BAB I LATAR BELAKANG
1.1
Latar Belakang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan badan usaha yang berorientasi kepada pelayanan bagi masyarakat Indonesia. BUMN merupakan pelaku bisnis yang sangat penting dan berkontribusi banyak bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. BUMN harus memiliki kinerja yang baik agar dapat terus melayani masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan SDM yang baik untuk manajemennya dalam menjalankan perusahaan. Tidak sedikit BUMN di Indonesia yang menderita kerugian dan tidak sedikit pula yang berkinerja sangat baik. BUMN yang merugi akan dicover kerugiannya oleh anggaran pengeluaran belanja negara dan menjadi beban pemerintah (Atmodjo: 2012). Maka dari itu, agar tidak menjadi beban negara, BUMN harus beroperasi secara efektif dan efisien serta menjadi perusahaan yang kompetitif. Untuk menjadi BUMN yang kompetitif, dibutuhkan SDM yang baik karena SDM adalah aset yang sangat penting bagi berjalannya suatu organisasi. SDM haruslah orang-orang yang sangat kompeten yang sesuai dengan pekerjaan terlebih lagi dalam pemilihan pemimpin. Pemilihan pemimpin juga harus sesuai dengan karakteristik pekerjaan yang nantinya berfungsi sebagai seseorang yang mengkoordinasikan perilaku karyawan agar sejalan dengan visi dan misi perusahaan (Baron dan Greenberg: 1990). 1
Kepemimpinan biasanya diberikan kepada seseorang yang memiliki sifat dominan dan dinamis yang bisa membentuk dan mempengaruhi manajemen di dalam perusahaan (Bono dan Judge: 2005). Tiap pemimpin memiliki pola yang beragam dalam menjalankan peran kepemimpinannya. Terdapat berbagai macam pola kepemimpinan yang telah dikembangkan oleh beberapa peneliti seperti teori “Great Man”, teori sifat (trait theory), teori kontijensi (contingency theory), teori situasional (situational theories), teori prilaku (behavioral theories), teori partisipatif (participatives theories), teori transaksional (transactional theories), dan yang terakhir adalah teori kepemimpinan transformasional . Penelitian ini akan menggunakan kepemimpinan transformasional karena dianggap paling sesuai dengan perkembangan industri saat ini. Dalam kepemimpinan transformasional, hubungan yang terjadi tidak hanya berbasis pada suatu transaksi antara pemimpin dan karyawan. Pola kepemimpinan ini bekerja tanpa ada harapan mendapatkan sesuatu sebagai timbal balik. Mereka bekerja dengan tujuan yang sama dengan karyawan, mengedepankan kepentingan karyawan dan mengembangkan karyawan untuk menjadi lebih baik. Mereka juga mengesampingkan kebutuhannya demi kebutuhan bersama agar mencapai hasil yang sangat memuaskan. Pemimpin transformasional disebut sebagai agen perubahan sosial karena mereka telah sukses dalam mengubah para perilaku karyawannya dan mentransformasikan keseluruhan masyarakat melalui visi mereka (Baroon dan 2
Greenberg: 1990). Pemimpin transformasional akan membawa pengaruh positif baik pada level organisasi maupun individu (Gumusluoglu dan Ilsev: 2009) karena mereka akan memberikan keunggulan secara kompetitif (Zhu et al: 2005). Pemimpin transformasional memiliki beberapa karakteristik menonjol seperti stimulasi intelektual, pertimbangan individual, dapat memberikan motivasi yang inspirasional, dan mempengaruhi perilaku individual (Bass dan Avolio: 1993). Sifat-sifat inilah yang sangat berpengaruh dalam memimpin para karyawan. Terdapat satu pola kepemimpinan yang sangat mirip dengan kepemimpinan transformasional yaitu kepemimpinan karismatik. Bass (1985) mengatakan bahwa pemimpin karismatik berbeda dengan pemimpin transformasional, tetapi Armstrong (1990) mengatakan bahwa pemimpin karismatik merupakan nama lain dari pemimpin transformasional. Meskipun hampir sama, kepemimpinan transformasional tidak hanya mengikuti cara dan budaya yang telah ada di organisasi, akan tetapi mereka juga merubah cara dan budaya tersebut menjadi lebih baik (Bass: 1985). Arachchi (2012) menyebutkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang bisa menginspirasi dan memotivasi karyawannya, serta dapat menumbuhkan komitmen organisasional diantara para karyawan. Pemimpin yang menginspirasi akan melakukan tindakan yang berempati, mereka berbeda dengan kebanyakan pemimpin lainnya dan berani untuk mengakui kelemahan yang mereka miliki (Goffee dan Jones: 2012). 3
