BAB 6 PEMBAHASAN Membahas konsep Manusia Pariwisata sebagai model kebijakan pengembangan SDM di DISPARINKOM Kabupaten Gresik dimulai dari sebuah pemahaman akan pengaruh langsung maupun tidak dari kondisi eksternal dan internal organisasi. Seperti pada awal tesis ini, yaitu dalam bab pendahuluan, beberapa fakta dan pengalaman dari organisasi semisal PT Timah Tbk, yang telah melakukan kebijakan pengembangan manajemen SDM Komprehensif akibat tekanan kondisi harga timah internasional. Jatuhnya harga timah internasional telah merubah kondisi internal PT Timah, yang pada akhirnya menempuh perubahan kebijakan manajemen SDM yang kurang menguntungkan bagi perusahaan. Perubahan kebijakan SDM tersebut dipahami sebagai dampak dari perubahan situasi harga atau dengan kata lain adanya perubahan eksternal. Situasi atau lingkungan tidak hanya dipahami atas kejadian-kejadian, namun sebuah produk undang-undang juga dipandang sebagai situasi. Salah satu tujuan peraturan diciptakan adalah perubahan. Dengan demikian peraturan perundang-undangan dipahami sebagai situasi, karena dapat menghasilkan perubahan-perubahan. Undang-undang No.29/1999 tentang Otonomi Daerah bertujuan untuk membentuk kemandirian daerah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Oleh karena itu peraturan tersebut dibahas sebagai situasi yang menentukan terbentuknya kebijakan pengembangan kompetensi SDM Manusia Pariwisata di DISPARINKOM Kabupaten Gresik.
48
49
Dalam pembahasan ini selanjutnya juga akan dibedakan atas kondisi atau hal-hal yang berada di luar organisasi (eksternal) dan di dalam organisasi (internal) yang mampu mendorong pimpinan DISPARINKOM Kabupaten Gresik menempuh kebijakan pengembangan SDM melalui penerapan model kompetensi SDM Manusia Pariwisata. Pembahasan didasarkan atas hasil penelitian pada bab 5 yang telah memuat beberapa temuan dan analisis dari informasi yang terkumpul dalam penelitian. Pembahasan merupakan kajian yang lebih luas dan mendalam terhadap apa yang dihasilkan dalam analisis. Berdasarkan pembahasan ini, nantinya dapat dibuat beberapa catatan penting dan pokok dalam penelitian.
6.1 Dampak
Otonomi
Daerah
Terhadap
Pengembangan
SDM
di
DISPARINKOM Gresik Undang-undang No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah yang juga sering disebut Undang-Undang Otonomi Daerah merupakan salah satu kondisi lingkungan politik yang sangat penting dalam pengembangan sumber daya manusia di DISPARINKOM. Undang-undang tersebut dikeluarkan dengan dilandasi semangat untuk mengembangkan seluruh potensi daerah, baik potensi alam maupun manusia. Otonomi daerah berarti penyerahan wewenang untuk mengelola urusan rumah tangga sendiri kepada daerah yang bersangkutan. Pemberian wewenang tersebut bertujuan antara lain: 1. Memberikan keleluasaan daerah dalam menggali potensi daerah yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada.
50
2. Mendorong terciptanya kemandirian daerah dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan. 3. Mendekatkan pelayanan kepada masyarakat di daerah. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka segala aturan yang mengatur wewenang daerah diatur dalam UU No.22/1999. Bagi Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi Gresik, Undang-Undang Otonomi Daerah tersebut membawa dampak yang baik. Salah satu dampak yang dirasakan adalah adanya keleluasaan dalam mengelola potensi yang ada. Tidak ada kewajiban bahwa dinas harus berbuat A atau B, tanpa memperhatikan kemampuan yang ada. Dinas diperbolehkan membuat program kegiatan yang benar-benar sangat dibutuhkan dan menjadi tuntutan organisasi. Salah satu program tersebut adalah pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata. Bila sebelum Otonomi Daerah, seandainya terdapat program semacam itu, maka dinas harus mengikuti blueprint (cetak biru) atau petunjuk langsung dari pusat. Kemandirian menjadi hal yang sangat utama. Dengan kemandirian, maka segala perencanaan program pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata yang dikembangkan di DISPARINKOM dapat dibuat dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Mungkin saja program tersebut juga dibuat oleh daerah yang lain, tetapi isi dan bentuknya benar-benar menjadi tanggung jawab daerah yang bersangkutan. Kondisi tersebut lebih diperkuat dengan Perda No.26/2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Gresik. Dengan Perda tersebut Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas dan
51
tanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah/Bupati, bukan instansi vertikal yang sama. Dengan semangat Otonomi Daerah, masyarakat melalui DPRD juga dapat melakukan kontrol, bahkan masyarakat umum juga bisa melakukan hal tersebut. Kinerja dinas akhirnya benar-benar terikat pada tanggung jawab terhadap masyarakatnya sendiri. Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah bagaimanapun masih menunggu peraturan-peraturan pemerintah yang lain untuk mendukung undangundang. Kondisi ini bisa menjadikan dinas tidak dapat dengan cepat melakukan perubahan. Informan menganggap bahwa Perda secara langsung membawa dampak perubahan yang berarti dalam kerja dinas. Inilah sebenarnya yang diharapkan dari Undang-Undang Otonomi Daerah, bahwa Daerah secara cerdas dan cekatan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan asal tidak melanggar undang-undang. Kebijakan pemerintah dalam hal ini segala peraturan perundangundangan menjadi sebuah syarat dan kondisi yang dapat mempengaruhi kinerja dinas-dinas di daerah. Keterlambatan sebuah aturan akan menjadi hambatan yang berarti, sedangkan ketangkasan dan ketepatan dalam membuat aturan yang dibutuhkan menjadi hal yang sangat diperlukan. Selanjutnya kerjasama menjadi hal lain yang penting; yaitu kerjasama antar lembaga pemerintah baik daerah maupun pusat. Kerjasama antara DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dengan Bupati selaku Kepala Daerah sangat dibutuhkan dalam membuat aturan yang jelas. Terbukti Perda No.26/2000 yang
52
dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Gresik membawa dampak positif dalam kinerja Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi. Tidak hanya dalam hal legislasi, tetapi juga menyangkut sumber keuangan dinas yang masih tergantung dari APBD. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan hasil kerja keras seluruh komponen pemerintah, harus mampu membiayai segala program kerja pemerintah daerah. Demikian sebaliknya program yang dibuat oleh dinas harus juga mampu menjadi andalan bagi peningkatan PAD tersebut. DISPARINKOM Gresik sangat menyadari hal tersebut, oleh karena itu dinas membuat program-program kerja yang realistis agar mendapat anggaran yang memadai dari APBD. Salah satu kegiatan yang dapat disebutkan adalah peningkatan kualitas SDM melalui pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata. Diharapkan dengan SDM yang berkualitas, mereka akan bekerja lebih baik, dan selanjutnya dapat menggerakkan kegiatan pariwisata di Gresik. Kondisi politik tersebut secara konstitusi sebenarnya merupakan kondisi yang sangat kondusif bagi kerja dinas. Namun demikian bagi pegawai DISPARINKOM Gresik kondisi tersebut masih dirasa tidak berdampak secara signifikan bagi kerja dinas secara langsung. Kebijakan pemerintah baik melalui otonomi maupun perubahan struktur kelembagaan di dinas, tidak secara otomatis menciptakan suasana kerja yang baik. Masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh DISPARINKOM Gresik. Kendala yang menonjol saat ini adalah masalah perbedaan unsur asal pegawai; dari dinas pariwisata dan peneranngan. Bagi mereka yang berasal dari
53
departemen penerangan sebagian menganggap bahwa di dalam organisasi mereka diperlakukan tidak adil. Penggabungan bagi mereka tidak secara otomatis memberi kemudahan bagi mereka dalam melakukan tugasnya. Tugas-tugas yang sekarang dilakukan meskipun masih berhubungan dengan media informasi, namun mereka tetap harus melakukan banyak sekali penyesuaian-penyesuaian. Bila dulu mereka berada dalam naungan departemen penerangan mereka terkonsentrasi dalam dunia informasi dan komunikasi, dengan adanya perubahan susunan organisasi mereka harus belajar banyak tentang dunia pariwisata. Padahal jumlah mereka mencapai 60% dari keseluruhan jumlah pegawai DISPARINKOM Gresik. Tentu ini secara langsung atau tidak ikut menyumbang persoalan pelaksanaan tugas dinas. Seperti dalam hal konsep kompetensi Manusia Pariwisata, ternyata masih ada sebagian yang tidak setuju terhadap ide tersebut. Dari sejumlah informan, ada yang tidak setuju, di antaranya menyatakan bahwa konsep tersebut jelas tidak adil, sebab mereka merasa sebagai bagian dari informasi dan komunikasi. Meskipun jumlahnya kecil, tetapi pendirian tersebut perlu diperhatikan. Mengingat bahwa komposisi mereka cukup besar dari jumlah pegawai. Mereka yang tidak setuju berasal dari bagian informasi dan komunikasi yang dulunya adalah pegawai departemen penerangan. Konsep manusia pariwisata dirasa sebagai kebijakan yang tidak adil, sebab dalam dinas ada dua fungsi utama, yaitu pariwisata dan penerangan (informasi dan komunikasi). Bila hanya kompetensi manusia pariwisata sebagai konsep utama dalam kebijakan dinas, maka hal itu dianggap sebagai sebuah kebijakan yang mensubordinasi penerangan di bawah pariwisata.
