1 URGENSI MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN HUTAN KOTA MELALUI KIAT KECIL MENANAM DEWASA MEMANEN *) Oleh: Tarsoen Waryono **)
Bab I Latar Belakang Menurunnya kualitas lingkungan hidup (udara, air, dan tanah) di DKI Jakarta, cenderung disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dengan berbagai aktivitasnya seperti kegiatan industri, transportasi, rumah tangga, serta perdagangan dan jasa. Disisi lain, keberadaan kondisi fisik wilayah DKI Jakarta merupakan daerah hilir bermuaranya 13 aliran sungai, hingga tidaklah mengherankan bila setiap tahun muncul banjir musiman, akibat kiriman air dari bagian hulu aliran sungai, maupun meningkatnya tutupan tapak dalam bentuk bangunan beton dan aspal, serta semakin meluasnya intrusi air laut akibat pemanfaatan air tanah yang kurang terkendali. Hasil pengukuran dan atau pemantauan terhadap beberapa parameter lingkungan fisik kritis di DKI Jakarta, yang telah dikaji lebih jauh memperlihatkan tingkat pencemaran sebagai berikut : (a). Cemaran rata-rata udara oleh gas carbon dioksida (CO2) menunjukan angka 300 mg/m3, cemaran timbal (Pb) 400 mg/m3, tingkat kebisingan 43 dB, dan kadar debu 433 mg/m3, serta meningkatnya kutub-kutub panas kota (suhu udara) dari 29,30C menjadi 30,10C, dimana nilai (angka) tersebut telah mendekati ambang batas kenyamanan di lingkungan perkotaan. (b). Luas bangunan betonan dan aspal penutup tapak 53,7% dari seluruh luas DKI Jakarta dan cenderung semakin meningkat dengan tumbuh berkembangnya tingkat ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Demikian halnya dengan hilangnya pepohonan di daerah pinggiran kota, karena terdesaknya penggunaan tanah untuk kepentingan bangunan perumahan, yang luasnya mencapai sekitar 670 ha pada dekade tahun 1998-2004. (c). Luasnya genangan banjir, sebagai akibat terdegradasinya kawasan resapan air di daerah hulu aliran sungai yang melintas ke wilayah DKI Jakarta, serta pendangkalan akibat polusi sampah plastik (960 ton/tahun), maupun pendangkalan 24 situ-situ di wilayah DKI Jakarta. Upaya pengendalikan lingkungan fisik kritis di wilayah DKI Jakarta, pada hakekatnya telah diupayakan. Pada tahun 1970-an, upaya tersebut diwujudkan melalui gerakan penghijauan kota. Sekitar tahun 1980-an, Dinas Pertamanan DKI Jakarta memprogramkan pembangunan jalur hijau dan pertamanan kota, sedangkan Dinas Kehutanan DKI Jakarta mulai menerapkan program pembangunan dan pengembangan hutan kota. Periode berikutnya *). Workshop Kecil Menanam Dewasa Memanen, Cibubur 28 Desember 2005 **). Staf Pengajar Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
2 tahun 1993, muncul dengan nama gerakan penghijauan sejuta pohon, dan program penghijauan Sadpraja yang diprakarsai oleh Biro Bina Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Walaupun demikian, hasil-hasil yang dicapai, dinilai belum dapat memenuhi tuntutan dan harapan bagi pengelola sendiri maupun oleh masyarakat secara luas. Sementara itu, penerapan rencana umum tata ruang (RUTR) 1985-2005 DKI Jakarta, pada hakekatnya mengatur dua aspek pokok yaitu pengaturan dan pengendalian ruang terbangun (build up area), maupun pengembangan ruang terbuka hijau (RTH). Diproyeksikannya RTH dalam pembangunan di DKI Jakarta, berpijak pada kondisi alamiah nyata, hingga lebih menyakinkan kesadaran warga kota akan arti pentingnya upaya pembenahan lingkungan hidup di wilayahnya, melalui pemberdayaan pepohonan untuk mengatasi dan mengendalikan fenomena lingkungan krisis. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa potensi dan peluang pepohonan mampu memberikan jasa-jasanya secara lestari melalui fungsi bio-eko-hidrologisnya. Dalam pada itu, konsep pembangunan tata hijau dalam bentuk hutan kota, merupakan salah satu upaya pendekatan yang dinilai sangat tepat untuk dikembangkan, yang dijamin keberadaannya dalam penataan ruang pembangunan DKI Jakarta. Bangkitnya pembangunan hutan kota di DKI Jakarta, pada awalnya diprakarsai oleh Kanwil Kehutanan DKI Jakarta sejak tahun 1986, atau tepatnya tanggal 24 Prebuari 1986, dengan diresmikannya pusat pembibitan (persemaian) hutan kota di kawasan hutan kota kampus Universitas Indonesia, oleh Menteri Kehutanan Dr. Soedjarwo. Selama kurun waktu 20 tahun, pembangunan hutan kota di Provinsi DKI Jakarta di bawah binaan dan pengelolaan Dinas Pertanian dan Kehutanan, telah mencapai luas 412,5 ha yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta.