Kepemimpinan transformasional juga dapat dilihat sebagai interaksi antara pemimpin dan karyawan, dimana hal tersebut dapat dilihat dari cara membina sikap dan perilaku yang meningkatkan ketertarikan antara karyawan dan pemimpin serta adanya komitmen bersama untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi (Ejimofor: 2007). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemimpin yang berpola kepemimpinan transformasional berpengaruh secara signifikan pada komitmen organisasional (Bycio et al.,: 1995). Konsep komitmen organisasional didefinisikan sebagai sikap dan perilaku karyawan y ang merefleksikan keterikatan secara emosional terhadap organisasi, memiliki pertimbangan terhadap dampak atau biaya yang terkait ketika karyawan meninggalkan organisasi dan kewajiban moral karyawan terhadap organisasi (Allen dan Meyer: 1997). Baron dan Greenberg (1990) menyebutkan jika para pemimpin menggunakan pola transformasional maka dapat diasumsikan bahwa pikiran positif seperti loyalitas dan komitmen organisasional dapat berpengaruh secara signifikan. Ketika karyawan sudah memiliki komitmen organisasional, mereka akan bekerja keras untuk mencapai tujuan. Komitmen perusahaan sering datang dari seorang pemimpin yang mempunyai visi yang jelas serta bisa mengkomunikasikan segala hal yang penting bagi perkembangan perusahaan kepada karyawan (Ulrich: 1996). Contohnya adalah Hawlett-Packard yang menggunakan beberapa metode untuk meningkatkan komitmen karyawannya dengan cara mengembangkan kualitas manajemen dan tim yaitu, dengan 4
melakukan champion HP way, memfasilitasi survei karyawan, memberikan lingkungan yang inklusif, memberikan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan, memberikan pelatihan manajemen, komunikasi yang baik antar karyawan, investigasi terhadap masalah-masalah yang ada, ulasan evaluasi kinerja, dan memberikan tindakan koreksi antara karyawan dan manajer (Ulrich: 1996). Sedangkan Fisher, Chairman Kodak mengatakan bahwa salah satu karyawan berkomentar Kodak telah empat tahun melakukan perbaikan kualitas dan inisiatif efisiensi. Karyawan tersebut juga berkomentar tentang kepemimpinan transformasional yang baru diterapkan telah memberikan energi baru terhadap karyawan lainnya. Selain menumbuhkan komitmen organisasional, seorang pemimpin juga harus mempunyai kemampuan untuk mengesampingkan kebutuhan personal dan mengkoordinasi kebutuhan mereka dengan kebutuhan pihak lain. Maka dalam tahap ini diperlukan aktivitas yang saling mendukung, janji, ekpektasi, obligasi, dan penghargaan untuk membentuk kepuasan kerja karyawan (Kegan: 1982 dalam Ulrich: 1996). Karyawan mengharapkan pemimpin yang dapat membantu mereka dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Jika seorang pemimpin dapat membantu para karyawan dalam mengarahkan pekerjaan dan mencapai tujuan, maka para karyawan akanmerasakan kepuasan kerja (Baron dan Greenberg: 1990). Selain itu, pengikutsertaan karyawan dalam pembuatan
5
keputusan juga meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan produktivitas karyawan. Kepuasan kerja bergantung pada lingkungan kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan budaya karyawan serta respon individual terhadap lingkungan tersebut (Camp: 1994). Lambert (2004) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sejauh mana seseorang suka terhadap pekerjaannya sedangkan Barton et.al (1999) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai pemenuhan kebutuhankebutuhan tertentu yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan. Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh Camp (1994) dan Lambert (2004), kepuasan kerja dapat bersumber dari pekerjaan, gaji, rekan kerja, pengawasan, dan promosi. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu dari dalam diri dan dari luar diri (Dorman dan Zapf: 2001 dalam Atmojo: 2012). Faktor dari dalam diri termasuk aspek kepribadian, status, senioritas, kecocokan dengan pekerjaan dan kepuasan hidup. Sedangkan faktor dari luar diri karyawan termasuk sistem penghargaan, otoritas terpusat, penerimaan dari atasan, penghargaan kerja dan sosial. Spector (1997) menyebutkan bahwa level kepuasan kerja dapat berbeda di setiap aspek pekerjaan. Semakin sesuai aspek pekerjaan dengan keinginan individu, maka kepuasan kerja semakin terpenuhi dan sebaliknya (Atmojo: 2012). Kemudian di dalam literatur lain menyatakan bahwa
6
karyawan lebih puas dengan pekerjaan mereka ketika mereka dihargai melalui apa yang telah mereka kerjakan dan ketika mereka mempunyai kesempatan untuk berkontribusi terhadap peraturan dan prosedur organisasi (Johnson et.al.,: 2003). Kepuasan kerja karyawan berperan sangat penting bagi performa karyawan. Jika karyawan telah merasa puas, maka mereka akan memberikan kontribusi yang positif terhadap perusahaan. Mereka lebih termotivasi dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan jika karyawan tidak memiliki kepuasan kerja, maka mereka cenderung mengalami stres dan mengundurkan diri dari perusahaan. Ini berdampak pada meningkatnya pengeluaran perusahaan karena biaya pengunduran diri karyawan berarti perusahaan harus merekrut ulang karyawan baru yang termasuk biaya iklan lowongan dan pelatihan (Robbin: 2006). Kepuasan kerja dan komitmen organisasional adalah dua kata kunci yang berasosiasi dengan ingatan seseorang di berbagai macam latar pekerjaan. Konsep-konsep ini selalu menerima perhatian lebih, dimana hubungan empiris dibuat antara komitmen karyawan, budaya organisasi, dan kinerja institusi (Byrne et.al). Tujuan utama dari kepemimpinan transformasional adalah kinerja perusahaan, kepuasan kerja karyawan dan komitmen organisasional (Bushra et.al.,: 2011). Semua peningkatan dalam tujuan utama kepemimpinan transformasional
