1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah pariwisata dengan pertumbuhan
ekonomi yang cepat. Hal tersebut dapat dilihat dari keindahan alam yang dimiliki oleh Pulau Dewata, adat, budaya yang masih kental dan berbagai macam objek wisata dengan pemandangan yang khas, sehingga pendapatan asli daerah (PAD) Bali berasal dari sektor pariwisata. Perkembangan pariwisata dan daya tarik dari pulau Bali, secara tidak langsung telah membangkitkan pembangunan Ibukota Provinsi Bali yakni Kota Denpasar. Kebijakan pengembangan pariwisata di Kota Denpasar menitikberatkan pada pariwasata berbudaya dan berwawasan lingkungan.Sebagai salah satu sentral dari pengembangan pariwisata, Kota Denpasar menjadi barometer bagi kemajuan pariwisata di Bali. Menurut Surjanto dalam A. Hari Karyono (1997:11) di mana daerahdaerah yang berdasarkan kesiapan prasarana dan sarana dinyatakan telah siap menerima kunjungan wisatawan di Indonesia. Daerah tujuan wisata diharuskan memiliki objek wisata dan daya tarik wisata (atraksi wisata) sebagai media untuk menarik minat wisatawan. Tingginya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali pada tahun 2013sebanyak 3.241.889 jiwa (BPS, 2013) tentunya menuntut akan tersedianya akomodasi pariwisata. Salah satu dari sekian banyaknya akomodasi pariwisata yang sering kita jumpai dan sekarang sedang menjamur di Kota Denpasar adalah condominium hotel.
2
Dalam jangka waktu kurang dari 3 tahun belakangan ini, pembangunan akomodasi pariwisata semakin berkembang dengan pesatnya terutama di daerah Kota Denpasar sudah terdapat 293 akomodasi pariwisata dan 8,685 jumlah kamar siap huni (BPS,2014).Hal ini dapat berdampak terhadap persaingan tarif antar hotel dan condotel yang tidak sehat sehingga dapat terjadi kemerosotan kualitas pariwisata dan semakin berkurangnya lahan hijau di perkotaan. Bali khususnya Denpasar sangat berpegang teguh terhadap aturan atau awig-awig yang berlaku, berpedoman pada konsep penataan ruang Tri Hita Karana. Budaya dan adat yang dikenal sampai ke ranah internasional juga sangat mempengaruhi pembangunan setiap sudut di Bali. Standarisasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah kota tentunya melibatkan aturan atau awig-awig yang telah di junjung tinggi oleh para leluhur. Condotel merupakan suatu kegiatan yang bergerak di bidang jasa dengan menawarkan sebuah penginapan yang memiliki fasilitas seperti rumah.Condotel tidak lagi sebagai hunian pribadi namun telah menjadi investasi jangka panjang.Sehingga investor melirik condotel untuk menjadi investasi jangka panjang disebabkan kamar condotel ini dapat diperjual-belikan. Pendirian condotel ini dapat berpengaruh kepada tingkat hunian hotel lain sehingga pendapatan hotel menurun dan kualitas kinerja pegawai juga menurun hal ini dapat menyebabkan beberapa hotel lain gulung tikar. Secara ekonomis, munculnya condotel tersebut dapat menjadi indikator akan meningkatnya taraf untuk perekonomian daerah. Namun, secara yuridis fenomena tersebut akan banyak menyisakan berbagai permasalahan yang
3
berkaitan dengan ketertiban yang bermuara pada standar yang telah di tentukan oleh pemerintah. Maraknya pembangunan akomodasi pariwisata berupa condoteldi kota berwawasan budaya ini dikhawatirkan akan memberi dampak kurang baik terhadap lingkungan sekitar, lalu lintas, lokasi yang kurang strategis atau sudah padat dengan bangunan hotel. Di samping itu diperlukan adanya implementasi dari standar pendirian condotel di Kota Denpasar guna untuk menekan pembangunan yang semakin menjamur. Terkait dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 Tahun 2007 tentang Bangunan Condotel.Selain menunjang sarana akomodasi pariwisata pembangunan ini di harapkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup sekitarnya seperti yang tercantum di pasal 2. Pada pasal 4 dan 5 dibahas untuk bentuk dan ketinggian condotel tersebut yakni, bentuk dari condotel tersebut didasarkan pada bentuk bangunan serta sarana dan prasarana yang ada pada bangunan tersebut yang mencerminkan arsitektur Bali dan harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kota Denpasar. Pembangunan condotel ditetapkan dengan ketinggian maksimal 15 (lima belas) meter. Akibat sumber daya tanah atau lahan terbatas dan tidak dapat diperbaharui maka, upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sekitarnya dan standarisasi yang ditetapkan pemerintah Kota Denpasar, perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dari pemerintah dengan memperhatikan syarat-syarat yang tercantum didalam kebijakan pengendalian dan penataan, dalam menata letak lokasi condotel Kota Denpasar. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu
4
dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten dengan standarisasi kebijakan terhadap akomodasi pariwisata condotel khusunya yang sudah terjadi. Agar tidak merugikan lingkungan sekitarnya, tidak melupakan budaya yang sebagai nilai jualnya Bali dan dapat bersaing secara sehat. Pembangunan condotel di Kota Denpasar masih kurang selektif, karena lokasi pembangunan condotel tidak diperhitungkan, sehingga ada dalam satu ruas jalan terdapat dua sampai tiga bangunan hotel dan condotel. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pendirian Condominium Hotel Kota Denpasar. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan dari apa yang telah dijabarkan diatas, maka dapat diambil
rumusan masalah : Bagaimana implementasi Kebijakan yang telah di keluarkan oleh Pemerintah Kota terhadap standarisasi pendirian condominium hotel yang sedang marak di Kota Denpasar ? 1.3
Batasan Penelitian Untuk mempermudah didalam memahami skripsi ini, penulis membatasi
ruang lingkup penelitian ini yakni bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar. 1.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini juga memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut :
5
Untuk mengetahui implementasi dari kebijakan yang telah di keluarkan oleh pemerintah kota khususnya kepada bangunan condominium hotel di Kota Denpasar. 1.5
Manfaat Penelitian Penelitian Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terkait Standarisasi
Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar, diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 1.5.1
Manfaat Praktis 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau pegangan dalam menjalankan
standarsasi
pendirian
akomodasi
pariwisata
(condominium hotel), sehingga mampu mengoptimalkan kinerja dinas dan mencapai tujuan yang di tetapkan. 2. Penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumbangan informasi dan pemikiran bagi masyarakat atau pembaca. 3. Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Denpasar dalam menentukan keberlanjutan kebijakan. 1.5.2
Manfaat Teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian terkait dengan Pemerintah Kota Denpasar khususnya terkait dengan kebijakan standarisasi pendirian condominium hotel di Denpasar. 2. MengetahuiImplementasi
Kebijakan
Pemerintah
Kota
Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar.
terhadap
6
1.6.1
Sitematika Penelitian Adanya
fungsi
dari
sistematika
penelitian
guna
untuk
mempermudah pembaca memahami isi dari penelitian ini yakni : BAB I :
Dalam bab ini penulis akan menguraikan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penelitian dan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian.
BAB II :
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tinjauan pustaka yang berisikan tentang kajian pustaka dan kerangka konseptual.
BAB III:
Dalam bab ini penulis akan menguraikan metodelogi penelitian, sumber data, unit analisis, teknik penentuan informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik penyajian data, dan keterbatasan penelitian (jika ada).
BAB IV:
Dalam bab ini penulis akan memaparkan Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Terhadap Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar.
BAB V:
Dalam bab ini penulis akan menguraikan simpulan dan saran.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka yang penulis gunakan dalam penelitian ini mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian mengenai “Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pembangunan Condominium Hotel di Denpasar”. Adapun tulisan-tulisan atau penelitian yang menjadi referensi penulisdiantaranya: Tulisan atau penelitian skripsi karya Iriani (2013)yang berjudul Kebijakan Pemerintah Kota Malang Dalam Pemberian Izin Pembangunan Apartemen kepada Pengembang di Wilayah Kelurahan Penanggungan.Penulis memiliki kesamaan dengan penelitian karya Iriani (2013) yaitu memfokuskan penelitiannya kepada dampak dari pembangunan condotel terhadap lingkungan sekitar.Dalam penelitian ini dipaparkan bahwa perizinan untuk pembangunan condotel tidak berpihak kepada warga sekitar lingkungan, karena berdampak pada tidak adanya tujuan yang transparan kepada warga dan juga kesimpangsiuran fungsi dari bangunan tersebut.Tanpa adanya keterangan yang jelas disurat izin semestinya dapat dipergunakan semaksimal mungkin.Selain itu dampak yang muncul dari pembangunan condotel ialah pencemaran lingkungan, dimana dalam hal ini justru merugikan warga sekitar condotel tersebut dibangun. Berdasarkan dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terdapat beberapa perubahan kondisi sosial bermasyarakat, diantaranya adalah meningkatnya
8
kemacetan yang sudah mulai sering terjadi di pagi hari, dan hilangnya rasa nyaman warga karena padatnya hunian di lingkungan yang menyebabkan seringnya terjadi tindakan kriminal seperti penjambretan, perampokan dll. Tulisan atau penelitian skripsi selanjutnya ialah karya Maysyarah (2011) yang berjudul “Condominium Hotel di Kota Semarang”. Dalam tulisan ini Maysyarah (2011) lebih memfokuskan terhadap pembangunan condotel, dimana pemerintah kota Semarang memiliki visi untuk menjadikan dan meningkatkan kota Semarang sebagai kota metropolitan yang berbasis pada aktifitas perdagangan dan jasa. Dan layak untuk bersaing dengan kota-kota besar lainnya di luar sana.Disini Maysyarah (2011) lebih mengkritik dan memberikan saran agar pemerintah dapat memperhatikan potensi, kendala, kualitas atau standarisasi pendirian condotel di Semarang.Condotel tersebut di desain di atas tapak tersebut memenuhi kriteria sebagai hunian yang layak untuk disewakan, dijual, dihuni. Berdasarkan dengan kebijakan dan aturan yang berlaku, keadaan sosial budaya masyarakat, peta kondisi wilayah seperti pola penggunan lahan, jaringan utilitas, transportasi dan jenis tanah harus diperhatikan sebelum izin dari pendirian condotel tersebut dikeluarkan.Terutama fasilitas-fasilitas yang disediakan pada condotel yang menjadi daya tarik maupun harga jual suatu condotel. Sehingga nantinya
pembangunan
condotel
ini
menjadi
lebih
bermanfaat
untuk
meningkatkan perekonomian kota Semarang dan tidak merugikan lingkungan serta warga sekitar. Tulisan dan penelitian skripsi yang terakhir ialah karya Mastuty (2014) yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali Dalam
9
Moratorium Pembangunan Infrastruktur Akomodasi
Pariwisata Hotel Di
Kabupaten Badung”.Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan bahwa adanya kejenuhan pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata di wilayah Bali selatan.Perlu adanya kebijakan moratorium guna untuk pemberhentian sementara pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata.Di karenakan wilayah Bali selatan telah mengalami pertumbuhan akomodasi pariwisata yang pesat sehingga mengalami “overcapacity”.Dengan adanya kebijakan Moratorium Akomodasi Pariwisata Hotel, maka harus adanya implementasi dari kebijakan yang telah di keluarkan oleh pemerintah Kabupaten Badung . Namun dalam pengimplementasian ini peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan tidak maksimalnya kebijakan moratorium akomodasi hotel di Kabupaten Badung disebabkan oleh komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi yang tidak berjalan secara
optimal.