Bab II Urgensi Mewujudkan Pembangunan Hutan Kota 2.1. Batasan Operasional, Patokan dan Kriteria Dasar Pembangunan, Pengembangan dan Pengelolaan Hutan Kota Hutan kota (urban forestry), pada hakekatnya merupakan hutan baik yang dipertahankan dan atau dibangun di wilayah perkotaan, hingga membentuk tegakan vegetasi berkayu, beserta semak dan tumbuhan bahwahnya, dan merupakan satuan ekologik terkecil yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi penduduk perkotaan dalam kegunaankegunaan proteksi dan atau penyangga kenyamanan lingkungan, estetika dan rekreasi, serta kegunaan khusus lainnya. Segala hal yang berkaitan dengan hutan kota disebut “program hutan kota” (urban forestry). Kegunaan proteksi hutan kota disebabkan karena peranan jasa fungsi bio-hidroekologisnya. Sedangkan kegunaan estetika dan rekreasi, memberikan kenyamamanan, menciptakan keindahan nilai-nilai kotras lingkungan perkotaan, serta merupakan habitat sisasisa kehidupan satwa liar di wilayah perkotaan.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
3 Kriteria satuan-satuan luas hutan kota, sekurang-kurangnya 0,25 ha dengan kerapatan tumbuhan sekurang-kurangnya 10% (equivalen jarak tanam 10 X 10 meter) atau 100 pohon besar/ha, ditambah dengan hamparan semak dan tumbuhan bawah setelah membentuk tegakkan. Makna pembangunan berasal dari “bangun” yang pada dasarnya merupakan suatu bentu/wujud yang tadinya tidak ada menjadi ada, karena upaya dan atau rekayasa, sedangkan pengembangan berasal dari kata “kembang” yang memberikan gambaran adanya perubahan berdasarkan ukuran dari kecil menjadi lebih besar, berbeda halnya dengan makna pengelolaan yang berasal dari kata “kelola” yang berarti suatu bentuk upaya dari serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, upaya kegiatan dan pengawasan, untuk tujuan penyelamatan, pelestraian, pengendalian, dan pemanfaatan secara optimal terhadap hasil-hasil pembangunan hutan kota. Dengan demikian pembangunan, pengembangan dan pengelolaan hutan kota secara operasional merupakan tindakan untuk mewujudkan bentuk hutan di wilayah perkotaan, karena tujuan peranan fungsinya dikembangkan berdasarkan luas dan penyebarannya, yang dirancang dan dikelola untuk tujuan penyelamatan, pelestarian dan pengedaliannya. Berdasarnya penyebarannya hutan kota merupakan kawasan penyangga wilayah resapan air tanah pada daerah kikisan; penyangga intrusi air laut pada wilayah endapan dan muara sungai, dan sangat efektif sebagai perlindungan kawasan sempadan sungai (bantaran), sempadan pantai dan atau penyangga kawasan tandon air. Besaran luas hutan kota diperhitungkan berdasarkan konsepsi keseimbangan alam di lingkungan perkotaan, yang diformulasikan dari persamaan proses fotosintesa, dimana luasan hutan kota dalam kemampuannya untuk mengabsorsi C02 dan menghasilkan O2 (oksigen) untuk kepentingan penghuni masyarakat perkotaan. Untuk keperluan luas hutan kota di wilayah DKI Jakarta dengan patokan bahwa setiap 1.000 penduduk diperlukan luasan hijau 0,825 ha. Dengan jumlah penduduk 11,2 juta jiwa (Estimasi 1999), maka luas hutan kota yang diperlukan (11,2 juta/1.000) X 0,825 = 9.240 ha (14,21% dari luas daratan DKI Jakarta), yang tersebar pada beberapa kawasan konservasi seperti uraian di atas. 2.2. Arahan Kebijaksanaan Pembangunan Hutan Kota Arah kebijakan pembangunan hutan kota, mencakup dua tatanan yaitu: (a) aspek legal pembangunan dan (b) tahapan pembangunan hutan kota, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut: 2.2.1. Aspek Legal Pembangunan Hutan Kota Berdasarkan ungkapan-ungkapan dimuka, yaitu kenyataan adanya permintaanpermintaan nyata akan hutan-hutan kota, serta pemikiran pendekatan-pendekatan dan keadaan sikon fisik wilayah DKI Jakarta, pembangunan hutan-hutan kota harus bertolak (terliput) dalam “kerangka lingkungan Masterplan berdasar-kan RTRW 2010”. Hal ini dimaksudkan bahwa pembangunan hutan kota berpijak dan merupakan bagian dari subsistem dari ruang terbuka hijau (RTH). Untuk itu dalam pembangunannya harus bertolak dengan terlebih dahulu mempersiapkan kerangka landasan kokoh yang merupakan arah dasar kebijakan pembangunan hutan kota, yang meliputi: (a) landasan hukum sebagai Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
4 jaminan yuridis bagi pelaksanaan fungsinya, (b) penyediaan lahan, termasuk dalam alokasi penataannya serta informasi dasar kondisi fisik wilayahnya, (c) penyusunan aparatur yang sesuai dengan ketatalaksanaanya, dan didukung oleh tenaga-tenaga profesional yang memadai. Berdasarkan landasan hukumnya, pembangunan hutan kota pada hakekatnya meliputi; (a). Ketentuan-ketentuan pokok terkait dalam GBHN, (b). Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, (c). Undang-Undang No. 5 Tahun 1967 yang disempurnakan melalui Rancangan Undang-undang Tentang Kehutanan Tahun 1999, (d). Undang-undang No.4 tahun 1982, tentang Pokok Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, (e). Undang-undang No. 22 tahun 1990, tentang Rencana Tata Ruang Nasional, (f). Keputusan Presiden tahun 1992; tentang penghijauan kota, (g). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah, (h). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, (I). Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang Penataang ruang Terbuka Hijau, (j). Undang-undang No. 22 Tahun 1999, tentang Peraturan Daerah (Otonomi Daerah), (k). Perda No. 8 Tahun 1981, tentang Organisasi Tata Kerja Dinas Kehutanan DKI Jakarta, (l). Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (m). Perda No. 5 Tahun 1997 tentang Rencana Strategis Pembangunan DKI Jakarta Periode 1996/1997-2001/2002, dan (n). Perda No. 6 tahun 1999, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta tahun 2010. 