dapat
dibangun
melalui
perilaku
kepemimpinan 7
transformasional yang mendukung karyawan, memberikan harapan dan visi misi, membantu para karyawan untuk berfikir secara inovatif, memperhatikan karyawan dan berusaha untuk memperlancar komunikasi dari atas ke bawah. Beberapa ilmuan telah meneliti adanya pengaruh kepemimpinan transformasional pada komitmen organisasional dan kepuasan kerja. Misalnya penelitian yang dilakukan di Pakistan, dimana sampelnya adalah mereka yang bekerja di sektor swasta, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai korelasi antara kepemimpinan transformasional dan kesuksesan kerja terjadi ketika atasan menghargai ide-ide inovatif dan mendorong karyawannya untuk memikirkan masalah lama dengan cara baru, ini menyebabkan perasaan kesuksesan kerja lebih ada di organisasi. Dalam penelitian ini kepemimpinan transformasional juga berkorelasi tinggi dengan kesuksesan kerja. Ini membuktikan bahwa ketika atasan membuat tujuan dan norma-norma kelompok, maka secara langsung memberikan kepuasan terhadap atasannya dan perasaan emosional dengan organisasi (Riaz dan Haider: 2010). Kemudian penelitian lain memiliki 1009 karyawan yang bekerja pada cabang perusahaan berasal dari Amerika Serikat dan beroperasi di Malaysia Timur. Penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan dengan komitmen organisasional. Hasil ini menunjukkan
bahwa
kemampuan
pemimpin
untuk
dengan
tepat
mengimplikasikan proses transformasional dalam implementasi fungsi pekerjaan telah meningkatkan komitmen organisasional (Ismail: 2011). 8
Sedangkan di Indonesia sendiri penelitian serupa pernah dilakukan di Badan Usaha Milik Negara yang bergerak pada bidang perkebunan yaitu PT. Perkebunan Nusantara V Riau.Kepemimpinan transformasional secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Mereka mendorong komitmen organisasional pada para karyawan melalui transmisi visi. Komitmen kepada visi perusahaan berhubungan dengan kepercayaan karyawan terhadap pemimpinnya. Yang terjadi di PTPN V Riau menunjukkan komitmen organisasional diperkuat dengan menekankan karyawan untuk mengerjakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan mengingatkan bahwa mereka merupakan bagian dari organisasi (Atmojo: 2012). Pada kesempatan ini penulis ingin melakukan penelitian pada divisi Prodtasganu di Perum Peruri yang merupakan salah satu BUMN di Indonesia. Divisi prodtasganu merupakan divisi yang memainkan peranan penting di Perum Peruri. Divisi prodtasganu merupakan divisi yang memiliki lini bisnis yang menghasilkan produk untuk Perum Peruri. Kesuksesan dan level kompetensi divisi Prodtasganu sangat bergantung pada pemimpin dan karyawan yang mau bekerja keras dan berkomitmen terhadap organisasi. Kerja keras dari karyawan meningkat jika mereka memiliki kepuasan kerja dan komitmen organisasional yang tinggi di dalam dirinya. Oleh karena itu, kualitas pemimpin di suatu organisasi memberikan efek yang sangat besar dalam pengaturan SDM secara hirarki sehingga divisi prodtasganu bisa 9
menghasilkan produk yang kompetitif dan Perum Peruri bisa menjadi perusahaan yang lebih kompetitif dan siap bersaing dengan perusahaan lainnya agar terhindar dari masalah kerugian dan tidak menjadi tanggungan APBN. Dengan alasan tersebut, maka penulis mengambil tema “Analisis Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional Pada Kepuasan Kerja Karyawan dan Komitmen Organisasional di Divisi Produksi Cetak Kertas Berharga Non Uang (Prodtasganu) Perum Peruri.” 1.2
Perumusan Masalah Data tahun 2013 mengemukakan bahwa terdapat 13 BUMN yang mendertia kerugian. Jika ditotal, kerugian BUMN tersebut berkisar lebih dari RP 1,7 Triliun. Kerugian ini tentunya akan dicover oleh pemerintah dengan dana APBN. BUMN yang merugi ini pada awalnya harusnya mensejahterakan masyarakat berubah menjadi memberatkan pemerintah.Agar tidak menjadi beban pemerintah, BUMN harus memiliki kesadaran untuk berkinerja tinggi. Zona aman BUMN yang jika merugi maka akan mendapat dana talangan inilah yang menyebabkan BUMN tidak dapat berkinerja lebih baik dan cenderung santai. Sehingga mereka tidak berfikiran untuk melakukan perubahan sampai ada seorang pemimpin yang membawa perubahan terhadap perusahaan.
