BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Kabupaten Pacitan a.
Kondisi Geografi Kabupaten Pacitan merupakan salah satu dari 38 kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Timur yang terletak di bagian Selatan Barat Daya. Kabupaten Pacitan terletak di antara 07°55‟ - 08°17‟ Lintang Selatan dan 100°55‟- 111°25‟ Bujur Timur, dengan luas wilayah 1.389,8716 km2 atau 138.987,6 Ha yang sebagian besar berupa bukit, gunung dan jurang terjal. Batas wilayah Kabupaten Pacitan sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Wonogiri
Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia
Sebelah Barat
: Kabupaten Wonogiri
Sebelah Timur
: Kabupaten Trenggalek
Secara administratif, Kabupaten Pacitan terbagi atas 12 kecamatan, 5 kelurahan dan 166 desa. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Tulakan, yaitu 161,61 km2 dan Kecamatan Tegalombo seluas 149,25 km2. Sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Kecamatan Sudimoro dengan luas 71,86 km2. 54
55
Topografi Kabupaten Pacitan terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan. Kondisi tersebut membawa konsekuensi munculnya keberagaman perilaku masyarakat terutama perbedaan mata pencaharian. Kondisi topografi tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1) Datar (kelas kelerengan 0-15%) dengan luas 55,59 km2 atau 4% dari luas wilayah Kabupaten Pacitan; 2) Berombak (kelas kelerengan 6-10%) dengan luas 138,99 km2 atau 10% dari luas wilayah Kabupaten Pacitan; 3) Bergelombang (kelas kelerengan 11-30%) dengan luas 333,57 km2 atau 24% dari luas wilayah Kabupaten Pacitan; 4) Berbukit (kelas kelerengan 31-50%) dengan luas 722,73 km2 atau 52% dari luas wilayah Kabupaten Pacitan; 5) Bergunung (kelas kelerengan > 52% ) dengan luas 138,99 km2 atau 10% dari luas wilayah Kabupaten Pacitan. Berdasarkan fungsi kawasan di Kabupaten Pacitan terbagi atas dua kawasan yaitu kawasan budi daya dan kawasan lindung. Kawasan budi daya terdiri dari kawasan hutan produksi/ hutan rakyat, kawasan pertanian tanaman pangan, kawasan lahan kering, kawasan perikanan, kawasan perkebunan, kawasan peternakan, kawasan pariwisata, kawasan permukiman,
kawasan
perindustrian
dan
kawasan
pertambangan.
Sedangkan kawasan lindung meliputi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan kawasan hutan lindung yang senantiasa dikawal dengan kegiatan yang diarahkan untuk menjaga agar pemanfaatan sumber
56
daya alam tidak merusak keseimbangan alam sehingga kelestarian lingkungan hidup dapat terjaga.
b.
Kondisi Demografi Kondisi Demografi Kabupaten Pacitan dapat terlihat dari laju pertumbuhan penduduk antara hasil Sensus Penduduk tahun 2000 dan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 atau selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 0,28%. Hal ini masih relatif rendah apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Jawa Timur yang sebesar 0,75% dan Nasional sebesar 1,49%. Laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat tidak selalu tergantung pada pertumbuhan ekonomi, akan tetapi juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk di Kabupaten Pacitan pada tahun 2008 sebesar 557.029 jiwa yang terdiri dari 273.884 laki-laki dan 283.145 perempuan, sementara pada tahun 2009 tercatat 558. 644 jiwa dan dari hasil Sensus Penduduk 2010 tercatat sebesar 540. 881 jiwa yang terdiri dari 264.112 laki-laki dan 276.769 perempuan. Distribusi penduduk di Kabupaten Pacitan berdasarkan hasil survey Sensus Penduduk 2010 terbesar berada di Kecamatan Tulakan yaitu sebesar 14,30%, yang diikuti oleh Kecamatan Pacitan sebesar 13,5%. Distribusi terkecil adalah Kecamatan Pringkuku sebesar 5,49% dan Kecamatan Sudimoro yaitu sebesar 5,55% (Perda Kabupaten Pacitan Nomor 11 Tahun 2011
57
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 20112016, 2011: 12-15).
c.
Potensi Pariwisata Kabupaten Pacitan Kabupaten Pacitan memiliki potensi pariwisata, di antaranya adalah wisata pantai, wisata goa, wisata sejarah/ budaya, wisata spiritual dan wisata rekreasi. Berikut ini merupakan data tentang wisata goa, wisata sejarah/ budaya, wisata spiritual dan wisata rekreasi:
Tabel 2. Potensi Wisata Pacitan NO. 1
2
3
4
JENIS WISATA
LOKASI
JARAK DARI PUSAT KOTA Wisata Goa Goa Gong 30 km Goa Tabuhan 31 km Goa Putri 28 km Luweng Jaran 33 km Wisata Sejarah/ Monumen Panglima 50 km Budaya Besar Soedirman Monumen Tumpak 9,5 km Rinjing Wisata Spiritual Makam Kanjeng Jimat 0,5 km Padepokan Gunung 20 km Limo Wisata Rekreasi Pemandian Air Hangat 15 km Sumber: Dokumen Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga
Potensi wisata yang paling banyak dimiliki oleh Kabupaten Pacitan adalah wisata pantai. Berikut ini disajikan tabel wisata pantai yang dimiliki oleh Kabupaten Pacitan:
58
Tabel 3. Potensi Wisata Pantai di Kabupaten Pacitan No.
Nama
1
Pantai Dhaki
2
Pantai Bawur
3
Pantai Taman
4
Pantai Segoro Anakan
5
Pantai Soge
6 7
Pantai Jethak Pantai Wora-Wari
8
Pantai Dangkal
9
Pantai Wawaran
10
Pantai Kaliwuluh
11
Pantai Ngasem
12
Pantai Bakung
13
Pantai Sidomulyo
14 15 16 17
Pantai Teleng Ria Pantai Tamperan Pantai Srau Pantai Seruni
18
Pantai Watukarung
19
Pantai Ngiriboyo
20
Pantai Klayar
21
Pantai Buyutan
22
Pantai Nampu
Letak Kec. Sudimoro Kec. Sudimoro Kec. Ngadirojo Kec. Ngadirojo Kec. Ngadirojo Kec. Tulakan Kec. Kebonagung Kec. Kebonagung Kec. Kebonagung Kec. Kebonagung Kec. Kebonagung Kec. Kebonagung Kec. Kebonagung Kec. Pacitan Kec. Pacitan Pringkuku Kec. Pringkuku Kec. Pringkuku Kec. Donorojo Kec. Donorojo Kec. Donorojo Kec. Donorojo
Keterangan
Sukorejo
Belum dikelola
Bawur
Belum dikelola
Hadiwarno
Sudah dikelola Belum dikelola
Sidomulyo
Belum dikelola
Jethak Wora-Wari
Belum dikelola Belum dikelola
Wora-Wari
Belum dikelola
Sidomulyo
Belum dikelola
Klesem
Belum dikelola
Klesem
Belum dikelola
Plumbungan
Belum dikelola
Sidomulyo
Belum dikelola
Sidoharjo Sidoharjo Candi
Sudah dikelola Sudah dikelola Sudah dikelola Belum dikelola
Watukarung
Belum dikelola
Sendang
Belum dikelola
Sendang
Sudah dikelola
Widoro
Belum dikelola
Widoro
Belum dikelola
Sumber: Dokumen Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga
59
Berdasarkan tabel potensi wisata pantai di Kabupaten Pacitan, pantai yang telah dikelola oleh pihak pemerintah adalah Pantai Taman, Pantai Teleng Ria, Pantai Tamperan, Pantai Srau dan Pantai Klayar. Berikut di bawah ini merupakan keterangan dari masing-masing pantai yang telah dikelola dan dikembangkan oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga:
1) Pantai Taman Pantai Tamam berlokasi di desa Hadiwarno Kecamatan Ngadirojo. Jarak dari pusat kota Pacitan adalah 30 km dan 4 km dari kota kecamatan. Pantai Taman merupakan salah satu pantai yang berada di sebelah timur Kabupaten Pacitan dan telah dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan. Pantai tersebut berada di sepanjang Jalur Lintas Selatan, sehingga aksesibilitasnya berupa jalan aspal dan pemandangan indah. Fasilitas yang sudah tersedia adalah MCK, gardu pandang, dan tempat parkir. Pantai ini merupakan pantai dengan hamparan pasir putih dan memiliki potensi pengembangan penyu. 2) Pantai Teleng Ria Pantai Teleng Ria berlokasi di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan. Jarak dari pusat kabupaten adalah sejauh 4 km dengan aksesibilitas jalan aspal. Luas lokasi pantai ini adalah seluas 30, 007 hektar, di mana di dalamnya telah dibangun beberapa fasilitas seperti bumi perkemahan, tempat outbond, MCK, mushola, kios-kios makanan,
60
kios cenderamata, gardu pandang dan sebagainya. Sejak tahun 2008, pantai Teleng Ria mulai dikelola oleh pihak swasta dan fasilitas yang ada di dalam pantai menjadi bertambah, seperti bungalow, Sea Veaw Café, kolam renang, dan wahana bermain. 3) Pantai Tamperan Pantai Tamperan berlokasi di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan dan berjarak sejauh 4 km dari pusat kabupaten. Pantai Tamperan merupakan pantai yang sering dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi dan memancing. Pantai ini merupakan sekaligus Pelabuhan Penangkapan Pantai (PPP) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Memiliki beberapa fasilitas seperti MCK, kios dan villa. Destinasi Pantai Tamperan sebagian lokasinya merupakan milik Perhutani, namun sampai sekarang belum ada kepastian bentuk kerjasamanya. Merupakan pantai yang di dalamnya dibangun Pelabuhan Penangkapan Pantai dan pengelolaannya oleh Pemerintah Provinsi sehingga ada dua penarika retribusi, yaitu dari Disbudparpora dan Pelabuhan. 4) Pantai Srau Pantai Srau berlokasi di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Jarak dari pusat kota pemerintahan adalah sejauh 25 km dari kota kabupaten dan 17 km dari kota kecamatan. Luas area Pantai Srau adalah 51.207 m2. Fasilitas yang sudah tersedia adalah panggung hiburan, kios, MCK, gardu pandang, mushola, tempat parkir dan TPR ( Tempat Penarikan Retribusi). Pantai Srau merupakan pantai yang indah dengan pasir
61
putih. Akses jalan sepanjang 10 km sempit bergelombang dan naik turun. Kondisi sarana dan prasarana sudah waktunya renovasi dan penambahan, di antaranya gapura pintu masuk, penambahan dan penataan MCK, penambahan gardu pandang, penambahan jalan setapak atau tangga, serta penghijauan dengan tanaman kelapa. 5) Pantai Klayar Pantai Klayar berlokasi di Desa Sendang Kecamatan Donorojo. Jarak dari pusat kota kabupaten adalah sejauh 45 km dan 20 km dari kota kecamatan. Luas area Pantai Klayar adalah 51. 207 m2. Fasilitas yang telah ada adalah kios Pedagang Kaki Lima, MCK, gardu pandang, mushola dan tempat parkir. Pantai ini merupakan pantai yang indah dengan hamparan pasir putih dan beberapa tebing. Ada dua akses jalan, salah satunya jalan dari Goa Gong sepanjang 8 km yang masih perlu pelebaran jalan dan penataan, sehingga saat ini sedang dilakukan pelebaran jalan. Penambahan fasilitas di Pantai Klayar juga sudah terlihat seperti adanya pos retribusi, pos pengawas pantai, gardu pandang, penambahan jumlah MCK, mushola, dan kios pedagang. (Sumber: Dokumen Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga, 2013).
d.
Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Berdasarkan Peraturan Bupati Pacitan Nomor 43 Tahun 2007 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan,
62
Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan menerangkan bahwa Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga merupakan unsur pelaksana bidang kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olah raga yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Sekretariat Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan bertempat di Jalan W. R. Supratman No. 20 A Pacitan. Sekretariat tersebut terdiri dari tiga kantor dalam satu lokasi, yaitu kantor sekretariat utama, kantor UPT (Unit Pelaksana Teknis), dan Tourism Information Center. Sekretariat Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga berlokasi di dekat salah satu obyek pariwisata pantai di Kabupaten Pacitan, yaitu Pantai Teleng Ria, sehingga Tourism Information Center diharapkan dapat menjadi gerbang informasi utama para wisatawan untuk berkunjung ke daerah daya tarik wisata lain yang ada di Kabupaten Pacitan.
1) Visi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan “Terwujudnya pariwisata berbasis kelestarian alam, budaya lokal, nilai religi, peran serta generasi muda dan prestasi olah raga.” 2) Misi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Untuk mewujudkan visi tersebut Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga mempunyai misi sebagai berikut:
63
a) Melakukan peningkatan mutu pelayanan publik b) Melakukan optimalisasi pengelolaan asset seni budaya daerah, nilai tradisi, situs sejarah dan kepurbakalaan c) Melakukan pembinaan dan pengembangan kreativitas serta peningkatan partisipasi generasi muda dalam pembangunan d) Menyelenggarakan pembinaan dan penyuluhan potensi olah raga e) Melakukan pengenalan dan expose potensi obyek dan daya tarik wisata, dan potensi pendukung lainnya termasuk budaya, kreativitas pemuda dan wisata olah raga f) Melakukan optimalisasi pengembangan obyek dan daya tarik wisata, sarana dan prasarana pariwisata serta pengembangan ekowisata berbasis ekonomi kerakyatan.
3) Tugas dan Fungsi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Tugas dan Fungsi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan telah tertera di dalam Peraturan Bupati Pacitan Nomor 43 Tahun 2007 tentang Uraian Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga mempunyai tugas melaksanakan urusan kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olah raga berdasarkan azas
64
otonomi dan tugas pembantuan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Dinas
Kebudayaan,
Pariwisata,
Pemuda
dan
Olah
Raga
menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan teknis di bidang kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olah raga 2. Penyelenggaraan urusan kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olah raga serta pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olah raga 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
4) Struktur Organisasi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan Sesuai dengan Peraturan Bupati Pacitan No. 43 Tahun 2007 tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan, bagan struktur organisasi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga adalah sebagai berikut:
65
Gambar 5. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda
dan Olah Raga (Peraturan Bupati Pacitan No. 43
Tahun 2007)
Berdasarkan bagan susunan organisasi yang termaktub dalam Peraturan Bupati Pacitan Nomor 43 Tahun 2007 tentang Uraian, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan, berikut ini merupakan uraian tugas dan fungsi dari bagian, bidang serta seksi di Dinas Kebudayaan Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga:
66
Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga di bidang ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana, penyusunan program, evaluasi dan pelaporan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Adapun fungsi dari sekretariat adalah sebagai berikut: a) Penyelenggaraan dan pengelolaan rumah tangga, sarana dan perlengkapan b) Pelaksanaan surat-menyurat, kearsipan dan perpustakaan c) Pembinaan dan pengembangan serta pengelolaan administrasi kepegawaian d) Penyelenggaraan dan pengelolaan administrasi keuangan e) Pengkoordinasian program kerja dan laporan serta pelaksanaan evaluasi dan pengendalian. Sekretariat terdiri dari Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan, serta Sub Bagian Keuangan. Selanjutnya, salah satu bagian dari bagan organisasi Disbudparpora adalah Bidang Kebudayaan. Bidang Kebudayaan terdiri dari dua bagian, yaitu Seksi Kesenian, Sejarah dan Nilai Tradisional serta Seksi Museum dan Kepurbakalaan. Bidang Kebudayaan memiliki tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga di
67
bidang kesenian, sejarah dan nilai tradisional, museum dan kepurbakalaan. Sedangkan fungsi dari Bidang Kebudayaan adalah sebagai berikut: a) Perencanaan pola pengembangan Kebudayaan Daerah b) Pelaksanaan kebijakan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bidang kebudayaan, pemberian penghargaan/ anugerah bagi insan/ lembaga yang berjasa di bidang kebudayaan. c) Pelaksanaan kebijakan kerjasama di bidang kebudayaan d) Pembinaan program pengembangan nila-nilai sejarah, budaya, tradisional, seni kreasi baru, karya seni organisasi seni/ seniman, karya film dan peredarannya e) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan kebudayaan Bidang
yang
selanjutnya
adalah
Bidang
Pengembangan
Pariwisata. Bidang tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu Seksi Obyek dan Daya Tarik Pariwisata, Seksi Jasa dan Sarana, serta Seksi Peningkatan Peran Serta Masyarakat. Bidang Pengembangan
mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga di bidang obyek dan daya tarik wisata, jasa dan sarana, peningkatan peran serta masyarakat serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adapun fungsi dari bidang Pengembangan Pariwisata adalah sebagai berikut: a) Pembinaan dan pengembangan produk pariwisata, obyek dan daya tarik wisata
68
b) Pembinaan dan pengembangan peran serta/partisipasi masyarakat dalam pengembangan produk usaha dan jasa pariwisata c) Pembinaan dan pengembangan standar mutu produk pariwisata dan pelayanan wisata d) Penyusunan evaluasi dan laporan kegiatan di bidang pengembangan pariwisata
Bidang Promosi terdiri dari Seksi Pemasaran dan Seksi Informan dan Analisa Pasar. Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga di bidang pemasaran, informasi dan analisa pasar serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga. Adapun fungsi dari Bidang Promosi adalah sebagai berikut:
a) Pembinaan dan pengembangan promosi dan pameran budaya dan pariwisata b) Pembinaan dan pengembangan promosi potensi budaya dan pariwisata, potensi kepemudaan serta olah raga yang dapat dikemas sebagai daya tarik pariwisata c) Pembinaan dan pengembangan pusat informasi pemasaran, potensi budaya, pariwisata, pengembangan bakat pemuda dan olah raga d) Pengembangan kreasi, bakat dan keterampilan generasi muda dalam bidang pemasaran potensi budaya dan pariwisata
69
e) Penyusunan evaluasi dan laporan di bidang promosi.
Bidang Pemuda terdiri dari dua seksi yaitu Seksi Produktifitas Kepemudaan dan Seksi Lembaga Kepemudaan. Bidang Pemuda mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga di bidang produktifitas kepemudaan dan lembaga kepemudaan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga sesuai dengan tugas dan fungsinya. Fungsi Bidang Pemuda adalah sebagai berikut:
a) Penetapan kebijakan di bidang kepemudaan b) Pelaksanaan kebijakan di bidang kepemudaan c) Koordinator pembinaan dan pengembangan kepemudaan d) Pembinaan dan pengawasan organisasi dan kegiatan kepemudaan e) Penyusunan evaluasi dan laporan di bidang kepemudaan
Bidang Olah Raga terdiri dari dua Seksi, yaitu Seksi Olah Raga Masyarakat dan Seksi Bina Prestasi dan Organisasi Olah Raga. Bidang Olah Raga mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga di bidang olah raga masyarakat, bina prestasi dan organisasi olah raga serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga. Fungsi dari Bidang Olah Raga adalah sebagai berikut:
70
a) Penetapan kebijakan teknis di bidang olah raga b) Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang olah raga c) Koordinator pembinaan dan pengembangan olah raga lintas sektor dan lintas bidang pemerintahan, serta lembaga non pemerintah/ swasta yang memiliki kompetensi keolahragaan d) Pembinaan dan pengawasan di bidang keolahragaan e) Penyusunan evalusasi dan laporan di bidang olah raga Dalam bagan struktur organisasi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga juga terdapat struktur UPT (Unit Pelaksana Teknis), yaitu: 1) UPT Pengelola Obyek Wisata Goa dan Pemandian Air Hangat Merupakan unsur pelaksana teknis operasional dan teknis penunjang di bidang Pengelola Obyek Wisata Goa dan Pemandian Air Hangat.UPT ini mempunyai tugas: a) Menyusun kebutuhan dan pengadaan sarana administrasi barang-barang keperluan Unit Pengelola Obyek Wisata Goa dan Pemandian Air Hangat b) Melaksanakan pemeliharaan, menjaga keamanan, menjaga kelestarian obyek wisata, benda-benda, fasilitas dan sumber daya alam yang menjadi kewenangannya c) Melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan penjualan karcis retribusi masuk sampai penyetoran sesuai dengan
71
ketentuan yang berlaku serta memberikan pelayanan pengunjung dengan sebaik-baiknya d) Melaksanakan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan obyek wisata goa dan pemandian air hangat e) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga sesuai dengan tugas dan fungsinya. 2) UPT Pengelola Obyek Wisata Pantai Merupakan unsur pelaksana teknis operasional dan teknis penunjang di bidang Pengelola Obyek Wisata Pantai.UPT Pengelola Obyek Pariwisata Pantai mempunyai tugas: a) Menyusun kebutuhan dan pengadaan sarana administrasi barang-barang keperluan Unit Pengelola Obyek Wisata Pantai b) Melaksanakan pemeliharaan, menjaga keamanan, menjaga kelestarian, benda-benda, fasilitas dan sumber daya alam di sekitarnya yang menjadi kewenangannya c) Melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan penjualan karcis retribusi masuk sampai penyetoran sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memberikan pelayanan pengunjung dengan sebaik-baiknya
72
d) Melaksanakan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan obyek wisata pantai e) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2. Deskripsi Data
a. Strategi Formulasi Pengembangan Daerah Pesisir Sebagai Objek Pariwisata Pantai di Kabupaten Pacitan Proses perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi,
pengidentifikasian
peluang,
ancaman,
kekuatan,
dan
kelemahan, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi alternatif dan pemilihan strategi pada lembaga tersebut. Begitu juga dengan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga yang menjadi konseptor sekaligus eksekutor kebijakan di bidang pengembangan
pariwisata
di
Kabupaten
Pacitan.