2.2.2. Tahapan Operasional Pembangunan Hutan Kota Menyadari bahwa pembangunan hutan kota di DKI Jakarta pada dasarnya merupakan prioritas terakhir setelah pembangunan kawasan hijau dalam bentuk taman dan keindahan kota, dan budidaya pertanian. Jakarta sebagai kota metropolitan, pusat pemerintahan (ibukota negara), hingga dituntut bentuk pembangunan kawasan hijau yang diwujudkan dalam bentuk taman dan keindahan kota, demikian halnya dengan upaya-upaya untuk tetap mempertahankan budaya Betawi yang erat kaitannya dengan kawasan-kawasan hijau budi-daya pertanian di wilayah perkotaan. Namun demikian, keterbatasa aset Pemda DKI Jakarta, tingginya harga tanah, dan semakin terdesaknya kawasan hijau budidaya pertanian, serta berdasarkan simulasi nilai-nilai konservasi jasa bio-hiro-ekologis ketiga bentuk kawasan hijau, untuk itu membangun hutan kota merupakan aplikasi pemba-ngunan kawasan hijau yang dinilai paling efektif dibanding dengan dua bentuk pembangunan kawasan hijau taman dan budidaya pertanian. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan hutan kota pada dasarnya merupakan gagasan baru untuk menjawab tantangan keternatasan aset lahan dan tingginya harga tanah. Dalam implentasinya pembangunan hutan kota harus ditempuh atas dasar tahapan-tahapan yang rasional, dan meliputi (a) tahap pra kondisi, (b) tahapan pelaksanaan, dan (c) tahapan umpan balik untuk penyempurnaan. Pada tahapan pra-kondisi, seperti telah dikemukakan terdahulu, mencakup penyelesaian hukum, penyediaan lahan dan penyusunan aparatur. Oleh karena hutan kota merupakan sub-sistem dari RTH, maka landasan hukum harus merupakan pengisian dari Perda No. 6 Tahun 1999, tentang RTRW 2010. Penyediaan lahan, harus didahului dengan Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
5 pengamatan dan penelusuran informasi dasar, yang pada akhirnya bermanfaat dalam pengukuhan yuridis kawasan dan atau konversi. Demikian halnya dengan pembentukan aparatur yang akan menangani program hutan kota, juga memerlukan prakondisi dalam wujud pengertian dan pemahaman arti pentingnya pembangunan hutan kota bagi isntasi terkait dan atau pihak-pihak Institusional pemilik lahan. Semua tahapan dan kegiatan pada lingkup pra kondisi disadari tidak akan dapat seselai dalam satu dua tahun, dan konsekwensinya tinggal landas program yang didasari suatu perencanaan definitif akan memerlukan jangka waktu. Walaupun kegiatan-kegiatan pra kondisi pada hakekatnya dapat dipandang juga sebagai kegiatan program, sebenarnmya aktivitas nyata tahapan pelaksaan di lapang umumnya telah dimulai pembangunannya. Meningkatnya suatu kegiatan dalam pembangunan hutan kota, sangat dipengaruhi oleh proses umpan balik. Oleh karena itu proses umpan balik menjadi kegiatan terprogram yang diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan penelitian, pengembangan, penataran dan lain sebagainya. Walaupun proses umpan balik merupakan tahapan terakhir, akan tetapi dalam kenyataannya berlangsung secara simultan. 2.3. Arahan Kebijaksanaan Pengembangan Hutan Kota Arah kebijakan pengembangan hutan kota, mencakup tiga tatanan yaitu (a) landasan pengembangan, (b) aspek legal kebijakan pengembangan, dan (c) jalur-jalur pengembangannya yang secara rinci diuraikan sebagai berikut: 2.3.1. Landasan Pengembangan Azas kelestarian dan tujuan manfaat serbaguna, pada dasarnya merupakan acuan program pembangunan dan pengembangan hutan kota. Azas dan tujuan dimaksud bersifat universal dan merupakan azas dan tujuan pembangunan nasional, dan merupakan acuan dasar dalam pembangunan hutan kota di DKI Jakarta. Dukungan dan partisipasi masyarakat, kesadaran Institusional, niat kesungguhan Pemda DKI Jakarta, dan aplikasi pemberdayaan program pembangunan kawasan hijau pada dasarnya merupakan landasan pengembangan hutan kota di DKI Jakarta, demikian halnya RTRW DKI Jakarta 2010, dimana RTH merupakan bagian di daslamnya. 2.3.2. Aspek Legal Kebijakan Pengembangan Landasan hukum pengembangan hutan kota, meliputi kebijaksanaan Na-sional, kebijaksanaan umum, kebijaksanaan teknis dan kebijaksanaan daerah, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut: (1). Kebijaksanaan Nasional Landasan hukum kebijaksanaan nasional dalam pengembangan hutan kota, adalah: (a). Undang-Undang Dasar 1945, pasal 33 ayat 2 menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, dan dalam ayat 3 bahwa bumi dan air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergu-nakan untuk sebesarKumpulan Makalah Periode 1987-2008
6 besarnya kemakmuran rakyat. Hutan sebagai salah satu kekayaan alam dengan keanekaragaman fungsinya yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. (b). Undang-undang No. 5 Tahun 1990, tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, pasal 15 menyatakan bahwa: Memelihara tanah termasuk memelihara kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban pada setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan memperhatikan pihak ekonomis lemah. (c). Undang-undang No. 41 Tahun 1997, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa : (1). Menetapkan dan mengatur perencanaan, penyediaan dan penggunaan hutan, sesuai dengan fungsinya, dalam memberikan manfaat dan Negara. (2). Mengatur pengurusan hutan dalam arti luas. (3). Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan hutan dan mengatur perbuatan hukum mengenai hutan. (d). Undang-undang No. 4 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem, bab-I pasal 1 ayat 15 yang menyebutkan bahwa Taman hutan raya dan atau satwa yang alami atau penangkaran (buatan), jenis asli dan atau bukas asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, parawisata dan rekreasi. (1). Setiap hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan dalam wilayah sistem penyangga kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut. (2). Dalam rangka perlindungan sistem penyangga kehidupan, Pemerintah mengatur serta melakukan tindakan penertiban terhadap penggunaan dan pengolahan tanah dan hak pengusahaan di perairan yang terletak dalam wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud dalam pasal-8. (2). Peraturan Pemerintah Sebelum Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2001, tentang hutan kota, kebijakan umum juga telah dilontarkan melalui pidato Presiden pada Acara Puncak Penghijauan Nasional ke-30, pada tanggal 17 Desember 1988 di Ngatabaru, Sulawesi Tengah, Dalam ajuran tersebut ditekankan Agar di kota-kota dapat dibangun hutan kota serta dilaksanakan penghijauan di sepanjang pantai, dan kanan-kiri alur sungai sebagai penyangga lingkungan, sebagai dasar tindak lanjut terhadap ketetapan Kepres 32 tahun 1990, tentang pengelolaan kawasan lindung. (3). Kebijaksanaan Teknis (a). Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988, tentang Penempatan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan, yang intinya antara lain: Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