54
Jelas sekali bahwa kedudukan pariwisata dan komunikasi merupakan dua tugas dan fungsi yang sejajar. Dengan demikian perubahan dalam lingkungan politik, dalam pengertian kebijakan pemerintah dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur kerja dinas mempunyai dampak, baik yang bersifat positif mendukung dan kendala internal yang menghambat. Hal tersebut antara lain: 1. Di satu sisi memberi ruang dan peluang bagi dinas melakukan tugas secara lebih baik, karena adanya konsep kemandirian dalam pengelolaan rumah tangga dinas. 2. Penggabungan departemen penerangan ke dalam dinas pariwisata, secara organisasi merupakan langkah penyelamatan potensi pegawai negeri yang ada serta usaha untuk mensinergikan antara dunia pariwisata dan informasi, namun secara teknis masih menemui kendala, yaitu belum sepenuhnya tercipta integrasi diantara pegawai. 3. Pada akhirnya kebijakan mengembangkan model kompetensi manusia pariwisata dipandang oleh mereka yang bukan asli pegawai pariwisata sebagai kebijakan yang kurang adil, karena lebih mementingkan satu kelompok.
6.2 Andil Kondisi Keamanan Bagi Pengembangan SDM Unsur lingkungan lainnya yang diperhatikan oleh peneliti adalah masalah keamanan. Hal tersebut menjadi pertimbangan penting dalam dunia pariwisata, sebab dunia pariwisata Indonesia secara keseluruhan terpukul akibat kasus bom Bali yang menurunkan kepercayaan wisatawan terhadap jaminan keamanan.
55
Situasi politik yang aman akan melahirkan kondisi yang aman pula. Kasus bom Bali secara tidak langsung mempengaruhi dunia pariwisata di Gresik, meskipun tidak begitu besar. Gresik sangat mengandalkan obyek wisata situs-situs ritual sejarah, sehingga masih memiliki wisatawan yang relatif fanatik dan stabil. Keamanan daerah lebih mempunyai dampak langsung dibanding keamanan nasional, sebab masyarakat sudah terbiasa dengan berita mengenai peristiwa di daerah-daerah lain. Masyarakat selektif, mana yang penting dan berpengaruh pada dirinya secara langsung. Kondisi keamanan di Gresik relatif aman, khususnya dalam dunia pariwisata.
6.3 Peran Krisis Ekonomi dalam Memperlemah Keuangan Daerah Kondisi ekonomi Indonesia pada era reformasi tidak menggembirakan. Salah satu indikator yang sangat jelas adalah nilai rupiah yang rendah terhadap dollar. Lesunya perekonomian Indonesia dirasakan oleh seluruh lapisan dan sektor usaha. Bila ukurannya nilai Dollar sebenarnya merupakan peluang untuk menarik minat wisatawan asing untuk berkunjung, tetapi lesunya perekonomian secara umum juga membawa dampak lesunya sektor pariwisata. Kondisi keuangan negara yang menanggung beban utang banyak, juga berdampak pada lemahnya pemerintah daerah (adanya pemberian bantuan dana perimbangan). Namun demikian, kondisi perekonomian di Gresik masih dirasa cukup baik, dan masih mampu membiayai kegiatan pembangunan daerah dengan mengandalakan anggaran pemerintah daerah, meskipun itu harus dilakukan secara selektif.
56
6.4 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Gresik Masyarakat Gresik dikenal sebagai masyarakat yang agamis, atau bisa disebut sebagai masyarakat santri. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya pesantren di kabupaten Gresik, ditambah dengan banyaknya situs-situs sejarah yang bernuansa Islam. Gresik, khususnya Leran diyakini sebagai wilayah pertama masuknya Islam di tanah Jawa. Di sana ditemukan peninggalan makam Islam yang usianya dipercaya paling tua di tanah Jawa, yaitu Makam Fatimah. Kampung Leran sendiri juga diyakini sebagai perkampungan orang Islam pertama di Jawa. Gresik sebagai cikal bakal dan pusat penyebaran Islam masih berlanjut pada masa Walisanga, khususnya masa Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri. Kedua tokoh tersebut mempunyai peran besar dalam menciptakan masyarakat Gresik yang religius sampai sekarang. Masyarakat sangat menghormati tokoh-tokoh agama, khususnya para wali tersebut. Kedua makam tokoh yaitu Sunan Giri dan Maulana Malik Ibrahim di Kota Gresik menjadi situs yang sangat menarik minat masyarakat untuk selalu dikunjungi. Setiap hari selalu saja ada masyarakat yang melakukan ziarah ke tempat tersebut, tidak terlepas masyarakat dari luar kota gresik, terlebih lagi pada hari-hari tertentu seperti malam Jum’at atau hari haul (peringatan hari meninggal) kedua tokoh tersebut pengunjung sangat banyak. Karakter keagamaan masyarakat Gresik mempunyai kemiripan dengan masyarakat-masyarakat Islam lainnya yang berada di Pesisir Jawa. Mereka suka berdagang dan berwiraswasta. Ada satu makam tokoh yang diyakini sebagai seorang saudagar kaya berasal dari Palembang (Nyi Ageng Pinatih). Tokoh ini