Masing-masing
dari
faktor
memiliki
kendala
dan
permasalahannya sendiri.Sehingga regulasi diantara keempat faktor penting keberhasilan implementasi kebijakan jauh dari yang di harapkan. Adanya perbedaan dari penelitian terdahulu yang telah diteliti baik dari skripsi karya Iriani (2013) yang lebih memfokuskan terhadap lingkungan sekitarnya.Di mana adanya beberapa dampak negatif terhadap warga sekitar dan lingkungan sekitarnya akibat dari pembangunan condotel.Dan skripsi karya Maysyarah (2011) membahas standar pola penggunaan lahan, jaringan utilitas dan jenis tanah sebelum dikeluarkan izin pendirian dan dilaksanakan pembangunan condotel tersebut.Skripsi karya Mastuty (2014)tentang implementasi dari
10
kebijakan pemerintah Kabupaten Badung terkait moratorium pembangunan infrastruktur akomodasi pariwisata khusunya hotel di Kabupaten Badung. Penelitian yang akan saya teliti lebih membahas tentang Implementasi dari kebijakan pemerintah kota Denpasar yang telah ada dan di berlakukan. Terkait dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 tahun 2007 terhadap standar dari bangunan khususnya condominium hotel di Kota Denpasar. 2.2 Kerangka Konsep dan Teori Konsep merupakan sebuah abstraksi yang mewakili suatu obyek, sifat obyek, atau suatu fenomena tertentu.Jadi konsep adalah sebuah kata yang melambangkan suatu gagasan atau merujuk pada sifat-sifat dari obyek yang dipelajarinya (Mas’oed, 1990).Konsep juga dapat diartikan sebagai suatu simbol yang menunjuk pada suatu pengertian tertentu (Gulo 2000). Sedangkan teori adalah pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep secara logis (Mas’oed 1990).Dimana dalam hal ini teori berarti seperangkat konsep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan yang disusun secara sistematis sebagai hasil dari penulisan ilmiah terdahulu dengan menggunakan seperangkat metodologi penulisan tertentu untuk menjelaskan gejala tertentu atau hubungan-hubungan dalam fenomena yang sedang diteliti. Dalam bab ini penulis akan memaparkan beberapa teori, diantaranya : 2.2.1
Teori Kebijakan Publik Disetiap daerah dalam suatu negara tentunya kita memiliki suatu kebijakan
yang berguna untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh pemerintah.Kebijakan lebih sering dipergunakan dalam konteks tindakan yang
11
dilakukan oleh para aktor dan institusi-institusi pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya. Kebijakan tidak dapat terlepas akan adanya suatu keputusan pemerintah. Sedangkan membahas tentang publik kita tidak dapat terlepas dari tiga konotasi yaitu pemerintah, masyarakat dan umum.Dalam penelitian ini penulis memaparkan beberapa teori dari tokoh terkemuka terkait dengan kebijakan publik. Beberapa tokoh yang mengemukakan teori tentang kebijakan publik diantaranya: Menurut Budi Winarno (2007:15) di dalam kehidupan yang modern sekarang ini, kita tidak dapat lepas dengan apa yang di sebut dengan kebijakan publik. Tentunya kebijakan-kebijakan tersebut kita temukan di dalam bidang kesejahteraan sosial baik dalam bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian, pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain sebagainya. David Easton dalam Miftah Thoha (1992) mengungkapkan bahwa kebijakan publik merupakan alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat bebuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut. Sedangkan Edward III dan Sharkansky dalam Purwo (2004) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau tujuan dari berbagai program pemerintahan.Selain itu Edward III dan Sharkansky juga mengemukakan
12
bahwa kebijakan dapat ditetapkan secara jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, atau dalam bentuk pidato pejabat pemerintah. Penjelasan mengenai kebijakan publik juga diungkapkan oleh Carl Friedrich dalam Winarno, Budi (2002).Carl Friedrich memaparkan kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatanhambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.Selain itu, Chandler and Plano (1988) dalam Tangkilisan (2003) juga menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Abdul Wahab (2010: 22-24) mengemukakan ciri-ciri kebijakan publik yaitu ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, misalnya pada para ketua adat, ketua suku, eksekutif, legislator, hakim, administrator, dan lain sebagainya. Oleh karena itu ciri-ciri kebijakan publik sebagaimana yang terdapat dalam Abdul Wahab adalah : a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan dari pada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan.
13
b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang dilakukan pemerintah dalam bidang tertentu. d. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif, kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalahmasalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan. Dalam AG Subarsono (2005:3) dari hirarkinya dapat kita lihat bahwa kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti Undangundang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Keputusan Walikota. Sebagaimana juga yang diatur di dalam Undang-undang No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 7 yang mengatur jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan sebagi berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang c. Peraturan Pemerintah d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah
14
Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan : 1.
Penyusunan agenda (agenda setting), yakni agar suatu masalah bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah.
2.
Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses dari perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.
3.
Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.
4.
Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk melakukan suatu kebijakan guna mendapatkan suatu hasil.
5.
Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yaitu tahap memonitor dan menilai hasil dari kebijakan.
15
Hasil ini sesuai dengan proses kebijakan publik Wiliam N. Dunn (1994:17) yang dapat kita lihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Proses Kebijakan Publik
Perumusan Masalah
Forecasting
Rekomendasi
Monitoring
Evaluasi
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Hal penting yang harus diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:
16
1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar. 2. Adanya pengaruh kebiasaan lama Dalam membuat kebijakan baru, suatu organisasi sering mempertahankan kebiasaan lama pada kebijakan sebelumnya karena dipandang memuaskan, meskipun kebijakan sebelumnya memiliki kritikan dan perlu diubah. 3. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi Berbagai kabijakan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya.Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan. 4. Adanya pengaruh dari kelompok luar Lingkungan sosial dari para pembuat kebijakan juga berperan besar. 5. Adanya pengaruh dari keadaan masa lalu Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman sejarah
pekerjaan
yang
terdahulu
berpengaruh
pada
pembuatan
kebijakan.Misalnya seorang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir disalah gunakan (Suharno: 2010: 52-53).
17
2.2.2
Teori Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi dari kebijakan yang
lebih mengarah kepada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Aneta (2010) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik yang menentukan apakah sebuah kebijakan itu bersentuhan dengan kepentingan publik serta dapat diterima oleh publik. Aneta (2010) menekankan bahwa dalam tahapan perencanaan dan formulasi kebijakan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, akan tetapi jika pada tahapan implementasinya tidak diperhatikan optimalisasinya, maka tentu tidak jelas apa yang diharapkan dari sebuah produk kebijakan itu. Selain itu teori mengenai implementasi juga diungkapkan oleh Widodo (2008).Dalam hal ini Widodo (2008) memberikan pengertian bahwa implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu tertentu. Berdasarkan teori yang dikemukakan beberapa tokoh diatas menyimpulkan bahwa dalam prakteknya implementasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan berbagai aktor serta menggunakan berbagai sumber daya dalam pelaksanaanya. Implementasi merupakan tahapan yang krusial dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kebijakan. Bagaimanapun baiknya suatu kebijakan jika tidak diimplementasikan tidak akan menimbulkan dampak atau tujuan yang diinginkan. Pernyataan ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hoogerwerf (1982) yang menjelaskan “Agar suatu kebijakan
18
dapat
memberikan
hasil
yang
diharapkan,
maka
kebijakan
itu
harus
dilaksanakan.Pelaksanaan kebijakan dapat didefinisikan sebagai pengggunaan sarana-sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan yang dipilih dan ingin direalisasikan”. Berhasil atau tidaknya pencapaiam tujuan di pertegas oleh Udoji di kutip oleh Agustino (2006:139).Pelaksanaan kebijakan merupakan sesuatu yang sangat penting bahkan lebih penting daripada pembuatan kebijakan tersebut. Pembuatan kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana yang bagus yang tersimpan dengan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan. Pengertian dari implementasi kebijakan menurut Mufiz yang dikutip olehKahya dan Zenju (1996:45) ialah aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk melaksanakan suatu kebijakan secara efektif. Kesulitan yang timbul di dalam tahap ini adalah sukarnya menentukan hasil kebijakan, karena adanya dampak yang tidak terantisipasi sebelumnya. Berdasarkan definisi tersebut dapat di ketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu : a. Adanya tujuan ataupun sasaran kebijakan b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan c. Adanya hasil dari kegiatan tersebut Berbagai indikator telah di kembangkan untuk dapat mengukur tingkat keberhasilan dalam implementasi suatu kebijakan publik karena suatu kebijakan biasanya
mudah
dalam
pengimplentasiannya.
formulasinya
akan
tetapi
sangat
sulit
dalam
19
Berikut ini adalah model dari implementasi kebijakan yang di kembangkan oleh Edward III yang di kutip oleh Winarno (2002) yakni : 1. Komunikasi Terdapat tiga indikator yang dapat di pakai di dalam mengukur keberhasilan
dari
variable
komunikasi,
transmisi
penyaluran
komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi di dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian dikarenakan komunikasi telah melalui beberapa tingkat dari birokrasi, sehingga apa yang di harapkan terhambat di tengah jalan. Kejelasan komunikasi yang di terima oleh para
pelaksana
kebijakan
haruslah
jelas
dan
tidak
membingungkan.Ketidakjelasan pesan kebijakan tidaklah selalu menghalangi jalannya implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Konsistensi perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah suatu konsistensi dan jelas. 2. Sumberdaya Sumberdaya merupakan hal yang utama di dalam implementasi kebijakan yakni staff.Sangat diperlukan staff yang ahli dan mampu dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Yang kedua adalah informasi,
informasi
berhubungan
dengan
cara
melaksanakan
20
kebijakan, implementator harus mengetahui apa yang mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.
