123
BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1. Deskripsi Obyek Penelitian 5.1.1. Kondisi Geografis Kota Surabaya Kota Surabaya berdasarkan astronomi terletak antara
071 210 Lintang
selatan dan 1121 360 sampai dengan 1121 540 Bujur Timur. Sebagian besar wilayah kota Surabaya merupakan daratan rendah dengan ketinggian 3 sampai dengan 6 meter dari permukaan laut, kecuali wilayah kota bagian selatan ketinggiannya mencapai 25 sampai dengan 50 meter di atas permukaan laut. Batas wilayah Kota Surabaya sebelah Utara adalah Selat Madura, sebelah Timur Selat Madura, sebelah Selatan Kabupaten Sidoarjo dan sebelah Barat adalah Kabupaten Gresik. Secara administratif, melalui PP no.28 20 September Tahun 1982, wilayah Kota Surabaya dibagi ke dalam 3 Wilayah Pembantu Walikota yang terdiri atas 19 wilayah Kecamatan dengan 163 Kalurahan. Pada Tahun 1990 melalui Kep. Mendagri 20 Juni Tahun 1990 wilayah Kota Surabaya berubah menjadi 5 Wilayah Pembantu Walikota terdiri dari 19 wilayah Kecamatan. Selanjutnya pada Tahun 1992 melalui PP.No.26. 20 Mei Tahun 1992 jumlah wilayah Kecamatan berubah menjadi 24 Kecamatan, dan kemudian berubah menjadi 28 wilayah Kecamatan melalui PP.No.59. 19 September Tahun 1992. Terakhir pada Tahun 2001 jumlah wilayah Kecamatan berubah menjadi 31 melalui Perda No.5. 5 Mei Tahun 2001. Sementara itu jumlah Wilayah Pembantu Walikota tetap yaitu 5 wilayah dan jumlah Kalurahan tetap yaitu 163. Secara rinci perkembangan wilayah 1 dapat dilihat pada TABEL 5.1 pada halaman 124
124
Tabel 5.1.
BANYAKNYA WILAYAH KERJA SESUAI DENGAN WILAYAH KERJA PEMBANTU WALIKOTA DI WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN 1990, TAHUN 1992 DAN TAHUN 2001 Wilayah Pembantu Walikota Surabaya Utara
Surabaya Timur
Surabaya Selatan
Surabaya Barat
Surabaya Pusat
Setelah 20 September th.1982 PP.No.28 P.Cantikan Semampir Krembangan Tandes Bubutan Benowo Tambaksari Gubeng Rungkut Sukolilo Kenjeran
Sawahan Wonokromo Wonocolo Karangpilang Lakarsantri Genteng Tegalsari
Setelah 20 Juni 1990 Kep.Mend agri No.55 P.Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran Tambaksari Gubeng Rungkut Sukolilo
Setelah 20 Mei Th.1992 PP.No.26
Setelah 19 September Th.1992 PP.No.59
P.Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran
P.Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran
P.Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran Bulak
Tambaksari Gubeng Rungkut Sukolilo Mulyorejo T.Mejoyo Gununganyar Sawahan Wonokromo Wonocolo Karangpilang
Tambaksari Gubeng Rungkut Sukolilo Mulyorejo T.Mejoyo Gununganyar Sawahan Wonokromo Wonocolo Karangpilang Jambangan Gayungan Wiyung Dukuh Pakis Benowo Pakal Lakarsantri Sambikerep Tandes Asemrowo S.Manunggal Bubutan Simokerto Genteng Tegalsari
Benowo Lakarsantri Tandes
Benowo Lakarsantri Tandes Asemrowo S.Manunggal
Tambaksari Gubeng Rungkut Sukolilo Mulyorejo T.Mejoyo Gunung Anyar Sawahan Wonokromo Wonocolo Karangpilang Jambangan Gayungan Wiyung Dukuh Pakis Benowo Lakarsantri Tandes Asemrowo S.Manunggal
Bubutan Simokerto Genteng Tegalsari
Bubutan Simokerto Genteng Tegalsari
Bubutan Simokerto Genteng Tegalsari
Sawahan Wonokromo Wonocolo Karangpilang
Setelah 5 Mei Th.2001 Perda No.5
Sumber : Surabaya Dalam Angka 2003
5.1.2. Kondisi Demografis Kota Surabaya Berdasarkan data Surabaya Dalam Angka, jumlah penduduk Kota Surabaya terus meningkat. Hal ini disebabkan perkembangan penduduk yang cenderung meningkat disebabkan baik oleh perkembangan penduduk secara alami
125
(perkembangan penduduk yang disebabkan oleh tingkat kelahiran lebih tinggi daripada tingkat kematian) maupun perkembangan penduduk karena adanya migrasi (perkembangan penduduk yang disebabkan oleh jumlah penduduk pendatang lebih besar daripada penduduk yang pindah). . Tingkat kelahiran dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 cenderung meningkat, dan menurun di Tahun 2003 dan sedikit meningkat di Tahun 2004. Dari Tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 meningkat dari 32.600 menjadi 33.388 (2,42%) dan meningkat
dari 33.388 di Tahun 2001 menjadi 35.872
(7,44%) di tahun 2002. Dari tahun 2002 ke tahun 2003 jumlah kelahiran menurun tajam, yaitu turun dari 35872 menjadi 25.653 (28,45%). Kemudian naik pada tahun 2004, menjadi 28.044 (naik 9,32%). Menurut Surabaya Dalam Angka (Th.2000-Th.2004)
jumlah kematian
cenderung naik dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2004 . Jumlah kematian di Tahun 2000 naik dari 9268 di Tahun 2000 menjadi 10099 (naik 8,97%) di Tahun 2001. Di Tahun 2003 naik lagi menjadi 11047 (naik 9,39%), dan turun di Tahun 2004 menjadi 8712 (turun 21,14%), kemudian naik lagi menjadi 10851 (naik 24,55%) di Tahun 2004. Banyaknya penduduk pendatang yang menetap di Kota Surabaya dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 cenderung menurun namun karena jumlahnya lebih banyak dibandingkan banyaknya penduduk yang pindah, maka kondisi ini mendorong kenaikan jumlah penduduk di Kota Surabaya. Secara rinci jumlah penduduk , penduduk datang dan penduduk yang pindah, banyaknya kelahiran dan banyaknya kematian dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 5.2 sebagai berikut :
126
Tabel. 5.2 JUMLAH PENDUDUK, PENDUDUK DATANG, PENDUDUK YANG PINDAH, BANYAKNYA KELAHIRAN DAN BANYAKNYA KEMATIAN YANG DILAPORKAN DI KOTA SURABAYA TAHUN 2000 – TAHUN 2004 Tahun
Jumlah Penduduk
Penduduk Datang Yang Dilaporkan
Penduduk Pindah Yang Dilaporkan
Banyaknya Kelahiran Yang Dilaporkan
Banyaknya Kematian Yang Dilaporkan
2000
2.444976
63081
42541
32600
9268
2001
2.568352
53145
46767
33388
10099
2002
2.529468
55024
48259
35872
11047
2003
2.659566
34330
22482
25653
8712
2004
2.691666
29188
14028
28044
10851
Sumber : Surabaya Dalam Angka Tahun 2000 – Tahun 2004, diolah.
Dilihat dari persebaran penduduk per Kecamatan, ternyata perkembangan penduduk di Kota Surabaya tidak diikuti persebaran yang merata. Hal ini secara rinci dapat dilihat melalui Tabel 5.3. pada halaman 127. Pada Tahun 2000, 5 Kecamatan dengan penduduk terbesar berturut-turut adalah: Kecamatan Tambaksari dengan jumlah penduduk 188.886, Kecamatan Sawahan 188.766 jiwa,
Kecamatan Semampir 154455 jiwa, Kecamatan
Wonokromo 146.875 jiwa, dan Kecamatan Gubeng 132.986 jiwa Pada tahun 2004, 5 kecamatan dengan jumlah penduduknya terbanyak berturut-turut adalah : Kecamatan
Sawahan
211.468 jiwa,
Kecamatan
Tambaksari 2008.905 jiwa, Kecamatan Semampir 180.139 jiwa, Kecamatan Wonokromo 179.386 jiwa dan Kecamatan Gubeng 149.076 jiwa (Tabel 5.3, halaman 126)
127
Tabel. 5.3 JUMLAH PENDUDUK KOTA SURABAYA PER KECAMATAN TH. 2001, TH.2002,TH.2003 DAN TH.2004 Kecamatan Surabaya Pusat 01. Tegalsari 02. Genteng 03. Bubutan 04. Simokerto Surabaya Utara 05. Pabean Cantikan 06. Semampir 07. Krembangan 08. Kenjeran 09. Bulak Surabaya Timur 10. Tambaksari 11. Gubeng 12. Rungkut 13. Trenggilis Mejoyo 14. Gunung Anyar 15. Sukolilo 16. Mulyorejo Surabaya Selatan 17. Sawahan 18. Wonokromo 19. Karang Pilang 20. Dukuh Pakis 21. Wiyung 22. Wonocolo 23. Gayungan 24. Jambangan Surabaya Barat 25. Tandes 26. Sukomanunggal 27. Asemrowo 28. Benowo 29. Pakal 30. Lakarsantri 31. Sambikerep Jumlah
Th.2000
Th.2002
Th 2003
Th.2004
93465 54505 87883 84380
116003 65296 105746 106398
112700 64819 110455 98173
113739 65192 110362 99517
72744 154455 114506 131857 ---
90418 156643 120872 86147 26877
86913 179489 116818 100249 30964
87943 180139 118240 102562 31478
188886 132986 111286 76154 51055 100148 85292
215833 145209 82338 42677 47067 77362 60503
205330 147267 80993 49741 40590 89353 79447
208905 149076 82492 50598 41468 91110 71948
188766 146875 71478 57246 51780 81660 39837 39234
202503 176248 51798 48041 42528 64261 37561 32712
211686 177934 63009 53892 53579 74402 41244 38100
211468 179386 63931 54891 54210 75560 41736 38772
93459 107514 36937 67074 --78334 --2.599796
86794 86421 31842 25580 30234 26700 40856 2.529468
87141 89344 32761 35657 31364 40947 44196 2.659566
87481 90674 33578 36725 32090 41316 45079 2.691666
Sumber: Surabaya Dalam Angka Th.2000, Th.2002, Th.2003, 2004 Pertumbuhan penduduk yang cepat dengan luas lahan yang terbatas menyebabkan kepadatan penduduk di Wilayah Kota Surabaya meningkat. Dalam Tabel 1.3 halaman 11, dapat dilihat kepadatan penduduk 5 Kecamatan tertinggi pada tahun 2000 berturut-turut adalah sebagai berikut: Kecamatan Simokerto 32.579 jiwa/ km2 , Kecamatan Sawahan 27.239 jiwa/km2, Kecamatan Bubutan 22.768
128
jiwa/Km2, Kecamatan Tegalsari 21.787 jiwa/km2 dan Kecamatan Kecamatan Tambaksari 21.011 jiwa/km2. Lima Wilayah Kecamatan yang terpadat penduduknya pada tahun 2004 berturut-turut adalah: Kecamatan Simokerto 38.424 jiwa/km2, Kecamatan Sawahan 30.575 jiwa/km2, Kecamatan Bubutan 28.591 jiwa/km2., Kecamatan Tegalsari 26.513 jiwa/km2 dan Kecamatan Tambaksari 23.237 jiwa/km2. Perkembangan jumlah penduduk juga menimbulkan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan fasilitas pendidikan, yaitu lembaga atau institusi (sekolah, akademi, Universitas beserta perangkatnya seperti gedung, ruang/kelas, guru, dosen). Sebagai kota BUDI PAMARINDA (kota budaya, pendidikan, pariwisata, maritim, industri dan perdagangan), Kota Surabaya boleh dikatakan memiliki relatif lengkap sarana dan fasilitas pendidikan . Hal ini ditunjukkan dengan adanya sekolah dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi dan tersedianya sekolah- sekolah kejuruan serta kursus-kursus ketrampilan. Untuk melihat apakah fasilitas pendidikan yang tersedia memadai (cukup) menampung siswa dari jenjang kejenjang dapat dilihat Rasio Kelas jenjang pendidikan tertentu terhadap jenjang pendidikan yang lebih rendah. Semakin tinggi Rasio menunjukkan semakin redah daya tampung sekolah jenjang tertentu terhadap jejang dibawahnya
Sedangkan untuk melihat mutu pendidikan dapat dilihat
melalui Rasio Guru terhadap Murid atau rasio antara Dosen terhadap Mahasiswa. Semakin kecil rasio menunjukkan mutu hasil proses belajar mengajar semakin baik.. Pada umumnya angka 20 dianggap angka yang ideal, sedangkan angka maksimalnya adalah 40.