57
begitu melekat dalam keyakinan masyarakat Gresik sebagai pengusaha yang sukses di jamannya, yang menjadi ibu angkat dari Sunan Giri. Masyarakat Islam Gresik sudah mengenal perdagangan dan dunia usaha sejak zaman dulu. Bahkan sampai sekarang masih tersisa usaha-usaha yang sebenarnya merupakan warisan leluhur di jaman dulu. Usaha pembuatan kopyah (tutup kepala untuk shalat), sajadah, sarung merupakan wujud dari kuatnya pengaruh keyakinan agama terhadap dunia usaha yang berkembang di Gresik. Lingkungan yang agamis dan diwujudkan dalam kegiatan usaha harus dipahami sebagai salah satu bentuk model kerja masyarakat Gresik. Artinya, masyarakat Gresik dalam bekerja akan berusaha untuk dilandasi oleh semangat dan keyakinan agamanya, Islam. Dunia pariwisata di Gresik ternyata juga tidak lepas dari kondisi seperti itu. Obyek-obyek wisata yang sangat diminati masyarakat adalah obyek wisata yang mempunyai ikatan erat dengan nilai dan ajaran agama Islam. Pengembangan pariwisata di Gresik tidak dapat disamakan dengan daerah lain, yang memang mempunyai ikatan dan dasar nilai-nilai keagamaan Islam. Dengan lingkungan sosial budaya seperti ini, masyarakat Gresik memberikan respon yang positif terhadap kerja DISPARINKOM. Jarang sekali mereka
membuat
gangguan-gangguan
bagi
pelaksanaan
pengembangan
kompetensi manusia pariwisata, khususnya bagi mereka pelaku dan pengelola usaha pariwisata. Dukungan masyarakat sangat besar bagi dunia pariwisata, dengan cara mengikuti informasi dari UPTD (Unit Pelaksana Teknsi Daerah, khususnya Radio Siaran Pemerintah Daerah). Sebab bagi masyarakat semua
58
pengembangan kepariwisataan yang dilakukan dinas dirasakan dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat. Pengembangan obyek wisata bernilai agama menjadi prioritas, sebab pada sektor inilah yang cenderung tidak mengalami goncangan berarti. Banyak peminat wisata ini adalah mereka yang didasari oleh sikap fanatik dan ini sangat membantu kerja dinas.
6.5 Dukungan Kedekatan Geografis Dengan Kota Surabaya Kapubaten Gresik secara geografis berbatasan dengan kota Surabaya, ibu kota Propinsi Jawa Timur, kota metropolis kedua setelah Jakarta. Kota Gresik sendiri seolah sudah menyatu dengan kota Surabaya, secara fisik perbatasan antara keduanya sudah kabur. Terlebih lagi dalam kegiatan dunia usaha, maka antara Gresik dan Surabaya sudah tidak dapat dipisahkan. Banyak perusahaan yang kantornya di Surabaya, tetapi menempatkan gudang dan operasional perusahaan di Gresik. Kedekatan Gresik dengan Surabaya dalam banyak hal mempunyai nilai positif, meskipun tidak sedikit pula mempunyai dampak negatif. Sebagai kota satelit Surabaya, Gresik memang tidak begitu saja mudah berkembang seperti Surabaya, tetapi ia tetap mengekor perkembangan Surabaya. Kemajuan-kemajuan yang terjadi di Surabaya dengan cepat akan masuk di Gresik, sebaliknya hal-hal yang negatif juga dengan cepat masuk ke wilayah Gresik.
59
Dari sekian hal positif dari lingkungan geografis semacam itu adalah: 1. Surabaya dapat dijadikan example type (contoh) bagi pengembangan kota Gresik, dengan cara langsung. Gresik dapat mencontoh prestasi-prestasi yang sudah dicapai kota Surbaya. 2. Surabaya menjadi sumber daya eksternal bagi Gresik. Baik sumber daya modal melalui investasi maupun manusia. 3. Kemudahan memperoleh akses ilmu pengetahuan yang lebih luas dan berkualitas. Pegawai Dinas di Gresik dapat menambah ilmu baik melalui kuliah ataupun kursus di kota Surabaya, tanpa harus diselenggarakan oleh dinas. Dampak negatif dari lingkungan geografis ini juga dapat diterima Kabupaten Gresik, antara lain: 1. Sampah, kejahatan, dan masalah-masalah sosial lainnya yang terjadi di Surabaya secara langsung atau tidak merembes menjadi persoalan Gresik. Misalnya
sampah
Surabaya
yang
sudah
kesulitan
mencari
tempat
pembuangannya, harus dilarikan ke wilayah di luar Surabaya termasuk Gresik. Kejahatan pencurian sepeda motor banyak dilarikan ke wilayah Gresik. 2. Sumber daya, baik alam, modal, dan manusia Gresik dapat terserap lebih banyak ke Surabaya, sehingga minus di Gresik. Banyak pekerja profesional yang bekerja di Surabaya, meskipun tinggalnya di Gresik. Gresik juga mengalami kekurangan tenaga profesional yang sudah terserap banyak di Surabaya.
