1
BAB I LATAR BELAKANG
1.1.
Latar Belakang Dalam pengalokasian sumber dana untuk pelaksanaan proyek, material
merupakan sumber daya yang mengadopsi terbesar sumber dana proyek. Manajemen material di bidang konstruksi memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesuksesan suatu proyek. Ketidaksesuaian penanganan dan managemen material mampu mempengaruhi kualitas suatu proyek secara potensial dalam aspek biaya, kualitas dan waktu. Biaya managemen material berkisar antara 30 – 80% dari total biaya konstruksi tergantung tipe dari konstruksi (Muehlhausen, 1991). Material adalah komponen utama dalam suatu project dengan kontribusi sekitar 50 – 60 %. Melihat kontribusi material yang besar, maka manajemen material yang efektif dan efisien dalam suatu project sangat penting. Industri Engineering Procurement and Construction (EPC) merupakan salah satu sektor industri yang cukup berpengaruh di Indonesia. Perkembangan bisnis EPC di Indonesia juga bergantung pada perkembangan kondisi industri pendukungnya seperti Oil & Gas danPetrochemical. Ketika industri tersebut tumbuh, maka tentunya iklim investasi akan semakin baik sehingga industri EPC akan semakin berkembang. Kondisi tersebut tercermin pada saat ini, dengan pertumbuhan PDB rata-rata sebesar 4,56% pertahun dalam 10 tahun terakhir ini (sumber : BPS 2013) yang
1
2
mencerminkan kenaikan investasi dan konsumsi, menjadikan industri EPC terus tumbuh dan berkembang. Dengan melihat peluang industri EPC Indonesia saat ini, maka pasar indonesia dapat menjadi peluang bisnis bagi perusahaan asing. Seperti diketahui, untuk proyek yang berskala besar dan berhubungan dengan industri migas seringkali dikerjakan oleh kontraktor EPC asing dan investor dari luar negeri. Hal ini merupakan tantangan bagi industri EPC yang ada di Indonesia untuk menghadapi persaingan global. Didalam bisnis EPC membutuhkan penyesuaian yang baik bagi perusahaan kontraktor EPC, baik dari sisi sumber daya manusia, sistem yang berlaku dan infrastruktur yang mendukung perlu menjadi perhatian khusus bagi perusahaan yang bergerak dalam industri EPC agar tidak mengecewakan pelanggan sebagai stakeholder dalam bisnis EPC yang telah mempercayakan pekerjaan. Untuk memasuki bisnis EPC, prinsip kehati–hatian perlu untuk dilakukan jika dibandingkan dengan melaksanakan proyek reguler, selain persaingan yang sudah ketat, sejumlah persyaratan juga menghadang salah satunya harus memiliki kekuatan finansial yang baik, karena tanpa keuangan yang kuat tentunya akan kesulitan mewujudkan pembangunan infrastruktur. Keberhasilan dalam proyek-proyek sejenis juga menjadi modal dasar untuk mendapatkan kepercayaan dalam mengerjakan proyek EPC.
1.1.1. PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) merupakan perusahaan yang didirikan pada 11 Maret 1960. WIKA telah melakukan Initial Public
3
Offering (IPO) pada tanggal 29 Oktober 2007, saat ini kepemilikan saham WIKA sebanyak 65,15% dikuasai oleh pemerintah, 1,60% oleh pegawai dan manajemen PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk, dan 33,25 % publik. WIKA sejak tahun 2008 bergerak dalam industriEPC (Engineering, Procurement, Construction)dan investasi yang terintegrasi dan memiliki beberapa Strategic Business Unit (SBU), yakni : 1.
Proyek-proyek Infrastruktur, dikelola oleh Departemen Sipil Umum, Departemen Luar Negeri, dan Departemen Wilayah.
2.
Proyek-proyek Bangunan Gedung, dikelola oleh Departemen Bangunan Gedung yang menangani proyek milik pemerintah dan BUMN
3.
Proyek-proyek Industrial Plant dan Oil & Gas, dikelola oleh Departemen Industrial Plant.
4.
Proyek-proyek
Energi
dan
Pembangkit
Listrik,
dikelola
oleh
Departemen Energi 5.