Mengenai
perumusan strategi pada sektor pengembangan pariwisata, Ibu EI sebagai Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata mengemukakan bahwa: “Kita yang pertama membuat rencana induk terlebih dahulu, semacam dokumen perencanaan. Seperti misalnya Master Plan, kemudian DED, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Selanjutnya kita mencoba untuk menjaring dana dari luar, departemen atau kementerian lain maka kita harus punya Dokumen Perencanaan. Kemudian setelah
73
membuat dokumen perencanaan, kita membuat skala prioritas. Karena dana terbatas, tidak mungkin semua obyek pariwisata terfasilitasi. Sementara yang sudah menjadi KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) adalah Goa Gong dan Pantai Klayar. Jadi untuk prioritas pengembangan tahun ini, yaitu tahun 2013-2014 kita fokuskan kepada Goa Gong dan Pantai Klayar.” (Hasil wawancara pada tanggal 25 September 2013). Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam perumusan strategi pengembangan pariwisata dimulai dari pembuatan rencana induk berupa dokumen perencanaan. Dokumen perencanaan tersebut dapat berupa Master Plan, DED (Detail Engineering
Design),
serta
Rencana
Tata
Bangunan
dan
Lingkungan. Sebagai pengembangan dari visi dan misi Dinas Kebudayaan Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga, terutama misi kelima yaitu melakukan pengenalan dan expose potensi obyek dan daya tarik wisata, dan potensi pendukung lainnya termasuk budaya, kreativitas pemuda dan wisata olah raga serta misi keenam yaitu melakukan optimalisasi pengembangan obyek dan daya tarik wisata, sarana dan prasarana pariwisata serta pengembangan ekowisata berbasis ekonomi kerakyatan, ada beberapa prioritas yang harus didahulukan, tetapi tidak mengecualikan daya tarik pariwisata yang lainnya. Hal tersebut dijelaskan kembali oleh Ibu EI sebagai berikut: “Setelah pengembangan daya tarik wisata yang ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, yaitu Goa Gong dan Pantai Klayar telah selesai dikembangkan, maka prioritas pengembangan akan dialihkan kepada daerah timur, yang dilalui oleh Jalur Lintas Selatan (JLS). Daerah-daerah
74
di sekitar JLS itu sangat berpotensi jika dikembangkan. Namun di daerah wisata yang berada di daerah timur tersebut, meskipun sangat banyak potensinya, tapi belum memiliki sarana dasar pariwisata. Oleh karena itu, belum dilakukan pengelolaan di daerah timur. Masalahnya, jika kita membuka DTW (Daya Tarik Wisata) yang belum memiliki sarana dasar akan membutuhkan banyak perhatian di sana.” (Hasil wawancara pada tanggal 25 September 2013). Berdasarkan wawancara tersebut, dari pihak pemerintah daerah memang belum mengembangkan dan mengelola beberapa daya tarik wisata di daerah Pacitan karena harus mendahulukan objek pariwisata yang menjadi prioritas. Pada tahun 2013-2014 pengembangan difokuskan kepada Goa Gong dan Pantai Klayar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Sedangkan objek pariwisata lain, yang kebanyakan berada di daerah timur Pacitan, belum dikembangkan karena prioritasnya masih berada di bawah Goa Gong dan Pantai Klayar. Selain itu, objek pariwisata yang dilalui oleh Jalur Lintas Selatan tersebut belum memuliki sarana dasar pariwisata, sehingga jika dikembangkan membutuhkan perhatian khusus untuk pembangunannya. Mengenai peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan pariwisata pantai di Kabupaten Pacitan dijelaskan sebagai berikut: “Untuk kelemahan, kita memiliki beberapa kendala, yang pertama adalah SDM intern pariwisata maupun pengelola. Kriteria SDM pengelola belum memenuhi syarat, misalnya tingkat pendidikan, golongan atau pangkat, serta
75
keterampilan yang didapat dari kursus. Kedua adalah terbatasnya sarana dan prasarana yang ada sekarang ini. Contohnya jalan. Jalan menuju Goa Gong dan Klayar. Ketiga adalah masalah klasik, yaitu dana. Sedangkan peluangnya adalah dalam sistem pengembangan pariwisata ini adalah suatu kegiatan yang tidak kenal waktu, tidak kenal batas, tidak kenal wilayah. Jika dikelola dengan baik akan menjadi sumber pendapatan yang tidak ada putus-putusnya. Sehingga kesejahteraan masyarakat akan tercapai. Kemudian ancamannya, pasti akan terjadi banyak polusi, terutama yang berasal dari udara, karena mobil dan kendaraan-kendaraan yang masuk akan menimbulkan pencemaran. Kedua, ancamannya pada budaya akibat adanya interaksi masyarakat lokal dengan para wisatawan. Selanjutnya, kekuatan kita itu ada pada potensi, selain itu adanya masyarakat yang mendukung, serta pemerintah yang sangat peduli pada bidang kepariwisataan.” (Hasil wawancara pada tanggal 25 September 2013). Berdasarkan
hasil
wawancara
tersebut,
maka
dapat
diidentifikasi tentang peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Pacitan, yaitu sebagai berikut: 1.
Peluang a.
Sistem pengembangan pariwisata yang tidak kenal waktu, batas, dan wilayah.
b.
Daya tarik wisata yang dikelola dengan baik akan menjadi sumber pendapatan yang tidak ada putusnya.
c.
Daya tarik wisata yang dikembangkan dapat memicu tercapainya kesejahteraan masyarakat.
76
2.
Ancaman a.
Polusi, khususnya polusi udara yang timbul dari kendaraan bermotor wisatawan dari luar kabupaten Pacitan.
b.
Budaya lokal yang dapat bergeser akibat interaksi masyarakat lokal dengan para wisatawan.
3.
Kekuatan a.
Potensi daya tarik wisata/ objek pariwisata.
b.
Masyarakat yang mendukung pengembangan pariwisata.
c.
Pemerintah
yang
sangat
peduli
dalam
bidang
kepariwisataan.
4.
Kelemahan a.
Sumber Daya Manusia internal pariwisata dan pengelola pariwisata
yang
masih
belum
memenuhi
beberapa
kualifikasi, misalnya tingkat pendidikan, golongan atau pangkat, serta keterampilan yang didapat dari kursus. b.
Terbatasnya sarana dan prasarana pariwisata, misalnya akses jalan menuju objek pariwisata.
c.
Terbatasnya dana. Selanjutnya dalam strategi pengembangan pariwisata tahap
pencarian strategi alternatif merupakan hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah, khususnya oleh Dinas Kebudayaan,
77
Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga. Oleh karena itu Ibu EI menjelaskan bahwa: “Untuk strategi alternatif yang dipilih adalah strategi pemasaran dengan gencar promosi lewat media, seperti internet, leaflet, booklet, kemudian lewat VCD dengan icon „Pacitan is Paradise of Java’ yang sasarannya adalah tamutamu negara, fungsinya sebagai souvenir. Strategi alternatif lain dalam promosi adalah mengikuti pameran-pameran pariwisata, baik pameran regional maupun nasional.” (Hasil wawancara pada tanggal 25 September 2013). Strategi alternatif yang dilakukan dalam pengembangan pariwisata di Pacitan berdasarkan wawancara tersebut adalah mengoptimalkan strategi pemasaran dengan cara gencar melakukan promosi melalui berbagai media, yaitu melalui internet, leaflet, booklet, VCD dengan icon “Pacitan is Paradise of Java” yang diberikan kepada tamu-tamu negara dan berfungsi sebagai souvenir, serta mengikuti pameran pariwisata baik di tingkat regional maupun tingkat nasional untuk lebih mengenalkan keindahan pariwisata di Kabupaten Pacitan kepada khalayak umum. Beberapa contoh pameran pariwisata yang pernah diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan, dalam hal ini diwakili oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga dalam mengenalkan pariwisata Pacitan adalah pameran pariwisata di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta dan di salah satu Hotel yang ada di kota Surabaya.
Pemerintah Daerah juga telah melakukan analisis pasar, di mana sebesar 90% wisatawan berasal dari daerah sebelah barat
78
Pacitan, seperti Wonogiri, Solo dan Jogjakarta, sedangkan sebesar 10% wisatawan berasal dari daerah timur seperti Surabaya. Oleh karena itu Pemerintah tetap melakukan ekspansi promosi baik ke daerah barat maupun ke daerah timur di tingkat regional maupun nasional.
Berdasarkan pencarian strategi alternatif yang diuraikan di atas, marketisasi Pacitan is Paradise of Java sudah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan. Mengenai pemilihan strategi dalam pengembangan daerah pesisir sebagai obyek pariwisata pantai adalah sebagai berikut: “Pemilihan strategi dalam pengembangan objek pariwisata pantai di Kabupaten Pacitan adalah dengan membuat daftar prioritas pengembangan. Untuk pariwisata pantainya, kita berusaha untuk menambah sarana dan prasarana seperti peningkatan jumlah MCK, mushola, gardu pandang, toko Pedagang Kaki Lima dan sebagainya. Di samping itu kita juga gencar melakukan promosi baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional. Untuk Pantai lain juga akan dibangun dengan sarana-prasarana serupa, hanya saja waktu dan prioritasnya berbeda. Selain itu untuk strategi pengembangan wilayah Pantai, di salah satu Pantai yaitu Pantai Teleng Ria telah mencoba menerapkan kerjasama dengan 3 pilar good governance, untuk membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana di Pantai Teleng Ria. Strategi terbaru yang sedang dipersiapkan adalah dengan menawarkan paket wisata dengan brand Segitiga Emas Pariwisata” yang meliputi tiga objek wisata di Pacitan yaitu Goa Gong-Klayar-Taman atau Goa Gong-Klayar-Srau.” (Hasil wawancara pada tanggal 25 September 2013). Berdasarkan keterangan tersebut, pemilihan strategi yang diambil pemerintah dalam mengembangkan objek pariwisata pantai adalah dengan membuat daftar prioritas pengembangan pariwisata
79
pantai. Setelah mendapatkan prioritas utama, maka dilakukan pengembangan objek pariwisata pantai melalui penambahan sarana dan prasarana yang menunjang serta memberikan kemudahan untuk wisatawan, yaitu penambahan fasilitas MCK, mushola, gardu pandang, toko Pedagang Kaki Lima dan sebagainya. Penambahan fasilitas tersebut diimbangi dengan gencarnya promosi objek pariwisata di Pacitan kepada khalayak umum baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional. Selain itu, di salah satu pantai, yaitu Pantai Teleng Ria telah menggunakan sistem kerjasama dengan tiga pilar good governance yaitu antara pemerintah, swasta dan juga masyarakat untuk mengembangkan objek pariwisata pantai. Bentuk operasional dari kerjasama tersebut adalah dengan menyelenggarakan kontrak kerjasama dengan pihak swasta, sehingga swasta menjadi pengelola dan manajemen pantai, pemerintah sebagai pembuat dan pengkontrol kebijakan, serta masyarakat dilibatkan untuk menumbuhkan kemandirian ekonomi dengan cara membuka warung, tempat berjualan serta memberikan jasa kepada wisatawan. Sedangkan strategi terbaru yang sedang dipersiapkan adalah dengan menawarkan kepada wisatawan paket perjalanan wisata dengan brand “Segitiga Emas Pariwisata” yang meliputi tiga objek pariwisata di Kabupaten Pacitan.