3. Disposisi Menurut Edward III disposisi merupakan sikap, watak atau karakteristik dari pelaksana kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik maka ia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diingkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap dan perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan pun juga menjadi tidak efektif. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu yang dapat mendongkrak kinerja dari struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah melakukan Standart Operating Procedures (SOPs). SOP akan menjadi pedoman bagi implementator dalam bertindak. Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan struktur birokrasi yang rumit dan kompleks. Menurut Merilee S. Grindle ada dua variable yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya
21
tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan Grindle, di mana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu : 1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang telah di tentukan dengan merujuk kepada aksi kebijakannya. 2. Apakah tujuan kebijakan tercapai dimensi ini dapat di ukur dengan melihat dua faktor, yaitu: impak atau efeknya pada masyarakat secara individual dan kelompok, tingkat perubahan yang terjadi pada penerimaan kelompok sasaran perubahan yang terjadi. 2.2.3 Konsep Condotel Secara umum istilah mengenai condotel merupakan gabungan dari dua istilah yaitu “condominium” dan “hotel”.Konsep condominium hotel merupakan penggabungan dari konsep kepemilikan condominium (rumah susun) dan sistem pengoperasian hotel dalam suatu bagunan bertingkat. Pada mulanya, condominium atau rumah susun hanya dimanfaatkan sebagai wadah pemenuhan akan kebutuhan tempat tinggal oleh masyarakat di Indonesia. Namun seiring berkembangnya zaman, metode pemanfaatan bangunan condominium juga semakin berkembang.Condominium pada zaman sekarang ini sudah tidak hanya dimanfaatkan sebagai hunian, namun juga digunakan untuk berbagai tujuan investasi.Condotel atau condominium hotel berbeda dengan rumah peristirahatan biasa yang tidak produktif saat tidak digunakan. Pada saat pemiliknya tidak menempati bangunan tersebut, condominium hotel tetap beroperasi dengan cara disewakan layaknya hotel.
22
Menurut peraturan Walikota Denpasar, condotel yang memiliki definisi sebagai berikut: Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan difungsikan sebagai hotel berbintang. (Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 Tahun 2007 tentang Bangunan Condominium Hotel (Condotel) Walikota Denpasar) Sehingga adapun peruntukan dari condotel adalah sebagai sarana investasi sehingga uang yang ditanamkan oleh investor dapat berputar. Disamping memperoleh biaya sewa para investor juga dapat menikmati condotel secara cuma-cuma berikut fasilitasnya dengan tenggang waktu yang diatur bersama sama dengan pengelola. 2.2.4 Konsep Tata Ruang Kota Bali memiliki konsep tata ruang tradisional yang unik, yaitu tata ruang makro-regional dan mikro-arsitektur.Konsep dari tata ruang di Balipun berdasarkan pada desa. Pada dasarnya desa-desa ini telah berkembang dan akhirnya menjadi kota. Denpasar merupakan ibukota provinsi Bali, memiliki visi “Denpasar sebagai Kota Budaya”.Menurut visi ini maka pembangunan tata ruang di Bali berdasarkan konsep-konsep budaya yang ada di Bali sendiri. Denpasar memiliki peluang pengembangan wilayah yang pesat, di sisi lain visi pembangunanKota Denpasar dikembangkan dalam perwujudan Denpasar
23
Kota Berbudaya yang berlandasan Tri Hita Karana. Membutuhkan kearifan dalam konsep penataan ruang. Agar memberi ruang kepada peningkatan kegiatan perekonomian dengan tetap memelihara kelestarian budaya dan lingkungan wilayah Kota Denpasar. Untuk mengarahkan pembangunan di wilayah Kota Denpasar dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan keseimbangan pemanfaatan ruang. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Perda Provinsi Bali nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali. Denpasar merupakan kota inti kawasan dari perkotaan Sarbagita sebagai kawasan Strategis Nasional.Membutuhkan koordinasi penataan struktur ruang dan pola ruang wilayah Nasional, wilayah Provinsi Bali dan wilayah kabupaten sekitar dalam kerangka Kawasan Perkotaan Sarbagita.
24
2.2.5 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Pertumbuhan Condotel di Kota Denpasar
Peraturan Walikota Denpasar No. 42 tahun 2007
Pembangunan Wilayah Kota: Lokasi Condotel Bentuk & Bangunan Condotel Prasarana Lingkungan
Implementasi Kebijakan Edward III :
Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi
Implementasi Standarisasi Pendirian Condotel di Kota Denpasar
Kesimpulan & Saran
25
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat jelas terlihat pada pertumbuhan condotel di Kota Denpasar akhir-akhir ini sangatlah marak dan tentunya tidak bisa terlepas dari Peraturan Walikota Denpasar No.42 Tahun 2007.Baik yang mengatur tentang lokasi pendirian, bentuk dan bangunannya, maupun prasarana lingkungannya dan lain-lain.Tentunya dibantu oleh indikator implementasi kebijakan untuk pengawasan, pengendalian dan pembinaan. Mencakup komunikasi antar pengawas kebijakan yang baik, lancar dan konsisten dan untuk mengetahui apa tujuan dan sasaran dari di buatnya suatu kebijakan dan sumber daya yang merupakan hal yang terpenting di dalam pengawasan, tanpa adanya sumberdaya suatu kebijakan atau peraturan hanya menjadi dokumen. Di dalam memilih sumberdaya disposisi merupakan karakteristik yang sangat diperlukan agar dapat terkumpul sumberdaya yang mendukung kebijakan yang telah dibuat dan memiliki komitmen maupun kejujuran.Pentingnya struktur dari birokrasi untuk menjadi suatu pedoman dalam pelaksanaan pengawasan kebijakan agar para pengawas dapat mengetahui batasan-batasan yang mereka miliki.Jika semua pengimplementasian kebijakan berjalan dengan baik maka dapat dikatakan berhasil, suatu kebijakan yang di buat dan diterapkan untuk menuju ke arah yang lebih baik.
26
BAB III Metodelogi Penelitian
3.1 Jenis Penelitian Jenis dari penelitian ini adalah penelitian kualitatif.Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang maupun perilaku yang dapat di amati. 3.2 Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data ini diperoleh, adapun yang di jadikan sumber data adalah : 1. Sumber Data Primer : yang merupakan sumber data yang di peroleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) yang di kumpulkan langsung oleh peneliti dari sumbernya. Dalam hal ini data di peroleh dari petugas di Dinas Pariwisata Kota Denpasar. 2. Sumber Data Sekunder: merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dari data pihak lain). Data sekunder yang pada umumnya berupa bukti, catatan, ataupun dokumen-dokumen resmi dari instansi pemerintahan baik yang di publikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Dalam penelitian ini juga terdapat sumber data online, yang diperoleh dari internet yang bertujuan
27
untuk mendapatkan informasi tambahan bagi peneliti untuk melengkapi data-data yang diperlukan. 3.3 Unit Analisis Unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus atau komponen yang diteliti.Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan reabilitas penelitian dapat terjaga. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Bali. Adapun alasan dipilihnya Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Bali sebagai unit analisis adalah karena penulis memiliki kemudahan akses untuk memperoleh data yang dibutuhkan untuk menyusun studi kasus, selain itu juga karena ingin mengetahui sudah terimplementasikah kebijakan pemerintah Kota Denpasar terhadap standarisasi pembangunan condotel yang telah di buat oleh Walikota Denpasar. 3.4 Teknik Penentuan Informan Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini (purposive sampling) adalah berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Informan yang bertindak sebagai sumber data dan informasi dalam penelitian ini adalah : 1. Kepala Seksi Akomodasi, Dinas Pariwisata Denpasar (Ni luh Gede Tirtawati) 2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, Dinas PerizinanDenpasar ( A.A. Ngrh Surya Saputra, SH) 3. Investor Condotel Aston, Gatot Subroto (A.A. Trisna Anantasika)
28
4. Investor Condotel Fave hotel, Teuku umar (A.A. Ngrh Bagus Aryana) Selain itu dalam tulisan ini penulis juga menggunakan teknik (snowball sampling). Teknik ini merupakan teknik penentuan sample yang mula-mula terdiri dari jumlah kecil kemudian membesar. Teknik ini diibaratkan seperti bola salju yang menggelinding yang bermula dari kecil kemudian lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sample, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, namun apabila belum lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti dapat mencari orang lain yang dipandang lebih mengetahui dan melengkapi data oleh dua orang sample sebelumnya. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus utama penelitian maka yang dijadikan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Teknik observasi (pengamatan) Observasi merupakan pengamatan yang di lakukan secara di sengaja, sistemtis, mengenai fenomena sosial, untuk mengetahui ada
atau
tidaknya suatu permasalahan untuk kemudian dilakukan pencatatan. Teknik
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
ada
atau
tidaknya
permasalahan terkait implementasi kebijakan pemerintah kota terhadap standarisasi pendirian condominium hotel (condotel) di Kota Denpasar. 2. Teknik Wawancara (interview) Wawancara terstruktur merupakan suatu percakapan dengan maksud tertentu dan peneliti telah berpedoman kepada daftar pertanyaan yang
29
sebelumnya telah dipersiapkan.Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui kebijakan pemerintah kota terhadap standarisasi pendirian condotel di Kota Denpasar. 3. Teknik Dokumentasi Dokumen adalah catatan dari peristiwa yang telah berlalu.Dokumen bisa berupa tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.Dokumen yang dimaksud dalam hal ini yaitu segala dokumen yang berhubungan dengan kelembagaan Dinas Pariwisata Kota Denpasar yang membahas tentang condotel.Teknik ini dilakukan untuk mengetahui aturan tertulis yang membahas tentang condotel di Kota Denpasar. 3.6 Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses pencarian dan penyusunan secara sistematis yang diperoleh melalui hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Dengan cara mengorganisasikan ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusunnya ke dalam suatu pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat suatu kesimpulan sehingga mudah dipelajari oleh diri sendiri dan orang lain. Komponen dalam analisis data : 1. Pengumpulan Data
30
Pengumpulan data dalam hal ini berupa data-data mentah dari hasil penelitian, seperti wawancara, dokumentasi, catatan lapangan, dan sebagainya. 2. Reduksi data Mereduksi data yang artinya merangkum memilih hal-hal pokok, memfokuskanpada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. 3. Penyajian data Penyajian data penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori, dan sejenisnya. 4. Verifikasi atau penyimpulan data Kesimpulan awal yang dikemukakan bersifat sementara dan dapat berubah apabila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap berikutnya.Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredible. 3.7
Teknik Penyajian Data Data penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif yang
disusun secara sistematis dan merujuk kepada fokus penelitian sehingga nanti hasilnya mudah dibaca oleh orang lain. Penelitian ini terdiri dari lima bab, dimana pada masing-masing bab itu terdapat sub-sub yang disusun secara sistematis.