Proyek-proyek Investasi, PT MNA dan PT MKC Selain itu WIKA memiliki beberapa anak perusahaan yang bergerak
dalam bisnis Concrete Industry oleh WIKA Beton, Realty dan Property oleh WIKA Realty, Bangunan Gedung untuk swasta oleh WIKA Gedung, Mekanikal dan elektrikal oleh WIKA Rekayasa Konstruksi, dan perdagangan umum oleh WIKA Industri & Konstruksi. (Laporan Tahunan PT. Wijaya Karya, 2013)
4
WIKA sebagai pemain di Bisnis EPC dituntut untuk bersaing dengan rivalnya yang terlebih dahulu berkecimpung di bisnis EPC. Dapat dipastikan, proyek-proyek EPC WIKA akan terus berkembang dan menempati porsi yang lebih besar dibandingkan masa sebelumnya. Hal tersebut terlihat pada pertumbuhan dari salah satu SBU Industrial Plant dan Oil & Gas yang bergerak dalam bidang EPC dan dikelola oleh Departemen Industrial Plant memiliki pertumbuhan nilai penjualan dari 574 milyar rupiah pada tahun 2008, kemudian pada tahun 2012 menjadisebesar 395,12% menjadi 2,268 milyar rupiah atau pertumbuhan rata–rata 73,37% per tahunnya.
1.1.2. Department Industrial Plant Department Industrial Plant di PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk awalnya disebut Divisi Mekanikal Elektrikal, yang termasuk dalam unit bisnis fabrikasi baja seperti membangun pintu air, membangun menara transmisi, dan bangunan baja struktural. Seiring dengan Visi dan Misi dari PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk untuk tahun 2020 adalah “To Be One of the Best Integrated EPC and Investment Company in Southeast Asia”, Department Industrial Plant mulai mengembangkan usahanya dengan memasuki pasar EPC di bidang Oil, Gas, Petrokimia, dan Industrial Plant. Untuk bisa terus mendukung Visi dan Misi dari PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk untuk 2020, maka masing-masing Department yang ada harus bisa stabil, menjaga dan terus meningkatkan kinerja dari masing-masing Department.
5
Berdasarkan data dari rencana jangka panjang perusahaan untuk periode tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 bahwa peluang kontrak yang ditawarkan dari proyek EPC di Indonesia adalah sebesar 226,95 trilyun rupiah. Namun pada saat ini sudah banyak perusahaan nasional dan multinasional yang masuk dalam bisnis EPC di Indonesia, beberapa perusahaan nasional baik swasta maupun milik pemerintah diantaranya adalah IKPT, Rekayasa Industri, Krakatau Engineering, Tripatra, Gunanusa, CPM, Truba Jurong, WIKA, ADHI, dan PTPP, sedangkan perusahaan multinasional yang beroperasi di indonesia adalah AMEC Berca, Bechtel Indonesia, KBR Indonesia, McDermott Indonesia, Saipem Indonesia, Technip Indonesia, WorleyParsons, Nippon Steel Construction Indonesia, Wood Group Indonesia, dan Japan Oil and Gas Corporation. Dengan banyaknya kompetitor yang masuk ke dalam bisnis EPC, maka WIKA perlu meningkatkan daya saing perusahaan mengingat kompetitor–kompetitor tersebut sebagian besar merupakan spesialis dalam bidang masing–masing (Oil & Gas, Petrokimia, Industrial & Plant, dan lain sebagainya) dan sudah memiliki pengalaman internasional. EPC merupakan sektor industri yang menuntut penguasaan terhadap teknologi tinggi dan memiliki tipikal didominasi oleh perusahaan yang telah memiliki teknologi dan pengalaman. Dalam pelaksanaan suatu proyek, kontraktor akan dikenakan suatu denda jika pelaksanaan proyek tidak selesai sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang telah ditetapkan sebagai akibat dari hilangnya peluang bisnis pemilik pekerjaan karena keterlambatan yang terjadi,
6
oleh karena itu suatu perusahaan EPC harus memiliki keunggulan terhadap penguasaan teknologi termasuk prosedur kerja agar dapat bersaing dengan kompetitor dan meningkatkan kepercayaan pelanggan.
