat memperoleh keuntungan dan keberlangsungan subak dapat terjaga.
O. Strategi WT4: Sosialisasi peraturan mengenai jalur hijau dan pemberian insentif bagi jalur hijau serta pengenaan jasa lingkungan. Program-program yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. 1.
Sosialisasi peraturan tentang jalur hijau atau RTRW. Peraturan Daerah mengenai jalur hijau dan RTRW adalah rencana tata ruang yang bersifat umum yang berisi tujuan, kebijakan, pola ruang wilayah dan penetapan strategis suatu wilayah. Perda jalur hijau dan RTRW
secara
umum
berfungsi
untuk
mengetahui
batas-batas
pembangunan suatu daerah. Selain hal tersebut Perda RTRW juga betujuan untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi dalam penggunaan ruang dan sumber daya alam yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi lingkungan dan penurunan daya dukung. Perda Jalur hijau dan RTRW sudah sangat dimengerti oleh masyarakat yang tinggal
163
di perkotaan, namun bagi masyarakat pedesaan seperti di Desa Jatiluwih mereka belum sepenuhnya mengetahui dan mengerti fungsi dan keberadaan Perda tersebut. Oleh karena itu Sosialisasi peraturan tentang jalur hijau atau RTRW di Subak Jatiluwih atau Desa Jatiluwih sangat diperlukan, agar memberikan pemahaman yang jelas tentang pelaksanaan Perda tersebut . 2.
Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi jalur hijau maupun petani Subak. Sejak dikeluarkanya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang semula dikelola Pemerintah Pusat diserahkan ke Pemerintah Daerah. Keluarnya UU PDRB harus dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk dapat menghilangkan atau meminimalkan jumlah PPB terutama pada jalur hijau atau areal pertanian. PBB pada jalur hijau atau areal pertanian sering dinilai membebani pemilik lahan, terutama untuk area yang terletak pada daerah perkotaan maupun wilayah pariwisata. Hasil yang didapat dari mengolah lahan pertanian kadang tidak sebanding dengan pajak yang harus dibayarkan tiap tahunya yang akhirnya membuat banyak petani yang menjual tanahnya. Oleh karena itu dengan adanya pelimpahan wewenang penerimaan PPB dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah harus dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan jalur hijau dan areal pertanian di Bali.
3.
Pemberian Insentif bagi Petani
164
Pemberian insentif adalah pemberian tambahan sejumlah uang kepada petani pemilik sawah yang masih mau bertani atau mengelola sawahnya. Pemeberian insentif bertujuan untuk memotivasi para petani pemilik sawah agar mau mengelola sawah yang dimiliki dan agar tidak lahan persawahan yang dimiliki tidak disewakan atau beralih fungsi menjadi bangunan. Pemberian insentif bagi petani dapat disesuaikan dengan jumlah sawah yang dimiliki dan lokasi areal persawahanya. Untuk areal persawahan yang terletak berdekatan dengan jalan utama insentif yang diberikan lebih besar dibandingkan dengan lokasi persawahan yang ada di tengah. Hal tersebut dikarenakan tekanan alih fungsi lahan bagi areal persawahan yang dekat dengan jalan utama lebih besar dibandingkan dengan areal persawahan yang ada di dalam. Dengan pemberian insentif tersebut diharapkan para pemilik lahan dapat termotivasi untuk menjaga keberlangsungan sawah dan kelestarian lingkungan di arealnya masingmasing
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dari penelitian Strategi Pengelolaan Lingkungan Ekowisata di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Potensi lingkungan ekowisata yang ada di Subak Jatiluwih yang dapat dikelola menjadi daya tarik ekowisata terbagi atas tiga bagian utama yaitu potensi abiotik yang terdiri dari potensi panorama persawahan, potensi panorama Pura Luhur Besi Kalung, potensi sumber mata air, potensi air terjun, potensi sumber air Panas, potensi sungai, potensi jalur cycling, potensi jalur tracking. Potensi biotik yaitu potensi beras merah, potensi Burung Kokokan. Potensi sosial budaya yaitu keberadaan organisasi subak, teknologi sistem pembagian air yang digunakan, potensi mitos, dan potensi 13 upacara adat yang dilakukan di Subak Jatiluwih. Kendala pengelolaan potensi lingkungan di Subak Jatiluwih adalah kendala sarana, prasana jalan dan selokan, kendala air dan saluran irigasi, kendala parkir, kendala pencemaran dari peternakan ayam, kendala longsor, kendala SDM dan motivasi, kendala kebijakan. 2. Pada kondisi eksisting Pemerintah Kabupaten Tabanan sudah membentuk badan pengelola dan manajemen operasional DTW