129
Tabel 5.4 RASIO KELAS SLTP SEDERAJAT TERHADAP SD SEDERAJAT DAN RASIO KELAS SLTA SEDERAJAT TERHADAP SLTP SEDERAJAT NEGRI DAN SWASTA TAHUN 2000- TAHUN 2004 Tahun Periode 2000/2001 2001/2002 2002/2003 2003/2004
SD Sederajat Jumlah Kelas 7842 7988 8420 8535
SLTP Sederajat Jumlah Kelas 2758 2960 2792 3853
SLTA Sederajat Jumlah Kelas 3275 3006 3115 3115
Rasio Kelas SLTP/SD 2,84 2,70 3,12 2,22
Rsio Kelas SLTA/SLTP 0,84 0,98 0,90 1,24
Sumber : Dinas Pendidikan Surabaya, Surabaya Dalam Angka Th.2002, Th.2003 dan Th. 2004, data diolah Berdasarkan Tabel 5.4. Rasio Kelas SLTP sederajat terhadap SD Negri dan Swasta pada periode Tahun 2000 /2001 menunjukkan angka yang cukup besar yaitu 2,84 (artinya setiap kelas SLTP harus mampu menampung 2,84 kelas lulusan SD). Pada periode Tahun 2001 /2002 sedikit menurun menjadi 2,70 dan naik dengan tajam menjadi 3,12 pada periode Tahun 2002 /2003 dan menurun lagi pada periode Tahun 2003 /2004 menjadi 2,22. Sekalipun pada Tahun peride 2003 / 2004 Rasio Kelas SD terhadap SLTP menurun namun seiring dengan perkembangan penduduk Kota Surabaya perlu adanya usaha menambah jumlah kelas agar daya tampung kelas dapat memenuhi kebutuhan dimasa yang akan datang. Rasio Kelas SLTA terhadap SLTP Negri dan Swasta dari periode Tahun 2000 /2001 sampai dengan periode Tahun 2003 /2004 menunjukkan angka yang kecil, yaitu antara 0,84-0,90. Namun pada periode Tahun 2003 /2004 meningkat menjadi 1,24. Sebagaimana hal nya Rasio Kelas SLTP terhadap SD, perlu adanya usaha peningkatan jumlah kelas pada sekolah SLTA agar dapat memenuhi daya tampung yang dibutuhkan dikemudian hari.
130
Rasio antara Guru terhadap Murid, .dari TK (taman kanak-kanak) sampai dengan SLTA (sekolah lanjutan atas) semuanya berada pada angka ideal yaitu dibawah angka20. Hanya SD (sekolah dasar) yang menunjukkan angka sedikit lebih tinggi dari angka ideal namun masih jauh dibawah angka maksimal , yaitu 24,67. Secara rinci rasio guru terhadap murid dapat dilihat pada Tabel 5.5 sebagai berikut: Tabel 5.5 RASIO GURU TERHADAP MURID TK,SD,SLTP,SLTA NEGRI DAN SWASTA ANTARA TAHUN 2003 – TAHUN 2004 DI KOTA SURABAYA Rincian
Guru
Murid
Rasio Guru terhadap Murid
Sekolah TK (negri dan Swasta) Sekolah
Dasar
4.737
69.300
14,63
11.191
276.136
24,67
dan
Ibtidaiyah (negri dan swasta) SLTP dan Tsanawiyah (negri dan swasta)
9.284
111.611
12,02
5.674
77.282
13,62
2.750
4495
16.55
SLTA dan Aliyah (negri dan swasta) SMK setingkat SLTA (negri dan swasta)
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Surabaya Dalam Angka 2004 Rasio antara Dosen terhadap Mahasiswa pada Perguruan Tinggi Negri (tidak termasuk Universitas Terbuka) rata-rata adalah 15,11 dan
17,38 pada
Perguruan Tinggi Swasta (Universitas, Akademi dan Politehnik swasta). Secara rinci Rasio antara Dosen terhadap Mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 5.6 pada halaman 131
131
Tabel. 5.6 RASIO ANTARA DOSEN TERHADAP MAHASISWA PERGURUAN TINGGI NEGRI DAN SWASTA TH.2003/2004 Rincian PT.Negri *) 1.UNAIR 2.ITS 3.UNESA 4.IAIN PT,AK,Politehnik Swasta
Dosen Tetap dan tidak Tetap
Mahasiswa
Rasio Dosen Terhadap Mahasiswa
1012 1022 1012 461
13280 21373 16546 6151
13,12 20,91 16,35 13,34
506
8794
17,38
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Surabaya Dalam Angka 2004 Keterangan :*) Tidak termasuk Universitas Terbuka Dilihat dari angka buta huruf Kota Surabaya menunjukkan angka yang lebih kecil dibandingkan angka buta huruf Jawa Timur. Tabel 5.7 menunjukkan pada tahun 1998 persentase angka buta huruf Kota surabaya adalah 4,17% sementara Jawa Timur adalah 7,00%, dan pada tahun 2003 angka buta huruf di Surabaya menurun menjadi 2,67% dan Jawa Timur menjadi 15,03%.
Tabel 5.7 JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK UMUR 10 TAHUN KEATAS YANG BUTA HURUF*) DI KOTA SURABAYA TAHUN 1998 – TAHUN 2003 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Kota – Surabaya Jumlah Penduduk % Buta huruf 90.642 4,17 124.623 5,66 96.092 4,49 90.092 4,12 82.394 3,76 60.079 2,67
Jawa – Timur Jumlah Penduduk Buta huruf 4.825.747 4.809.749 4.737.524 4.554.357 4.444.757 4.552.281
% 17,00 16,69 16,39 15,77 15,16 15,03
Sumber :BPS Jawa Timur, Susenas 1998 - 2003 Keterangan : *) tidak bisa membaca dan menulis huruf latin danhuruf lainnya.