80
b. Strategi Implementasi Pengembangan Objek Pariwisata Pantai di Kabupaten Pacitan
Penerapan strategi (strategi implementasi) pengembangan objek pariwisata pantai di Kabupaten Pacitan mengharuskan pemerintah melakukan fungsi-fungsi manajemen. Menurut Ibu EI selaku Kepala Bidang Pengembangan di Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga mengemukakan bahwa: “Untuk penerapan strategi di lapangan, kami selalu melakukan koordinasi, baik koordinasi antar lembaga dengan Pemerintah Daerah maupun dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, koordinasi yang sifatnya internal, yaitu dengan struktur organisasi di Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga, khususnya yang menangani langsung bidang kepariwisataan. Kami juga melakukan koordinasi dan sosialisasi dengan pemerintah desa, masyarakat dan juga swasta yang menjadi mitra kerja. Untuk masyarakat, kami mengadakan sosialisasi dan koordinasi dalam setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam pengembangan pariwisata pantai, misalnya untuk masyarakat di sekitar Pantai Teleng Ria. Ketika akan mengadakan kerjasama dengan swasta, kami mengadakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kerjasama tersebut. Begitu juga dengan Pantai lain, misalnya Pantai Klayar, ketika akan melakukan pengmbangan di sana kami mengadakan koordinasi dengan pemerintah desa dan masyarakat. Untuk swasta, yang sementara ini baru mengadakan kerjasama di Pantai Teleng Ria kami juga mengadakan perencanaan dan koordinasi, terutama mengenai sistem bagi hasil retribusi yang didapat dari pengelolaan pantai. Selanjutnya, kami juga melakukan mekanisme kontrol terhadap aktivitas swasta tersebut. Mekanisme kontrol juga kami lakukan dengan pemerintah desa.” (Hasil wawancara pada tanggal 25 September 2013).
Hal senada dituturkan oleh Bapak W, Kepala Desa Sendang yang membawahi administratif Pantai Klayar:
81
“Kami selalu mengadakan koordinasi dengan Pemerintah Daerah, khususnya dengan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga yang menangani langusung bidang pengembangan Pantai Klayar. Untuk koordinasi yang berjalan selama ini aman-aman saja, karena memang ada kontrak kerja antara Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga dengan Pemerintah Desa Sendang. Koordinasi yang dilakukan adalah mengenai pembagian hasil retribusi yang menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sejak dikembangkan oleh pemerintah, yaitu pada tahun 2008, sistem pengelolaan menggunakan sistem bagi hasil. Untuk Pemerintah Daerah sebanyak 70% dan untuk Pemerintah Desa sebanyak 30%. Sedangkan pendapatan untuk Desa yang 30% itu masih harus dibagi lagi, yang hasil bersihnya 20% untuk Pemerintah Desa dan 10% untuk Dusun yang bersangkutan.” Untuk controlling juga sering terjadi, selain dari Pemda melakukan kunjungan juga berupa target untuk menaikkan pendapatan retribusi Pantai Klayar. Pada tahun 2013 target pendapatannya adalah 125 juta rupiah, sedangkan untuk tahun-tahun selanjutnya mulai tahun 2013 diharapkan target pendapatan sebanyak 250 juta per tahun.” (Hasil wawancara pada tanggal 2 Oktober 2013).
Berdasarkan pemaparan dari pihak Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga serta dari pihak pemerintah desa, maka dalam pengembangan objek pariwisata pantai tersebut menggunakan manajemen,
strategi yang
implementasi
meliputi
berupa
perencanaan,
fungsi-fungsi
pengorganisasian,
koordinasi dan kontrol. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan lembaga lain seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Selain itu juga melakukan koordinasi dengan Pemerintah Desa terkait dengan sistem pembagian hasil retribusi pariwisata pantai, koordinasi dengan masyarakat sekitar pantai, serta melakukan
82
kontrol terhadap pengembangan pariwisata pantai di tingkat desa. Kontrol yang dilakukan bukan hanya tentang pencapaian target yang harus dicapai untuk kontribusi Pendapatan Asli Daerah, tetapi juga memantau tentang sejauh mana pengembangan aksesibilitas pariwisata, serta kunjungan rutin kepada Pemerintah Desa. Salah satu strategi yang diterapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan yang dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga
adalah dengan melakukan
pengembangan wilayah pesisir sebagai objek pariwisata pantai bersama tiga pilar good governance, yaitu pemerintah, pihak swasta dan masyarakat di Pantai Teleng Ria. Penjelasan lebih lanjut mengenai strategi pengelolaan Pantai Teleng Ria yang dikelola bersama pihak swasta dan masyarakat adalah sebagai berikut: “Sebelum melakukan kerjasama dengan swasta, kami melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat. Selain kepada masyarakat juga ada bentuk koordinasi yang lain, yaitu dengan instansi lain dan DPR. Setelah itu antara pihak pemerintah dengan swasta melakukan MoU dan teken kontrak. Kita membutuhkan swasta untuk membangun sarana dan prasarana. Masyarakat sendiri tetap difasilitasi untuk berjualan di sekitar pantai, karena akan menumbuhkan kemandirian ekonomi masyarakat juga. Selain itu masyarakat sekitar juga dibebaskan dari retribusi untuk aktivitas sehari-hari di sekitar pantai.” (Hasil wawancara pada tanggal 25 September 2013). Penjelasan tersebut menegaskan bahwa dalam pengambilan keputusan kerjasama antara pemerintah dengan swasta didahului dengan koordinasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah
83
yang diwakili oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga kepada pihak-pihak berikut: 1) Masyarakat yang berdomisili di sekitar pantai yang tetap diberikan fasilitas untuk berjualan di sekitar pantai serta mendapatkan akses bebas retribusi dalam kegiatan sehari-hari di pantai Teleng Ria. 2) Instansi-instansi lain di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pacitan, seperti Dinas Kelautan, Dinas Perhubungan dan Bina Marga. 3) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Pacitan terkait dengan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan bersama dalam pengembangan pariwisata.
Setelah dilakukannya kerjasama dengan pihak swasta peran pemerintah di Pantai Teleng Ria adalah melakukan fungsi kontrol terkait dengan laporan pengelolaan, perizinan, rencana penataan ruang di wilayah pantai, dan sebagainya. Peran lain yang dijalankan oleh Pemerintah adalah berkoordinasi dengan pihak swasta mengenai sistem pembagian hasil dari retribusi Pantai Teleng Ria. Setelah adanya pengelolaan pantai oleh pihak swasta, mucul beberapa dampak di lapangan, yaitu:
84
1) Dampak positif a) Pihak swasta pengelola pantai yaitu PT El John memiliki konsep yang rapi mengenai pengelolaan pantai, terbukti dengan bertambahnya fasilitas dan sarana prasarana di pantai Teleng Ria, seperti kolam renang dan wahana bermain, hotel dan homestay di dalam wilayah pantai, penataan wilayah bumi perkemahan, tempat berjualan masyarakat, gardu pandang, tempat ibadah, MCK dan sebagainya. b) Pantai yang dikelola menjadi lebih bersih, tertata dan indah. c) Bertambahnya daya tarik pantai sehingga wisatawan menjadi lebih tertarik untuk berkunjung. d) Terdapat efek signifikan pada pendapatan masyarakat yang memiliki
usaha
di
sekitar
pantai,
karena
dengan
pembangunan fasilitas oleh pihak swasta membuat wisatawan yang berkunjung menjadi lebih banyak. 2) Dampak Negatif Selain dampak positif, kerjasama dengan pihak swasta juga membawa kontradiksi yaitu dengan timbulnya dampak negatif swastanisasi. Dampak tersebut adalah munculnya ketidaksukaan sebagian kecil masyarakat terhadap kerjasama antara pemerintah dengan swasta. Motif ketidaksukaan masyarakat tersebut muncul
85
karena masyarakat merasa barang dagangan mereka menjadi kurang laku setelah dibangunnya hotel dan restaurant oleh pihak swasta. Ketidaksukaan tersebut kemudian muncul sebagai aksi protes yang berbuah konflik sehingga harus diselesaikan secara hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jawa Timur. Setelah diselesaikan melalui jalur hukum, maka didapatkan winwin solution untuk kedua belah pihak, yaitu pihak masyarakat dan pihak pemerintah bersama swasta.
c. Strategi Evaluasi Pengembangan Daerah Pesisir Sebagai Objek Pariwisata Pantai di Kabupaten Pacitan 1) Evaluasi Terkait Kerja Sama Tiga Pilar Good Governance di Pantai Teleng Ria Salah satu strategi yang diterapkan oleh Pemerintah Daerah dalam mengembangkan pariwisata pantai adalah menjalin kerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat. Kerjasama yang dijalin dengan pihak swasta adalah berupa penanaman investasi dan pembangunan sarana-prasarana di Pantai Teleng Ria. Sedangkan masyarakat berpartisipasi dalam pengembangan obyek pariwisata dengan membangun basis-basis kemandirian ekonomi dengan cara berjualan dan menawarkan beberapa jenis jasa. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pengelolaan pantai yang dipindahtangankan kepada swasta tersebut membawa
86
dampak positif dan juga negatif. Dampak negatif yang timbul akibat kerjasama dengan swasta tersebut adalah terjadinya pemutusan kontrak kerja dengan pihak swasta pada tanggal 15 Mei 2013. Berkaitan dengan konflik yang timbul dalam penyelenggaraan kerjasama dengan pihak swasta, dari pihak Pemerintah Daerah tidak terlalu banyak memberikan keterangan. Keterangan yang diberikan hanyalah sebatas ada pemutusan kontrak pada tanggal 15 Mei 2013 karena terjadi kesalahan dari kedua belah pihak. Untuk mengkonfirmasi tentang masalah yang terjadi, maka peneliti melakukan wawancara terhadap Bapak Y, salah satu tokoh masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar wilayah pantai. Hasil wawancara dengan Bapak Y terkait masalah pemutusan kontrak dengan pihak swasta adalah sebagai berikut: “Penyelenggaraan kontrak kerja antara pihak pemerintah dengan El John telah disepakati akan diselenggarakan kerja sama selama 20 tahun, ditetapkan sejak bulan September 2008 tetapi diputus tanggal 15 Mei 2013. Sejak penyelenggaraan kerja sama dengan pihak swasta timbul beberapa konflik dengan masyarakat. Mengenai pemutusan kontrak, hal itu terjadi karena seperti yang kita ketahui, pemerintah daerah kita sekarang ini dipimpin oleh seorang yang sangat demokratis, sehingga berusaha untuk menjalankan good governance, yang prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas sangat dijunjung. Ditambah lagi dengan adanya Undang-Undang KIP (Keterbukaan Informasi Publik), maka hal tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat yang beraktivitas di pantai, yang dulu juga pernah melaksanakan demo dan protes kepada pemerintah. Sebenarnya mereka adalah kumpulan beberapa orang yang merasa dirugikan dengan keberadaan El John yang dagangannya kurang laku setelah adanya pengelolaan pantai oleh swasta. Mereka selanjutnya mengetahui bahwa dalam penetapan
87
kerjasama tahun 2008 dulu kurang melibatkan masyarakat, kurang transparan, sehingga menuntut untuk pembenahan prosedur penetapan pihak pengelola pantai. Oleh karena itu, kontrak dengan El John diputus, dengan harapan ingin melakukan perbaikan prosedur perekrutan pihak swasta pengelola pantai, sehingga sekarang dilakukan proses pelelangan.”(Hasil wawancara pada tanggal 2 Oktober 2013) Akibat pemutusan kontrak dengan pihak swasta terjadi beberapa hal seperti yang dijelaskan oleh Bapak Y: “Kondisi Teleng Ria saat ini sementara vakum, fasilitasfasilitas sudah tidak ada yang mengurus, jadi terbengkalai. Sudah tidak ada retribusi lagi kalau masuk pantai, paling cuma bayar parkir. Nah, hal-hal seperti itu justru membuktikan bahwa pantai sebesar Teleng Ria itu memang harus dikelola oleh pihak yang ahli dan profesional. Biarkan dulu dampaknya seperti ini, biar mereka yang tidak suka pada swasta tahu.” (Hasil wawancara pada tanggal 2 Oktober 2013) Pernyataan Bapak Y tersebut didukung oleh Ibu S, salah satu masyarakat yang setiap hari beraktivitas sebagai penjual ikan laut goreng di Pantai Teleng Ria: “Sekarang pantai menjadi tidak terawat, tidak ada yang mengurus. Aktivitas menjadi lebih berkurang, wahana permainan juga tidak jalan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah petugas dari TIM SAR tidak setiap hari ada di pantai, karena tidak ada yang mengawasi. Biasanya dari El John mengawasi, tapi karena sudah tidak ada, ya tidak ada yang mengawasi.” (Hasil wawancara pada tanggal 3 Oktober 2013) Berdasarkan kedua penyataan di atas, Pantai Teleng Ria menjadi tidak terawat setelah terjadinya pemutusan kontrak dengan pihak swasta. Kegiatan kerjasama dengan pihak swasta tersebut selain bertujuan untuk menumbuhkan iklim investasi juga bertujuan untuk menunjang pertumbuhan kesejahteraan ekonomi
88
masyarakat
sekitar
pantai
melalui
kegiatan
jual-beli
dan
pemberdayaan masyarakat di sekitar pantai. Bentuk kegiatan masyarakat
di
sekitar
pantai
kebanyakan
adalah
sebagai
wirausahawan di berbagai bidang, mulai dari souvenir, makanan kecil, rumah makan, dan sebagainya. Selain itu masyarakat di sekitar pantai juga dilibatkan dalam pengelolaan pantai oleh swasta, misalnya masyarakat yang kurang mampu diberi kesempatan untuk menjadi petugas kebersihan, penjaga toilet dan sebagainya. Melalui
berbagai
kegiatan
yang
dapat
dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat tersebut, pihak pemerintah berharap dapat menjadikan
masyarakat lebih sejahtera. Namun ternyata
kerjasama tersebut masih mempunyai potensi konflik, sehingga terjadi pemutusan kontrak kerja dengan swasta. Hal tersebut juga menjadi evaluasi tersendiri bagi pihak pemerintah sehingga selanjutnya pihak pemerintah melakukan
perbaikan prosedur
dalam open recruitment pengelola pantai seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Berkaitan dengan proses pelelangan pengelola pantai tersebut, Bapak Y menyatakan bahwa saat ini sedang terjadi proses pelelangan dan PT El John juga turut berkompetisi dengan sistem yang lebih terbuka dan diketahui oleh publik. Menurut prediksi Bapak Y, proses pelelangan tersebut juga akan dimenangkan oleh PT El John kembali.