7 (1). Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan penataan ruang terbuka hijau (RTH), sebagai tindak lanjut pelaksanaan rencana umum tata ruang (RUTR) kota di ibukota propinsi atau kotamadya. (2). Bagi kota-kota yang telah memiliki rencana RTH, supaya menyesuaikan dengan prioritas untuk kawasan hijau hutan kota dan kawasan hijau rekreasi kota. (3). Melaksanakan pengelolaan dan pengendalian dalam rangka meningkatkan fungsi dan peranan RTH, dengan melarang atau membatasi penggunaan untuk kepentingan lain. (b). Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri No. 679.A/KptsV/1989 Tahun 1989, tentang Penghijauan Nasional yang bertujuan untuk lebih meningkatkan peran serta dan tanggung jawab masyarakat dalam memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya alam, hutan, tanah dan air, serta lingkungan hidup. (4). Kebijaksanaan Daerah (a). Kehutanan Pembangunan kehutanan diarahkan untuk menjaga dan memelihara ekosistem sumberdaya alam hayati dalam rangka meningkatkan fungsi tanah, air, udara, iklim dan lingkungan hidup, memberikan manfaat serta meningkatkan kelancaran dan ketertiban tata niaga kayu dan hasil hutan lainnya yang masuk ke DKI Jakarta, sehingga terjamin penyediaan kayu. Kegiatan penyuluhan, pendidikan, pelatihan dan pengelolaan sumber informasi dalam kaitannya dengan pembangunan hutan wilayah perkotaan. (b).Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup (1). Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup diarahkan untuk mewujudkan keserasian antara kegiatan manusia dan ekosistem pendukungnya, sehingga tercipta kota Jakarta yang indah, sehat, nyaman, bersih dan menarik sebagai tempat mencari nafkah dan hunian. Kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup diwujudkan melalui kegiatan pembangunan yang berwawasan lingkungan, peningkatan budaya dan sadar lingkungan dengan penghijauan dan keindahan kota, peningkatkan kebersihan kota dengan berperan aktifnya masyarakat, mengendalikan kualitas air, tanah, udara dan lingkungan hidup, serta mengamankan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata dan taman laut. (2). Air dan tanah mempunyai nilai ekonomis dan fungsi sosial, pemanfaatannya diatur dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi, bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat, melalui berbagai penggunaan baik untuk keperluan pemukiman, industri, perdagangan dan jasa maupun sarana dan prasarana lainnya. Tata guna tanah dan air, diselenggarakan secara terpadu, hingga menjamin kelestarian fungsi dan lingkungan hidup.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
8 (3). Pembinaan pelestarian dan pembangunan hutan kota diarahkan untuk menjaga fungsinya sebagai pengendali ekosistem, memelihara keseimbangan tata air dan tanah serta mengurangi atau mengendalikan polusi. (c). Rencana Strategis Pengelolaang Terbuka Hijau Rencana strategis pembangunan RTH tahun 1992-1997 DKI Jakarta yang telah dilakukan melalui Keputusan Gubernur KDKI Jakarta, pada dasarnya merupakan pedoman umum penyelenggaraan program-program prioritas strategis selama 5 tahun, secara hierarhi mulai dari tingkat propinsi sampai tingkat kelurahan. Rencana ini merupakan suatu alat untuk memacu penyelenggaraan seluruh programprogram pembangunan dan kemasyarakatan di Jakarta. Salah satu program kegiatan prioritas dalam rencana strategis tersebut adalah program kebersihan dan penghijauan. Berkaitan dengan program penghijauan, lebih dipacu terhadap pembangunan hutan kota, guna meningkatkan daya dukung tata ruang dan lingkungan hidup kota Jakarta. (d). Sinkronisasi Pelaksana Program Penghijauan Terpadu (1). Sinkronisasi pelaksanaan program penghijauan dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan hidup, peningkatan produktivitas lahan perkotaan, dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta peluang bekerja dan berusaha, dilakukan secara terpadu dibina oleh dinas teknis terkait (wewenang pengelolaan) di lingkungan Pemda DKI Jakarta mulai dari tingkat pusat sampai ke Kelurahan, dan masyarakat itu sendiri. (2). Secara Garis besar organisasi pelaksanaan program penghijauan dan hutan kota, baik di tingkat pusat maupun daerah (Kotamadya, Kecamatan dan Kelurahan), menjadi tanggung jawab dan diatur oleh masing-masing dinas teknis terkait. 2.3.3. Jalur-jalaur Pengembangan Gagasan pengembangan RTH di DKI Jakarta, dapat dikatakan disebabkan oleh dua dorongan utama yaitu: (a) kebutuhan akan manfaat yang multiguna dari keberadaan RTH yang terasa semakin meningkat, dan (b) semakin terdesaknya kawasan hijau oleh tumbuh berkembangnya wilayah perkotaan. Faktor pendukung dalam mewujudkan pembangunan dan pengembangan RTH di DKI Jakarta, terlihat jelas dari kesinambungan pembangunan kawasan tata hijau, keyakinan dan tekat Pemda, tumbuh berkembangnya kesadaran masyarakat dan kesadaran institusional yang secara rinci diuraikan sebagai berikut: (1). Kemantapan Tekat Pemda DKI Uraian gerakan-gerakan penghijauan di DKI Jakarta dimuka mengungkapkan betapa besar keyakinan Pemerintah DKI Jakarta akan perlunya usaha-usaha pembangunan kawasan hijau. Keyakinan itu tercermin dalam banyak langkah yang mengusahakan agar penghijauan senantiasa tidak diabaikan dalam kegiatan-kegiatan yang menyangkut tanah dan air. Disandangnya gelar Jakarta sebagai kota tropis dunia, menjadi tantangan baik bagi pemerintah pusat maupun daerah, untuk lebih berperan dalam mewujudkan pembangunan dan pengembangan RTH. Dalam Rencana Induk Kota Jakarta 1975-1985, mengarahkan Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