132
Sekalipun demikian melihat perkembangan penduduk Kota Surabaya yang cepat, maka dimungkinkan jumlah penduduk yang berumur 10 tahun keatas yang buta huruf akan meningkat jumlahnya. Dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan Penduduk Umur 15 tahun keatas, persentase penduduk yang berpendidikan tinggi masih relatih kecil yaitu, 9,37% di tahun 2001 dan naik menjadi 12,63% di tahun 2005. Persentase yang terbesar adalah penduduk yang berpendidikan setingkat SLTA mencapai 34,33% di tahun 2001 dan naik menjadi 38,57% di tahun 2005. Sedangkan persentase penduduk berumur 15 keatas yang pernah duduk di bangku SD baik lulus maupun tidak lulus adalah terbesar kedua yaitu mencapai 30,11% pada tahun 2001 dan turun menjadi 24,65% pada tahun 2005. Pendidikan yang ditamatkan Penduduk Berumur 15 tahun keatas secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. 8 sebagai berikut : Tabel 5.8 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KEATAS MENURUT PENDIDIKAN YANG DITAMATKAN DI SURABAYA TAHUN 2001 – TAHUN 2005 Tingkat Pendidikan Tidak/belum Sekolah Tidak/Tamat SD SD SLTP SLTAPT / AKD
Th.2001 (%)
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Th.2002 Th.2003 Th.2004 Tahun 2005 (%) (%) (%) (%)
4,74
4,35
3,19
4,94
3,53
6,10 24,01 21,45 34,33 9,37
5,99 24,04 20,50 34,61 10,51
4,63 21,54 23,60 36,27 10,77
8,13 6,50 25,56 36,27 10,77
4,67 19,98 20,62 38,57 12,63
Sumber : BPS Jawa Timur, Susenas Tahun 2001 – Tahun 2005, diolah
133
Perkembangan penduduk yang tidak diikuti perkembangan kesempatan kerja yang seimbang serta pendidikan yang sesuai yang dibutuhkan oleh lowongan kerja akan menimbulkan pengangguran. Dilihat dari Tingkat Pengagguran Terbuka (TPT) di Kota Surabaya (Tabel 5.9, halaman 133) dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2004 menunjukkan angka yang lebih tinggi dari rata-rata Jawa Timur. Pada tahun 1998 TPT Kota Surabaya adalah 8,31 sementara TPT Jawa timur adalah 4,54. Pada tahun 2004 TPT Kota Surabaya meskipun sedikit menurun menjadi 7,16 namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan TPT Jawa Timur (5,72). Meningkatnya Tingkat Pengangguran dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 diikuti dengan naiknya persentase penduduk miskin di Kota Surabaya. Tabel 5.9 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) PENDUDUK USIA 15 TAHUN KEATAS DI SURABAYA DAN JAWA TIMUR TAHUN 1998 – TAHUN 2004 Kabupaten/Propinsi Surabaya Jawa Timur
1998 8,31 4,54
1999 9,70 4,94
2000 6,10 4,52
2001 6,18 4,35
2002 7,11 4,90
2003 6,88 4,81
2004 7,16 5,72
Sumber : BPS Propensi Jawa Timur, Susenas Tahun 1998 - 2004 Persentase penduduk miskin di Kota Surabaya dari tahun 2000 sampai dengan Tahun 2003 terus meningkat; yaitu pada tahun 2000 persentse penduduk miskin adalah 7,31% dan naik menjadi 13,48% di tahun 2004. Dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di Jawa Timur, persentase penduduk miskin di Kota Surabaya relatif lebih kecil. Sekalipun demikian perentase penduduk miskin pada kurun waktu antara tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 di Kota Surabaya cenderung naik, sedangkan Jawa Timur pada kurun waktu yang sama persentase penduduk miskin menurun.(lihat Tabel 1.5, halaman 16).
134
5.1.3. Kondisi Fasilitas Lingkungan, Kesehatan , dan Keamanan Kota Surabaya Kondisi lingkungan wilayah Kota Surabaya semakin baik dari tahun ketahun Hal ini tidak lepas dari usaha pemerintah beserta warga didalam menuju kota yang bersih dan hijau melalui berbagai program baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh warga kota. Namun sebagai kota Industri, Maritim, serta Perdagangan,
Kota Surabaya tidak lepas dari berbagai kegiatan yang
menyebabkan dibeberapa bagian kota masih terlihat kumuh, utamanya didaerah pinggiran kota. Masalah lingkungan yang utama yang dihadapi Pemerintah Kota Surabaya adalah masalah Sampah. Untuk mengatasi masalah sampah, Pemerintah Kota Surabaya melalui berbagai program telah membangun tempat sampah serta membentuk pasukan kuning sebagai garda pengangkut sampah dari rumah kerumah dan dilengkapi dengan truk dan bak/container untuk mengangkut sampah dari Tempat Sampah Sementara ke depo- depo Sampah. Menurut Data Dinkes (Tabel 5.10 halaman 135), menunjukkan tidak semua tempat sampah yang sudah dibangun memenuhi syarat kesehatan. Sampai dengan Tahun 2005, dari 226 Tempat Sampah Sementara yang diawasi Dinkes hanya 7 yang 100% memenuhi syarat kesehatan yaitu; Tempat Sampah Sementara di Kecamatan Semampir, Kecamatan Karang Pilang, Kecamatan Wonocolo, Kecamatan Gayungan,
Kecamatan Asemrowo, Kecamatan Benowo dan
Kecamatan Pakal. Kondisi Tempat Sampah Sementara yang terburuk adalah di Kecamatan Sawahan (18,00%), Kecamatan Krembangan (25,00%), Kecamatan
135
Genteng (33,33%), Kecamatan Sukolilo ((33,33), Kecamatan Tegalsari (40,0%), Kecamatan Sukomanunggal (42,86%) dan Kecamatan Wiyung (44,44%). Selebihnya kondisinya antara 50% sampai dengan 85%. Sedangkan rata-rata Surabaya adalah 58,67%. Tabel 5.10 BANYAKNYA TEMPAT SAMPAH SEMENTARA SERTA KONDISINYA DI KOTA SURABAYA TAHUN 2005 Kecamatan Surabaya Pusat 01.Tegalsari 02.Genteng 03.Bubutan 04.Simokerto Surabaya Utara 05.Pabean Cantikan 06.Semampir 07.Krembangan 08.Kenjeran 09.Bulak Surabaya Timur 10.Tambaksari 11.Gubeng 12.Rungkut 13.Trenggilis Mejoyo 14 Gunung Anyar 15.Sukolilo 16.Mulyorejo Surabaya Selatan 17.Sawahan 18.Wonokromo 19.Karang Pilang 20.Dukuh Pakis 21.Wiyung 22.Wonocolo 23.Gayungan 24.Jambangan SurabayaBarat 25.Tandes 26.Suko Manunggal 27.Asemrowo 28.Benowo 29.Pakal 30.Lakarsantri 31.Sambikerep Jumlah
Banyaknya Kalurahan
Didata
Jumlah Tempat Sampah Sementara Diawasi Memenuhi Syarat Jumlah % Jumlah %
5 5 5 5
10 6 6 5
10 6 6 5
100,00 100,00 100,00 100,00
4 2 4 0
40,00 33,33 66,67 0
5 5 5 4 5
9 7 12 8 4
9 7 12 7 4
100,00 100,00 100,00 87,50 100,00
0 7 12 5 2
0 100,00 25,00 71,43 50,00
5 6 6 5 4 6 6
11 11 14 9 4 6 7
11 11 14 9 4 6 7
100,00 100,00 100.00 100,00 100.00 100.00 100,00
8 8 9 5 2 2 6
72,73 72,73 64,30 55,56 50,00 33,33 85,71
5 6 4 4 4 5 4 4
12 13 8 5 9 6 5 3
11 13 8 5 9 6 5 3
91,70 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
2 8 8 3 4 6 5 2
18,00 61,54 100,00 60,00 44,44 100,00 100,00 66,67
12 5 5 5 5 6 4 163
8 9 4 3 7 9 3 229
8 7 4 3 7 9 3 226
100,00 78,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 98,25
6 3 4 3 7 5 2 132
75,00 42,86 100,00 100,00 100,00 55,56 66,67 58,67
Sumber : Dinkes Surabaya 2005
136
. Wilayah Surabaya Selatan dan wilayah Surabaya Pusat keadaan Tempat Sampah Sementara yang terparah keadaannya, hal ini bisa dimengerti, karena tempat-tempat tersebut dekat dengan industri dan kegiatan ekonomi (pasar, pertokoan ). Baik buruknya kondisi Tempat Sampah Sementara tidak terlepas dari kesadaran masyarakat tentang kebersihan serta faktor penunjang seperti Jumlah Penyapu Jalan (pasukan Kuning), Bak Sampah/Container dan Truk Sampah . Tabel 5.11 BANYAKNYA PASUKAN KUNING/ PENYAPU JALAN, DEPO / LPS, TRUKSAMPAH, BAK/CONTAINER DI KOTA SURABAYA TH.2000-TH 2004 Truk Sampah
Bak ConTainer
Volume Sampah
223
105
107
261.030
Vol.Sampah Yang diangkut Vol. (M3) % 204.000 78,15
1.170
223
96
71
261.030
201.000
77,00
2002
468
225
118
163
260.740
205.000
78,62
2003
452
218
118
163
265.000
204.000
76,98
2004
636
165
---
---
264.000
184.446
69,87
Penyapu Jalan/ Tahun Pasukan Kuning 2000 1.064
DEPO / LPS
2001
Sumber : Surabaya Dalam Angka Tahun 2004, diolah Menurut Surabaya Dalam Angka Tahun 2004 (Tabel 5.11), baik jumlah Pasukan Kuning maupun Depo Sampah jumlahnya terus berkurang. Jumlah Pasukan Kuning pada Tahun 2000 adalah
1.064,
menyusut menjadi 636 ,
sedangkan Depo Sampah pada Tahun 2000 berjumlah 223 tempat menyusut menjadi 165 tempat.
137
Dilihat dari volume sampah yang terangkut ke Depo-depo Sampah ternyata sampai dengan Tahun 2005 belum semua sampah terangkut, bahkan menujukkan angka yang menurun ( dari 78,15 % di Tahun 2000 menurun menjadi 69,87% di Tahun 2004). Sekalipun sudah ditunjang dengan meningkatnya Bak/Container Sampah serta Truk untuk mengangkut Sampah dari Tempat Sampah Sementara ke Depo/Pembuangan Akhir Sampah. Menurut data dari Dinas Kesehatan, menunjukkan bahwa tidak semua Keluarga (KK) yang memiliki Tempat Sampah Sementara yang memenuhi syarat kesehatan. Dari 599.769 KK di Surabaya diperiksa sebanyak 242.613 KK; hasilnya menunjukan bahwa terdapat 206563 Tempat Sampah Sementara (TPS) KK yang memenuhi syarat kesehatan sementara 34.279 TPS KK (14,23%) tidak memenuhi syarat kesehatan (Laporan Dinas Kesehatan 2005). Hal yang demikian ini akan mempengaruhi lingkungan hidup dan kesehatan. Tabel.5.12 FASILITAS INSTALASI PENGOLAH LIMBAH (IPAL) MENURUT KLASIFIKASI INDUSTRI TAHUN 2000 No.
Klasifikasi Industri
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kertas Pakan Ternak Jeruji Sepeda Motor Minyak Goreng Baja Pemintalan Benang Tahu Sabun Mandi, Sabun Cuci , Pewangi Pakaian Emas Tepung Terigu Peleg Enamel
9. 10. 11. 12.