60
Lingkungan geografis dengan demikian mempunyai dampak yang signifikan terhadap pengembangan model kompetensi manusia pariwisata. Kompetensi yang diusahakan akan mengikuti perkembangan kemajuan-kemajuan di daerah sekitarnya, khususnya Surabaya. Dalam teknis operasional, pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan tidak harus bergantung kepada kemampuan dinas, tetapi bisa diperoleh dari luar organisasi, misalnya kursus-kursus yang diselenggarakan oleh swasta yang ada di Gresik atau Surabaya. Hal itu juga diakui oleh beberapa informan bahwa dalam peningkatan kompetensi manusia pariwisata dinas bisa memberikan bantuan keuangan kepada pegawai yang menambah ilmunya melalui kursus di luar. Pengembangan kompetensi manusia pariwisata yang mengutamakan pendidikan dan pelatihan tidak selamanya tergantung diklat yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan hal itu sangat didukung oleh lingkungan geografis dekatnya Gresik dengan Surabaya.
6.6 Pengelolaan Sumber Keuangan yang Terbatas Sub bab ini membahas kondisi ekonomi internal yang meliputi keuangan dan manajemen. Sumber keuangan Dinas berasal dari APBD, yang berarti kemampuan finansial sangat ditentukan oleh Kebijakan Kepala Daerah dan DPRD. Dari anggaran yang diberikan Pemerintah Kabupaten Gresik, masih dirasa kurang memadai. Sebab dua departemen yang digabung menjadi satu dengan tugas yang semakin banyak dan berat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebagian besar informan menyadari bahwa sumber keuangan yang ada masih kurang.
61
Kekurangan dana tersebut tidak membuat semangat dan kerja dinas menjadi kendur. Berbagai langkah ditempuh oleh dinas. Salah satu yang menjadi andalan adalah pembuatan program yang realitistis dan prioritas program, artinya setiap
program
yang
direncanakan
dibuat
secara
matang
termasuk
pembiayaannya, sehingga dapat direalisasikan dan disetujui oleh dewan. Selain itu pembuatan prioritas program yang ditujukan bila menghadapi kendala keuangan, maka program-program unggulan dan lebih menguntungkan akan diutamakan. Kebijakan tersebut termasuk salah satu langkah manajerial yang bijaksana, sebab bila hanya mengandalkan sumber keuangan dari APBD, maka banyak program yang tidak terealisasi, apalagi mengadakan mark up nilai setiap program. Peran kepala dinas sebagai manajer sangat penting dalam pengelolaan keuangan dinas. Informan sebagian besar mengakui bahwa kepemimpinan Kepala Dinas sekarang demokratis, akrab dengan bawahan. Situasi semacam itu akhirnya melahirkan keterbukaan antara pimpian dan bawahan. Perencanaan dilakukan bersama-sama melibatkan bagian atau sub bagian yang kompeten sehingga program yang dibuat benar-benar realistis dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Ide atau program tentang Manusia Pariwisata dapat disetujui oleh sebagian besar pegawai dan mendapat dukungan besar dari mereka. Dukungan bawahan juga merupakan modal manajerial dalam pelaksanaan program pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata di DISPARINKOM Gresik.
62
Dengan kata lain, sumber keuangan organisasi yang kurang memadai dapat ditutupi dengan kemampuan manajerial yang lebih dari pimpinan, dan didukung oleh situasi dan hubungan kerja yang kondusif. Kepemimpinan. juga dirasakan sebagai kepemimpinan yang terbuka dan orangnya ‘biasa’, artinya tidak bersikap yang berlebihan. Ada dua pendapat mengenai kepemimpinan Kepala Dinas, yaitu demokratis dan biasa. Maksud biasa di sini setelah dilakukan wawancara dengan beberapa responden tidak memiliki arti negatif, misalnya acuh atau kurang dinamis. ‘Biasa’ di sini mereka artikan sebagai sikap seperti orang biasa, tidak membuat segan terhadap bawahan, sehingga bawahan merasa mudah dan nyaman dalam menyampaikan ide-idenya. Secara organisasi, hubungan antar bagian juga berjalan dengan baik, meskipun ada 3 informan merasa terkotak-kotak. Itu memang akibat dari dua unsur yang berbeda dan sama kuat dalam dinas; yaitu unsur orang-orang pariwisata dan komunikasi. Mereka tetap menjalin dan menjalankan tugas dengan aturan main yang ada. Tidak ada bahwa bagian pariwisata mempunyai derajat kedudukan lebih tinggi. Memang program manusia pariwisata ini dianggap sebagai program awal untuk pengembangan manusia informasi di masa mendatang, meskipun dalam pelaksanaannya masih ada sebagian pegawai yang menilai kurang adil atau diskriminatif. Bagaimanapun setiap program dan kebijakan disesuaikan dengan prioritas sasaran dan anggaran.