89
2) Evaluasi Terkait Pantai Yang Belum Dikelola Oleh Pemerintah Berdasarkan keterangan dalam Tabel.1 tentang Potensi Pariwisata Kabupaten Pacitan, dari 22 pantai baru 5 pantai yang dikelola oleh Pemerintah, di mana salah satunya juga dikelola oleh pihak swasta. Hasil wawancara dengan Ibu EI selaku Kepala Bidang
Pengembangan
Pariwisata
di
Dinas
Kebudayaan,
Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga mengenai kriteria pantai yang bisa dikelola oleh pemerintah adalah sebagai berikut: “Pantai belum dikelola karena ada daftar prioritas. Yang kedua adalah karena ketersediaan sarana dasar dari suatu pantai. Jika belum ada sarana dasar, maka akan sulit untuk melakukan pengelolaan, karena harus menyediakan sarana dasar terlebih dahulu.Oleh karena itu kami akan mengelola pantai yang minimal sudah tersedia sarana dasar air bersih. Sedangkan untuk pengelolaan swasta, ada beberapa syarat pantai bisa diinvestasikan, yaitu luas areanya minimal 5 hektar, ada akses jalan yang mendukung, masyarakat sekitar mendukung, adanya akses air dan juga listrik. Sehingga untuk daerah pantai yang memenuhi kriteria tersebut baru Pantai Teleng Ria yang lokasinya tidak jauh dari pusat pemerintahana. Oleh karena syarat-syarat tersebut baru dipenuhi oleh Teleng Ria, sehingga investasi pun jatuh pada Teleng Ria, walaupun pantai-pantai yang lain juga jauh lebih indah.” (Hasil wawancara pada tanggal 25 September 2013) Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka kriteria pengelolaan pantai didasarkan kepada daftar prioritas dan ketersediaan sarana dasar bagi pantai yang akan dikelola oleh pemerintah. Sedangkan yang akan dikelola oleh swasta harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu daerah pesisir seluas 5
90
hektar, ketersediaan akses jalan, pihak masyarakat memberikan dukungan, ketersediaan akses air dan juga listrik. Salah satu pantai yang belum dikelola oleh pemerintah adalah Pantai Soge yang berada di desa Sidomulyo, Kecamatan Ngadirojo yang berada di daerah timur Kabupaten Pacitan. Pihak Pemerintah
Desa
sesuai
dengan
aspirasi
masayarakat
mengharapkan agar Pantai Soge dapat pula dikelola oleh pemerintah, seperti yang ditutukan oleh Bapak AM, Kepala Urusan Pemerintahan Desa Sidomulyo: “Kami mengharapkan agar Pantai Soge bisa dikelola. Kepala Desa sebenarnya sudah meminta kepada Pemerintah Kabupaten, tetapi belum ada hasil. Sepertinya kendalanya ada pada ketersediaan dana. Oleh karena itu, selama ini Pantai Soge dikelola oleh masyarakat, terutama para pemuda. Jadi kalau ada wisatawan yang ke Pantai Soge, pemuda-pemuda itu biasanya mengelola parkir yang nantinya bisa masuk ke keuangan desa. Masyarakat juga membuat sendiri tempat berjualan untuk bisa mengambil manfaat dari para wisatawan tersebut.” (Hasil wawancara pada tanggal 25 September 2013) Berdasarkan keterangan tersebut masyarakat Pantai Soge juga berharap agar Pantai Soge juga dikelola oleh Pemerintah agar bisa
lebih
meningkatkan
memfasilitasi kemandirian
wisatawan ekonomi
yang
berkunjung,
masyarakat,
serta
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang berujung pada kesejahteraan masyarakat.
91
B. Pembahasan Daerah Pesisir merupakan daerah yang sangat kaya akan potensi, meliputi potensi sumber makanan utama yang mengandung protein (khususnya protein hewani yang berasal dari ikan, udang dan sejenisnya), kekayaan minyak bumi, gas dan mineral lainnya yang berpotensi dalam bidang pertambangan, potensi pariwisata, pemukiman dan pengembangan industri. Salah satu potensi yang menonjol untuk dikembangkan adalah potensi pariwisata pantai. Oleh karena itu pengembangan pariwisata pantai merupakan suatu langkah strategis yang dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi Pendapatan Asli Daerah, sinergitas dengan pihak swasta, pemberdayaan masyarakat dan hasil akhir yang diharapkan adalah kesejahteraan masyarakat. Langkah pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai adalah sebuah proses yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.
Hal tersebut merupakan salah tugas
pemerintah dalam mengemban amanah
pembangunan nasional yang
dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan nasional, seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Oleh karena itu dalam melakukan pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai diperlukan suatu manajemen strategik yang baik. Demikian pula yang dilakukan oleh Pemerintah
92
Kabupaten Pacitan yang terdiri dari strategi formulasi (perumusan strategi), strategi implementasi (penerapan strategi) dan strategi evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam strategi formulasi dalam pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai meliputi perumusan visi dan misi, pengidentifikasian peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi alternatif dan pemilihan strategi. Hal ini sesuai dengan pendapat David (2009:7) yang menjelaskan bahwa proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap yaitu: 1) perumusan strategi, 2) penerapan strategi, dan 3) penilaian strategi. Perumusan strategi terdiri dari pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Penerapan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya, sehingga strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan. Penilaian strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategik yang mencakup: (a) peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi saat ini, (b) pengukuran kinerja, (c) pengambilan langkah korektif. Pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai merupakan salah satu isu strategis Kabupaten Pacitan terutama karena
93
belum optimalnya pengelolaan sumber daya alam. Masalah ini tertuang di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 20112016. Oleh karena itu Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab untuk menjadi pelopor pengembangan objek pariwisata pantai yang dalam hal ini diamanahkan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yaitu
Dinas
Kebudayaan,
Pariwisata,
Pemuda
dan
Olah
Raga
(Disbudparpora). Visi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan adalah “Terwujudnya pariwisata berbasis kelestarian alam, budaya lokal, nilai religi, peran serta generasi muda dan prestasi olah raga.” Sedangkan misi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Pacitan adalah 1) Melakukan peningkatan mutu pelayanan publik, 2)
Melakukan optimalisasi
pengelolaan asset seni budaya daerah, nilai tradisi, situs sejarah dan kepurbakalaan, 3) Melakukan pembinaan dan pengembangan kreativitas serta peningkatan partisipasi generasi muda dalam pembangunan, 4) Menyelenggarakan pembinaan dan penyuluhan potensi olah raga, 5) Melakukan pengenalan dan expose potensi obyek dan daya tarik wisata, dan potensi pendukung lainnya termasuk budaya, kreativitas pemuda dan wisata olah raga, dan 6) Melakukan optimalisasi pengembangan obyek dan
daya
tarik
wisata,
sarana
dan
prasarana
pengembangan ekowisata berbasis ekonomi kerakyatan.
pariwisata
serta
94
Pengembangan visi dan misi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga tersebut menjadi salah satu tahap dalam perumusan strategi pengembangan pariwisata pantai di Kabupaten Pacitan, terutama misi kelima dan keenam. Pengembangan daerah pesisir menjadi objek pariwisata pantai adalah berdasarkan visi dan misi yang telah disusun tersebut, dengan kata lain pengembangan pariwisata pantai harus sesuai dengan visi dan misi tersebut. Langkah
selanjutnya
dari
strategi
formulasi
adalah
pengidentifikasian peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan objek pariwisata pantai. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga, pengidentifikasian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Peluang a. Sistem pengembangan pariwisata yang tidak kenal waktu, batas, dan wilayah. b. Daya tarik wisata yang dikelola dengan baik akan menjadi sumber pendapatan yang tidak ada putusnya. c. Daya tarik wisata yang dikembangkan dapat memicu tercapainya kesejahteraan masyarakat.
2. Ancaman a. Polusi, khususnya polusi udara yang timbul dari kendaraan bermotor wisatawan dari luar kabupaten Pacitan.
95
b. Budaya lokal yang dapat bergeser akibat interaksi masyarakat lokal dengan para wisatawan.
3. Kekuatan a. Potensi daya tarik wisata/ objek pariwisata yang banyak dan indah. b. Masyarakat yang mendukung pengembangan pariwisata. c. Pemerintah
yang
sangat
peduli
dalam
bidang
kepariwisataan. 4. Kelemahan a. Sumber Daya Manusia internal pariwisata dan pengelola pariwisata
yang
masih
belum
memenuhi
beberapa
kualifikasi, misalnya tingkat pendidikan, golongan atau pangkat, serta keterampilan yang didapat dari kursus. b. Terbatasnya sarana dan prasarana pariwisata, misalnya akses jalan menuju objek pariwisata. c. Terbatasnya dana.