Jumlah Industri Yang Dilengkapi IPAL 1 2 1 3 4 1 3 1 1 1 1
Sumber : Dinas Kebersihan Kota, Surabaya Dalam Angka 2000
138
Masalah lingkungan yang kedua yang dihadapi Kota Surabaya adalah polusi. Sebagai kota Industri, Surabaya tidak terlepas dari masalah polusi baik udara , dari limbah padat (sampah) maupun dari limbah cair. Sampai dengan Tahun 2000 (Tabel 5.12) ternyata tidak semua usaha atau industri yang memiliki Instalasi Pengolah Limbah (IPAL). Pada Tahun 2000 dari 146 industri besar, 508 industri sedang dan 10401 industri kecil di Kota Surabaya baru 20 usaha/industri yang memiliki fasilitas IPAL yang memenuhi syarat . Selain limbah cair dari industri, tidak kalah penting nya adalah limbah cair rumah tangga.
Dalam rangka mengatasi
limbah rumah tangga serta
menanggulangi banjir, melalui berbagai proyek Pemerintah Kota Surabaya telah mengadakan normalisasi dan membangun Pematusan. Mulai dari tahun 2000 hinga tahun 2004 realisasi proyek serta normalisasi pematusan menunjukkan angka terus meningkat. Dari 2.267 di tahun 2000 menjadi 449.258 (Tabel 5.13) Tabel .5.13 REALISASI PROYEK DAN NORMALISASI PEMATUSAN (DRIP) MENURUT JENISNYA TAHUN 2000 – TAHUN 2.004 Tahun
2000 2001 2002 2003 2004
Primer
Sekunder
Jumlah
2.267 30 4.153 82.407 150.350
1.700 6.068 195.046 198.908
2.267 1.730 10.221 277.453 349.258
Sumber : Dinas Pengendalian dan Penanggulangan Banjir Kota Surabaya Usaha penanggulangan banjir juga dilakukan melalui Program Perbaikan Kampung (KIP) berupa pembangunan BOEZEM beserta salurannya.
Sampai
139
dengan tahun 2004 Boezem yang dibangun, terluas yang dibangun melalui Program KIP-K tahun 2000, yaitu seluas 84,70 Ha. Sedangkan saluran Boezem terluas dibangun melalui program KIP-K tahun 2001, yaitu seluas 1.800 M2. Secara rinci hasil pembangunan boezem melalui program KIP-K dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 5.14 sebagai berikut : Tabel 5.14 REALISASI PROYEK PERBAIKAN KAMPUNG KOMPREHENSIF (KIP) KOTA SURABAYA TAHUN 2000 – TAHUN 2004 Tahun
Boezem ( Ha )
Jl.Inspeksi Saluran Boezem ( M2 )
2000
84.70
-
2001
2.80
1.800
2002
5.00
7.200
2003
5.00
7.200
2004
5.00
7.200
Sumber : Dinas Pengendalian dan Penanggulangan Banjir Kota Surabaya.
Dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2004 , telah terealisasi BOEZEM seluas 84,70 Ha di Tahun 2000, 2.80 Ha di Tahun 2001 dan masing- masing seluas 5.00 Ha di Tahun 2002, Tahun 2003 dan Tahun 2004. Selain usaha untuk menanggulangi limbah cair, Pemerintah Kota Surabaya juga mengadakan usaha mengurangi polusi udara melalui penyediaan ruang terbuka hijau dan taman-taman kota yang tersebar di beberapa wilayah Kecamatan. Didalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), sampai dengan tahun 2005 Kota Surabaya baru mampu menyediakan 262.92 Ha.
140
Dari 326.37 Km2 wilayah Kota Surabaya hanya memiliki 1311383 M2 Ruang Terbuka Hijau yang terdiri atas Taman seluas 575.975 M2 , Rumput seluas 375.849 M2, Semak seluas 15.317 M2 dan Lapangan Olah Raga 344.242 M2. Luas RTH pada tahun 2004 ini masih belum mencapai luas ideal , karena masih dibawah 20% dari luas Kota. Luas RTH. Di Surabaya dapat dilihat pada Tabel 5.15 sebagai berikut : Tabel 5.15 LUAS WILAYAH DAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA SURABAYA TAHUN 2004 No. Luas Wilayah
Luas RTH
1.
Luas Wilayah Kota Surabaya (Km2)
326.37
2.
Taman (M2)
575.975
3.
Rumput (M2)
375.849
4.
Semak (M2)
15.317
5.
Lapangan Olah Raga (M2)
344.242
Sumber : Dinas Pertamanan Kota, Surabaya Dalam Angka 2004 Kondisi lingkungan kota sangat mempengaruhi kondisi kesehatan warganya Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, telah memiliki berbagai fasilitas kesehatan, dari berbagai rumah sakit, Klinik, Apotik dan toko obat. Sampai dengan Tahun 2004 , jumlah Rumah Sakit Umum meningkat dari 26 menjadi 29 . Demikian juga jumlah rumah sakit bersalin, dari 29 menjadi 33, serta jumlah Puskesmas dari 109 di tahun 2000 menjadi 118 di tahun 2004. Sementara itu jumlah BKIA, dan Rumah Sakit khusus seperti Rumah Sakit Mata, Rumah Sakit Jiwa, dan Rumah Sakit Penyakit Dalam relatif tetap. Sedamgkan
141
jumlah Klinik KB, dan jumlah Toko Obat berkurang. Banyaknya fasilitas kesehatan menurut jenisnya dapat dilihat pada Tabel 5.16 pada halaman 141 Kondisi Kesehatan warga kota selain dipengaruhi fasilitas kesehatan juga adanya fasilitas uumum yang menujang kesehatan seperti penyediaan air bersih. Tabel 5.16 BANYAKNYA FASILITAS KESEHATAN MENURUT JENISNYA DI KOTA SURABAYA TAHUN 2000 – TAHUN 2004 Jenis 1.Rumah Sakit Umum milik Pemerintah dan Swasta 2.Rumah Sakit Bersalin milik Pemerintah dan Swasta 3.Rumah Sakit Mata 4.Rumah Sakit Jiwa 5.Rumah Sakit Penyakit Dalam 6.Puskesmas milik Pemerintah Pemerintah dan Swasta 7.BKIA milik Pemerintah dan Swasta 8.Klinik KB 9.Apotik 10.Toko Obat
2000
T A H U N 2001 2002
2003
2004
26
27
25
27
29
29
32
29
33
33
1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 1 1
109
109
109
111
118
141
141
141
141
141
147 461 82
147 461 82
147 461 82
147 500 60
105 478 47
Sumber : Dinas Kesehatan Kota, Surabaya Dalam Angka 2004 Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 produksi air bersih terus meningkat (Tabel 5.17). Sekalipun demikian sampai dengan tahun 2004 dari
142
Laporan Dinkes tahun 205 menunjukan bahwa dari 599769 KK yang ada di Kota Surabaya baru 308.482 KK yang memiliki sambungan air bersih. Pada umumnya semua jenis pemakai/pelanggan air bersih meningkat dari tahun ke tahun, baik pelanggan rumah tangga,
niaga, industri, sosial maupun instansi, meskipun
demikian masih ada kampung yang masih kekurangan air bersih. Hal ini dikarenakan selain debit air yang mengalir ke wilayah itu kecil juga dikarenakan kurangnya saluran air bersih yang terpasang (dikarenakan biaya pemasangan yang relatif mahal bagi masyarakat berpendapatan rendah),
Tabel. 5.17 PRODUKSI AIR MINUM PER BULAN DAN BANYAKNYA PELANGGAN AIR MINUM MENURUT JENIS PELANGGAN Tahun
Produksi Per Bulan (000M 3)
Banyaknya Pelanggan Air Minum Menurut Jenis Pelanggan Rumah Niaga Industri Sosial Instansi Tangga Pemerintah
1999
197432
232.010
16.898
750
6.038
937
2000
204912
248.491
17.825
808
6.003
948
2001
214326
266.104
19.083
833
6.205
944
2002
299085
278.382
20.545
833
6.356
968
2003
230748
280.102
20.671
833
6.374
968
2004
244497
308.482
23.791
853
6.023
1.056
Sumber : Surabaya Dalam Angka, th. 2003, Th.2004, diolah Keamanan wilayah merupakan pendukung rasa aman dan nyaman bagi penduduk selain lingkungan yang bersih dan sehat Banyaknya pelanggaran atau kejahatan yang dilaporkan merupakan indikasi keasadaran masyarakat didalam berpartisipasi dalam menjaga keamanan. Sementara banyaknya perkara atau
143
pelanggaran yang diselesaikan oleh fihak yang berwajib merupakan pertanda komitment pemerintah didalam menjaga kondisi keamanan bagi warga. Kondisi keamanan di wilayah kota Surabaya dapat dilihat dari banyaknya perkara atau pelanggaran yang dilaporkan dan diselesaikan Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 ternyata perkara atau pelanggaran yang dapat diselesaikan masih dibawah 70%. Secara rinci kondisi keamanan Kota Surabaya dapat dilihat pada Tabel 5.18 sebagai berikut: Tabel 5.18 BANYAKNYA PERKARA/PELANGGARAN YANG DILAPORKAN DAN YANG DISELESAIKAN TAHUN. 2000-TAHUN 2004 Tahun 2000
Perkara / Pelanggaran Yang Dilaporkan 8432
Perkara / Pelanggaran yang diselesaikan Jumlah % 4346 51,51
2001
8378
5616
67,03
2002
8158
5277
64,68
2003
7885
5288
67,68
2004
8202
5429
66,19
Sumber : Polwiltabes 101 Surabaya, Surabaya Dalam Angka
5..1.4. Pelaksanaan Program KIP-K Tahun 2002 dan Tahun 2003. Program KIP-K Tahun 2002 dan tahun 2003 meliputi 4 program, yaitu Program Pengembangan Masyarakat, Program Perbaikan Fisik Lingkungan, Program Perbaikan Rumah dan Program Managemen Lahan. Daerah sasaran program KIP-K tahun 2002 adalah 6 Kalurahan dari 5 Kecamatan ;yang meliputi :.Kalurahan Tembok Dukuh, Kalurahan Banyu Urip,
144
Kalurahan Kupang Krajan, Kalurahan Simolawang, Kalurahan Sidotopo Wetan dan Kalurahan Wonorejo. Program KIP-K tahun 2003 daerah sasarannya terdiri dari 8 Kelurahan dari 6 Kecamatan; yang meliputi : Kalurahan Kenjeran, Kalurahan
Keputih,
Kalurahan
Sukolilo,
Kalurahan
Gading,
Kalurahan
Pegirikan, kalurahan Pagesangan, Kalurahan Tandes Lor dan Kalurahan Tandes Kidul. Daerah sasaran program KIP-K tahun 2002 dan tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel. 5.19 sebagai berikut: Tabel. 5.19 DAERAH SASARAN PROGRAM KIP-K TAHUN 2000 – TAHUN 2003 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 14.