63
6.7 Budaya Organisasi Menuju Pembentukan Kompetensi SDM Budaya organisasi di sini meliputi tiga hal yaitu; (a) sikap dan perilaku yang dikembangkan oleh pimpinan, (b) suasana psikologis organisasi, dan (c) nilai-nilai ideal. Ketiga hal tersebut akan dibahas sebagai berikut. Sikap dan perilaku yang dikembangkan oleh pimpinan yang menonjol adalah contoh dalam kehidupan sehari-hari. Kepala Dinas dalam hal ini diakui oleh informan bersikap demokratis, terbuka, dan apa adanya. Siapa saja yang berkunjung dan bertemu beliau merasa tidak sungkan dan takut untuk menyampaikan ide baru. Sikap kerja yang dikembangkan adalah kerja keras, selalu berusaha mencari hal-hal baru. Wawancara peneliti dengan Kepala Dinas selama ini juga menunjukkan hal tersebut. Setelah dikaji lebih jauh, memang beliau mempunyai profesi di luar sebagai Kepala Dinas, juga sebagai dosen pascasarjana di Universitas Wijaya Putra. Hal ini sangat mempengaruhi cara berpikir maupun bekerja. Pegawai selalu didorong untuk selalu menambah ilmu dan wawasan baru yang sangat berguna dalam pekerjaan. Sikap akademik tersebut juga melahirkan keterbukaan, dan sikap biasa yang terkesan jauh dari profil seorang birokrat. Kerja akademik yang menuntut ide-ide baru, juga dikembangkan kepada bawahannya khususnya yang mempunyai jabatan-jabatan strategis, melakukan perencanaan dan program kerja yang matang. Hal kedua adalah suasana psikologis dalam organisasi. Ini diakui pada awal pembentukan dinas baru yaitu Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi,
64
banyak sekali persoalan-persoalan psikologis yang dapat menghambat pekerjaan. Ada dua gangguan psikologis yang utama, yaitu: 1. Ketika masih Dinas Pariwisata, maka dinasnya kecil dan kurang mempunyai nilai lebih dibanding dengan dinas-dinas lainnya. Ada kesan, dinas pariwisata dulu hanya sebagai tempat pegawai buangan yang kurang profesional dan loyal pada pemerintah. 2. Ketika penggabungan persoalan psikologis yang sangat jelas adalah bergabungnya dua dinas yang masing-masing sebelumnya sudah eksis. Ada semacam prasangka-prasangka bahwa nantinya pegawai yang berasal dari departemen penerangan akan dianaktirikan, dan sebaliknya bagi pegawai dinas pariwisata merasa akan didesak dan dipinggirkan oleh pegawai departemen penerangan yang secara jumlah lebih besar. Kendala-kendala psikologis semacam itu, tidak dengan mudah dapat dihilangkan, sebab memerlukan proses dan waktu. Pada awal terbentuknya dinas baru tahun 2000, maka prioritas awal adalah penyatuan dan sinergi dua kekuatan yang berbeda menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu tugas dinas pariwisata selalu disinergikan dengan peran informasi dan komunikasi. Artinya pengembangan kepariwisataan di Gresik tidak akan berhasil tanpa dukungan informasi dan komunikasi yang baik. Inilah nilai awal yang ditanamkan sebagai landasan bekerja organisasi. Meskipun demikian, hambatan-hambatan yang bersumber dari dua perbedaan ini tidak dapat hilang dengan sempurna, kecurigaan dan perasaan tidak adil itu masih muncul.
65
Bila pada awalnya nilai ideal yang dikembangkan adalah kesatuan dan sinergi, maka pada tahap selanjutnya adalah nilai profesionalisme. Artinya masing-masing bagian harus meningkatkan kompetensinya. Salah satu dan yang menjadi prioritas saat ini adalah Kompetensi Manusia Pariwisata. Pada saatnya dan selanjutnya adalah berfokus pada kompetensi pegawai informasi dan komunikasi. Dunia pariwisata nasional yang terpukul akibat bom Bali, menggugah pemerintah daerah untuk cepat tanggap kepada setiap perubahan yang terjadi. Meskipun secara umum kondisi politik dan keamanan di Gresik relatif aman, tetapi hal itu tidak bisa menjadi jaminan mutlak akan berkembangnya dunia pariwisata. Pariwisata harus dikembangkan dengan cara dan manajemen profesional. Melibatkan pihak lain menjadi penting. Sinergi dengan bagian informasi dan komunikasi dalam dinas sebenarnya merupakan langkah tepat dan strategis. Bahwa dukungan media akan dapat membentuk citra dan menarik minat masyarakat untuk melakukan wisata. Dengan pemahaman seperti ini sebenarnya Model Kompetensi Manusia Pariwisata tidak hanya ditujukan pada pegawai dinas pariwisata (dulunya), tetapi baik mereka yang berasal dari departemen penerangan juga dijadikan sasaran, tetapi dengan spesifikasi media informasi dan komunikasi kepariwisataan.