31
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Subyek/Obyek Penelitian 4.1.1 Kota Denpasar 4.1.1.1 Sejarah Kota Denpasar Kota Denpasar pada mulanya merupakan pusat Kerajaan Badung, yang posisinya terletak di sebelah utara pasar periuk (peken payuk) yang sekarang dikenal dengan nama Pasar Kumbasari. Nama „Denpasar‟ secara etimologis berasal dari kata “den” yang berarti di sebelah utara (Tim Penyusun, 1993 : 161) dan “pasar” berarti tempat berjualan masyarakat baik hasil pertanian maupun barang dagangan sejenisnya. Pada jaman dulu Kota Denpasar penuh dengan alunalun, tenda-tenda, kereta-kereta kuda yang dipakai sebagai sarana transportasi masyarakat.Situasinya sangat ramai karena merupakan tempat pertemuan masyarakat dari desa, sehingga orang-orang menyebutnya Denpasar. Kawasan yang ramai tersebut sampai kini menjadi salah satu kota ternama dan terkenal di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Hal ini terlukis dengan indah dalam deskripsi Miguel Covarrubias dalam bukunya yang berjudul Island of Bali (1973 : 39). “the capitals of the princes‟ districts, the seats of the regencies, are commercialized half-European, half-Chinese towns like Denpasar and Buleleng; but the true life of Bali is concentrated in thousands of villages and hamlets”. Deskripsi Covarrubias tersebut mengekspresikan perkembangan Kota
32
Denpasar
yang
selaras
dengan
perkembangan
peradaban
masyarakat
penghuninya.Denpasar bukan lagi desa atau dusun, pasar tradisional dengan sistem perdagangan sederhana, melainkan berubah menjadi kota megah bagi pemilik modal (investor), pusat pemerintahan, tempat pemasaran dan perdagangan asing. Mulanya terdiri dari desa-desa 38 tradisional dengan penduduk dominan beragama Hindu, Kota Denpasar memiliki akar budaya yang sangat kuat sebagai modal dasar untuk menunjang pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan (Profil Kota Denpasar, 2008:iv). Selain sebagai pusat perdagangan kebutuhan harian masyarakat, Kota Denpasar juga merupakan kota sejarah dan kota budaya. Hal ini sangat jelas dalam visi pembangunan Kota Denpasar periode 2005-2010 adalah terciptanya Kota Denpasar berwawasan budaya dengan keharmonisan dalam keseimbangan secara berkelanjutan. Tujuan pembangunan berkelanjutan adalah untuk menumbuh kembangkan jati diri dan pemberdayaan masyarakat berdasarkan kebudayaan Bali dan keaarifan lokal, mewujudkan pemerintahan yang baik melalui penegakan supremasi hukum, membangun pelayanan publik dan mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi melalui sistem ekonomi kerakyatan (BAPEDA dan BPS Kota Denpasar, 2008 : 1). 4.1.1.2 Letak Astronomi Terletak di tengah-tengah dari Pulau Bali, Kota Denpasar merupakan Ibukota Daerah Tingkat II, juga merupakan Ibukota Propinsi Bali sekaligus sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian. Letak yang sangat
33
strategis ini sangatlah menguntungkan, baik dari segi ekonomis maupun dari kepariwisataan karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten lainnya. Kota Denpasar terletak diantara 08° 35" 31'-08° 44" 49' lintang selatan dan 115° 10" 23'-115° 16" 27' Bujur timur, yang berbatasan dengan: di sebelah Utara Kabupaten Badung, di sebelah Timur Kabupaten Gianyar, di sebelah Selatan Selat Badung dan di sebelah Barat Kabupaten Badung. Ditinjau dari Topografi keadaan medan Kota Denpasar secara umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m diatas permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%. 4.1.1.3 Keadaan Alam Profil Kota Denpasar Luas wilayah Kota Denpasar 127,98 km2 atau 127,98 Ha, yang merupakan tambahan dari reklamasi pantai serangan seluas 380 Ha, atau 2,27 persen dari seluruh luas daratan Propinsi Bali. Sedangkan luas daratan Propinsi Bali seluruhnya 5.632,86 Km2. Batas Wilayah Kota Denpasar di sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Mengwi, Abiansemal dan Kuta Utara), sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar (Kecamatan Sukawati dan Selat Badung dan di sebelah Selatan berbatasan denganKabupaten Badung (Kecamatan Kuta) dan Selat Badung. Dari luas tersebut diatas tata guna tanahnya meliputi Tanah sawah 5.547 Ha dan Lahan Kering 10.001 Ha. Lahan Kering terdiri dari Tanah Pekarangan 7.714 Ha, Tanah Tegalan 396 Ha, Tanah Tambak/Kolam 9Ha, Tanah sementara
34
tidak diusahakan 81 Ha, Tanah Hutan 538 Ha, Tanah Perkebunan 35 Ha dan Tanah lainnya: 1.162 Ha. Luas Lahan di Kota Denpasar dirinci per Kecamatan (hektar).Topografi dan iklim wilayah Kota Denpasar sebagian besar merupakan dataran, dan secara umum sebagian besar (59,1%) miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m di atas permukaan laut, dataran pantai dengan kemiringan lahan berkisar 0-5%, di bagian tepi 40 kemiringannya bisa mencapai 15%. Panjang pantai kurang lebih 11 km, berupa perairan laut pantai Padang Galak dan Pantai Sanur serta pantai pulau Serangan. Tabel 4.1 Luas Lahan di Kota Denpasar Dirinci per Kecamatan (hektar) Kecamatan
Tanah Sawah
Tanah Kering Jumlah
1.
Denpasar Barat
299
10
309
2.
Denpasar Timur
586
23
609
3.
Denpasar Selatan
754
2018
2772
4.
Denpasar Utara
955
4038
4993
Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Denpasar 4.1.1.4 Iklim Kota Denpasar Kota Denpasar termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi angin musim sehingga memiliki musim kemarau dengan angin timur (Juni-Desember) dan musim Hujan dengan angin barat (September-Maret) dan diselingi oleh musim Pancaroba. Suhu rata-rata berkisar antara 25,4°C - 28,5°C dengan suhu maksimum jatuh pada bulan Januari, sedangkan suhu minimum pada bulan
35
agustus. Jumlah Curah Hujan tahun 2008 di Kota Denpasar berkisar 0-406 mm dan rata-rata 97,1 mm. Bulan basah (Curah Hujan >100 mm/bl) selama 4 bulan dari bulan Nopember s/d Pebruari Sedangkan bulan kering (Curah Hujan <100 mm/bl selama 8 bulan jatuh pada bulan Maret sampai Oktober. Curah Hujan tertinggi terjadi pada pada bulan Pebruari (406 mm) dan terendah terjadi pada bulan Oktober (0 mm). 4.1.2 Tata Ruang Kota Denpasar Rencana Tata Ruang Kota Denpasar meliputi rencana struktur tata ruang, rencana pemanfaatan dan pengelolaan kawasan lindung, rencana pemanfaatan dan pengelolaan kawasan budidaya, rencana kepadatan penduduk dan distribusi penduduk, rencana sistem prasarana wilayah, neraca air, rencana pengembangan kawasan prioritas, ketentuan umum teknis pembangunan, rencana pengelolaan tata guna tanah, air, udara dan sumberdaya alam lainnya. Rencana struktur tata ruang Kota Denpasar, ditinjau dari 2 hal, yaitu struktur tata ruang makro dan struktur tata ruang mikro.Struktur tata ruang makro dibentuk atas dasar beberapa pertimbangan. Pertama, Kota Denpasar mempunyai potensi sebagai pintu gerbang keluar masuknya wisatawan asing dan domestik sehingga mempunyai fungsi untuk mendorong pengembangan kawasan di belakangnya. Kedua, dalam kaitannya dengan RTRW Propinsi Bali, Denpasar sebagai pusat kota Bali tengah dan pusat kota Propinsi Bali. Struktur tata ruang mikro Kota Denpasar dibentuk oleh komponen-komponen struktur ruang seperti:
1. Jenjang pusat-pusat wilayah
36
pengembangan untuk mengetahui jangkauan wilayah pelayanan perdagangan tanpa secara mutlak terikat oleh batas adminitrasi pemerintahan. 2. Kawasankawasan pusat kegiatan ekonomi yang dikembangkan sebagai pembentuk struktur tata ruang Kota Denpasar seperti : pusat perdagangan dan jasa, pusat perdagangan regional meliputi terminal kargo dan pergudangan, terminal penumpang regional, pusat pemerintahan propinsi, pusat hankam/militer. Pusat pemerintahan kabupaten, kawasan akomodasi wisata, pusat pendidikan tinggi, RSU, industri, TPA, estuary dam, pelabuhan laut dan tahura. 3. Jaringan transpotasi yang membentuk tata ruang Kota Denpasar antara lain jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, jalan kolektor, terminal kargo, terminal penumpang regional, terminal angkutan kota, dan pelabuhan laut. Status Lingkungan Hidup (SLH) Kota Denpasar Tahun 2008 II - 3 Rencana Pemanfaatan dan Pengelolaan Kawasan Tertentu Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan guna pembangunan berkelanjutan. Sesuai dengan fungsinya sasaran penentuan kawasan lindung adalah untuk meningkatkan fungsi lindung perlindungan terhadap tanah, air, iklim, serta mempertahankan keaneka-ragaman flora, fauna, tipe ekosistem dan keunikan alam.Kawasan ini terdiri dari kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan kawasan rawan bencana.Kawasan budidaya merupakan kawasan yang kondisi fisik dan potensi sumber alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi (kegiatan usaha) maupun pemenuhan kebutuhan pemukiman.Oleh karena itu kawasan ini
37
dititik-beratkan pada usaha untuk memberikan arahan pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya. Kawasan budidaya yang akan dikembangkan di Kota Denpasar adalah 1. Kawasan budidaya pertanian yang meliputi : kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah, kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan, kawasan peternakan dan perikanan. 2. Kawasan budidaya non pertanian meliputi : kawasan pemukiman, kawasan industri kecil, kawasan pariwisata, kawasan hankam/militer, kawasan prasarana perdagangan, kawasan prasarana transportasi, kawasan prasarana sosial Neraca Air Dan Rencana Sitem Prasarana Wilayah Neraca air adalah gambaran perimbangan pemakaian air pada suatu wilayah baik pemakaian pada awal tahun maupun pada akhir tahun perencanaan. Status Lingkungan Hidup (SLH) Kota Denpasar Tahun 2008 II - 4 Ketentuan Umum Teknis Pembangunan Dana Pengembangan Kawasan Prioritas Kawasan-kawasan yang diprioritaskan pengembangannya ditetapkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan umum dan pertimbangan-pertimbangan spesifik terhadap karakteristik kawasan-kawasan dalam wilayah kota. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat empat kawasan priyoritas di wilayah Kota Denpasar yaitu: kawasan pusat kota, kawasan perdagangan regional, terminal kargo dan pergudangan, sub kawasan pariwisata Sanur, dan kawasan Tahura. Ketentuan umum teknis pembangunan meliputi ketentuan tentang rencana tata lingkungan, rencana tata bangunan dan ketentuan tambahan.Rencana tata lingkungan bertujuan
38
untuk mengatur elemen-elemen ruang agar dapat membentuk suasana yang menunjang fungsi peruntukan kawasan dengan memperhatikan koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, pola tata letak bangunan, jenis elemen lanskap, dan jarak bebas antar bangunan dan ruang terbuka hijau. Rencana tata lingkungan dibedakan menjadi rencana tata lingkungan kawasan terbangun dan rencana tata lingkungan kawasan ruang terbuka hijau kota. Rencana tata lingkungan kawasan terbangun terdiri atas : kawasan pusatpusat pelayanan, kawasan industri dan fasilitas pendukungnya, kawasan permukiman (permukiman murni, campuran dan perumahan), perkantoran, bangunan kesehatan, pendidikan, olah raga, keagamaan, kebudayaan dan kesenian, kuburan, pertahanan dan keamanan. Rencana tata lingkungan kawasan ruang terbuka hijau kota (RTHK) terdiri atas kawasan non budidaya, dan kawasan budidaya. 4.1.3
Peraturan Walikota no 42 tahun 2007 Masuknya condotel di Bali pada awal tahun 2006, sebagai akomodasi
pariwisata khususnya di Kota Denpasar. Menjadikan pemerintah lebih ketat dalam standar
pembangunannya,
karena
condotel
setiapunitnyamerupakan
investasijangka panjang. Namun semakin pesatnya pembangunan akomodasi pariwisata serta untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan bagi pengadaan bangunan guna meningkatkan lingkungan hidup sekitar Kota Denpasar yang memiliki penduduk padat dengan lahan yang sangat terbatas.Di buatlah suatu kebijakan pembangunan yang lebih di arahkan kepada bangunan bertingkat khususnya condotel.