9 usaha-usaha penghijauan kota melalui dua komponen, yaitu jalur hijau dan ruang-ruang terbuka hijau, sehingga akan dicapai sasaran agar kota Jakarta sekurang-kurangnya 30% hijau. Walaupun dapat dipahami bahwa program itu tentu banyak menemui hambatanhambatan dan kesulitan-kesulitan, namun demikian kini telah dapat dilihat secara nyata atas hasil-hasil yang telah dicapai meskipun belum sempurna. Bagaimanapun juga ruang-ruang terbuka hijau, jalur-jalur hijau dan bentuk-bentuk hijau lainnya, pada hakekatnya merupakan sumber sangat berharga sebagai modal pengembangan RTH di DKI Jakarta. Beberapa kegiatan dari upaya-upaya di atas, didasarkan atas keputusan baik DPR maupun Gubernur, termasuk langkah konkrit yang didasari atas keputusan-keputusan strategis Pemda DKI Jakarta, antara lain: (a). Penghijauan greenbelt mengelilingi kota Jakarta selebar 0,5 Km sepanjang 35 Km (Keputusan DPRGR DKI Jakarta Raya No. 4/DPRGR/1963 tanggal 19 Juni 1963. (b). Penetapan cagar-cagar kampung (Kpts, Gubernur KDKI Jakarta Tanggal 30 April 1974 No. D.IV.-1511/e/3/1974. (c). Relokasi industri dalam lingkungannya dengan konservasi lingkungan (Kpts, Gubernur KDKI Jakarta tanggal 15 April 1975 No. D.V-7/b/6/1975) (d). Pentingnya cagar-cagar buah-buahan (Kpts, Gubernur KDKI Jakarta No. D. 1903/a/30/1975 tanggal 18 Desember 1975). (e). Penghijauan jalur-jalur hijau sepanjang jalan-jalan utama (Kpts. Gubernur KDKI Jakarta No. D.IV-8125/e/4/1975 tanggal 20 Desember 1975). (f). Penghijauan jalur-jalur hijau seluas 9,80 Km, di Jembatan tiga, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Wilayah Jakarta Utara sebagai jalur hijau (Kpts, Gubernur DKI Jakarta No. D.IV-8030/e/21/1975 tanggal 23 Desember 1975. (g). Pembebasan jalan-jalan pengamanan sepanjang kiri kanan sungai (Kpts, Gubernur KDKI Jakarta No. D.IV.1247/b/5/1976 tanggal 16 Februari 1976). (h). Pembebasan jalur-jalur sepanjang rel kereta api dari rumah-rumah dan bangunanbangunan (Kpts, Gubernur KDKI Jakarta tanggal 18 Oktober 1976. No. D.IV8720/d/11/1976) (2). Kesinambungan Gerakan Penghijauan Berbagai upaya Pemerintah DKI Jakarta dalam mewujudkan pembangunan kawasan hijau, telah dimulai sejak dekade tahun 1970-an. Awal kegiatannya dikenal dengan nama “Gerakan Penghijauan Kota”. Dalam kiprahnya memprioritaskan Jakarta Hijau, melalui pembudidayaan jenis-jenis cepat tumbuh seperti angsana (Pterocarpus sp) dan pilang (Acacia auriculiformis). Periode tahun 1975-an, dikenal dengan “Program Hijau Pertamanan Kota” dan diteruskan dengan “Gerakan Memasyarakatkan Keindahan, Kebersihan, dan Keteduhan Lingkungan Hidup” (GMK3LH), pada tahun 1980-an. Gerakan ini diperdayakan melalui bentuk-bentuk perlombaan pertamanan kota, pameran hortikultura, dan anjuran kepada masyarakat untuk menggalakan budidaya tanaman bunga. Pada periode tahun 1984, upaya pembangunan kawasan hijau muncul dengan istilah “Pembangunan Kota Jakarta
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
10 Berwawasan Lingkungan”. Salah satu programnya yang cukup menonjol adalah pembangunan tata hijau dalam bentuk “Hutan Kota”. Pada periode tahun 1988 dikenal dengan “Program Penghijauan Prokasih” (program Kali Bersih) yang digalakan secara spesifik untuk menghijaukan kawasan-kawasan dengan tujuan mengembalikan peranan fungsi jalur hijau bantaran sungai. Langkah lebih jauh pada periode tahun 1992, muncul dengan istilah “Program Penghijauan Sejuta Pohon”. Kegiatan ini memberdayakan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam membangun lingkungan dan kawasan hijau di seluruh pelosok DKI Jakarta. Dalam periode yang sama, atas dasar kesadaran perlunya pembangunan kawasan hijau secara terpadu, muncul dengan istilah “Program Penghijauan Sadpraja” yaitu keterpaduan program pembangunan kawasan hijau tanpa memperhatikan batas wilayah administrasi Pemerintahan, khususnya dalam penanganan kawasan bantaran sungai. Sebagai tindak lanjut kesinambungan program pembangunan berwawasan lingkungan, slogan/motto tahun 2000 muncul dengan istilah “Jakarta Teduh, Hijau Royo-royo dan Berkicau”. Program ini pada hakekatnya ingin mengembalikan peranan fungsi dan jasa biologis pepohonan sebagai penopang daya dukung kota Jakarta sebagai ibu kota negara, kota metropolitan, kota jasa dan kota tropis dunia. Berbeda halnya dalam era reformasi sekarang ini, Departemen Kehutanan pada awal tahun 2000, melontarkan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan dan Hutan (Gerhan). Pada tahun 2005, muncul kembali slogan/motto ”Kecil Menanan Dewasa Memanen” (KMDM). Dalam motto tersebut, Kecil memiliki makna tahap awal dalam kehidupan, sedangkan Dewasa memiliki makna perjalanan kehidupan pada saat mencapai periode matang. Menanam memiliki makna awal menumbuhkan, sedangkan Memanen memiliki makna merasakan manfaat hasil dari apa yang diperbuat. Dengan demikian makna KMDM pada hakekatnya merupakan proses perjalanan hidup yang diawali dengan menanam pepohonan, dan pada saat mencapai periode matang (dewasa) memperoleh hasil yang dapat dirasakan manfaatnya. Pengertian tersebut pada hakekatnya menanamkan niat kesungguhan bagi setiap insan untuk mencintai pepohonan, atau dalam arti Pohon Untuk Masa Datang. (3). Kesadaran Institusional Kesadaran akan program Pembangunan dan Pengembangan RTH di DKI Jakarta telah tumbuh dan berkembang yang pengeloaannya oleh dinas teknis dalam lingkungan Pemda DKI Jakarta (Dinas Kehutanan, pertamanan, pertanian, olah raga, pemakaman dan pariwisata) dan juga di antara beberapa lembaga. Kantor Departemen Kehutanan dan Perkebunan “Manggala Wana Bakti” memulai pembangunan gedung perkantorannya dengan menciptakan hutan kota ± 4 ha yang kini menjadi kenyataan, demikian halnya dengan “Bumi Perkemahan Cibubur” yang telah membangun arboretum ± 25 ha. Dibangunnya kampus baru “Universitas Indonesia” di Jakarta Selatan dengan membangun hutan kota seluas 55,5 ha termasuk kawasan tandon air (situ). Gedung “Mako Hankam” Cilangkap, berpatisipasi dengan membangun hutan kota seluas 10 ha, pengem bangan “Lanut Halim Perdana Kesumah” membangun hutan kota 52 ha, dan kawasan industri Pulau Gadung “PT. JEEP” membangun hutan kota seluas 5,5 ha yang