6.8 Ikhtisar Berdasarkan pembahasan sebelumnya, pada bagian ini akan disajikan ikhtisar mengenai situasi lingkungan eksternal, maupun situasi internal organisasi
66
yang menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata di Dinas Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gresik. 1. Lingkungan Politik dan keamanan yang sangat penting adalah sebagai berikut: - UU No.22/1999 tentang Otonomi Daerah menciptakan situasi kondusif bagi pengembangan dinas - Perda No.26/2000 tentang Struktur Kelembagaan Dinas memberikan landasan kinerja dan sinergi antar dinas di lingkungan Pemkab Gresik - Perubahan/reformasi kurang memberi arti bagi dinas - kondisi keamanaan relatif aman, meskipun adanya pengaruh kondisi keamanan secara nasional yang kurang mendukung. 2. Lingkungan Geografis dinas sangat dipengaruhi oleh kedekatannya dengan kota Surabaya yang menjadi kota metropolis. Hal tersebut dapat memberi peluang dan kendala, antara lain: - perolehan modal dan SDM yang memadai - tersedotnya potensi ke kota Surabaya - akses informasi dan ilmu pengetahuan yang semakin luas - adanya model pengembangan dinas dari kota yang lebih maju (Surabaya) 3.Lingkungan ekonomi dinas meliputi kondisi makro ekonomi dan keuangan negara. Kondisi krisis ekonomi yang dialami Indonesia telah mengakibatkan dunia pariwisata mengalami kemunduran. Keuangan negara yang masih menanggung utang besar, pemerintah kabupaten ikut menanggung beban, sehingga pembiayaan pembangunan daerah juga kurang memadai.
67
4.Lingkungan sosial budaya masyarakat gresik dapat dicirikan sebagai berikut: - Religius, yang sangat menghormati sejarah Islam dan peninggalannya, sehingga wisata religius berkembang baik - fanatisme pada tokoh Islam sangat mununjang wisata ke tempat ziarah para pahlawan Islam - kerukunan yang tetap menjamin kondisi aman dan tertib dalam masyarakat - karakter pedagang/pengusaha. Masyarakat Gresik mempunyai karakter sebagai pengusaha sehingga mendukung untuk pengembangan usaha wisata 5.Lingkungan keuangan dan manajemen organisasi di Dinas Informasi Pariwisata dan Komuniasi Kab. Gresik sebagai berikut: - terbatas sumbernya pada APBD - program kurang leluasa dilaksanakan, tetapi lebih memilih prioritas - manajemen mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan pegawai - manajemen yang demokratis dan egaliter - melibatkan semua unsur dalam manajemen dinas 6.Lingkungan budaya organisasi dinas sebagai berikut: - sikap yang dikembangkan pimpinan terbuka, demokratis, dan suka akan kemajuan ilmu pengetahuan - suasana kerja harmonis, baik, meskipun ada anggapan pengkotakan unsur pegawai dari dinas penerangan dan pariwisata - nilai ideal yang dikembangkan adalah sinergi dan kerjasama - profesionalisme
68
6.9 Pembentukan Model Kompetensi Manusia Pariwisata Dengan Metode Analisis Situasional Model kompetensi yang dikembangkan oleh Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi memang tidak secara eksplisit menegaskan kompetensi dalam bidang informasi dan komunikasi (misalnya dengan sebutan Manusia Informasi). Seperti yang tercantum dalam bab sebelumnya bahwa kompetensi yang diharapkan dalam diri Manusia Pariwisata adalah sebagai berikut: 1. Manusia Pariwisata adalah manusia (dalam hal ini pegawai Dinas) yang mempunyai tiga unsur kemampuan, yaitu: kemampuan kepariwisataan (profesional), sikap dan kepribadian, dan kemampuan manajemen. 2. Kemampuan pariwisata yang dimaksud adalah meliputi: a. Kemampuan Promosi b. Kemampuan Kerjasama c. Kemampuan informasi pariwisata/pasar wisata (pelayanan) 3. Sikap dan kepribadian meliputi: a. Mencintai dunia pariwisata b. Disiplin dan cepat tanggap (memahami kebutuhan wisata) c. Berwawasan luas dan terbuka d. Service oriented (berorientasi pelayanan) e. Mampu bekerja sama 4. Kemampuan manajerial khusus bagi para manajer Penentuan kompetensi tersebut bukanlah sebuah ide atau cita-cita tanpa dasar pertimbangan meskipun pada kenyataannya dalam DISPARINKOM harus diakui terdiri dari dua unsur yang kuat yaitu pegawai yang berasal dari
69
departemen pariwisata dan departemen penerangan. Kondisi ini jelas-jelas membutuhkan sebuah penanganan yang arif dan bijaksana dalam mengelola sumber daya manusianya. Bila salah kelola maka yang terjadi adalah permusuhan dalam tubuh organisasi dan terkadang itu tidak tampak atau tersembunyi. Dan ini sangat berbahaya. Pengembangan model kompetensi Manusia Pariwisata dibuat dengan menggunakan metode atau pendekatan berdasarkan analisis situasional, artinya memang kompetensi tersebut dibutuhkan atau merupakan tuntutan dari berbagai situasi yang melingkupi organisasi. Dalam tabel berikut akan disajikan beberapa tuntutan situasi yang akhirnya melahirkan model kompetensi Manusia Pariwisata. Tabel 6.1 Situasi dan Kebutuhan Kompetensi SDM NO 1.