1.2. Perumusan Masalah Kondisi Pertumbuhan pada Departemen Industrial Plant memiliki tingkat pertumbuhan yang signifikan pada penjualan sebesar 574 milyar rupiah padatahun 2008, kemudian pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 395,12% menjadi 2,268 milyar rupiah atau 73,37% per tahunnya. Pertumbuhan bisnis yang cukup signifikan tersebut akan semakin meningkatkan kompleksitas dan resiko sehingga akan berdampak pada kinerja pelaksanaan pekerjaan proyek. Proyek Pemasangan Pipa Fuel Hydrant Sytem (PPFHS) Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta. Proyek tersebut memiliki lingkup pekerjaan berupa pekerjaan perekayasaan dan konstruksi, pengadaan barang dan material, pekerjaan fabrikasi dan konstruksi dan pekerjaan inspeksi. Berdasarkan Key Performance Indicator (KPI) time delivery proyek, memiliki nilai 76,412% dari target sebesar 100%, sehingga terdapat deviasi antara nilai realisasi dan target sebesar -23,58%, indeks nilai yang dihasilkan termasuk dalam kategori kurang baik. Deviasi terhadap KPI time delivery tersebut disebabkan adanya progress fisik pekerjaan yang tidak tercapai sesuai dengan rencana, diantaranya adalah progress pengadaan yang memiliki deviasi sebesar -3,647% yang didapat dari selisih rencana pencapaian pekerjaan pengadaan material sebesar 50,2% dengan realisasi pengadaan material sebesar 46,517% dan deviasi progress konstruksi sebesar -15,12% dari rencana
7
pencapaian pekerjaan konstruksi sebesar 29,404% dan realisasi pekerjaan sebesar 14,282%. Penyediaaan dan penggunaaan kebutuhan material yang tidak berjalan dengan lancar akan mempengaruhi produktifitas pada proyek.Disisi lain, saat ini prosentase pengadaan material terhadap nilai kontrak pada proyek tersebut memiliki prosentase sebesar 50,2% sehingga
patut menjadi perhatian khusus dikarenakan memiliki
prosentase yang paling besar. Dengan adanya permasalahan tersebut diatas, perusahaan ingin mengetahui kinerja dalam manajemen material yang saat ini dijalankan oleh proyek, mengingat manajemen material akan sangat berdampak pada kinerja proyek. Dalam thesis ini akan dikemukakan rumusan masalah yakni bagaimana kinerja manajemen material dalam pelaksanaan proyek dan bagaimana meningkatkan kinerja manajemen material padaproyek Pemasangan Pipa Fuel Hydrant System Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta.
1.3. Tujuan Consulting Project Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada proyek EPC diperlukan penanganan khusus, maka tujuan dari Consulting Project ini adalah untuk mengetahui dan memberikan solusi terhadap penanganan material pada proyek PPFHS Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Secara spesifik tujuan dari Consulting Project ini adalah :
8
1. Untuk mengetahui dan menganalisa kinerja dalam manajemen material, pada proyek PPFHS Terminal 3 yang dikerjakan oleh PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk, Department Industrial Plant. 2. Untuk memberikan rekomendasi terhadap peningkatan kinerja dalam manajemen material pada proyek PPFHS Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta.
1.4.
Manfaat Consulting Project Manfaat dari Consulting Project ini adalah sebagai bahan masukan bagi PT.
Wijaya Karya (Persero) Tbk terhdap kondisi dan kinerja manajemen material dari proyek PPFHS Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta yang saat ini dikerjakan, kemudian memberikan rekomendasi untuk meningkatkan KPI pada proyek, yang diharapkan bisa diterapkan dalam proyek–proyek sejenis di Department Industrial Plant.
1.5. RuangLingkup Untuk fokus terhadap bahasan utama, maka pembahasan akan dilakukan mencakup kinerja manajemen material pada proyek PPFHS Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta yang dikerjakan oleh Department Industrial Plant PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk pada periode November 2013 sampai dengan Mei 2014.
9
1.6. Sistematika Penulisan BAB 1 : PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, ruang lingkup dan sistematika penulisan. BAB 2 : LANDASAN TEORI Dalam bab ini dijelaskan secara teoritis mengenai teori yang menjadi landasan pada penulisan thesis ini. BAB 3 : METODOLOGI Dalam bab ini dijelaskan mengenai kerangka berpikir hal teknis yang berhubungan dengan metode penulisan. BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dijelaskan perbandingan beberapa prosedur yang saat ini
digunakan
untuk
penanganan
material
terhadap
metode
penanganan material yang sesuai dengan pekerjaan pada proyek EPC BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini dijelaskan kesimpulan yang berupa pernyataan singkat yang diambil dari hasil analisis dan perumusan masalah, disertai saran yang berisi masukan yang diajukan.