Kelurahan KIP-K Tahun 2002 Tembok Dukuh Banyu Urip Kupang Krajan Simolawang Sidotopo Wetan Wonorejo KIP-K Tahun 2003 Kenjeran Keputih Sukolilo Gading Pegirikan Pagesangan Tandes Lor Tandes Kidul
Kecamatan Bubutan Sawahan Sawahan Simokerto Kenjeran Rungkut Bulak Sukolilo Bulak Tambaksari Semampir Jambangan Tandes Tandes
Sumber : Yayasan Kampung dan KSU di 33 Kalurahan Di Surabaya, diolah Kegiatan yang direncanakan didalam Program Pengembangan Masyarakat adalah pemberian kredit usaha kecil (KUK) kepada masyarakat, mengadakan kursus ketrampilan (KK), Pelatihan kelembagaan (P-Lbg), Pelatihan Kesehatan Lingkungan (P-KL), dan pelatihan usaha kecil (P-UK) Didalam pelaksanaannya ternyata tidak semua rencana kegiatan dapat terlaksana di semua Kalurahan yang
145
menjadi sasaran KIP-K Tahun 2002 dan Tahun 2003. Kegiatan yang terlaksana di seluruh Kalurahan yang menjadi sasaran program adalah pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK) dan Pelatihan Kelembagaan (P-Lbg). Pelaksanaan Program Pengembangan Masyarakat pada KIP-K tahun2002 dan tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 5.20 sebagai berikut: Tabel. 5.20 PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT KIP-K TAHUN 2002 DAN TAHUN 2003 Kalurahan
KIP-K Th.2002 1 Tambak Dukuh 2.Banyu Urip 3.Kupang Krajan 4.Simolawang 5.Sidotopo 6.Wonorejo Sub Total I KIP-K Th.2003 1.Kenjeran 2.Keputih 3.Sukolilo 4.Gading 5.Pegirikan 6.Pagesangan 7.Tandes Lor 8.Tandes Kidul Sub Total II Total (I + II)
Program Pengembangan Masyarakat KK P-Lbg P-KL KUK (Unit) (Unit) Pelaksanaan Pelaksanaan
P-UK Pelaksanaan
242 169 522 330 229 106 1.598
0 11 0 0 0 2 13
2 2 2 2 3 2 13
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
351 350 346 196 334 228 305 328 2.438 4.036
0 0 0 0 0 0 0 0 0 13
1 1 1 1 1 1 1 1 8 21
0 0 0 0 0 0 0 0 0 ----
0 0 0 0 0 0 0 0 0 ------
Sumber : Yayasan Kampung dan KSU di 33 Kalurahan di Surabaya, diolah Keterangan : KUK (Kredit Usaha Kecil), KK (Kursus Ketrampilan), P-Lbg (Pelatihan Kelembagaan), P-KL (Pelatihan Kes.Ling.), P-UK (Pelatihan Usaha Kecil) Melalui program Pengembangan Masyarakat KIP-K Tahun 2002 telah diberikan 1.598 unit Kredit Usaha Kecil kepada masyarakat di 6 kalurahan, dan 2.438 unit Kredit Usaha diberikan kepada masyarakat di 8 Kalurahan melalui program KIP-
146
K Tahun 2003. Pelatihan Kelembagaan telah dilaksanakan 13 kegiatan melalui program tahun 2002 dan sebanyak 8 kegiatan melalui program tahun 2003. Kursus Ketrampilan (KK) hanya dilaksanakan pada program KIP-K tahun 2002, yaitu 11 unit kegiatan di Kalurahan Banyu Urip dan 2 unit kegiatan di Kalurahan Wonorejo. Sementara itu pada program KIP-K tahun 2003 tidak dilaksanakan. Pelatihan Kesehatan Lingkungan serta Pelatihan Usaha kecil tidak dilaksanakan baik melalui program program KIP-K tahun 2002 maupun tahun 2003. Program Perbaikan Lingkungan yang dilaksanakan pada Program KIP-K tahun 2002 dan Tahun 2003 meliputi perbaikan dan pembangunan jalan kampung (JK), perbaikan dan pembangunan saluran/got untuk drainase (SK), pembangunan tempat pembuangan sampah umum dan depo sampah (SP), pembangunan fasilitas mandi cuci dan kakus (MCK), dan penghijauan dan pertamanan (T/P). Hampir semua program Perbaikan Fisik Lingkungan ini dilaksanakan di semua Kalurahan, hanya program MCK yang hanya dilaksanakan di satu Kalurahan, yaitu di Kalurahan Simolawang sebanyak 3 unit melalui Program KIPK tahun 2002 dan masing-masing 1 unit dilaksanakan di dua Kalurahan yaitu Kalurahan Sukolilo dan Kalurahan Pagesangan melalui Program KIP-K tahun 2003. Program Manajemen Lahan adalah program berupa bantuan untuk pengurusan Izin Mendirikan Bangunan dan Sertifikat atas Tanah. Program ini merupakan program yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat utamanya masyarakat perpendapatan rendah di Kota Surabaya.Pengurusan IMB dan Sertifikat Tanah selain membutuhkan waktu yang lama, juga membutuhkan biaya yang relatif mahal bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pelaksanaan Manajemen Lahan
147
pada KIP-K tahun 2002 yang berupa bantuan pengurusan sertifikat tanah tercatat sebanyak 13 persil yang diberikan kepada masyarakat di Kalurahan Tembok Dukuh dan 3 persil diberikan di Kalurahan Wonorejo. Bantuan pengurusan IMB diberikan pada masyarakat Kalurahan Tembok Dukuh sebanyak 1 persil, serta Kalurahan Wonorejo 2 persil. Tabel. 5. 21 PROGRAM PERBAIKAN FISIK LINGKUNGAN DAN MANAJEMEN LAHANYANG DILAKSANAKAN KIP-K DI KOTA SURABAYA TAHUN 2002 – TAHUN 2003 Perbaikan Fisik Lingkungan Kelurahan JK (M2) KIP-K TH.2002 Tembok Dukuh Banyu Urip Kupang Krajan Simolawang Sidotopo Wetan Wonorejo Sub Total KIP-K Th.2003 Kenjeran Keputih Sukolilo Gading Pegirian Pagesangan Tandes Lor Tandes Kidul Sub Total
SK (M2)
PS (unit)
MCK (unit)
T/P (unit)
Manajemen Lahan (persil) ST IMB
555.00 1.054.50
250.00 98.00
0 120
0 0
65 0
13 0
1 0
1.263.00 133.00
0.00 107.00
0 11
0 3
2 20 19
0 0
0 0
2.818.00 705.00 6.528.50
0.00 86.00 541.00
0 80 211
0 0 3
0 1 305
0 3 16
0 2 3
124.00 740.72 437.00 85.00 315.00 740.00 0.00
252.50 70.00 58.20 105.00 426.00 188.00 0.00
15 1 11 475 5 2 95
0 0 1 0 0 1 0
100 500 62 175 238 665 189
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0.00 0.00 2.442.37 1.099.70
62 666
0 2
479 2.408
0 0
0 0
Sumber : Data Yayasan Kampung Dan KSU Di 33 Kelurahan Di Surabaya, Keterangan : JK : Jalan Kampung ST : bantuan pengurusan SK : Saluran /drainase (drainage) sertifikat tanah
148
PS : Persampahan MCK : Mandi, Cuci, Kakus T/P : Taman / Penghijauan
IMB : bantuan pengurusan Izin mendirikan bangunan
Pada tahun 2003 baik program bantuan pengurusan sertifikat tanah maupun pengurusan IMB tidak terlaksana. Rekapitulasi Kegiatan Program KIP-K tahun 2002 –2003 dapat dilihat pada Tabel 5.21.pada halaman 147 Tabel. 5.22 PROGRAM BANTUAN PERBAIKAN RUMAH YANG DILAKSANAKAN PADA KIP-K TAHUN 2002-TH.2003 Kelurahan KIP-K Th.2002 1.Tembok Dukuh 2.Bnyu Urip 3.Kupang Krajan 4.Simolawang 5.Sidotopo Wetan 6.Wonorejo Sub Total KIP-K Th.2003 1.Kenjeran 2.Keputih 3.Sukolilo 4.Gading 5.Pegirian 6.Pagesangan 7.Tandes Lor 8.Tandes Kidul Sub Total
PR (unit)
Bantuan Perbaikan Rumah PD (unit) PMCK (unit)
SAB (unit)
43 65 3 0 2 64 177
6 15 0 0 0 6 27
6 8 1 0 0 6 21
7 50 0 15 0 0 72
4 0 0 12 14 47 0 0 77
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0 0 0 1
0 0 1 1 0 0 0 0 2
Sumber : Data Yayasan Kampung Dan KSU Di 33 Kalurahan Di Surabaya, Keterangan : PR : Perbaikan Rumah PD : Perbaikan Dapur PMCK : Perbaikan Kamar Mandi, Tempat Cuci-Cuci, Kakus . Realisasi program Perbaikan Rumah yang berupa bantuan Perbaikan Rumah (PR) terealisasi sebanyak 177 unit di tahun 2002 dan 77 unit pada tahun 2003. Bantuan Perbaikan Dapur (PD) terealisasi 27 unit pada tahun 2002 dan pada tahun 2003 tidak terealisasi. Bantuan Perbaikan MCK , Pada tahun 2002 terealisasi 21 unit dan pada tahun 2003 hanya 1 unit. Secara rinci realisasi
149
Program Bantuan Perbaikan Rumah dapat dilihat pada Tabel 5.22 pada halaman 148
5.2. Uji Validitas dan Reliabelitas Instrumen Uji validitas dan reliabiltas instrumen dilakukan dengan analisis faktor konfirmatori (CFA). Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen secara lengkap disajikan pada Lampiran 4. Instrumen penelitian disebut valid unidimensional jika nilai GFI ≥ 0,90 dan dikatakan reliabel jika nilai cronstruct reliability ρπ ≥ 0,70. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian masing-masing variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.23 sebagai berikut: Tabel 5.23 HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABELITAS INSTRUMEN VARIABEL PENELITIAN Variabel Usaha Pengembangan Masyarakat kembanga Perbaikan Fisik Lingkungan Pola Pengembangan Manajemen Lahan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung Kemandirian Masyarakat
0,991
Cronstruct Reliability (ρπ) 0,717
1,000
0,847
1,000
0,701
0,980
0,876
0,891
0,811
GFI
Keterangan Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel
Sumber : Hasil Analisis Dari hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrumen pada Tabel 5.23 menunjukkan bahwa instrumen penelitian bersifat valid dan reliabel.