10
Selain itu, pada tahun 1999 pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No.5 yang melarang praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan adanya UU ini, maka beberapa proyek Perum Peruri yang tadinya menjadi hak penuh Perum Peruri, sekarang ditenderkan juga denga perusahaan-perusahaan lain. Produk-produk tersebut dihasilkan di divisi Prodtasganu Perum Peruri. Ini mengakibatkan persaingan usaha yang makin kompetitif dan Perum Peruri harus bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan sebuah proyek. Untuk itu, Perum Peruri harus menghasilkan produk-produk yang berkualitas tinggi serta melakukan inovasi dengan produk-produknya agar tidak kalah saing dengan perusahaan percetakan lain di Indonesia. Inovasi produk dapat berjalan dengan baik jika didukung dengan SDM yang berkualitas terutama pemimpin yang dapat membentuk kepuasan kerja serta komitmen organisasional karyawan. Jika karyawan telah memiliki kepuasan kerja serta komitmen organisasional yang baik, maka kinerja karyawan akan baik. Perum Peruri sebagaimana instansi publik pada umumnya kurang mengikuti perkembangan industri terkini sehingga mayoritas karyawan perusahaan berada pada zona aman untuk tidak melakukan perubahan. Bisnis segmen yang mulai tergerus oleh teknologi dan peraturan pemerintah akan membuat Perum Peruri semakin kehilangan sumber pendapatannya. Jika perusahaan tidak mengalami transformasi dalam mengikuti perkembangan 11
zaman, maka dikhawatirkan laba perusahaan akan cenderung menurun atau bahkan rugi yang mengakibatkan menjadi beban negara. Tidak hanya itu, jika transformasi ingin berjalan secara baik, maka antara pemimpin harus ada keterkaitan satu sama lain sehingga menunjang integritas perusahaan. Karyawan harus memiliki keterikatan secara emosional terhadap Perum Peruri agar mereka mau berjuang menuju visi dan misi yang diharapkan. Secara rinci tujuan dari penelitian ini ditinjau dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui
bagaimana
hubungan
gaya
kepemimpinan
transformasional dengan komitmen organisasional dan kepuasan kerja. 2.
Mengetahui
bagaimana
hubungan
gaya
kepemimpinan
gaya
kepemimpinan
transformasional terhadap kepuasan kerja. 3.
Mengetahui
bagaimana
hubungan
transformasional terhadap komitmen organisasional. 1.3
Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana hubungan gaya kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja karyawan divisi Prodtasganu?
2.
Bagaimana hubungan gaya kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasional karyawan divisi Prodtasganu?
1.4
Tujuan Penelitian
12
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan adanya hubungan gaya kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional di divisi Prodtasganu. Secara rinci tujuan dari penelitian ini ditinjau dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Menguji adanya hubungan gaya kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasional dan kepuasan kerja karyawan di divisi Prodtasganu.
2.
Menguji adanya hubungan gaya kepemimpinan transformasional dengan komitmen karyawan di divisi Prodtasganu.
3.
Menguji adanya hubungan gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja di divisi Prodtasganu.
4.