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
11 secara keseluruhan telah menyisihkan sebagian lahannya untuk kepentingan lingkungan hijau industri. (4). Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat Terbentuknya institusi Kantor Menteri Lingkungan Hidup, mulai muncul ditengahtengah masyarakat kelompok-kelompok yang menaruh perhatian kepada penghijauan kota dan masalah-masalah lingkungan pada umumnya. Kelompok-kelompok itu yang kini dikenal sebagai lembaga-lembaga swadaya organisasi masyarakat (LSM), walaupun sebelumnya telah dikenal seperti misalnya Wanadri (Bandung), Mapala UI (Jakarta) dan Dian Desa (Yogyakarta). Dalam catatan Kantor Menteri Lingkungan Hidup jumlah LSM di Indonesia pada saat itu tercatat lebih dari 700, dan sekurang-kurangnya 120 buah berada di DKI Jakarta. Selain kelembagaan swadaya masyarakat dalam bentuk organisasi, minat, hobi dan atau profesi perorangan yang peduli terhadap kenyamanan lingkungan, pada saat itu juga mulai tumbuh dan berkembang. Kepedulian masyarakat sering diartikan sebagai pencinta alam dan lingkungan yang menginginkan hadirnya kenyamanan lingkungan di DKI Jakarta. Kehadiran organisasi-organisasi baik LSM maupun profesi perorangan beragam dengan kegiatan-kegiatan yang berbeda di tengah-tengah masyarakat, tampaknya merupakan potensi yang sangat berharga dalam me-masyarakatkan gagasan pembangunan dan pengembangan hutan kota di DKI Jakarta. 2.4. Arahan Kebijakan Pengelolaan Hutan Kota Arah kebijakan pengelolaan hutan kota, mencakup lima tatanan yaitu (a) perencanaan pembangunan hutan kota, (b) organisasi pengelolaan hutan kota, (c) implentasi pembangunan hutan kota, (d) evaluasi dan monotoring, dan (e) pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan hutan kota yang secara rinci diuraikan sebagai berikut: 2.4.1. Perencanaan Pembangunan Hutan Kota Dalam perencanaan hutan pada umumnya, berdasarkan tatanan waktu dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (a) Rencana Jangka Panjang, (b) rencana jangka menengah, dan (c) rencana jangka pendek (tahunan). Dengan demikian atas dasar acuan di atas, kegiatan pemeliharaan hutan kota dapat juga disusun berdasarkan tatanan jangka waktunya. A. Rencana Jangka Panjang Rencana jangka panjang pembangunan hutan kota, pada dasarnya merupakan strategi dan aplikasi pembangunan yang dituangkan dalam bentuk misi dan visi masingmasing unit lokasi hutan kota, sesuai dengan peranan fungsi yang hendak diwujudkan. Berdasarkan tatanan waktunya disusun dan dievaluasi setiap 10 tahunan. (1). Tujuan dan sasaran Tujuan pembangunan hutan kota diarahkan untuk menciptakan bentuk hutan kota, sebagai bagian dari pemenuhan RTH berdasarkan RTRW 2010, untuk tujuan fungsi sebagai penyeimbang ekosistem wilayah perkotaan. Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
12 RENCANA JANGKA PANJANG RIPHK
10 TAHUNAN
(RENCANA INDUK PEMBANGUNAN HUTAN KOTA)
RENCANA JANGKA MENENGAH RKPHK (RENCANA KARYA PEMBANGUNAN HUTAN KOTA)
SATUTAHUN ANGGARAN
5 TAHUNAN
RENCANA JANGKA PENDEK RKTHK (RENCANA KARYA TAHUNAN HUTAN KOTA)
RENCANA OPERASIONAL (UNIT AKTIVITAS TAHUNAN) BAGAN-1. Tatanan Hirarhi Penyusunan Rencana Pembangunan Hutan Kota
Adapun sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembanguynan hutan kota ini mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) terciptanya kualitas pembangunan hutan kota, (b) terbentuknya satu kesatuan ekologik terkecil, (c) terwujudnya peranan fungsi hutan kota sesuai dengan kaidah dan rambu-rambu konsepsi dasar pembangunan hutan kota, (d) terciptanya pelestarian, dan perlindungan hutan kota secara berkelanjutan. (2). Strategi dan implementasi program Rencana kegiatan yang bersifat teknis, diarahkan untuk memberi gambaran bentuk hutan kota berdasarkan peranan fungsinya, pengembangan jenis, serta sarana dan prasarana yang diperlukan, organisasi pengelolaan dan besaran anggaran yang diperlukan, serta manfaat bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
B. Rencana Jangka Menengah Rencana jangka menengah pembangunan hutan kota, pada hakekatnya merupakan penjabaran rencana jangka panjang, yang dirancang berdasarkan alokasi jangka waktu setiap periode lima tahunan. (1). Tujuan dan sasaran Tujuan pembangunan hutan kota diarahkan agar terciptanya kualitas pembangunan hutan kota, ditinjau dari kesesuaian habitat terhadap jenis yang dibudidayakan, hingga terciptanya keseimbangan ekosistem berdasarkan konsepsi pembangunan hutan kota. Adapun sasaran pokok yang hendak dicapai meliputi hal-hal sebagai berikut: Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
13 (a).Terwujudnya bentuk dan kualitas hutan kota; berdasarkan peranan fungsi dan tujuan misional unit lokasi hutan kota. (b).Terciptanya strata tajuk dalam pertumbuhan, hingga membentuk satu kesa-tuan ekosistem berdasarkan peranan fungsinya. (c). Memantapkan peranan fungsi hutan kota (konservasi wilayah resapan air, penyangga kawasan industri, dan sangtuari satwa liar). (d). Terciptanya pelestarian, dan perlindungan hutan kota secara berkelanjutan. (2). Strategi dan Implementasi Program Rencana kegiatan yang bersifat teknis, diarahkan untuk memciptakan wujud hutan kota yang dibangun sesuai dengan peranan fungsi atas dasar habitat, kualitas tanaman pokok yang dibudidayakan, monitoring dan perlindungan hutan kota secara berkelanjutan.