5.3. Deskripsi Variabel Penelitian 5.3.1. Usaha Pengembangan Masyarakat
150
Variabel Usaha Pengembangan Masyarakat terdiri dari 3 indikator, yaitu : Bantuan Keterampilan (X1.1), Pembinaan Usaha Kecil (X1.2) dan Bantuan Kredit Modal Usaha (X1.3). Berdasarkan tanggapan responden pada variabel Usaha Pengembangan Masyarakat diperoleh skor rata- rata sebagai berikut : Tabel 5.24 SKOR RATA-RATA JAWABAN RESPONDEN UNTUK VARIABEL USAHA PENGEMBANGAN MASYARAKAT Indikator X1.1 X1.2 X1.3
Minimum 1,00 1,00 2,00
Maximum 5,00 5,00 5,00
Mean 3,6000 2,7125 3,2063
Sumber : Hasil Analisis Data Berdasarkan Tabel 5.24 dapat dikatakan bahwa pada dasarnya responden mempersepsi kurang baik terhadap variabel usaha pengembangan masyarakat, terlihat bahwa rata-rata skor berada di bawah 4, bahkan untuk indikator Pembinaan usaha Kecil (X1.2) adalah di bawah 3. Bantuan Kredit Modal Usaha (X1.3) kurang dapat mereka rasakan dan yang sedikit bisa mereka nikmati adalah Bantuan Peningkatan Keterampilan (X1.1).. Peningkatan Ketrampilan menurut persepsi responden, sangat berguna, mengingat rata-rata
responden
tingkat
pendidikannya
rendah
(SLTP),
namun sayang sekali responden yang mendapatkan pelatihan jumlahnya sangat terbatas. Kegiatan Kursus Keterampilan hanya dilaksanakan pada Program KIP tahun 2002 sebanyak 13 kegiatan dan tahun 2003 tidak dilasanakan. Pelatihan yang dilaksanakan baik pada program KIP-K tahun 2002 maupun tahun 2003 adalah Pelatihan Kelembagaan (keorganisasian), sebanyak 13 kegiatan di tahun 2002 dan 8 kegiatan di tahun 2003.
151
Pembinaan Usaha Kecil dirasakan sangat kurang oleh responden. Hal ini dikemukakan oleh responden dikarenakan tidak adanya pembinaan didalam hal pemasaran dan produksi, sehingga meskipun mendapatkan tambahan modal usaha serta pendampingan dan pelatihan pembukuan, namun tetap tidak bisa meningkatkan skala usaha berhubung terbatasnya pemasaran serta kurangnya kemampuan untuk mengadakan deversifikasi usaha. Bahkan pada Program KIP Tahun 2002 dan Tahun 2003 Pelatihan Usaha Kecil tidak terlaksana. Pelaksanaan Program Peningkatan Ketrampilan dan Pembinaan usaha kecil pada KIP-K dapat dilihat pada Tabel 5.20 pada halaman 145. Bantuan Modal Usaha dirasakan kurang memadai diukur dari skala usaha oleh 64% responden, sekalipun mampu meningkatkan pendapatan, namun peningkatan modal usaha kurang dapat meningkatkan skala usaha dikemudian hari. Oleh karena itu bantuan modal usaha kurang menunjang kemandirian responden didalam pengadaan modal usaha. Sementara itu 36% responden menyatakan bahwa bantuan modal cukup dapat meningkatkan skala usaha namun kerena usahanya terlalu kecil, sehingga peningkatan skala usaha belum mampu meningkatkan kesejahteraannya, karena pendapatan rata-rata per kapitanya (Rp 449.302) masih di bawah Kebutuhan Hidup Minimal (Rp 684.494). .
5.3.2. Perkembangan Fisik Lingkungan Variabel Pengembangan Fisik Lingkungan terdiri dari 3 indikator, yaitu Perbaikan Sanitasi dan Lingkungan (X2.1), Pembangunan dan Perbaikan Saluran Air Bersih (X2.2) dan Pembangunan dan Perbaikan Jaringan Jalan Kampung
152
(X2.3).
Berdasarkan
persepsi
masyarakat
tentang
Pengembangan
Fisik
Lingkungan didapat skor rata-rata sebagai berikut : Tabel. 5.25 SKOR RATA-RATA JAWABAN RESPONDEN UNTUK VARIABEL PERKEMBANGAN FISIK DAN MUTU LINGKUNGAN
Indikator X2.1 X2.2 X2.3
Minimum 2,00 2,00 2,00
Maximum 5,00 5,00 5,00
Mean 3,8863 3,7750 3,9000
Sumber : Hasil analisis Deskriptif (Lampiran 2) Tabel 5.25 menunjukkan bahwa pada dasarnya responden mempersepsi cukup baik terhadap variabel Perkembangan Fisik Lingkungan , terlihat bahwa rata-rata skor adalah berkisar 3,77 – 3,90. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat yang terkena program KIP telah merasakan manfaatnya terhadap perbaikan dan pembangunan Sarana Sanitasi dan Mutu Lingkungan (X2.1), perbaikan dan pembangunan Saluran Air Bersih (X2.2), Pembangunan Jaringan Jalan Kampung (X2.3). Pembangunan Sarana Sanitasi dan Mutu Lingkungan yang dilaksanakan baik melalui Program Perbaikan Fisik Lingkungan maupun melalui Program Perbaikan Rumah KIP-K Tahun 2002 dan Tahun 2003 seperti Jalan Kampung, Saluran pematusan (Got), Persampahan, MCK dan Taman dan Penghijauan Saluran Air Bersih ke rumah-rumah, dirasakan sangat berguna oleh responden dan masyarakat pada umumnya. Hanya WC umum dirasakan kurang, demikian juga Saluran Air Bersih untuk umum yang sangat dibutuhkan bahkan tidak tercantum di dalam rencana program. Sementara itu usaha penghijauan dan pertamanan yang dilaksanakan pada program KIP-K Tahun 2002-2003, sekalipun dilaksanakan di seluruh Kalurahan yang terkena Program, namun apabila dilihat secara
153
keselurahan Kota Surabaya belum mampu menciptakan kondisi ideal, yaitu masih dibawah 15% dari wilayah Kota.(idealnya adalah antara 15% - 30% wilayah Kota, Jawa Pos Sabtu 22 April 2006, Surabaya Miskin Taman ) . 5.3.3. Pengembangan Manajemen Lahan Variabel Pola Pengembangan Manajemen Lahan terdiri dari 2 indikator, yaitu Bantuan Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan / IMB (X3.1) dan Bantuan Pengurusan Sertifikat (X 3.2). Berdasarkan persepsi masyarakat diperoleh skor rata-rata jawaban responden sebagai berikut : Tabel 5.26 SKOR RATA-RATA JAWABAN RESPONDEN UNTUK VARIABEL PERKEMBANGAN MANAGEMEN LAHAN
Indikator X3.1 X3.2
Minimum 2,00 2,00
Maximum Mean 5,00 3,4500 5,00 3,4250
Sumber : Hasil Analisis Deskriptif (Lampiran 2)
Berdasarkan Tabel 5.26 rata- rata skor variabel Perkembangan Manajemen Lahan adalah 3,5 yang dapat dikatakan bahwa pada dasarnya responden mempersepsi sedang
terhadap
Variabel
Usaha
Pengembangan
Masyarakat.
Hal
ini
mengidikasikan bahwa masyarakat belum begitu dapat merasakan manfaat program KIP dalam memberikan Bantuan Pengurusan IMB (X3.1) dan Bantuan Pengurusan Sertifikat Tanah (X3.2). Kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan serta Sertikat atas tanah adalah dua hal yang sangat penting bagi masyarakat, utamanya untuk mendukung rasa aman dan nyaman untuk tinggal ditempat tinggalnya. Di samping itu juga akan meningkatkan asset masyarakat karena harga tanahnya akan naik. Lebih dari itu
154
masyarakat merasa aman dari penggusuran.Dari data yang ditemukan di lapangan baru 40,76% responden yang memiliki IMB dan baru 34,16% yang memiliki Sertifikat Tanah. Pengurusan baik IMB maupun Sertifikat atas Tanah dirasakan sangat sulit (prosedurnya berbelit dan membutuhkan waktu yang lama) serta biayanya dirasakan sangat mahal, utamanya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal yang demikian ini membuat gamang bagi masyarakat untuk mengurus baik IMB mupun sertifikat atas tanah. Sementara bantuan yang diharapkan dari program KIP pelaksanaannya masih sangat kurang.. Seluruh responden menyatakan belum pernah mendapatkan bantuan pengurusan IMB dan Sertifikat atas Tanah melalui Program KIP-K , yang pernah diterima sebagian kecil responden (4,375%) adalah bantuan dari Kalurahan.