Berdasarkan
identifikasi
peluang,
ancaman,
kekuatan
kelemahan internal menunjukkan bahwa peluang dan kekuatan
dan lebih
besar dibandingkan dengan ancaman dan kelemahan yang dimiliki, sehingga Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga harus dapat mengoptimalkan pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai. Salah satu cara untuk merumuskan strategi adalah
96
dengan melakukan analisis SWOT. Siagian (2011:176) menunjukkan salah satu contoh Diagram Analisis SWOT sebagai berikut:
Sumber: Siagian (2011:176) Gambar 6. Diagram Analisis SWOT Berdasarkan
identifikasi
peluang,
ancaman,
kekuatan
dan
kelemahan yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga serta contoh diagram analisis SWOT di atas, maka analisis SWOT pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai di Kabupaten Pacitan adalah sebagai berikut:
97
Gambar 7. Diagram Analisis SWOT Pengembangan Daerah Pesisir Sebagai Objek Pariwisata Pantai
Setelah dilakukan identifikasi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan serta digambarkan dalam diagram analisis SWOT, peluang dan kekuatan lebih banyak, sehingga dalam analisis tersebut masuk ke dalam kuadran 1. Kuadran 1 merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Organisasi tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy). Strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy) dapat terjadi karena
98
faktor kekuatan dan peluang yang jumlahnya besar. Kondisi tersebut memungkinkan organisasi untuk mengoptimalkan strategi yang ada. Optimalisasi strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan agresif berpotensi untuk mengelola kawasan pantai dengan lebih baik. Selain itu strategi pertumbuhan yang agresif dapat memberikan daya manfaat yang lebih besar, misalnya terpublikasikannya daerah pesisir pantai dengan lebih luas, mendatangkan wisatawan lebih banyak, serta menghasilkan Pendapatan Asli Daerah yang lebih optimal dengan tetap memperhatikan sinergitas kemitraan dengan masyarakat dan pihak swasta. Untuk menentukan strategi yang tepat dalam pengembangan pariwisata, setelah dilakukan identifikasi SWOT, maka diperlukan cara untuk meminimalisir kelemahan dan ancaman dan ada. Kelemahan dalam strategi pengembangan pariwisata adalah Sumber Daya Manusia internal pariwisata yang belum memenuhi beberapa kriteria baik secara kualitas maupun kuantitas, terbatasnya sarana dan prasarana pariwisata seperti akses jalan, serta terbatasnya dana. Kelemahan terkait Sumber Daya Manusia internal pariwisata dapat diatasi dengan menyelenggarakan pelatihan, seminar maupun bentuk-bentuk lain yang dapat menambah kapasitas dan pengetahuan terkait pengembangan pariwisata. Dari segi kuantitas, dari pihak pemerintah daerah dapat melakukan rekruitmen Sumber Daya Manusia yang baru dengan memenuhi standar dan kriteria yang ditetapkan. Salah satu contohnya adalah dengan melakukan rekrutimen SDM pengembangan pariwisata dari lulusan sekolah tinggi
99
pariwisata. Selanjutnya untuk mengatasi terbatasnya sarana dan prasarana, misalnya tentang jalan telah dilakukan proses perbaikan. Akses jalan menuju obyek pariwisata mulai diperbaiki oleh Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi wisatawan. Beberapa akses jalan yang dinilai terlalu sempit, dilebarkan dengan cara memotong sebagian gunung kapur di kiri dan kanan badan jalan. Melalui usaha pelebaran jalan tersebut diharapkan wisatawan
dapat
melakukan
perjalanan
wisata
dengan
nyaman.
Selanjutnya tentang terbatasnya dana, dari pihak Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga telah berusaha menjaring dana dan menjalin kerjasama dan departemen lain yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata, misalnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dinas Perhubungan, dan Bina Marga. Selain itu menjalin kerjasama dengan pihak swasta juga akan meminimalisir terbatasnya dana dalam penyediaan sarana dan prasarana pariwisata. Ancaman yang diprediksi terjadi dalam pengembangan pariwisata adalah polusi yang datang dari kendaraan wisatawan dan pergeseran budaya lokal karena interaksi masyarakat dengan wisatawan. Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, kabupaten Pacitan telah mempersiapkan banyak hutan untuk mengurangi polusi udara. Hutan-hutan yang ada di Pacitan juga telah dipersiapkan sebagai taman wisata yang bertema tentang lingkungan. Sedangkan untuk pergeseran budaya, berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Pemerintah setempat, pergeseran budaya belum banyak terjadi. Setelah mengetahui dan meminimalisir kekurangan dan
100
ancaman yang ada, maka sesuai diagram SWOT, pengembangan pariwisata Pacitan dapat lebih fokus pada kekuatan dan peluang yang ada sehingga dapat menerapkan growth oriented strategy. Selanjutnya
penetapan
tujuan
jangka
panjang
merupakan
pengembangan dari fungsi dan tugas pokok Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga. Penetapan tujuan jangka panjang tersebut tercantum dalam Peraturan Bupati Pacitan Nomor 43 Tahun 2007 tentang Uraian Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga. Untuk pencarian strategi alternatif Dinas
Kebudayaan,
Pariwisata,
Pemuda
dan
Olah
Raga
lebih
menggencarkan marketisasi melalui promosi dengan berbagai media. Pada akhirnya pemilihan strategi pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai adalah berdasarkan daftar prioritas dan penambahan fasilitas bagi pantai-pantai yang telah masuk ke dalam daftar prioritas tersebut. Salah satu pantai yang pengembangannya diperhatikan oleh pemerintah adalah Pantai Teleng Ria. Pantai tersebut berlokasi dekat dengan pusat kota kabupaten, sehingga akses untuk menuju ke pantai tersebut sangat mudah. Pantai Teleng Ria juga telah memiliki berbagai fasilitas, antara lain MCK, mushola, bumi perkemahan, arena outbond, gardu pandang, serta kios tempat berjualan. Sejak tahun 2008 Pantai Teleng Ria telah dikelola oleh pihak swasta sehingga fasilitas yang dimiliki oleh Pantai Teleng Ria pun bertambah. Fasilitas tersebut antara
101
lain adalah bungalow, restaurant, café, gardu pandang, kolam renang, arena bermain anak dan sebagainya. Melalui pengelolaan Pantai Teleng Ria oleh swasta, maka pemerintah daerah telah menerapkan sistem good governance, di mana pemerintahan yang baik adalah yang melibatkan tiga pilar, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Pengelolaan pantai oleh pihak swasata tersebut membawa beberapa dampak bagi Kabupaten Pacitan secara umum yang dipandang sebagai dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif yang muncul adalah masyarakat di sekitar pantai yang merasa senang dengan kehadiran swasta, yaitu PT. El John yang dipercaya sebagai perusahaan profesional yang memiliki konsep dalam penataan objek pariwisata pantai. Pantai Teleng Ria yang dikelola oleh PT. El John tersebut menjadi pantai yang lebih indah, tertata dengan baik, bersih, serta memberikan fasilitas yang mengakomodir kepentingan wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan manca negara. Pihak swasta juga telah membantu pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana yang belum dibangun oleh pihak pemerintah serta
membantu memperoleh Pendapatan Asli Daerah
meskipun menggunakan sistem bagi hasil dengan pihak swasta. Manfaat yang diperoleh masyarakat adalah terkaryakannya masyarakat untuk membangun kemandirian ekonomi melalui kegiatan jual beli dan juga jasa. Melalui pembangunan sarana dan prasarana serta kebutuhan untuk mengelolanya, baik berupa tindakan kebersihan maupun perawatan, pihak swasta membutuhkan karyawan, sehingga pihak swasta memberi
102
kesempatan masyarakat untuk turut berpartisipasi. Selain itu pihak swasta juga memberikan keleluasaan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan jual beli di dalam area pantai serta memberikan fasilitas berupa tempat berjualan yang disewakan dengan harga yang terjangkau. Menurut Masyhudzulhak guideline dalam pengelolaan sumberdaya pesisir memiliki tujuan 1) secara ekologis haruslah dapat menjamin kelestarian sumber daya pesisir, 2) secara ekonomi dapat mendorong dan meningkatkan taraf hidup masyarakat serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan tetap mempertahankan stabilitas produktivitas sumberdaya pesisir, 3) secara sosial budaya memberikan ruang bagi kearifan lokal dan pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam kebijakan dan pembangunan, 4) secara kelembagaan dan hukum dapat menjadi payung dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan menjamin tegaknya hukum serta penguatan kelembagaan, 5) dalam bidang pertahanan dan keamanan sebagai garda terdepan dalam mewaspadai potensi-potensi yang akan mengganggu kepertahanan dan kemanan baik di perairan maupun Zona Ekonomi Eksklusif, terutama dalam menjaga sumber daya pesisir dan kelautan. (Masyhudzulhak, 2011: 333-334). Berdasarkan pernyataan tersebut, Pantai Teleng Ria telah memenuhi guideline pengelolaan daerah pesisir karena dengan pengelolaan pantai yang melibatkan tiga pilar good governance tersebut telah berusaha untuk melaksanakan pelestarian sumber daya pesisir dan memaksimalkan potensinya, salah satunya adalah potensi
103
pariwisata. Potensi pariwisata yang ada telah dikembangkan sedemikian rupa tanpa merusak alam yang ada. bahkan di area pantai tersebut terdapat bumi perkemahan yang merupakan hutan lindung dan ditumbuhi oleh pohon-pohon yang masih terjaga kelestariannya. Potensi lain sumber daya pesisir adalah potensi perikanan, di mana ikan-ikan laut ditangkap dengan metode konvensional yaitu penjaringan ikan di laut, tidak menggunakan bahan peledak, racun dan sejenisnya yang dapat membahayakan ekosistem dan habitat laut. Hal-hal lain yang dapat merusak ekosistem adalah masalah sampah yang dibuang secara sembarangan di sekitar pantai, namun upaya untuk membersihkan sampah tersebut tetap dilakukan oleh pihak pengelola pantai. Secara ekonomi pengelolaan daerah pesisir menjadi objek pariwisata pantai dapat mendorong dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa seiring pengelolaan pantai timbul pula usaha-usaha masyarakat di bidang ekonomi, yaitu jual beli dengan berbagai jenis barang dagangan, antara lain warung makanan dan minuman, gorengan ikan laut, cindera mata berupa batu akik yang merupakan khas Kabupaten Pacitan, souvenir lain seperti kaos dan aksesoris,
makanan khas Pacitan dan sebagainya.