C. Rencana Jangka Pendek Rencana jangka pendek pembangunan hutan kota, pada hakekatnya merupakan penjabaran rencana jangka menengah, yang dirancang berdasarkan alokasi jangka waktu periode tahun anggaran berjalan (tahunan). (1). Tujuan dan sasaran Tujuan pembangunan hutan kota diarahkan agar terciptanya kualitas pembangunan hutan kota, ditinjau dari aktivitas kegiatan berdasarkan periode umur tanaman, sesuai dengan pedoman dan atau acuan dasar dalam pemba-ngunan dan pengelolaan hutan kota. Adapun sasaran pokok yang hendak dicapai meliputi hal-hal sebagai berikut: (a). Terwujudnya kualitas dan kesehatan tegakkan hutan kota, sesuai dengan peranan fungsi misional unit lokasi hutan kota. (b). Pengaturan pengembangan jenis berdasarkan strata pertumbuhan, kerapatan tegakkan (pohon/ha). (c). Penerapan teknik-teknik silvikultur berdasarkan peranan fungsi hutan kota (konservasi wilayah resapan air, penyangga kawasan industri, dan sangtuari satwa liar). (d). Terciptanya pelestarian, dan perlindungan hutan kota secara berkelanjutan. (2). Strategi dan Implementasi Program Rencana kegiatan yang bersifat teknis, mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, evaluasi dan monitoring hama dan penyakit, serta kegiatan-kegiatan yang bersifat kemasyarakatan.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
14 2.4.2. Organisasi Pengelolaan Hutan Kota Organisasi pelaksanaan pengelolaan hutan kota, pada dasarnya di bawah kendali Sudin Pembinaan Hutan Dinas Kehutanan DKI Jakarta yang dipaduserasikan dengan pemilik kawasan. untuk itu bentuk organisasinya digambarkan sebagai berikut: KEPADA DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN
PEMILIK KAWASAN HUTAN KOTA
SUDIN PEMBINAAN HUTAN
PENANGGUNG JAWAB LAPANG
PENANGGUNG JAWAB LAPANG
PELAKSANA PROGRAM 1. KOORDINATOR 2. UNIT PROGRAM 3. UNIT ADMINISTRASI Bagan-2. Organisasi Pelaksana Program Pembangunan Hutan Kota Keterangan: (a). Pelaksana Program berkedudukan di lokasi (unit hutan kota), minimal terdapat empat komponen personalia yaitu Koordinator; unit Operasional lapang, unit penyuluhan, dan unit administrasi hutan kota. (b). Setiap Unit Lokasi Hutan Kota memiliki Pos Jaga (kantor unit), yang dikelola secara langsung oleh keempat orang; (c). Sistem pelaporan dua arah baik kepada Sudin Pembinaan Hutan dan Pemrakarsa Kawasan. (d). Masing-masing Unit Lokasi Hutan Kota, merupakan bagian dari Forum Komunikasi Hutan Kota.
2.4.3. Implementasi Pembangunan Hutan Kota A. Perencanaan Rencana Karya Tahunan (tahun anggran), disusun 3-4 bulan sebelum tahun anggaran baru, yang merupakan uraian dan penjabaran rincian kegiatan dalam RASK, serta memuat semua realisasi kegiatan yang telah dilakukan dalam curun waktu Lima Tahunan, dan atau rencana kegiatan tahun anggaran mendatang. B. Pembibitan Aktivitas dalam unit pembibitan setiap tahunnya ada dua kegiatan, yaitu (a) menyiapkan bibit untuk tahun anggaran mendatang (T-1), dan (b) mendistribusikan bibit pada anggaran berjalan (T=0). Kegiatan pembibitan (T=0), diran-cang dan disesuaikan dengan rencana operasional (RO), yang dirinci menurut jumlah bibit, berdasarkan lokasi proyek, (b). Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
15 Kegiatan (T-1), menyiap kan bibit untuk tahun anggaran mendatang yang dirinci berdasar lokasi dan jumlah bibit yang diperlukan. Baik pada kegiatan (T-1) maupun (T=0), hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain mencakup sebagai berikut: (1). Jumlah bibit yang direncanakan minimal ditambah 20%, sebagai angka cadangkan mortalitas dan kualitas bibit yang dipersiapkan. (2). Jenis yang dikembangkan disesuaikan dengan rencana kebutuhan jenis pada masingmasing lokasi seperti tercantum (RPHK). (3). Bibit yang disediakan bersumber dari biji dan atau dari kongkoa alam yang sumbernya jelas, serta secara kualitas diketahui pohon induknya. (4). Perubahan jenis yang dikembangkan pada masing-masing lokasi, merupakan catatan atas reevaluasi Rencana Pembangunan Hutan Kota. C. Penyiapan Lahan Tanam Penyiapan lahan tanam, pada dasarnya merupakan perlakuan terhadap tapak hutan kota, hingga jenis tanaman yang dibudidayakan akan mempu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi tapaknya. Penyiapan lahan tanam dapat dilakukan dengan cara (a) pengolahan tanah (fisik), (b) cara kimia (herbisida), dan (c) kombinasi fisik kimia. Pengolahan tanah secara fisik dapat dilakukan dengan pentraktoran, dan atau dengan cara cemplongkan (mempersiapkan lahan tanam) secara terbatas untuk letak pohon yang ditanam. Cara kimia dilakukan dengan menggunakan jenis herbisida khususnya untuk lahan alang-alang dan atau rerumputan yang lebat; jenis herbisida yang umum digunakan adalah RuudUP dan atau Dowpond, sedangkan cara kombinasi sering dimanfaatkan untuk penyiapan lahan cara strip/jalur dan atau berdasarkan lokasi-lokasi lubang tanaman. D. Penanaman Penanaman dilakukan pada saat waktu turun hujan, atau keadaan tanah cukup basah. Sebelum kegiatan penamanan dilakukan, hal-hal yang diperhatikan mencakup: (1). Jenis yang ditanam sesuai dengan rencana operasional, sedangkan perubahan jenis merupakan catatan dalam reevaluasi rencana pembangunan hutan kota. (2). Pada saat penanaman, ajir untuk menentukan jarak tanam telah disiapkan, demikian halnya dengan lubang tanaman dan penambahan unsur hara mineral (pupuk kimia) dan atau pupuk organik. E. Pemeliharaan Implementasi pelaksanaan program pemeliharaan hutan kota, dibedakan menjadi dua kegiatan yaitu (a) pemeliharaan tegakkan, dan (b) evaluasi dan monitoring. Kegiatan pemeliharaan berdasarkan umur tanaman, dikelompokan menjadi dua bagian yaitu pemeliharaan tanaman muda, dan tegakkan:
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