5.3.4. Kesejahteraan Sosial Masyarakat Variabel Kesjahteraan Sosial Masyarakat terdiri dari 4 indikator yaitu, Pendapatan Riil Keluarga (Y1.1), Lama Pendidikan (Y1.2) , Kesehatan (Y1.3) dan Rasa Aman dan Nyaman (Y1.4). Berdasarkan jawaban responden skor rata-rata keempat indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.27 halaman 155 Tabel 5.27. menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat yang terkena program KIP adalah dalam kondisi relatif kurang sampai dengan sedang. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor untuk indikator Pendapatan keluarga, Kesehatan Masyarakat kampung, dan Rasa Aman dan Nyaman berada di sekitar 3,5, sekalipun mereka tinggal dirumah yang luasnya kurang dari ukuran rumah sangat sederhana (luas kaveling kurang dari 54 m2)
155
Tabel 5.27 SKOR RATA-RATA JAWABAN RESPONDEN UNTUK VARIABEL KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT KAMPUNG Indikator Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4
Minimum 1,00 2,00 2,25 2,00
Maximum 5,00 20,50 4,00 4,50
Mean 3,5375 10,6284 3,4047 3,5531
Sumber : Hasil Analisis Deskriptif (Lampiran 2) Tingkat pendidikan mereka secara umum adalah lulusan SLTP, yaitu dengan rata-rata lama pendidikan 10 tahun. Dari hasil penelitian persepsi sebagian besar responden (85,15%) tentang kesejahteraan lebih banyak didasarkan atas keadaan ekonomi. Responden merasa kurang sejahtera karena belum bisa memenuhi kebutuhan pokoknya / basic needs (kebutuhan akan pangan, sandang, pendidikan dan kesehatan) karena pendapatannya kurang. Pada hakikatnya pendapatan riil responden meningkat secara signifikan (lihat Lampiran 1), Hasil Uji Rata-Rata) setelah program KIP berjalan utamanya bagi penerima kredit modal usaha. Namun peningkatan ini dirasakan masih belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Hal ini ditunjukkan besarnya pendapatan rata- rata per anggota rumah tangga yang bekerja
naik
dari Rp 385.396,83
sebelum
KIP (th.2002)
menjadi Rp
526.507,93 sesudah KIP (th.2005), namun kenaikkan ini masih di bawah Upah Minimum Regional th.2005 yaitu Rp 578.500, dan di bawah Kebutuhan Hidup Minimal th.2005 yaitu Rp 684.494,Persepsi masyarakat terhadap Kesehatan baik sebelum maupun sesudah KIP adalah cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh 99,94% persepsi responden baik mengenai sarana, pelayanan maupun secara fisik responden menyatakan baik dan
156
secara fisik merasa selalu sehat. Hal ini menunjukkan hal yang sangat positip mengingat pada umumnya masyarakat kurang mampu di perkotaan
tingkat
kesehatannya rendah yang disebabkan oleh rendahnya tingkat gizi, tekanan lingkungan, sanitasi yang buruk dan perilaku yang tidak sehat. Tingkat kesehatan responden yang baik ini didukung oleh fasilitas kesehatan yang cukup serta lingkungan yang cukup bersih Namun demikian sebagian kecil 0,004% responden yang menyatakan status kesehatannya kurang berhubung rumahnya jauh dari sarana kesehatan (PUSKESMAS, RS). Satu-satunya yang dirasakan berat adalah harga obat, sehingga tak jarang responden harus hutang pada tetangga atau saudara untuk membeli obat. Sebagaimana penduduk miskin di kota-kota besar lainnya, pendidikan bagi penduduk berpendapatan rendah masih dirasakan mahal. Temuan dilapangan menunjukkan 65,02% responden menyatakan bahwa biaya pendidikan dirasakan mahal, utamanya pendidikan tingkat atas, sehingga tingkat pendidikan rata-rata responden adalah setingkat SLP. Sekalipun demikian fasilitas pendidikan dirasakan cukup memadai. Rasa aman dan nyaman oleh responden dirasakan meningkat setelah program KIP-K dilaksanakan. Hal ini didorong oleh lingkungan yang lebih bersih dan tersedianya sarana dan prasarana umum, (saluran air bersih, WC., penerangan listrik) tidak adanya konflik di kalangan masyarakat dan adanya perlindungan hukum. Tidak adanya konflik diantara warga ini antara lain berkat adanya program kelembagaan kampung didalam salah satu program KIP-K seperti Yayasan Kampung (YK), Koperasi Serba Usaha (KSU) dan Kelompok Swadaya Warga (KSW), yang disamping berusaha mencapai tujuan masing – masing
157
kelembagaan tersebut juga meningkatkan kebersamaan serta keguyuban warga. Hal yang kurang memberikan rasa nyaman bagi responden adalah masih terjadinya banjir dimusim hujan serta adanya kejahatan seperti pencurian dan perampokan.
5.3.5. Kemandirian masyarakat Variabel
Kemandirian masyarakat diukur dengan 3 indikator yaitu,
Kemandirian Dalam Pengadaan Modal Usaha (Y2.1), Kemandirian di dalam berpartisipasi Dalam Pembangunan Kampung (Y2.2) dan Peluang Mendapatkan Pekerjaan (Y2.3). Tabel 5.28 SKOR RATA-RATA JAWABAN RESPONDEN UNTUK VARIABEL KEMANDIRIAN MASYARAKAT Indikator Y2.1 Y2.2 Y2.3
Minimum 1,00 2,00 1,00
Maximum 5,00 4,00 5,00
Mean 2,8687 3,5188 2,3313
Sumber : Hasil Analisis Deskriptif (Lampiran 2) Berdasarkan Tabel 5.28 dapat dikatakan bahwa pada dasarnya masyarakat yang terkena program KIP adalah kurang mandiri, utamanya terlihat dari rata-rata skor indikator Peningkatan Peluang Mendapatkan Pekerjaan (Y2.3) yaitu sebesar 2,3313. Kemandirian Dalam Pengadaan Modal Usaha (Y2.1) juga sangat rendah dengan skor rata-rata 2,8687, sedangkan Kemandirian Dalam Berpartisipasi Dalam Pembangunan Kampung (Y2.2) relatif cukup, yaitu dengan skor rata-rata 3,5188 Kemandirian responden di dalam pengadaan modal usaha sangat kurang. Hal ini disebabkan pendapatan dari usaha hanya untuk memenuhi kebutuhan
158
sehari-hari, sehingga kemampuan untuk menabung relatif kecil. Dengan demikian kemampuan untuk reinfestasi juga kecil. Kemandirian di dalam berpartisipasi dalam pembangunan kampung sangat baik, utamanya di dalam menyumbangkan tenaga, namun berhubung pendapatan masih pas-pasan ,hanya beberapa responden yang mampu mandiri di dalam menyumbang dana maupun bahan-bahan bangunan di dalam pembangunan kampung Kemandirian di dalam memasuki lapangan kerja masih kecil, hal ini disebabkan pendidikan yang rendah (rata- rata SLP), kurangnya penguasaan keterampilan, sempitnya lapangan kerja sehingga persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sangat besar (karena lapangan pekerjaan untuk tenaga kerja yang berpendidikan rendah di kota Surabaya relatif terbatas dibanding tenaga kerja yang tersedia).Hasil Survei menunjukkan bahwa 79% responden menyatakan sulit mendapatkan pekerjaan karena pendidikan kurang, 82% menyatakan karena tidak memiliki keterampilan . Gambaran kondisi variabel penelitian menurut persepsi responden dapat dilihat pada hasil analisis deskritif berupa rata–rata skor, seperti disajikan pada Lampiran 2 halaman 204. Dari hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrumen pada Tabel 5.28 halaman 157, menunjukkan bahwa instrumen penelitian bersifat valid dan reliabel.
5.4. Uji Asumsi yang Melandasi SEM Pemeriksaan asumsi yang melandasi Structural equation Modeling (SEM) dalam disertasi ini meliputi outlier, normalitas data dan linieritas.
159
5.4.1. Uji Data outliers Pada studi ini pemeriksaan data outliers dilakukan dengan metode Jarak Mahalanobis, dan jika jarak tersebut signifikan (p < 0,05), maka data dikatakan outliers. Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan analisis SEM menggunakan software AMOS 4.01 dan hasilnya disajikan pada Lampiran 4. Hasil pemeriksaan dengan jarak Mahalanobis menunjukkan secara statistik tidak terdapat pengamatan yang outliers (pada kolom p2 semua nilainya di atas 0,05).
5.4.2. Uji Normalitas Data Pengujian asumsi normalitas multivariate dilakukan dengan software AMOS 4.01 menunjukkan bahwa secara multivariate data berdistribusi normal (c.r. = 0,51), nilai Zkritis untuk α = 0,05 adalah 1,96, jika c.r. > Zkritis, maka tidak berdistribusi normal dan sebaliknya).
5.4.3. Uji Linieritas Pengujian asumsi linieritas dilakukan dengan metode Curve Fit, hasilnya disajikan pada Lampiran 3. Rujukan yang digunakan adalah prinsip parsimony, yaitu bilamana seluruh model yang digunakan sebagai dasar pengujian signifikan atau nonsignifikan berarti model dikatakan linier. Spesifikasi model yang digunakan sebagai dasar pengujian adalah model linier, kuadratik, kubik, inverse, logarithmic, power, S. Compound, growth dan eksponensial. Hasil pengujian linieritas hubungan antar variabel disajikan dalam Tabel 5.29 sebagai berikut:
160
Tabel. 5.29 PENGUJIAN ASUMSI LINIERITAS Variabel Independen Usaha Pengembangan Masyarakat Perkembangan Fisik Lingkungan
Variabel Dependen Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung
Pola Perkembangan Manajemen Lahan Usaha Pengembangan masyarakat Perk Pembangan Fisik Lingkungan
Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung Kemandirian Masyarakat
Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung
Hasil Pengujian (α α = 0,05) Semua Model
Keterangan Linier
Nonsignifikan Semua Model
Linier
Nonsignifikan Semua Model
Linier
Nonsignifikan Semua Model
Linier
Nonsignifikan
Kemandirian Masyarakat
Semua Model
Pola Pengembangan Manajemen Lahan
Kemandirian Masyarakat
Semua Model
Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung
Kemandirian Masyarakat
Model linier
Linier
Nonsignifikan Linier
Nonsignifikan
Linier
signifikan
Sumber : Hasil Analisis Tabel 5.29. menunjukkan bahwa semua hubungan antar variabel yang terdapat di dalam model struktural adalah linier, sehingga asumsi linieritas pada analisis SEM adalah terpenuhi.