Temuan penelitian ini akan memberi saran kepada divisi Prodtasganu untuk membuat pemilihan pemimpin dan pemilihan pola gaya kepemimpinan yang sesuai agar tercipta komitmen organisasional dan kepuasan kerja karyawan yang tinggi.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat-manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini mampu menjadi sumbangan teoritis maupun praktis. Manfaat bagi kajian teoritis adalah sebagai berikut:
13
1.
Memberi sumbangan bagi khasanah perkembangan ilmu pengetahuan empiris khususnya ilmu manajemen secara umum, dan ilmu manajemen sumber daya manusia yang meliputi perilaku organisasi dan studi kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional.
2.
Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi tambahan untuk penelitian lain mengenai hubungan gaya kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional dalam divisi Prodtasganu. Sedangkan manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini untuk kepentingan praktis adalah sebagai berikut:
1.
Menjadi
masukan
praktis
bagi
perusahaan
mengenai
hubungangaya kepemimpinan transformasional yang efektif bagi terciptanya komitmen karyawan. 2.
Memberikan informasi berdasarkan fakta yang dikumpulkan secara
empiris
mengenai
pengaruh
gaya
kepemimpinan
transformasional terhadap kepuasan kerja karyawan di divisi. 3.
Instrumen pengumpul data berupa kuesioner yang telah diadaptasi dan dipakai dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan secara praktis untuk mengetahui tingkat komitmen organisasional, tingkat gaya kepemimpinan transformasional,
14
dan juga tingkat kepuasan kerja karyawan di dalam divisi Prodtasganu. 1.6
Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian Penelitian ini membatasi permasalahan pada pengaruh kepemimpinan transformasional pada kepuasan kerja karyawan dan komitmen organisasional studi kasus di divisi Prodtasganu Perum Peruri. Eksplorasi mengenai objek penelitian Divisi Prodtasganu, kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja karyawan, dan komitmen organisasional adalah sebagai berikut: 1.
Divisi Prodtasganu Divisi prodtasganu (produksi cetak kertas berharga non uang) merupakan salah satu divisi di Perum Peruri yang bergerak di bidang percetakan dan terletak di Jakarta dan Karawang. Penelitian ini akan mempelajari karyawan yang berada di divisi prodtasganu yang berada di Karawang.
2.
Gaya Kepemimpinan Transformasional Manfaat dari gaya kepemimpinan transformasional adalah para pemimpin ini membuat orang yang biasa saja menjadi orang yang luar biasa (Boal & Bryson: 1988), dan menyebabkan para karyawan melakukan lebih dari apa yang diharapkan serta memiliki kinerja diatas level yang diharapkan (Bass,1985). Kata lainnya seperti yang dikutip oleh Graham (1998), efek yang
15
paling penting dari pemimpin transformasional adalah mereka harus bisa berperan ekstra di luar dari kepemimpinannya tersebut daripada peran yang biasa saja. Pemimpin transformasional harus bisa memotivasi karyawan agar memiliki kinerja yang baik pada semua level “tidak hanya untuk mendapatkan pujian melalui pengarahan rutin dari organisasi” (Katz & Kahn: 1978) Faktor
yang
mempengaruhi
gaya
kepemimpinan
transformasional, yaitu terdiri dari dimensi (1) Motivasi inspirasional, (2) pengaruh ideal, (3) perhatian individual, dan (4) stimulasi intelektual (Kinincki: 2010). 3.
Kepuasan Karyawan Kepuasan karyawan bukan merupakan konsep yang universal dikarenakan ini akan dipengaruhi oleh beberapa aspek. Misalkan jika dia puas pada satu aspek pekerjaan, maka belum tentu dia akan meyukai aspek-aspek lain dalam pekerjaan tersebut. Menurut Luthans (2007) ada tiga dimensi kepuasan kerja; pertama kepuasan kerja adalah respon emosional terhadap situasi pekerjaan. Setelah itu, dapat divisualisasikan dan diprediksi. Kedua, kepuasan kerja sering diukur dengan bagaimana hasil akhir sesuai dan melebihi harapan. Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa perilaku-perilaku yang berhubungan.
16
4.
Komitmen Organisasional Konsep
komitmen
organisasional
karyawan
didefinisikan
sebagai sikap dan perilaku karyawan yang merefleksikan orientasi afeksi terhadap organisasi, pengakuan terhadap dampak atau biaya yang terkait ketika meninggalkan organisasi dan kewajiban moral karyawan untuk tetap bekerja di perusahaan (Allen
&
Meyer: 1997).
menggunakan
model
Komitmen
pendekatan
organisasional
multidimensional
ini yang
dikemukakan oleh Allen dan Meyer (1991), dimana komitmen karyawan di pengaruhi oleh tiga dimensi yaitu afektif, kontinuan, dan normatif.
17