39
Menurut undang-undang Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75) yaitu terkait dengan pembangunan berorientasi transit atau Transit Oriented Development, yang merupakan kawasan terpadu dari berbagai kegiatan fungisional kota dengan fungsi penghubung lokal dan antar lokal. Mengingat beberapa aturan Kota Denpasar yakni (Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 10 Tahun 1999) tentang RTRW Kota Denpasar agar dapat mewujudkan satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis dan dapat mengantisipasi tuntutan pembangunan dengan tanpa mengabaikan keserasian pembangunan antar wilayah atau kota. Seperti apa yang telah di arahkan pada (Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 4 Tahun 1996) tentang RTRW Propinsi Bali. Kedua, tetap mengarah kepada pelestarian lingkungan sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana, yang berintikan unsur-unsur keseimbangan antar manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya. Adapun, RTRW kota Denpasar dibuat dengan mewujudkan pola pemanfaatan ruang yang lebih terarah dan lebih optimal dengan tidak mengorbankan aspek kelestarian kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Menciptakan kemudahan bagi masing-masing instansi, sektoral maupun dinas lingkungan pemerintah daerah yang terkait di dalam pembangunan berpotensi daerah pengembangan kegiatan sosial ekonomi, serta pengaturan sistem, pergerakan dan koordinasi pengembangannya baik dalam penentuan program, pendanaan, dalam peringatan peraturannya. Menetapkan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah daerah dan masyarakat di daerah dengan
40
menyusun rencana rinci tata ruang di daerah serta pelaksaan pembangunan dalam pemanfaatan
ruang
bagi
pembangunan
dan
merupakan
dasar
dalam
mengeluarkan perizinan lokasi pembangunan.
4.1.4
Pengertian Condotel Condominium hotel atau lebih sering di singkat condotel merupakan
gabungan dari dua istilah yaitu “condominium”dan“hotel”.Condominiumberasal dari bahasa Inggris, yakni condominium.Merupakan gabungan dari kata Latin "con" yang artinya bersama atau bergabung dan "dominium" yang berarti bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional.Dimana masingmasing unit dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.Diatur dalam UU No.16 tahun 1985, LN No.7 tahun 1988, TLN No. 3371.Ps. 1 ayat 1. Hotel merupakan suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan beberapa fasilitas kamar tidur, dan fasilitas tambahan yangmenyediakan makanan maupun minuman kepada wisatawan dengan ketentuan biaya yang telah di sepakati antara pihak yang terlibat.Grolier Electronic Publishing Inc (1995), mengemukakan bahwa hotel adalah usaha komersial yang menyediakan tempat menginap, makanan, dan pelayanan-pelayanan lain untuk umum. Dalam hal ini hotel memilih domisilinya di tempat-tempat yang memiliki potensi pariwisata untuk dikunjungi.
41
Awal mulanya muncul konsep dan model dari usaha Condotel yaitu pada awal tahun 1980 di Miami, Amerika Serikat dan Fort Lauderdale.Seiring berjalannya waktu konsep condotelmulai menyebar ke Las Vegas, Chicago, New York, Dubai, dan lain-lain.Pada tahun 1990 konsep condotel ini banyak diikuti oleh beberapa negara di dunia, salah satunya di Indonesia.Condotel mulai masuk ke negara Indonesia pada tahun 2000, seiring dengan perkembangan vilatel (villa hotel).Di Bali condotel masuk pada awal tahun 2006 dan pembangunannya berkembang
pesat
dan
memuncak
pada
tahun
2008
hingga
saat
ini(kompas.com).Terutama di daerah perkotaan yaitu Denpasar, dapat dilihat melalui pertumbuhan akomodasi pariwisata terutama condotel.Investor asing maupun lokal banyak yang melirik condotel sebagai investasi jangka panjang. 4.1.5
Alur Untuk Mendapatkan Syarat pendirian Condotel Adapun alur yang harus dipenuhi oleh para investor untuk mendapatkan
standar dari pendirian bangunan condotel yaitu : 1. Investor harus mengurus Prinsip Usaha Pariwisata hotel berbintang - condotel, yang harus dioperasionalkan sebagai hotel berbintang. Dan pengurusan prinsip usaha tersebut bertempat di Dinas Pariwisata 2. Investor juga mengurus surat Prinsip Membangun secara teknis di Dinas Perizinan atau dapat mengurusnya di Dinas Tata Ruang. 3. Investor wajib mengurus Dokumen Amdal berupa analisa dampak lingkungam, upaya pengelolaan lingkungan, luas
42
besaran tanah yang akan dibangun, dan peruntukan atau mencocokan apakah lahan tersebut dapat didirikan bangunan condotel. Investor dapat mengurus Dokumen Amdal di Dinas Tata Ruang atau Badan Lingkungan Hidup. 4. Setelah berurusan dengan Dinas Tata Ruang, investor dapat mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Dinas Perizinan. 5. Surat izin usaha dan izin gangguan merupakan hal penting yang harus terlampir di dalam permohonan syarat pendirian condotel yang dapat diurus di Dinas Perizinan. 6. Fungsi bangunan yang akan didirikan harus jelas, maka investor harus memiliki surat izin penggunaan fungsi bangunan yang akan dikeluarkan oleh Dinas Perizinan. 7. Izin Usaha atau Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) merupakan syarat akhir untuk mendapatkan syarat standar pendirian condotel yang harus didapatkan di Dinas Pariwisata. 4.2 Temuan/Hasil Analisa Adapun temuan atau hasil penelitian yang peneliti temukan dalam Implementasi dari Kebijakan Pemerintah kota Terhadap Standarisasi Pendirian Condominium Hotel mengacu kepada teoriEdward IIIyang terdiri dariempat indikator yaitu :
1. Komunikasi
43
Komunikasi yang baik antar pegawai dalam pengawasan pendirian condotel,
di
dalam penyaluran komunikasi
yang baik
akan
menghasilkan suatu implementasi yang baik juga. Penulis menemukan beberapa permasalahan komunikasi dalam implementasi kebijakan pemerintah kota terhadap standarisasi pendirian condotel. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi ialah adanya salah pengertian atau kesalah pahaman dari suatu hal dikarenakan komunikasi telah melalui beberapa tingkat dari birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. Kejelasan komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Pengurusan izin terkait standarisasi pendirian condotel tidak mudah. Perlu meluangkan waktu lebih karena urusan perizinan tidakhanya sekali, dua kali berkunjung ke dinas perizinan terutama dalam pengurusan berkasnya. Seperti pernyataan Bapak Anak Agung Ngurah Surya Saputra,SH, Dinas Pariwisata Kota Denpasar : “Tidak mudah untuk mengurus izin pendirian apapun itu termasuk condotel, karena khusus condotel kami memiliki kawasan eksekutif yang dilarang untuk didirikan bangunan condotel. Kami tidak langsung memberikan berkas-berkas atau syarat pendirian namun, kami mengarahkan untuk memenuhi syarat izin usaha terlebih dahulu dibeberapa dinas yang bersangkutan sebelum berurusan dengan standar pendirian bangunannya. Jadi pengurusan izin ini memakan waktu yang lumayan lama dan tidak cepat untuk mendapatkan semua yang berurusan dengan izin pendirian.Investorpun harus bersedia bolak-balik beberapa kali untuk mengurus izin dan lainnya.” ( hasil wawancara, 8 Juni 2015)
44
Di
dalam
penyalurankomunikasi
penegakan yang
baik
implementasi, sangat
transmisi
diperlukan.Terutama
penyaluran komunikasi internal antara staff dan staff yang terlibat sebagai implementator. Mereka harus mengetahui kebijakan yang dimaksud dan apa isi dari kebijakan tersebut. Saat ini condotel yang baru terdaftar di Kota Denpasar hanya satu condotel saja yaitu Aston Gatot Subroto. Menurut Ibu Luh Gede Tirtawati, Dinas Pariwisata Kota Denpasar : “Untuk condotel yang baru terdaftar di Denpasar hanya satu yaitu Aston Gatot Subroto.Jadi kami tidak memiliki catatan berupa angka yang menyebutkan berapa jumlah condotel di Kota Denpasar.Di sini banyak terdaftar sebagai hotel berbintang saja jadi per kelasnya kami memiliki catatannya dan Badan Pusat Statistika (BPS) juga memilikinya.Karena hanya itu saja condotel yang baru terdaftar jadi nama condotel tersebut sudah di luar kepala saya.” (hasil wawancara, 9 Juni 2015).
Namun sesuai bukti di atas kertas terdapat tiga PT yang telah terdaftar sebagai condotel, Anak Agung Ngurah Surya Saputra, SH memberikan pendapat serta bukti arsip ysng dimiliki oleh Dinas Perizinan Kota Denpasar : “Yang terdaftar untuk condotel saat ini sudah ada tiga PT, di Gatot Subroto yaitu Hotel Aston, PT. Binakarya Cipta Sarana terdapat di daerah Hangtuah,Sanur dan satu lagi PT. Bali Mitra Wisatama terdapat di Jalan Pura Mertasari, Pemogan. Sisanya hanya terdaftar sebagai hotel berbintang.” (hasil wawancara, 8 Juni 2015).
Disini terlihat bahwa tidak selarasnya komunikasi antara Dinas
45
Pariwisata dengan Dinas Perizinan yang masih berhubungan dan satu atap. Penyaluran komunikasi eksternal yang melibatkan staff dan investor tidak berjalan sesuai dengan harapan pembuat kebijakan.Hal ini dapat kita lihat bahwa kurangnya sosialisasi staff dengan para investor terkait tentang Peraturan Walikota Nomor 42 Tahun 2007.Mengakibatkan investor mendaftarkan izin ke hotel berbintang yang
lebih umum diketahui. Tidak dipungkiri bahwa kehadiran
Peraturan Walikota terkait bangunan condotel kurang diketahui oleh beberapa
investor
condotel,
seperti
pernyataan
A.A.