Pengelola pantai juga merekrut pegawai dari masyarakat setempat, sehingga dapat dikatakan bahwa pengembangan objek pariwisata pantai dapat
membuka
lapangan
pekerjaan
dan
meminimalisir
jumlah
pengangguran. Fakta-fakta yang dijelaskan tersebut menumbuhkan
104
harapan tersendiri dengan berbagai aktivitas dan partisipasi masyarakat tersebut dapat meningkatkan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Pengembangan pariwisata pantai ini juga memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam kebijakan dan pembangunan. Sejak awal pemerintah mencoba untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan kebijakan, terbukti dengan diadakannya sosialisasi terkait dengan wacana pengadaan kerjasama dengan pihak swasta. Pengawalan kebijakan pasca kerjasama dengan swasta pun dilakukan oleh masyarakat, salah satunya adalah dengan bentuk protes terhadap pemerintah atas dampak dari kerjasama
yang
dilakukan
oleh
pihak
swasta
yang
dianggap
mengeksploitasi sumber daya alam di Pantai Teleng Ria. Selanjutnya pengawalan kebijakan tersebut berpengaruh kepada perbaikan payung hukum yang didesign oleh pemerintah, setelah mengalami berbagai protes dan penyelesaian masalah melalui prosedur hukum. Dampak lain yang muncul dari pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai khususnya di Pantai Teleng Ria adalah dampak negatif. Beberapa oknum masyarakat mengklaim bahwa pihak swasta telah melakukan eksploitasi sumber daya alam di Pantai Teleng Ria dan menyebabkan dagangan masyarakat setempat menjadi kurang laris. Oleh karena itu beberapa oknum tersebut menghimpun massa dan melakukan protes terhadap pemerintah daerah. Konflik tersebut berlanjut ke tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara di Jawa Timur yang menghasilkan keputusan untuk menyelesaikan masalah tersebut secara
105
damai. Setelah keputusan sidang tersebut, pemerintah mencoba untuk kembali bersinergi bersama masyarakat dan pihak swasta, oleh karena itu salah satu bentuk untuk mengakomodir hak masyarakat adalah dengan tidak menarik retribusi bagi masyarakat setempat yang beraktivitas di sekitar pantai. Pemerintah dan pihak swasta juga membangun kios-kios sebagai tempat masyarakat untuk melaksanakan jual beli di area pantai dengan sewa kios yang relatif murah yaitu sebesar Rp. 3.000,00 per hari. Beberapa saat setelah itu kembali muncul konflik yang berakar dari masalah yang sama, sehingga terjadi pemutusan kontrak kerja dengan pihak swasta. Oknum masyarakat yang melakukan protes tersebut mendapatkan beberapa celah untuk kembali melakukan protes kepada pemerintah dan swasta dengan mengatasnamakan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Oleh karena itu pemerintah dan pihak swasta terpaksa harus menghentikan kontrak kerjasama tersebut. Namun sisi positif dari konflik tersebut juga didapatkan oleh pemerintah dan pihak swasta, yaitu pembenahan prosedur pengelolaan pantai. Pemerintah lalu mengadakan pelelangan dengan sistem yang lebih terbuka dan transparan, sehingga masyarakat dapat mengakses segala informasi terkait pelelangan tersebut dengan lebih baik. Setelah pemutusan kontrak kerja tersebut kondisi Pantai Teleng Ria menjadi tidak terawat, wahana permainan dan kolam renang berhenti beroperasi, tidak ada retribusi untuk setiap pengunjung pantai sehingga pengunjung hanya membayar parkir, bungalow dan café tidak beroperasi,
106
kondisi pantai menjadi lebih kotor, petugas dari TIM SAR tidak berjaga secara penuh dan sebagainya. Pantai dengan kondisi peralihan tersebut belum ditangani secara baik, sehingga masyarakat sekitar berharap meski dalam kondisi peralihan pantai tetap memerlukan pengelola yang profesional. Kasus yang terjadi dalam pengelolaan Pantai Teleng Ria tersebut membawa hal yang positif, antara lain sebagai berikut: 1.
Masyarakat menjadi lebih kritis dalam mengawal setiap kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat telah berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan di daerah.
2.
Pemerintah mendapatkan masukan dari masyarakat, sehingga kebijakan yang diterapkan juga mengakomodir aspirasi masyarakat.
3.
Melalui protes yang dilakukan masyarakat kepada pemerintah menjadikan pemerintah melakukan evaluasi terhadap kinerjanya, sehingga dapat melakukan perbaikan secara procedural maupun secara hukum melalui proses pelelangan yang terbuka dan akses informasinya dapat diketahui oleh khalayak umum.
4.
Kondisi pantai tanpa pengelola tersebut menunjukkan kepada masyarakat bahwa pantai memerlukan pengelola yang telah profesional di bidang pengelolaan pariwisata, baik itu dari pihak pemerintah maupun pihak swasta. Masyarakat juga terdidik bahwa pengelolaan
pantai
memerlukan
hubungan
kemitraan
antara
107
pemerintah, swasta dan masyarakat untuk bersama melaksanakan pengembangan pantai tersebut. Strategi
pengembangan
pantai
yang
diterapkan
memang
menghasilkan dua dampak, yaitu dampak positif dan negatif, serta memiliki faktor-faktor yang mendukung serta faktor-faktor yang menghambat. Oleh karena itu pemerintah, swasta maupun masyarakat membutuhkan tindakan evaluasi yang tepat untuk merumuskan strategi baru. Suwantoro (2004:35) menyebutkan bahwa dalam pengembangan pariwisata membutuhkan modal baik dari pemerintah maupun dari pihak swasta, serta membutuhkan dukungan dari masyarakat setempat. Dalam beberapa hal pemerintah memiliki sumber daya yang terbatas, seperti yang disebutkan dalam kelemahan yang dimiliki oleh pihak pemerintah, yaitu keterbatasan Sumber Daya Manusia, keterbatasan sarana dan prasarana serta keterbatasan dana. Oleh karena itu pihak swasta memiliki peluang yang besar untuk turut serta dalam pengembangan pariwisata. Namun investasi merupakan salah satu beban tersendiri yang ditanggung oleh pihak swasta, sehingga sudah selayaknya bahwa investasi yang diberikan pihak swasta memberikan imbalan berupa hak-hak tertentu. Pemberian hak-hak tertentu tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan pihak lain. Berdasarkan analisis SWOT pengelolaan pantai yang diperoleh dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa jumlah kekuatan dan peluang lebih besar dari kelemahan dan ancaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa strategi yang
108
mendukung kebijakan pertubuhan agresif (growth aggressive strategy) di mana organisasi dapat memanfaatkan peluang yang ada. Peluang yang dimiliki adalah sistem pengembangan pariwisata yang tidak kenal waktu, batas dan wilayah, daya tarik wisata yang apabila dikelola dengan baik maka akan menghasilkan sumber pendapatan yang tidak ada batasnya, serta daya tarik wisata yang dikembangkan dapat memicu tercapainya kesejahteraan masyarakat. Peluang yang ada menunjukkan bahwa dalam pengembangan pariwisata dengan berbagai macam daya tariknya tidak dapat dilaksanakan sekaligus dan harus dilaksanakan secara bertahap. Didukung dengan kekuatan yang ada, yaitu potensi daya tarik wisata yang indah dan masyarakat serta pemerintah daerah yang mendukung pengembangan pariwisata, bisa menjadi kelebihan dalam mengembangkan objek pariwisata. Pemerintah daerah
yang
diwakili
oleh Dinas
Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga telah memiliki pilihan strategi yang tepat yaitu menyusun daftar prioritas pengembangan pantai dan fokus pada pengembangannya tanpa meninggalkan pemeliharaan pantai-pantai yang telah dikembangkan. Kasus yang terjadi pada Pantai Teleng Ria seharusnya memberi gambaran untuk mengoptimalkan peran masing-masing stakeholder dalam pengembangan pariwisata pantai, terutama pihak pemerintah sebagai policy maker. Optimalisasi peran masing-masing stakeholder sebagai tiga pilar good governance dapat dilakukan dengan mengadopsi prinsip-prinsip
109
good governance. Adapun bentuk adopsi dari prinsip-prinsip good governance tersebut adalah sebagai berikut: a.
Partisipasi masyarakat (Participation) Partisipasi masyarakat yang dimaksud adalah melibatkan masyarakat dalam setiap kebijakan yang akan diambil. Semua warga masyarakat memiliki suara yang sah untuk disampaikan baik secara langsung maupun
melalui
perwakilan
masyarakat.
Bentuk
partisipasi
masyarakat dalam pengembangan pariwisata pantai adalah turut serta dalam pengambilan kebijakan, menjadi pengawal saat implementasi kebijakan, serta menjadi evaluator kebijakan. Masyarakat sekitar pantai Teleng Ria telah melaksanakan perannya sebagai partisipan dalam pengambilan dan pelaksanaan kebijakan pengembangan pantai yang ada. Oleh karena itu pemerintah juga harus memfasilitasi masyarakat agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan dan pengelolaan pantai.
b.
Tegaknya supremasi hukum (Rule of Law) Penegakan supremasi hukum artinya adalah hukum harus adil dan tidak pandang bulu. Dalam kasus pengembangan pariwisata pantai tersebut hukum harus dapat melihat secara adil dalam mengelola konflik yang ada. Masyarakat sebagai pihak yang menggugat harus mendapatkan keadilan atas gugatannya, begitu pula pihak tergugat yaitu pemerintah dan swasta tidak kehilangan hak-haknya. Oleh
110
karena itu hukum memberikan win-win solution kepada ketiga pihak untuk menyelesaikan konflik yang ada. Untuk memperbaiki keadaan yang ada harus dimulai dari pembuatan payung hukum atau peraturan yang jelas serta mengakomodir kepentingan ketiga belah pihak, yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta.
c.
Transparansi (Transparancy) Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang terbuka dan jelas, sehingga setiap pihak yang berkepentingan dapat mengakses informasi dan melakukan pemantauan terhadap informasi tersebut. Hal ini menyangkut proses awal yaitu pengadaan kontrak kerjasama dengan pihak swasta yang informasinya harus terbuka dan diketahui oleh masyarakat dan pihak yang berkepentingan.
d.
Peduli pada Stakeholder (Responsiveness) Lembaga-lembaga
dan
seluruh
proses
pemerintahan
dapat
mengakomodir dan melayani semua pihak yang berkepentingan dengan baik.
e.
Berorientasi pada konsensus (Concencus Orientation) Tata pemerintahan yang baik dapat menjembatani masing-masing kelompok yang berkepentingan. Peran yang lebih dominan dilakukan oelh pihak pemerintah. Sebelum melaksanakan penandatanganan
111
kontrak kerja, pemerintah perlu untuk melaksanakan penelitian atau jaring pendapat masyarakat sebagai pihak yang akan bersentuhan langsung dengan dampak pengembangan pariwisata. Jaring pendapat tersebut berfungsi untuk mengetahui aspirasi masyarakat secara objektif, sehingga keputusan yang diambil pun tidak bersifat subjektif. Setelah melaksanakan jaring pendapat, maka keputusan yang akan diambil kembali dikoordinasikan dengan pihak-pihak yang terkait, apabila telah mencapai kata sepakat maka kontrak kerja pun ditandangani.
f.
Kesetaraan (Equality) Setiap elemen yang berkepentingan memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk melaksanakan pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai. kesetaraan tersebut adalah sebagai bentuk singergitas kerjasama dari ketiga pilar good governance sebagai stakeholder pengembangan pantai.
g.
Efektivitas dan efisiensi (Effectiveness and Eficiency) Proses-proses pemerintahan membuahkan hasil sesuai kebutuhan stakeholder dan dengan menggunakan sumber daya yang
ada
seoptimal mungkin. Dalam hal ini adalah pemerintah mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam dan daya tarik wisata yang optimal
112
sehingga bisa mendapatkan Pendapatan Asli Daerah yang juga optimal.
h.