16 (1). Pemeliharaan tanaman muda Pemeliharaan tanaman muda meliputi aktivitas penyulaman, pemupukan, dangir, dan penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman masih berumur kurang dari satu tahun. Setelah tanaman berumur lebih dari satu tahun hingga 3 tahun, aktivitas kegiatan mencakup pemangkasan (pembebasan secara vertikal). (2). Pemeliharaan Tegakkan Pemeliharaan tegakkan dimulai sejak tanaman berumur lima tahun dan seterusnya, yang meliputi kegiatan penjarangan dan atau tebang perbaikan mutu tegakkan. Kegiatan ini dilakukan apabila diperlukan berdasarkan pertimbangan lapang, dan atau keseimbangan ekosistemnya. F. Evaluasi dan monitoring Evaluasi dan monitoring dilakukan sejak tanaman mulai berumur satu bulan dan seterusnya, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: (1). Pengamatan terhadap kemungkinan adanya serangan hama dan penyakit tanaman, baik pada tanaman muda maupun tegakkan. (2). Evaluasi terhadap terhadap ancaman bahaya kebakaran pada waktu musim kemarau, karena ulah tangan-tangan jahil tidak bertanggung jawab. (3). Evaluasi dan pengaturan tegakkan hingga terbentuknya strata tajuk, serta evaluasi terhadap luas kawasan hutan kota. G. Penyelamatan, Pelestarian, dan Perlindungan Penyelamatan dalam uraian ini dimaksudkan sebagai upaya untuk tetap mempertahankan bentuk hutan kota yang dibangun sesuai dengan peranan fungsinya, sedangkan pelestarian merupakan upaya agar bentuk-bentuk hutan kota untuk tetap mampu memberikan peranan fungsi yang berkelanjutan, berbeda halnya dengan perlindungan, pada dasarnya merupakan upaya proteksi dari berbagai ancaman yang mnenyebabkan hancur dan rusaknya pembangunan hutan kota. Dengan demikian ketiga istilah di atas, memberikan indikasi kearah keamanan untuk tujuan perlindungan terhadap hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengamanan kawasan hutan kota ini mencakup antara lain: (1). Melakukan monitoring secara menyeluruh terhadap kondisi fisik masing-masing unit lokasi hutan kota. (2). Memproses setiap pelanggaran yang terjadi di lapang. (3). Memasang rambu-rambu larangan, sebagai tindakan preventif terhadap ancaman pembangunan hutan kota.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
17 2.4.4. Rancangan Pemanfaatan A. Wahana rekreasi Berdasarkan peranan fungsinya kawasan hutan kota dapat dimanfaatkan sebagai wahana rekreasi dan wisata, baik wisata alam maupun wisata air, atau kesegaran jasmani (joging), dan atau rekreasi kamping. B. Pendidikan dan Pelatihan Hutan kota sesuai dengan peranan fungsi serta upaya pengembangan dan atau koleksi jenis sesuai dengan tujuan misionalnya, dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan dan pelatihan, baik untuk pengenalan lingkungan, ekologi, dan atau pengenalan terhadap flora dan faunanya. C. Penelitian dan pengembangan Tidak kalah pentingnya bahwa penelitian dan pengembangan juga dapat dilakukan di kawasan-kawasan hutan kota. Berbagai penelitian (Bio-eko-hidro-logis) juga sangat bermanfaat untuk memprediksi kecenderungan lingkungan perkotaan, baik terhadap flora dan fauna, kesehatan masyarakat dan atau konsepsi-konsepsi pengembangan yang erat kaitannya dengan hasil-hasil penelitian dan pengembangannya. Kesenjangan-kesenjangan yang dijumpai dalam banyak faktor pengetahuan dasar mengenai hutan kota mendesak keperluannya untuk diatasi melalui berbagai studi. Dengan perkembangan program hutan kota, kegiatan kegiatan studi harus berkesinambungan. 2.4.5. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembangunan Hutan Kota Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan hutan kota dimaksudkan agar keikutsertaan masyarakat berperan dalam memahami pernan fungsi hutan kota sebagai bagian dari unsur konservasi, laboratorium alam hayati, sumber genetik dan plasma nutfah, arboretum (koleksi) jenis pepohonan keragaman jenis, yang secara rinci diueraikan sebagai berikut: A. Peranan fungsi kawasan Hutan Kota Hutan-hutan kota, dibangun untuk tujuan konservasi baik terhadap tanah, air dan lingkungan udara kotor perkotaan. Hutan kota konservasi tanah dan air, dibangun dan dikelola pada kawasan-kawasan resapan air; penyangga situ-situ, bantaran sungai dan sempandan pantai, sedangkan hutan-hutan kota Pemukiman dibangun untuk tujuan kenyamanan, dan hutan kota kawasan Industri diarahkan untuk mengendalikan berbagai bentuk polutan yang bersumber dari industri. B. Laboratorium alam hayati (flora dan fauna) Hutan kota selain merupakan sumber koleksi berbagai jenis pepohonan baik yang masih banyak ditemukan, jarang dan langka, juga merupakan koleksi-koleksi jenis yang bersal dari daerah lain:
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
18 Dengan berbagai jenis yang dikembangkan, serta atas dasar luasan tertentu, maka hadirnya satwa liar juga merupakan sumber pengetahuan yang berarti. Semakin banyak pepohonan yang dikoleksi, baik atas dasar jenis maupun ekosistemnya (daerah asal), cenderung akan memacu kehadiran berbagai jenis satwa liar C. Plasma nutfah sumber genetik Pepohonan hutan kota yang dikembangkan pada dasarnya merupaskan koleksi hidup sebagai sumber jenis unggul (plasma nutfah), serta sebagai sumber-sumber genetik yang bisa dikembangkan melalui bioteknologinya. D. Arboretum dan keanekaragaman hayati Pembangunan hutan kota, selain sebagai wahana koleksi jenis pepohonan juga merupakan koleksi pepohonan berdasarkan habitat (keanekaragaman ekosistem), juga berdasarkan genus, famili dan atau jenisnya (keanekaragaman jenis), serta berdasarkan keunggulan-keunggulan jenis atas dasar sumber genetikanya.
Bab III Uraian Penutup Dalam kurun waktu 15 tahun Dinas Pertanian dan Kehutanan telah memiliki pengalaman dalam pembangunan hutan kota, dan kini telah merealisasikan lebih dari 500 ha. Dengan demikian, kehadiran Rencana Induk Pembangunan Hutan Kota DKI Jakarta, tampaknya menjadi strategis untuk diwujudkan. Mencermati bahwa Jakarta memiliki gelar sebagai kota tropis dunia, untuk itu pembangunan hutan kota yang ingin diwujudkan adalah bentuk hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman jenis mulai dari Sabang hingga Merauke.
Daftar Pustaka Waryono., T. 2000. Media Pengenalan Hutan Dan Lingkungan Hidup Bagi Siswa Didik Sekolah Dasar dan Lanjutan. Temu Karya Lingkungan Guru Didik se DKI Jakarta, dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia, 20 Juni 2000. Kerjasama Pemda DKI Jakarta dan Universitas Indonesia. ___________, 2002. Aspek Strategis Pembangunan Hutan Kota Dalam RTH Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Suatu Pemikiran). Diskusi Panel Ahli Kehutanan di Lingkungan Pemda DKI Jakarta, Gunung Sahari, 12 Juni 2002. Dinas Kehutanan Propinsi DKI Jakarta. ___________, 2002. Telaah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta. Nara sumber paparan pembangunan kawasan hijau di Propinsi DKI Jakarta. Dinas Pertanian dan Kehutanan. Gunung Sahari 20 Oktober 2002 Jakarta Pusat.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
19
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008