5.5. Uji Goodness of Fit Model 5.5.1. Hasil Analisis SEM Tahap Awal Hasil analisis SEM pada tahap awal secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Model dikatakan baik apabila pengembangan secara teoritis sebagaimana dituangkan ke dalam kerangka koseptual penelitian didukung oleh data emperik.
161
Hasil analisis SEM dalam bentuk diagram jalur tahap awal untuk KIP-K di Kota Surabaya tahun 2002 dan tahun 2003 dapat dilihat pada Gambar 5.1 sebagai berikut
A. Diagram Jalur Tahap Awal
Fit Measures Chi Square =271,438 p-value =,000 Chi Square/DF =3,270 GFI =,822 AGFI =,742 RMSEA =,119
,57
d1
X11
d2
,40 X12 ,51
d3
X13
USAHA PENGB. MSRKT
,37
Y11
,66 ,52 Y12 KSJHTR ,37 SOSIAL ,23 Y13
e1
Y14
e4
,40 ,26 d4
X21
d5
X22
d6
X31
d8
X32
e3
,47 ,36 ,58
PRKBG. FISIK LNGK.
X23
d7
e2
,91 u1
,25 ,51
,94 PERKBG. ,54 MNJMN
,05
Y21 ,45 KMDRN ,31 Y22 MSRKT ,58
e5
Y23
e7
e6
LAHAN u2
Gambar 5.1.HASIL ANALISIS SEM DALAM BENTUK DIAGRAM JALUR TAHAP AWAL
Untuk melihat analisis jalur lebih rinci dan lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil pengujian goodness of fit overall model, guna mengetahui apakah model hipotetik didukung oleh data empirik, dapat dilihat pada Tabel 5.30. Tabel 5.30. menunjukkan bahwa uji goodness of fit, khususnya Khi Kuadrat dengan p = 000 .adalah lebih kecil dari α = 0,05 Hal ini menunjukkan bahwa model untuk pengujian hipotesis penelitian dikatakan kurang baik / jelek.
162
Berdasarkan modification indices, kemudian dilakukan modifikasi untuk memperbaiki model. Modifikasi model dilakukan dengan cara menghubungkan antar variable atau error dan tidak memodifikasi jalur pengaruh.
Tabel 5.30 PENGUJIAN GOODNESS OF FIT MODEL OVERALL TAHAP AWAL Goodness of fit
Hasil Perhitungan
Cut-off
Khi Kuadrat P
271,438 0,000
Kecil ≥0,05
RMSEA
0,119
≤ 0,08
GFI
0,822
≥ 0,90
AGFI
0,742
≥ 0,90
Khi Kuadrat/df
3,270
≤2
Keterangan
Model kurang baik Model kurang baik Model kurang baik Model kurang baik Model kurang baik
Sumber : Hasil analisis SEM 5.5.2. Hasil Analisis Tahap Akhir. Hasil uji goodness of fit overall model analisis SEM pada tahap akhir disajikan pada Lampiran 4. Hasil analisis SEM dalam bentuk diagram jalur tahap akhir untuk KIP-K di Kota Surabaya Tahun 2002 –Tahun 2003 tertera pada Gambar 5.2. sebagai berikut :
163
B. Tahap Akhir Fit Measures
d1
X11
d2
X12
d3
X13
Chi Square =66,791 p-value =,484 Chi Square/DF =,997 GFI =,948 AGFI =,906 RMSEA =,000
,44 ,31 ,62
USAHA PENGB. MSRKT
,17
,44 ,51
X21
d5
,39 X22 ,42
PRKBG. FISIK LNGK.
d8
X32
e4
e3
,35
3,15 u1
,23 ,41
,53
X31
Y14
e2
,84
X23
d7
e1
,28 ,76
d4
d6
Y11
,60 ,51 Y12 KSJHTR ,32 SOSIAL ,06 Y13
,75 PERKBG. ,66 MNJMN
-1,69
Y21 ,62 KMDRN ,21 Y22 MSRKT ,34
e5
Y23
e7
e6
,33
LAHAN u2
Gambar 5.2. HASIL ANALISIS SEM DALAM BENTUK DIAGRAM JALUR TAHAP AKHIR Hasil uji goodness of fit overall model dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 5.31. berikut : Tabel 5.31 PENGUJIAN GOODNESS OF FIT MODEL OVERALL TAHAP AKHIR Goodness of fit
Hasil Perhitungan
Khi Kuadrat 66,791 P 0,484 RMSEA 0,0001 GFI 0,948 AGFI 0,906 Khi Kuadrat/df 0,997 Sumber : Hasil Analisis SEM
Cut-off
Keterangan
Kecil > 0,05 ≤ 0,08 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≤2
Model Baik Model Baik Model Baik Model Baik Model Baik
164
Tabel 5.31 menunjukkan bahwa p value dari uji Khi Kuadrat lebih besar dari α= 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model dikatakan baik dan layak untuk pembuktian hipotesis.
5.6. Hasil Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan uji t pada masing-masing jalur pengaruh langsung secara parsial. Hasil analisis secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4 (Hasil analisis SEM). Adapun ringkasan hasil pengujian hipotesis penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.32. Berdasarkan Tabel 5.32. hasil pengujian hipotesis penelitian diperoleh koeffisien jalur positif dan negatif. Koeffisien jalur dengan tanda positif yang terbesar adalah usaha pengembangan masyarakat , dan satu-satunya koeffisien dengan tanda negatif adalah pengembangan manajemen lahan.. Tabel 5.32 KOEFISIEN PATH PENGARUH LANGSUNG PADA HIPOTESIS Koefisien Jalur Direct Effect Variabel Independen Variabel Dependen Koef. p-value Keterangan Standardize Usaha Pengembangan Masyarakat Perkembangan Fisik Lingkungan Perkembangan Manajemen Lahan Usaha Pengembangan Masyarakat Perkembangan Fisik Lingkungan Perkembangan Manajemen Lahan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung
Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung Kesejahteraan Sosial Masyarakat Kampung Kemandirian Masyarakat Kemandirian Masyarakat Kemandirian Masyarakat Kemandirian Masyarakat
Sumber : Hasil Analisis SEM.
0,170
fix
Signifikan
0,278
fix
Signifikan
0,234
0,219
Nonsignifik an
0,756
fix
Signifikan
0,413
fix
Signifikan
-1,686
0,268
Nonsignifik an
3,154
0,002
Signifikan
165
Dari tujuh hipotesis yang dianalisis secara kuantitatif dengan analisis SEM , ternyata lima hipotesis diterima, sementara dua hipotesis ditolak..Dari analisis analisis SEM diperoleh temuan sebagai berikut: 1.
Temuan pertama dalam studi ini adalah usaha pengembangan masyarakat berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan sosial masyarakat miskin kampung kumuh adalah diterima. Koefisien jalur standardize yang diperoleh adalah sebesar 0,170 dengan p bersifat fix, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis signifikan.
Hal ini mengindikasikan
bahwa di dalam program KIP, peningkatan usaha pengembangan masyarakat dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan sosial masyarakat miskin kampung kumuh. 2.
Temuan kedua adalah perkembangan fisik lingkungan masyarakat miskin kampung kumuh berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan sosial masyarakatnya adalah diterima. Koefisien jalur standardize yang diperoleh adalah sebesar 0,278 dengan p bersifat fix, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis signifikan. bahwa di dalam program KIP,
Hal ini mengindikasikan
perkembangan lingkungan fisik dapat
memperbaiki tingkat kesejahteraan sosial masyarakat miskin kampung kumuh. 3.
Temuan ketiga adalah perkembangan manajemen lahan masyarakat miskin kampung kumuh berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan sosial masyarakatnya adalah ditolak. Koefisien jalur standardize yang diperoleh adalah sebesar 0,234 dengan p = 0,219, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis nonsignifikan.
Hal ini mengindikasikan bahwa
166
program KIP belum berhasil memperbaiki perkembangan manajemen lahan yang kemudian dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat miskin kampung kumuh. 4.
Temuan keempat adalah usaha pengembangan masyarakat miskin kampung kumuh berpengaruh signifikan terhadap kemandirian masyarakatnya adalah diterima. Koefisien jalur standardize yang diperoleh adalah sebesar 0,756 dengan p bersifat fix, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam program KIP, peningkatan
usaha
pengembangan
masyarakat
dapat
meningkatkan
kemandirian masyarakat miskin kampung kumuh. 5.
Temuan kelima adalah perkembangan fisik lingkungan masyarakat miskin kampung
kumuh
berpengaruh
signifikan
terhadap
kemandirian
masyarakatnya adalah diterima. Koefisien jalur standardize yang diperoleh adalah sebesar 0,413 dengan p bersifat fix, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis signifikan. bahwa di dalam program KIP,
Hal ini mengindikasikan
perkembangan fisik lingkungan dapat
meningkatkan kemandirian masyarakat miskin kampung kumuh. 6.
Temuan keenam adalah perkembangan manajemen lahan masyarakat miskin kampung kumuh berpengaruh signifikan terhadap kemandirian masyarakat adalah ditolak. Koefisien jalur standardize yang diperoleh adalah sebesar 1,686 dengan p = 0,268, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis nonsignifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa program KIP belum berhasil memperbaiki perkembangan manajemen lahan yang kemudian dapat meningkatkan kemandirian masyarakat miskin kampung.
167
7.
Temuan ketujuh adalah kesejahteraan sosial masyarakat miskin kampung kumuh berpengaruh signifikan terhadap kemandirian masyarakatnya adalah diterima. Koefisien jalur standardize yang diperoleh adalah sebesar 3,154 dengan p = 0,002, dengan demikian diperoleh keputusan hasil pengujian hipotesis signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraan sosial masyarakat miskin kampung kumuh diikuti oleh semakin baik tingkat kemandirian masyarakatnya.