165
166
Jatiluwih yang bertugas mengelola potensi wisata yang ada, mengatur retribusi di Jatiluwih dan pembagiannya, mengatur perjanjian kerjasama, implementasi personil baik sebagai tenaga administrasi maupun tenaga kebersihan lingkungan, namun belum melakukan pengamatan lingkungan, pelatihan, penentuan strategi dan kebijakan, prosedur kerja maupun evaluasi kinerja. 3. Berdasarkan analisis strategi secara umum strategi yang tepat diterapkan adalah strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal dengan berkonsentrasi pada kegiatan usaha yang sekarang dilakukan dan memperluas kegiatan-kegiatan, menambah dan mengembangkan rentang produk dan jasa yang ditawarkan. Selain daripada itu strategi lain yang dapat diterapkan adalah strategi stabilitas, yaitu dengan tidak melakukan perubahan-perubahan yang berarti terhadap kondisi lingkungan kecuali untuk perbaikan lingkungan seperti perbaikan saluran irigasi dan jalan. Strategi tersebut kemudian dijabarkan kedalam strategi induk yang terdiri atas strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Strategi dengan nilai prioritas tertinggi adalah Strategi SO yaitu pengelolaan lingkungan ekowisata berbasis pertanian, budaya dan alam. Strategi-strategi yang sudah dirumuskan
tersebut kemudian dijabarkan kembali menjadi beberapa program yang mencermikan strategi induknya.
167
8.2. Saran Dari hasil pembahasan dan simpulan dari strategi pengelolaan lingkungan ekowisata di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan terdapat beberapa saran yang dapat membantu merealisasikan strategi dan program yang telah dirumuskan sebagi berikut. 1. Saran Bagi Pemerintah Mengkaji ulang besaran prosentase pembagian hasil retribusi, agar memberikan porsi yang lebih besar terhadap subak, anggota subak dan masyarakat setempat. Pengelolaan
lingkungan
ekowisata
di
Subak
Jatiluwih
membutuhkan kelengkapan sarana dan prasana penunjang seperti perbaikan kondisi jalan, selokan, saluran irigasi, parkir dan toliet. Memberikan insentif dan penghapusan pajak bumi dan bangunan pada petani pemilik sawah yang masih bertani. Melakukan sosialisasi peraturan tentang tata ruang dan jalur hijau. 2. Saran Bagi Badan Pengelola dan Manajemen Operasional Pengelolaan
lingkungan
ekowisata
di
Subak
Jatiluwih
hendaknya mengurangi tenaga kerja pendatang dan melibatkan masyakat lokal terutama anggota subak. Melakukan evaluasi kinerja dan penggunaan anggaran agar anggaran yang ada dapat dimanfaatkan untuk program-program
168
yang berguna bagi kelestarian budaya dan lingkungan di Subak Jatiluwih. Melakukan pengelolaan berbasis pertanian, budaya dan alam, dengan membatasi jumlah kunjungan wisatawan jika
dirasa
melampaui daya dukung.
3. Saran Bagi Anggota Subak Membentuk koperasi untuk menjual hasil subak dan memenuhi kebutuhan petani. Menjalin kerjasama dengan pengusaha peternakan ayam di sekitar Subak Jatiluwih. Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya wirausaha, bahasa asing dan pemenuhan kebutuhan wisatawan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jakarta: Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan World Wide Fund (WWF). Anonim. 2013. Petunjuk Pelaksana Tugas Pembantuan, Pengelolaan dan Pengembagan Kawasan Ekowisata Berbabis Masyarakat (PPKEBM). Jakarta: Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. Anonim.