Trisna
Anantasika, salah satu investor Hotel Aston Gatot Subroto : “Saya mengetahui penjualan unit condotel dari media komunikasi antar masyarakat, kebetulan saya ditawari oleh suatu PT. untuk investasi unit kamar disebuah hotel yang bernama Aston.Setelah saya pelajari peluang bisnis tersebut dan dengan perjanjian yang tentunya sangat menguntungkan, saya mencoba investasi tersebut. Saya tidak tahu bahwa ada Peraturan Walikota yang mengatur khusus condotel, saya pikir condotel maupun hotel berbintang sama saja.Jarang rasanya orang menyebutkan condotel jadi terdengar asing di telinga saya.” (hasil wawancara, 14 Juni 2015)
Tidak hanya investor bahkan masyarakat awam seperti, Ibu Harry Wijaya selaku pengunjung Dinas Perizinan Kota Denpasar yang sedang mengurus izin pendirian suatu usaha tidak mengetahui tentang keberadaan Peraturan Walikota yang membahas khusus tentang pendirian dan apa itu condotel. Berikut pernyataan Ibu Harry Wijaya :
46
“Peraturan Walikota khusus bangunan condotel, saya kurang tahu bahkan baru mengetahuinya.Saya mengetahui mungkin yang umum seperti hotel berbintang saja. Condotel itu apa saya juga kurang tahu dan kurang paham. Menurut saya semua sama saja seperti city hotel tidak ada yang perbedaan khusunya.” (hasil wawancara, 15 Juni 2015)
Kejelasan komunikasi antar staff yang harus jelas.Hal ini berperan penting dalam melaksanakan atau mengimplementasikan suatu kebijakan agar mendapatkan informasi yang jelas, mudah dipahami dan
untuk
menghindari
kesalahan
dari
pelaksanaan
kebijakan.Informasi yang kurang jelas dari pelaksana kebijakan menyebabkan
terjadi
kesalahan
pendaftaran
izin
pendirian
condotel.Rata-rata yang mendaftarkan diri sebagai hotel berbintang beraktivitas layaknya condotel dan menjual unit kamarnya di media massa. Anak Agung Ngurah Surya Saputra,SH berpendapat: “Kami kurang tahu tentang hotel berbintang yang di dalamnya beraktivitas seperti condotel.Karena para investor mendaftarkan dan menyatakan langsung jika mereka ingin mendirikan hotel berbintang. Dan tugas kami memberikan syarat-syarat dan menguji apakah sudah sesuai dengan ketentuan standar pendirian hotel berbintang sesuai kelas yang mereka inginkan, yang terpenting mereka telah memiliki izin usaha hotel berbintang karena condotel juga harus memiliki izin usaha hotel berbintang, karena setiap condotel memiliki bintangnya masing-masing sesuai dengan standar dan fasilitas yang mereka miliki.” (hasil wawancara, 15 Juni 2015)
Sependapat dengan Bapak A. A. Ngurah Surya Saputra, SH, Ibu Ni Luh Gede Tirtawati selaku Kepala Seksi Akomodasi Dinas Pariwisata Kota Denpasar, juga berpendapat :
47
“Sebenarnya yang terpenting mereka telah memiliki izin usaha hotel berbintang.Jadi saat ada pemriksaan atau sidak sewaktuwaktu merka tidak mendapatkan masalah.Perkara di dalamnya mereka beraktivitas selaku condotel yang menjual unitnya, kita belum bisa banyak bicara.Jadi selama mereka memegang izin hotel berbintang dan beraktivitas selaku condotel menurut saya itu tidak masalah, dan bukan urusan kami karena kami memiliki SOP masing-masing.” (hasil wawancara, 15 Juni 2015)
Salah satu Investor Fave Hotel yang sekarang berubah nama menjadi Lifestyle Hotel, A.A. Ngurah Bagus Aryana menyatakan bahwa beliau tidak mengetahui hotel yang menjadi investasinya belum memiliki izin condotel dan terdaftar sebagai hotel berbintang, berikut pernyataannya : “Saya mengetahui penjualan unit kamar condotel ini dari media massa, tentu banyak orang yang membaca media massa berupa surat kabar.Saya bahkan tidak tahu condotel yang telah saya investasikan ini belum memiliki izin pendirian condotel.Karena saya tahu dari surat kabar jadi saya pikir izin yang dimiliki sudah lengkap hingga berani mengiklankan di media massa.” (hasil wawancara 16 Juni 2015)
Konsistensi perintah yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan haruslah konsisten dan jelas. Apabila perintah yang diberikan sering berubah makaakan menyebabkan kebingungan bagi pelaksana kebijakan. Adanya aturan pelanggaran yang mengatur tentang condotel mestinya dapat menertibkan pembangunan condotel.Namun sesuai hasil pengamatan peneliti, kurangnya konsistensi dalam standar pendirian condotel terutama dalam luas lahan yang diterapkan dalam
48
pelaksana kebijakan.Izin pendirian juga harus konsisten dengan aktivitas yang ada di dalam perusahaan tersebut.Secara tidak langsung pelaksana kebijakan harus mengetahui lebih lengkap tentang pendirian bangunan tersebut, dari luas tanah sampai izin pendirian yang harus di berikan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan bangunan.
2. Sumberdaya Sumberdaya merupakan hal yang sangat utama di dalam implementasi kebijakan yakni staff atau orang yang melaksanakan suatu
kegiatan
guna
untuk
mengimplementasikan
suatu
kebijakan.Sangat diperlukan staff yang ahli dan mampu dalam mengimplementasikan
suatu
kebijakan.
Implementator
harus
mengetahui apa yang akan mereka lakukan disaat mereka di beri perintah untuk melakukan tindakan. Sumberdaya di sini dalam pengimplementasian kebijakan terkait standarisasi pendirian condotel menurut Peraturan Walikota Denpasar nomor 42 tahun 2007. Kapabilitas staff sangat diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan. Latar belakang pendidikan staff merupakan hal yang penting dalam mengukur sejauh mana mereka menguasai bidangnya masingmasing.Namun dalam pelaksanaan Peraturan Walikota hal tersebut tidak begitu terlihat mengganggu.Tidak semua staff memiliki latar belakang pendidikan yang baik dan memegang jabatan penting, seperti pernyataan Ibu Ni Luh Gede Tirtawati:
49
“Saya sudah lama berkerja di Dinas Pariwisata ini bahkan sudah mau pensiun, rekan saya sudah dipindah tugaskan dulu yang bertugas di Dinas Pariwisata Kota Denpasar sekarang bisa bertugas di Dinas Perizinan. Jadi mereka belajar menyesuaikan diri lagi dan berusaha mengerti tentang apa yang belum mereka ketahui pada dasarnya karena bidang mereka bukan di sana. Karena saya sudah lama berkerja di sini saya diangkat menjadi Kepala Seksi Akomodasi di Dinas Pariwisata walaupun dari segi pendidikan saya dikatakan biasa saja, standar tidak ada gelar.Mungkin karena pengalaman saya yang sudah lama berkerja di sini saya dipercaya memimpin Seksi Akomodasi.Beberapa rekan saya juga memiliki hal serupa seperti saya dan mereka tetap bisa melaksanakan pekerjaanya dengan baik.Terpenting mau mencoba dan belajar jika sewaktu-waktu dipindah tugaskan atau dipercayai untuk memegang suatu jabatan yang penting.” (hasil wawancara, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 9 Juni 2015)
Pemahaman teknologi merupakan hal yang wajib di pelajari untuk mempermudah teknologi
melaksanakan
sangat
proses implemetasi. Perkembangan
membantu
dalam
menjalankan
suatu
kebijakan.Sumber Daya Manusia yakni staff dalam kebijakan ini baiknya mengerti teknologi agar mempermudah kinerja dalam menyimpan data dan pelaksanaan kebijakan.Dalam hal teknologi para pelaksana kebijakan rata-rata telah mengetahui dasar penggunaan teknologi. Peneliti melihat tersedianya komputer dan alat elektronik lain yang tersedia di tiap ruangan guna membantu dan mempermudah staff dalam melaksanakan tugasnya. Segala aturan yang tertuang di dalam Peraturan Walikota Nomor 42 tahun 2007 tentunya harus dipahami oleh para staff.Agar tidak terjadi kesalahan pemberian informasi terhadap pihak yang menjadi sasaran. Sedangkan yang terjadi para staff tidak semua mengerti
50
tentang peraturan Nomor 42 Tahun 2007, bahkan adastaff yang tidak mengetahui tentang aturan khusus condotel ini, bagian informasi Dinas Pariwisata Kota Denpasar mengungkapkan bahwa: “Peraturan Walikota tentang standar pendirian condotel sudah tidak ada.Dulu ada, tetapi sekarang sudah tidak ada bahkan tidak ada yang mendaftarkan izin pendirian condotel lagi, mungkin di jadikan satu dengan izin pendirian hotel berbintang.” (hasil wawancara, 9 Juni 2015).
Permasalahan yang peneliti dapatkan ialah sumberdaya manusia yang ada terkesan tidak peduli terhadap penerapan kebijakan yang telah dikeluarkan.Pelaksana kebijakan yang berperan disini kurang tegas dalam pengimplementasian kebijakan terkait dengan standarisasi pendirian condotel.Tercatat hanya tigaPT yang terdaftar sebagai condotel di Kota Denpasar (Dinas Perizinan Kota Denpasar, 16 Juni 2015). Namun realitanya baik itu di media massa maupun dikalangan masyarakat luas mengetahui bahwa beberapa hotel berbintang di Kota Denpasar bertindak selayaknya condotel. Hal tersebut tercermin dari beberapa hotel berbintang yang menjual unit kamarnya diberbagai media massa, dan komunikasi antar masyarakat tetapi menurut Ibu Ni Luh Gede Tirtawati: “Menurut saya bagi bangunan hotel berbintang yang memiliki izin pendirian hotel berbintang dan beraktivitas layaknya condotel.Tidak masalah, yang penting mereka telah memiliki izin pendirian hotel berbintang.Jika di dalam hotel tersebut beraktivitas seperti condotel yang unit kamarnya di perjual-
51
belikan itu urusan investor dengan PT. yang bersangkutan tidak ada urusannya lagi dengan kami.” (hasil wawancara, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 20 Juni 2015)
Dalam hal ini, peneliti menyoroti para pelaksana kebijakan dan dinas yang bersangkutan sebagai sumberdaya tidak tegas atau terkesan kurang peduli dengan pelanggaran kebijakan. Meskipun para staff mengetahui hal tersebut, akan tetapi tidak ada tindakan yang tegas untuk penegakannya.Berdasarkan Peraturan Walikota Denpasar sudah jelas
membedakan
standar
pendirian
hotel
berbintang
dan
Condominium hotel.