LINGKUNG AN Politik
2. 3.
Keamanan Geografis
5.
Ekonomi
6.
Keuangan/ Manajemen
7.
Budaya Organisasi
KONDISI
KOMPETENSI
- baik; namun masih dirasa Dari beberapa kondisi belum berarti banyak tersebut, maka diperlukan pegawai - aman (SDM) yang : - dekat Surabaya; akses terbuka, cepat luas, kurang tenaga tanggap, service profesional, model oriented, berwawasan pengembangan luas, penguasaan akan teknis pariwisata - beban pemerintah berat (profesional), mampu mengelola usaha - dana kurang dan terbatas, pariwisata dengan baik, demokratis, terbuka, dan mampu bekerja sinergi sama dengan baik.
- Situasi kerja baik, Contoh pimpinan, sinergitas, akrab, mau maju - masih ada sifat unsur kelompok Diolah dari hasil wawancara dengan informan.
70
Dengan tuntutan akan sumber daya yang demikian itu, maka DISPARINKOM Gresik membuat model kompetensi Manusia Pariwisata yang disesuaikan dengan kondisi yang ada, meskipun ada usaha untuk mencapai kondisi yang ideal. Pembuatan model tersebut juga disesuaikan dengan program kerja/kegiatan yang dibuat oleh Dinas. Pada tabel berikut akan tersaji kebijakan model kompetensi Manusia pariwisata yang disesuaikan dengan kondisi dan program yang ada:
71
72
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dicatat beberapa hal: 1. Kondisi politik, sosial budaya, manajemen, geografis, budaya dan keamanan DISPARINKOM Gresik memiliki sumber dukungan yang baik. Artinya situasi lingkungna-lingkungan tersebut sangat mendukung dan menuntut adanya SDM atau Manusia Pariwisata yang kompeten. Oleh karena program pengembangan model kompetensi Manusia Pariwisata dikembangkan melalui program-program yang realistis dan mendapat dukungan dari lingkungan eksternal (masyarakatnya). 2. Kondisi ekonomi dan keuangan merupakan lingkungan yang kurang memberi dukungan baik bagi pengembangan oleh karena itu, ada beberapa program yang disesuaikan dengan kondisi-kondisi tersebut, dengan target-target realistis. Ada
beberapa
program
atau
kebijakan
uang
ditempuh
untuk
menyesuaikan kondisi dan harapan akan Manusia Pariwisata yang berkompetensi tinggi, antara lain: 1. Pemberian dana bantuan untuk pegawai yang memang mau menambah kehalian dan ilmu pengetahuan di luar oraganisasi. Tidak hanya itu secara psikologis organisasi juga memberi dukungan yang baik bagi terciptanya hal tersebut. 2. Membuat pendidikan dan pelatihan yang melibatkan dunia usaha, yaitu pelaku usaha wisata dan pengelola wisata. Hal ini juga untuk menutup kekurangan ekonomi dan keuangan organisasi sekaligus dapat mencapai target mendapat dukungan dari masyarakat luas.
73
3. Penyebaran informasi pariwisata yang melibatkan unsur penerangan dalam organisasi sekaligus membina masyarakat sebagai kelompok komunikasi sosial. Hal ini berarti pegawai informasi dan komunikasi tetap diharapkan memiliki kompetensi Manusia Pariwisata yang disesuaikan dengan kondisi mereka. Pada
akhirnya
model
kompetensi
Manusia
Pariwisata
yang
dikembangkan oleh DISPARINKOM Gresik dalam program pengembangannya benar-benar memperhatikan lingkungan politik, sosial budaya, ekonomi, keamanan, geografis, manajemen, dan budaya organisasi. Semua situasi lingkungan tersebut diperhitungkan kemungkinan dampak baik dan buruknya, baru dibuat program yang realistis dan mencapai sasaran yang tepat dan luas.