2013. Situs Resmi Kecamatan Penebel. Avaiable from: http://penebel.tabanankab.go.id/desa-jatiluwih/, diakses 21 Juni 2014
Anonim. 2015. List of World Heritage in Danger. Avaiable http://whc.unesco.org/en/danger/, diakses 27 Oktober 2014
from:
Anonim. 2015. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan pada Daya Tarik Wisata di Bali Tahun 2003-2014. Avaiable from: http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik2, diakses 21 Juni 2014. Arida, Nyoman Sukma. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali. Denpasar: Udayana University Press. Asso, Boni. 2008. “Kajian Strategis Pengembangan Potensi Ekowisata Lembah Baliem sebagai suatu Alternatif Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Burhanudin. 2009. Manajemen Aset Pusdiklatwas BPKP.
Daerah, Edisi
Pertama. Bogor:
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas L. 2003. Manajemen Strategis. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Husein, Umar. 2005. Strategic Management In Action. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Husein, Umar. 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik: Cara Mudah Meneliti Masalah-masalah Manajemen Strategik untuk Skripsi, Tesis dan Praktik Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
169
170
Irwan, Zoer’aini Djamal. 2012. Prinsip-Prinsip Ekologi: Ekosistem, Lingkungan dan Peletariannya. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Kencana, A. A. Ngurah Anom. 2010. “Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan Fisik, Sosial dan Ekonomi Masyarakat Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan”. (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Kurnianto, Imam Rudy. 2008. “Pengembangan Ekowisata (Ecotourism) di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal”. (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro. Avaiable from: http://eprints.undip.ac.id/ diakses 1 juli 2014. Muhajir, Anton. 2013. Teh Beras Merah Ala Jatiluwih. Avaiable from: http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2013/08/10/teh-berasmerah-ala-jatiluwih.html, diakses 16 Januari 2015. Pamulardi, Bambang. 2006. “Pengembangan Agrowisata Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus Desa Wisata Tingkir, Salatiga)” (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro. Avaiable from: http://eprints.undip.ac.id/ diakses 25 Pebruari 2014. Rangkuti, Freddy. 2013. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Rangkuti, Freddy. 2013. SWOT Balanced Scorecard Teknik Menyusun Strategi Korporat yang Efektif plus Cara Mengelola Kinerja dan Risiko. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: PT. Salemba Empat. Suarka, Fany Maharani. 2010. “Strategi Pengembangan Ekowisata di Desa Jehem Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Suarna, Wayan. 2007. Etika Lingkungan, Dalam Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (editor: AAGR Dalem, IN Wardi, IW Suarna, dan IWS Adnyana). Denpasar: Penerbit Universitas Udayana. Sudiarso, Agus. 2004. “Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Jawa Timur” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Suryawan, Ida Bagus. 2012. “Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
171
Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Tim Pemetaan Kawasan Warisan Budaya Bali Menjadi Warisan Budaya Dunia. 2012. Pemetaan Kawasan Warisan Budaya Bali Menjadi Warisan Budaya Dunia: Jaringan Irigasi Subak. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Wesnawa, I Gede Astra. 2005. Pengantar Ilmu Lingkungan. Singaraja: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. Widowati, Sri. 2012. “Kajian Potensi dan Evaluasi Penerapan Prinsip–Prinsip dan Kriteria Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen, Desa Taman Sari, Kabupaten Banyuwangi” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Windia, Wayan dan Wiguna, Wayan Alit Artha. 2013. Subak Warisan Budaya Dunia. Denpasar: Udayana University Press. Wood, Megan Epler. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies For Sustainability. France: Division of Technology, Industry and Economics, United Nations Environment Programme (UNEP). Avaiable from: http://www.uneptie.org/tourism/home.html. Yoeti, Oka. A. 2006. Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.