3. Disposisi Menurut Edward III disposisi merupakan sikap, watak atau karakteristik dari pelaksana kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Dalam hal ini peneliti melihat kinerja oknum yang terlibat dalam implementasi kebijakan pemerintah kota terhadap standarisasi pendirian condotel di kota Denpasar. Para staff yang terlibat dalam pengimplementasiannya tidak semua berkerja mengikuti prosedur kebijakan.Ada beberapa staff yang kurang demokratis, sehingga jika ada yang ingin mendirikan condotel harus mengikuti prosedur dengan dengan ketat.Sebenarnyahal ini baik untuk diterapkan dan dicontoh, sehingga untuk standarisasi pendirian condotel harus sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
52
Ada
juga
yang
terkesan
kurang
peduli
dalam
pengimplementasiankebijakan pemerintah terkait dengan standarisasi pendirian condotel, sehingga lebih mudah bagi para investor untuk mendirikan condotel tanpa harus mengikuti prosedur yang ada.Hal ini disebabkan ada hubungan yang baik antara pelaksana kebijakan pemerintah dengan investor dan menyebabkan tidak tegasnya atau tidak efektifnya kebijakan untuk condotel karena pelanggaran tersebut menurut A.A. Ngurah Surya Saputra, SH: “Di dalam Dinas Perizinan ini terdapat banyak kepala dan banyak pemikiran maupun persepsi.Tidak semua orang memiliki sikap tegas, jujur dan bersikap demokratis yang satu visi dan misi terhadap kebijakan ini.Ada yang hanya sekedar berkerja dan menjalankan tugasnya saja, ada juga yang benarbenar menginginkan perubahan di Kota Denpasar yang mulai penuh dengan pembangunan dan memiliki tujuan yang sama dengan pembuat kebijakan. Jadi sikap mereka dalam menghadapi investor yang ingin mendaftarkan izin berbedabeda.Ada yang ketat dan tegas terhadap pemberian izin bahkan terlalu mendetail sehingga membuat beberapa investor yang ingin mendaftarkan izin bolak balik terus menerus. Walaupun investor yang ingin mengurus izin merupakan sanak saudaranya, staff tersebut hanya memudahkan dengan mengingatkan syarat apa saja yang harus dipenuhi. Namun ada juga staff yang memiliki hubungan baik dengan investor seperti sanak saudara, teman baik atau memiliki kepentingan tertentu lainnya tentu jarang memiliki sikap jujur atau tegas untuk mengimplementasikan kebijakan ini bahkan cenderung lebih memudahkan dan membantu investor untuk mendapatkan izin pendiriannya.” (hasil wawancara, Dinas Perizinan Kota Denpasar, 11 Juni 2015).
Agar kebijakan yang di buat untuk mengatur standarisasi tidak siasia jika tidak di implementasikan oleh pelaksana kebijakan yang
53
berkaitan.Dibutuhkan staff yang memiliki satu tujuan dengan pembuat kebijakan agar semua
kebijakan
yang telah di
buat
dapat
terimplementasikan dengan baik sesuai yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan guna untuk menuju ke arah yang lebih baik.
4. Struktur Birokrasi Struktur memiliki
organisasi pengaruh
yang
yang
mengimplementasikan
signifikan
terhadap
kebijakan
implementasi
kebijakan.Salah satu yang dapat mendongkrak kinerja dari struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah membuatStandart Operating Procedures (SOP). Adapun SOP tersebut nantinya akan dijadikan pedoman bagi struktur birokrasi tersebut dalam bertindak. Dalam hal ini peneliti melihat SOP yang dikeluarkan berjalan dengan baik.Struktur birokrasinya pun berjalan sebagaimana mestinya, dalam Dinas Pariwisata dan Dinas Perizinan Kota Denpasar setiap bidang telah membagi wewenang masing-masing. Di dalam bidang memiliki kelompok masing-masing dan mengurus wewenang mereka masing-masing tidak mencampuri bidang-bidang lainnya dalam dinas tersebut. Namun terdapat kekurangan di bagian luar yang berinteraksi langsung dengan masyarakat umum.Hal ini dikarenakan kurangnya pembagian yang lebih khusus atau spesifikasi terkait dengan jenis-jenis
54
pendirian bangunan. Karena menurut Bapak Adi Wiryawan selaku pengunjung dinas Perizinan Kota Denpasar: “Tidak semua staff mengetahui semua aturan atau syarat yang ingin kita tanyakan.Terkadang harus menunggu mereka berkonfirmasi kepada atasan ataupun rekannya.Mestinya mereka mengetahui minimal syarat pendirian untuk hotel berbintang, toko modern, villa.Akan tetapi sering di oper-oper untuk menanyakan sesuatu hal.” (hasil wawancara, 11 Juni 2015)
Minimnya pengetahuan setiap pelaksana kebijakan yang langsung berinteraksi dengan masyarakat umum mengenai kebijakan yang dikeluarkan menyebabkan sering di oper-opernya masyarakat yang ingin mengurus atau meneliti tentang condotel atau hal lain yang ingin diketahui.Sehingga dapat dikatakan dalam pengimplementasiannya, struktur birokrasi yang berinteraksi langsung dengan masyarakat umum tidak berjalan atau berfungsi sebagaimana yang di harapkan.
4.2.2
Kaitan Implementasi Standarisasi dengan Tata Ruang Tri Hita Karana Secara etimologis “Tri” artinya tiga, “Hita” artinya sejahtera dan
“Karana” artinya sebab, terdiri dari parhyangan (lingkungan spiritual), pawongan (lingkungan sosial) dan palemahan (lingkungan alamiah).Dalam arti luas Tri HitaKarana memiliki dapat diartikan sebagai tiga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, dan manusia dengan lingkungan untuk mencapai keselamatan dan kedamaian alam semesta.Propinsi Bali dalam perkembangannya dipenuhi oleh pendatang dari luar, baik yang
55
menetap sebagai pemukim-pemukim liar sehingga menciptakan kesemrawutan dalam tata ruang dan mengakibatkan kumuhnya tatanan kota, maupun karena meningkatnya laju urbanisasi dan pariwisata yang berdampak pada tingginya kebutuhan dan pemakaian energi dan meningkatnya pencemaran yang terjadi. Dalam melihat hubungan Tri Hita Karana dalam perkembangan pariwisata di Bali, dapat dikatakan bahwa instansi atau pengelola pariwisata akan melakukan segala macam cara untuk mampu bertahan, mengembangkan usahanya ditengah ketatnya persaingan saat ini tanpa memperdulikan dampak yang akan dihasilkan dalam proses ini nantinya. Walaupun terkadang usahanya tergolong tidak sesuai dengan aturan yang ada. Timbulnya kesembrawutan, pencemaran alam lingkungan yang disebabkan oleh usahanya, ternodainya kesucian tempat suci dan lainnya merupakan sebuah hasil yang yang membawa dampak ke depan yang tidak menguntungkan bagi semua pihak, tetapi malah akan membawa kerugian untuk masa depannya. Disinilah KonsepTri Hita Karana ini memiliki peranan yang sangat vital untuk memberi kesadaran pada semua pengelola, investor atau orang yang terjun dibidang ini untuk memikirkan bagaimana menjaga keseimbangan antara usaha dengan alam lingkungan sekitarnya sehingga akan tercipta sebuah keharmonisan secara usaha dan budaya yang akan berjalan secara stabil. Implementasi
yang
bisa
ditarik
dariTri
Hita
Karana
bagi
pariwisata terutama standarisasi pendirian condotel saat ini adalah lebih memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan bagi alam sekitarnya tanpa melupakan Tuhan sebagai tonggak terpenting dalam usahanya.Hal ini secara nyata
56
dapat dilakukan dengan adanya sistem ramah lingkungan, dengan adanya pemeliharaan lingkungan sekala berkala, sehingga keasrian alam sekitar akan tetap terjaga, serta adanya timbal balik dan tukar pendapat antara pengelola dengan masyarakat sekitar dalam konteks lingkungan dan keamanan sehingga tercipta keharmonisan antara pengusaha dengan penduduk sekitar, dan juga dibangunnya dan dirawatnya sarana tempat suci yang akan membawa dampak secara rohani bagi anggota perusahaan dan juga masyarakat sekitar. Sehingga disini akan timbul suasana positif, antara pengelola, alam, masyarakat, dan juga tingkat spiritual yang terkadang dilupakan.
4.2.3
Pendapat Investor mengenai Condotel Selama berlangsungnya penelitian ini penulis mendapati adanya beberapa
komentar dari para investor terkait dengan banyaknya condotel yang muncul di denpasar.Aturan yang tidak tegas dari pemerintah terkait dengan standarisasi pendirian condotel(luas lahan) menjadi penyebab maraknya pendirian condotel di Denpasar.Semakin banyak condotel yang muncul maka semakin banyak pilihan bagi para wisatawan untuk menginap, selain itu banyaknya pilihan ini juga menyebabkan munculnya persaingan harga yang tidak sehat antar condotel. Setiap condotel berlomba-lomba perang tarif untuk menarik pelanggan yang tentunya dimana akanmempengaruhi biaya pengeluaran condotel yang menyebabkan penurunan terhadap kualitas condotel tersebut seperti yang diungkapkan Anak Agung Ngurah Aryana sebagai salah satu investor Fave/Lifestyle Hotel Teuku Umar:
57
“Awal saya memiliki niat untuk berinvestasi unit kamar condotel karena saya melihat peluang bisnis yang terdapat di pusat Kota Denpasar khususnya daerah Teuku umar. Sewaktu itu saya mendapati informasi penjualan unit kamar hotel tersebut dari media massa surat kabar. Pada tahun 2008 dengan harga kurang lebih 325 juta rupiah dengan lama kepemilikan selama 30 (tiga puluh) tahun.Pada saat itu hotel berbintang yang berada di daerah teuku umar dapat dihitung jari termasuk condotel tempat saya berinvestasi yaitu fave hotel, tidak seperti sekarang menjamur di mana-mana. Banyaknya pertumbuhan hotel-hotel maupun condotel menyebabkan persaingan tarif yang ketat sehingga pemasukan yang saya dapat juga mengalami hambatan dan tidak selancar dulu. Hal ini berdampak terhadap perusahaan, pemasukan yang sedikit, penjualan kamar condotel yang tidak mencapai target menyebabkan perusahaan harus menalangi dana yang dibagikan setiap bulannya terhadap masingmasing investor. Apabila terus menerus perusahaan menurunkan tarif kamar maka tidak lama lagi condotel ini akan mengalami gulung tikar. Sedangkan tidak seluruh investor telah kembali modalnya.Pendirian hotel dan condotel yang menjamur ini tidak memikirkan kerugian para investor yang terlibat di dalamnya. (hasil wawancara, 1 Juli 2015)
Sependapat dengan Anak Agung Ngurah Aryana, Ibu A.A. Trisna Anantasika, investor Hotel Aston Gatot Subroto berpendapat: “Jika condotel atau hotel berbintang terus didirikan maka modal yang investor tanamkan susah untuk kembali.Karena persaingan ketat antar condotel maupun hotel, sedangkan konsumen yang membutuhkan jasa penginapan tidak selalu meningkat.Awal berdirinya hotel Aston Gatot Subroto merupakan satu-satunya hotel yang memiliki fasilitas lengkap layaknya hotel berbintang di daerah Gatot Subroto. Mengetahui dari suatu PT. dan komunikasi antara masyarakat membuat saya berniat untuk membeli atau menginvestasikan dana saya dengan kamar condotel di hotel Aston tersebut pada tahun 2006. Dengan satu unit kamar seharga 285 juta rupiah saya membeli dua unit kamar sebagai investasi jangka panjang dan juga dapat di nikmati sewaktu-waktu selama seumur hidup. Namun pada tahun terakhir ini perusahaan mengalami masalah terhadap investor, dana yang seharusnya dibagikan setiap bulannya selalu mengalami masalah. Dan kami dapat menikmati fasilitas kamar dikarenakan hunian kamar tidak penuh seperti dulu.Bagi saya yang sudah kembali modal itu tidak masalah, namun bagi investor yang belum kembali modal merupakan suatu masalah.Rata-rata pasti memiliki pikiran bahwa terlalu banyak hotel berdiri namun jumlah pengguna jasa penginapan tidak selalu mengalami
58
peningkatan.Dan ternyata city hotel yang berdiri merupakan condotel yang unit kamarnya juga di perjual-belikan seperti Aston. (hasil wawancara, 4 Juli 2015)
Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak tegasnya aturan yang dikeluarkan terkait dengan standarisasi pendirian condotel yang menyebabkan banyaknya hotel-hotel berdiri dan condotel yang berkedok hotel berbintang bermunculan di Denpasar menjadi hal yang paling dikomentari oleh para investor condotel, karena pemasukan yang mereka dapat menjadi berkurang di karenakan perang tarif.
4.2.4
Dampak Negatif Pendirian Condotel Apabila pembangunan atau pendirian semakin marak dan tidak terkontrol
di Kota Denpasar. Maka akan bermunculan beberapa dampak yang tentunya merugikan beberapa pihak dan lingkungan sekitar. Seperti yang kita ketahui beberapa hotel di Kota Denpasar merupakan condotel, Sedangkan ada beberapa lahan atau daerah yang di larang oleh pemerintah untuk di bangun condotel. Daerah eksekutif Sanur merupakan salah satu contoh lahan yang tidak boleh di bangun oleh bangunan Condotel karena memiliki alas an tertentu dan memiliki beberapa dampak negatif terhadap lingkungan sekitar, adapun dampak yang dapat merugikan beberapa pihak dan lingkungan sekitar : 1. Kemacetan jalan raya Dalam Peraturan Walikota Nomor 42 Tahun 2007 , tentunya telah membahas tentang luas lahan yang akan didirikan condotel. Namun sesuai fakta dan hasil penelitian bahwa, beberapa condotel tidak memiliki lahan parkir yang maksimal guna menampung bus pariwisata dan kendaraan
59
roda empat.Hal ini menyebabkan mereka menurunkan penumpang dan memarkirkan kendaraanya di badan jalan sehingga menganggu pengguna jalan umum dan semakin membuat kemacetan yang sudah ada.
2. Perang tarif antar condotel Banyak sekali dapat kita lihat terutama di daerah teuku umar dan sekitarnya di mana satu sisi jalan terdapat dua sampai tiga jumlah hotel maupun condotel yang berdiri di sana. Seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Persatuan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Perry Markus.Fenomena perang tarif hotel, melihat di dalam maraknya pembangunan atau pendirian condotel yang tidak sebanding dengan tingkat hunian atau okupansi kamar. ( http://www.rumahproperti123.com/berita-properti.html ) Jumlah condotel dan tentunya jumlah kamar yang terus menerus bertambah tidak sebanding dengan jumlah konsumen yang memerlukan jasa penyewaan kamar mengakibatkan kamar condotel banyak yang kosong dan digunakan oleh para investor untuk keperluan pribadi tanpa bayaran yang masuk kepada pihak hotel.Bahkan data dari Indonesia Property Watch (IPW) bahwa pada hari biasa tingkat hunian kamar di Bali hanya 60% saja.Akan meningkat pada saat musim liburan tertentu. ( http://www.rumahproperti123.com/berita-properti.html ) Maka karena itu, beberapa condotel mulai timbul persaingan tarif yang tidak baik di karenakan condotel terus akan bertumbuh dan tingkat
60
kebutuhan konsumen tidak setiap saat meningkat.
3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Perang tarif yang semakin murah,dapat mengurangi servis secara maksimal kepada konsumen. Hal ini di karenakan pemasukan yang di dapatkan oleh condotel tidak sebanding dengan pengeluaran yang di keluarkan perusahaan berupa; biaya perawatan kamar dan lingkungan condotel, jatah uang bulanan kepada para investor tiap unitnya, sumbangan kepada desa adat setempat dan lainnya.Menyebabkan staff condotel setengah hati untuk melakukan pekerjaan dan memberi pelayanan kepada konsumen. Jika terus menerus condotel dalam keadaan seperti ini perusahaan condotel tentuunya akan gulung tikar dan memutuskan hubungan pekerjaan kepada seluruh staff.Dan mengakibatkan angka pengangguran bertambah tentunya angka kriminalitaspun ikut bertambah. 4. Terlupakannya budaya dalam pembangunan berdampak buruk pada pariwisata. Munculnya beberapa condotel baru dengan tarif yang murah, tentu saja menurunkan daya tarik konsumen khususnya wisatawan mancanegara yang tentunya sangat mengangumi budaya Bali. Pada umumnya bangunan condotel baru yang bermunculan mengikuti konsep arsitektur saat ini yaitu gayaminimalis. Arsitektur berseni khas budaya Balipun yang menjadi daya tarik wisatawan pada umumnyahampir dilupakan dalam pembangunan
61
condotel.
Apabila seluruh condotel memiliki arsitektur gaya minimalis dan melupkan arsitektur khas budaya Bali tentunya wisatawan atau konsumen merasa tidak sedang berliburan ke Bali dan menyebabkan para wisatawan akan mencari daerah atau Negara lain yang lebih menarik untuk di kunjungi. Dampak dari hal ini merupakan kemerosotan kunjungan pariwisata. 5. Limbah condotel Maraknya bermunculan condotel di perkotaan yang telah padat dengan hunian.Mengakibatkan limbah rumah tangga semakin melimpah baik berupa limbah padat ataupun limbah cair. Tentunya lebih banyak limbah yang di keluarkan oleh hotel dibandingkan limbah rumah tangga. Seiring dengan kapasitas konsumen yang berkunjung yang masuk setiap harinya. Sumber limbah padat dari condotel biasanya berupa: bungkus makanan, tissue,
dan plastik-plastik lainnya. Limbah cair
condotel biasanya berasal dari; laundry, dapur, ac, kamar mandi, restaurant dan lainnya.Kehadiran limbah tentunya suatu hal yang tidak ingin di khendaki karena limbah tidak memiliki nilai dan dominan mencemarkan atau merusak lingkungan sekitarnya. Limbah merupaka suatu yang tidak dapat digunakan kembali, tidak disukai, dan harus dibuang karena merugikan.Pengelolaan limbah ini yang harus mendapatkan perhatian khusus agar tidak merusak lingkungan
62
sekitarnya. Semakin banyak bangunan condotel yang didirikan di suatu kawasan yang telah padat hunian dan padat dengan bangunan condotel lainnya menyebabkan limbah semakin meningkat, sehingga polusi dan pencemaran lingkungan sekitar juga meningkat.
5.2.5
Adapun ketentuan sanksi administrasi tertulis dalam pelanggaran Peraturan Walikota Nomor 42 Tahun 2007,. Pasal 55 yaitu: (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam peraturan ini dikenakan sanksi administrasi berupa pembatalan dan atau pencabutan ijin. (2) Pelaksanaan pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
a. Pemanggilan; b. Pemberian peringatan tertulis pertama; c. Pemberian peringatan tertulis kedua disertai dengan pemanggilan; d. Pemberian peringatan tertulis ketiga; e. Penindakan atau pelaksanaan sanksi pembatalan dan atau pencabutan ijin.
63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah diuraikan sesuai babbab sebelumnya, mengacu terhadap beberapa konsep, teori dan penelitian terdahulu dapat ditarik kesimpulan : 1. Hasil data yang diperoleh berupa wawancara, pengamatan, dan berkasberkas terhadap pengimplementasian kebijakan
pemerintah kota
terhadap standarisasi pendirian condotel di Kota Denpasar belum efektif dan maksimal seperti yang diharapkan terutama terhadap luas lahan dan lingkungan yang sudah penuh dengan akomodasi pariwisata. 2. Sebagian besar bangunan condotel di Kota Denpasar terdaftar sebagai hotel berbintang. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya sosialisasi antara pelaksana kebijakan dengan para investor atau masyarakat umum lain terkait dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 Tahun 2007. Keadaan tersebut terjadi akibat kurangnyakepedulian para pelaksana kebijakan terhadap Peraturan Walikota Nomor 42 Tahun 2007 tersebut. 3. Berdasarkan
pengamatan
dan
berkas-berkas
yang
ditunjukan
memperlihatkan kelalaian dari sumberdaya manusia yakni pelaksana kebijakan dalam penyimpanan berkas izin pendirian condotel. Dalam
64
Dinas Perizinan tercatat 3 (tiga) PT terdaftar sebagai izin resmi pendirian condotel, namun sesuai bukti berupa berkas hanya di tunjukan 2 (dua) berkas, karena satu dinyatakan terselip entah dimana. Kelalaian ini disebabkan karena watak, sikap dan karakteristik masingmasing dari pelaksana kebijakan berbeda-beda. Dan SOP yang telah ada tidak dilaksanakan secara maksimal. 4. Kerugian pihak investor juga dapat terjadi apabila terlalu banyak pendirian condotel di Kota Denpasar. Perang tarif yang sangat ketat menyebabkan pemasukan dan pengeluaran perusahaan tidak seimbang sehingga aktivitas condotel tidak dapat berjalan lagi seperti biasa dan perusahaan menjadi gulung tikar dan berdampak terhadap saham investor. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan hasil kesimpulan yang peneliti dapatkan. Beberapa saran yang peneliti dapat berikan agar dapat meningkatkan implementasi dari Peraturan Kota Denpasar nomor 42 Tahun 2007, terkait dengan Standar Pendirian Condominium Hotel : 1. Pemerintah agar lebih meningkatkan implementasi kebijakan standar pendirian condotel yang telah dibuat terutama terhadap luas lahan agar tidak menganggu lingkungan sekitar.Lingkungan yang sudah padat dengan hunian sebaiknya tidak didirikan akomodasi pariwisata lagi. Seperti Teuku Umar dan Gatot Subroto yang sudah banyak tersedia condotel dan akomodasi pariwisata lainnya. Agar wisatawan tidak merasa penat dan
65
persaingan tarif di lingkungan tersebut tidak terjadi. Dekorasibangunan lebih baik jika lebih menonjolkan budaya Bali atau karya seni Bali, tidak hanya pondasi bangunannya saja yang mencerminkan arsitektur Bali. Agar wisatawan atau konsumen benar-benar dapat menikmati nuansa budaya yang kita miliki. Peningkatan pelayanan sesuai dengan SOP yang berlaku sebaiknya ditingkatkan oleh pelaksana kebijakan agar mendapatkan hasil kebijakan yang maksimal. 2. Standar pendirian dan Peraturan Walikota yang berbeda antara hotel berbintang dan condotel, sebaiknya izin pendirian hotel berbintang dan condotel juga dibedakan. Nyatanya Badan Pusat Statistika tahun 2014 tidak memiliki angka untuk menjelaskan berapa jumlah condotel yang telah berdiri di Kota Denpasar. 3. Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan standar dalam pendirian condotel karena sistem penjualan setiap unit kamarnya berbeda, warga asing boleh menjadikan unit kamar condotel tanpa syarat khusus seperti warga lokal (Dinas Pariwisata, 9 Juni 2015). Apabila tidak ada syarat khusus untuk kepemilikan warga asing maka, kebanyakan warga asinglah yang akan menginvestasikan unit kamar condotel secara leluasa dan apabila sanak keluarga berkunjung ke Denpasar khususnya tidak perlu menyewa akomodasi pariwisata. Jika semua warga asing memiliki pemikiran demikian maka kemerosotan pariwisata akan terjadi di Kota Denpasar.