Akuntabilitas (Accountability) Para pengambil keputusan baik di tingkat pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat memiliki bentuk pertanggungjawaban yang jelas mengenai pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai. Pemerintah bertanggungjawab dalam memberikan payung hukum atau peraturan yang jelas, mengakomodir hak-hak masyarakat sekitar pantai dan pihak swasta, serta melakukan fungsi kontrol terhadap
pelaksanaan
pengelolaan
pantai.
Masyarakat
bertanggungjawab untuk menjadi mitra pemerintah dan swasta dengan cara menjaga kebersihan serta sarana dan prasarana yang ada. Pihak swasta bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan dan penataan pantai dengan profesional serta tetap memperhatikan akses bagi masyarakat sekitar pantai.
i.
Visi strategis (Strategic Vision) Masing-masing elemen memiliki visi yang jauh ke depan serta menerapkan strategi yang tepat. Pihak yang paling berperan dalam hal ini adalah pemimpin dalam suatu lembaga, baik lembaga pemerintah, pihak swasta, maupun kelompok masyarakat. Pemerintah daerah harus memiliki visi strategis pengelolaan pantai dalam hal menjaga
113
keberlangsungan atau kelestarian sumber daya alam agar dapat dinikmati generasi-generasi selanjutnya. Hal tersebut dapat terwujud dengan cara menjaga potensi sumber daya alam yang ada, pengelolaan daya tarik wisata dengan baik tanpa melakukan eksploitasi yang berlebihan, serta mengawal penerapan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan daya tarik wisata. Pemerintah senantiasa harus menjadi pengawas dalam konsep yang ditawarkan pihak swasta seperti pelaksanaan kebijakan tata ruang di objek pariwisata dan sebagainya. Pemerintah juga harus memiliki visi strategis dalam mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah sehingga dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan yang melahirkan kesejahteraan masyarakat. Pihak swasta juga memiliki visi strategis dengan cara membina hubungan baik dengan pihak pemerintah dan masyarakat, memperhatikan ekosistem dalam pengembangan daerah pesisir dan sebagainya. Salah satu hal yang dapat dilaksanakan oleh pihak swasta dalam membangun hubungan baik dengan masyarakat adalah memberi akses khusus bagi masyarakat sekitar pantai, melaksanakan kewajiban pihak swasta dengan memberikan Corporate Social Responsibility (CSR) bagi masyarakat sekitar pantai. CSR tersebut juga menjadi salah satu sarana untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pihak masyarakat juga harus memiliki visi strategis dengan cara berusaha meningkatkan kualitas kehidupannya dengan menghidupkan fasilitas-fasilitas yang
114
ada, misalnya dengan membangun usaha mandiri di sekitar lokasi objek wisata. Melalui kegiatan usaha mandiri maka masyarakat dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya. Berkaitan dengan daerah pesisir pantai yang belum dikelola oleh pemerintah maupun swasta, memang memiliki kriteria tersendiri untuk diolah. Kriteria sebuah daerah pesisir untuk dapat dikelola dan ditanamkan investasi ke dalamnya antara lain adalah ketersediaan sarana dasar yaitu ketersediaan air bersih dan listrik. Selain ketersediaan sarana dasar, syarat investasi untuk sebuah daerah pesisir pantai adalah luas lahan kurang lebih 5 hektar, ketersediaan akses jalan untuk menuju lokasi pantai, dan adanya dukungan dari masyarakat. Berdasarkan kriteria tersebut, salah satu pantai yang memenuhi kriteria untuk dikelola oleh pihak swasta sejauh ini adalah Pantai Teleng Ria. Pantai-pantai lain yang memiliki potensi untuk dikelola oleh pihak swasta berdasarkan ketersediaan sarana dasar dan luas area adalah Pantai Srau dan Pantai Klayar. Kedua pantai saat ini sudah dikelola oleh pemerintah, sedangkan investasi dari swasta belum dilakukan. Pantai-pantai lain seperti Pantai Soge yang berada di bagian timur Pacitan memang belum dikelola oleh pemerintah, tapi hal tersebut telah menggerakkan inisiatif masyarakat untuk mengelola potensi yang ada, meski sarana dan prasarana terbatas. Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat dan pemerintah desa memiliki harapan tersendiri kepada Pemerintah Daerah untuk mengembangkan Pantai Soge dan menambah fasilitas atau sarana prasarana di Pantai Soge. Berhubungan dengan hal
115
tersebut, Pantai Soge adalah salah satu pantai yang potensial untuk dikembangkan, karena berada di Jalur Lintas Selatan yang baru selesai dibangun, sehingga apabila Pantai Soge dikembangkan, maka akan menjadi tempat yang menarik untuk menjadi tempat singgah dalam perjalanan. Berdasarkan lokasinya yang strategis berada di Jalur Lintas Selatan, kawasan Pantai Soge berpotensi untuk dijadikan rest area, di mana para pengendara dapat beristirahat di lokasi tersebut sambil menikmati pemandangan indah yang disajikan oleh Pantai Soge. Hal tersebut didukung oleh adanya jembatan Soge yang dibangun oleh Pemerintah bersama dengan dibukanya Jalur Lintas Selatan yang menambah keindahan daerah tersebut. Oleh karena itu sudah selayaknya pemerintah melakukan campur tangan terhadap pengelolaan pantai yang ada, salah satunya untuk mencapai tujuan menyejahterakan kehidupan masyarakat. Melalui kegiatan pengembangan pariwisata pantai diharapkan dapat menambah Pendapatan Asli Daerah yang dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan serta menumbuhkan kemandirian ekonomi masyarakat. Jumlah daerah pesisir pantai yang ada di wilayah Kabupaten Pacitan sangat banyak dengan potensi keindahan alam yang khas sehingga perlu sentuhan dari banyak pihak untuk mengembangkannya, baik dari pihak pemerintah, swasta dan juga masyarakat. Pengembangan yang dilakukan memang membutuhkan banyak waktu, biaya dan juga energi yang lain, namun hasil dari pengembangan tersebut dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama.
116
Berdasarkan kondisi pengembangan pantai di mana dari 22 pantai yang dimiliki sebagai aset potensial di Kabupaten Pacitan baru ada 5 pantai yang dikelola menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata pantai belum
diselenggarakan
dengan
optimal.
Namun
penyelenggaraan
pengembangan pantai tersebut terjadi karena adanya hambatan-hambatan yang ada, salah satu hambatan yang palin riil adalah hambatan finansial. Menyikapi isu strategis yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011-2016 tentang belum optimalnya pengelolaan sumber daya alam, di mana sumber daya alam pariwisata adalah salah satunya, harus ada tindak lanjut atas isu strategis tersebut, salah satunya adalah dengan mengembangkan daerah pesisir pantai sebagai objek pariwisata dengan strategi tertentu. Langkah yang seharusnya ditempuh pemerintah saat ini adalah evaluasi atas strategi implementasi yang telah dilakukan dalam mengembangkan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai. Strategi evaluasi seperti yang dijelaskan oleh David (2009:5) mencakup tiga bagian yaitu peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi saat ini, pengukuran kinerja dan pengambilan langkah korektif. Evaluasi yang terjadi di Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga dalam menjalankan pengembangan pariwisata meliputi dua macam evaluasi, yaitu evaluasi internal dan evaluasi eksternal. Evaluasi internal dilakukan di dalam tubuh organisasi sendiri,
117
sedangkan evaluasi eksternal datang dari luar organisasi, yaitu salah satunya dari masyarakat. Konflik yang sempat terjadi dengan masyarakat sebenarnya adalah salah satu bentuk evaluasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah sebagai policy maker, di samping sebagai bentuk pengawalan kebijakan. Evaluasi internal digunakan untuk melaksanakan langkah-langkah korektif atas adanya evaluasi eksternal. Salah satu bentuknya adalah menambah fasilitas yang mengakomodir kepentingan dan tuntutan masyarakat, seperti tempat berjualan dan akses untuk masuk dan beraktivitas di pantai tanpa adanya retribusi. Selain evaluasi mengenai pengembangan Pantai Teleng Ria yang telah melibatkan tiga pilar good governance, pemerintah juga perlu mengadakan evaluasi terkait pengembangan pantai yang belum dikelola secara optimal. Lima pantai yang telah dikelola oleh pemerintah tersebut dapat memberikan Pendapatan Asli Daerah untuk Kabupaten Pacitan, terlebih jika pantai-pantai lain juga dikembangkan dengan optimal, maka akan melipatgandakan jumlah Pendapatan Asli Daerah dari yang semula. Langkah korektif yang perlu disadari oleh semua stakeholder yang terlibat adalah dengan diadakannya pengembangan pariwisata pantai maka akan mendatangkan daya manfaat yang besar. Seperti yang disebutkan oleh Suwantoro (1994:36) bahwa keuntungan pengembangan pariwisata antara lain adalah keuntungan yang didapat dari nilai tukar mata uang asing, pendapatan pemerintah, stimuli pengembangan regional, dan penciptaan tenaga kerja serta peningkatan pendapatannya. Menyadari daya manfaat
118
yang bisa didapatkan dalam aktivitas pengembangan wisata pantai, maka sudah selayaknya pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai harus dilaksanakan secara optimal. Berdasarkan uraian di atas strategi pngembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai yang meliputi strategi formulasi, strategi implementasi dan strategi evaluasi telah dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan bersama dengan mitra kerjanya yaitu swasta dan masyarakat. Namun dalam penerapan strategi tersebut belum dijalankan secara optimal karena masih ada faktor-faktor penghambat dalam pengembangan daerah pariwisata pantai tersebut. Ada banyak hal yang masih belum dijalankan secara optimal, terutama dalam pengembangan daerah pariwisata pantai yang belum dikelola oleh pemerintah. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suwantoro (2004:56) ada beberapa kebijaksanaan pengembangan pariwisata yang dikenal dengan Sapta Kebijaksanaan Pengembangan Pariwisata. Kebijaksanaan tersebut dapat menjadi strategi dalam penyelenggaraan pengembangan pariwisata yaitu sebagai berikut: 1.
Promosi Promosi pada hakikatnya harus melaksanakan upaya pemasaran. Strategi yang telah diterapkan oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga terkait dengan promosi adalah dengan marketisasi melalui internet dengan alamat www.pacitantourism.com, melalui booklet, leaflet, VCD dengan icon Pacitan is Paradise of
119
Java, serta mengikuti pameran pariwisata di tingkat regional maupun nasional. Ada beberapa sarana lain yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan promosi wisata pantai, antara lain melalui duta wisata dan promosi daya tarik wisata berbasis budaya. Untuk duta wisata dapat dilakukan dengan menjadikan pemuda-pemudi Pacitan yang belajar ke luar daerah sebagai duta wisata yang menjadi agen untuk menyebarluaskan daya tarik wisata kepada masyarakat di daerah lain. Sedangkan untuk promosi daya tarik wisata berbasis budaya adalah dengan mengadakan kegiatan kebudayaan di daya tarik wisata tertentu dan dipublikasikan ke media massa. Selain identik dengan pariwisata pantai, Pacitan juga memiliki banyak wisata budaya yang menarik, antara lain wayang beber, tari eklek, jaranan plok, kethek ogleng dan sebagainya. Wisata budaya tersebut dapat diadakan di darah pesisir pantai yang akan dikembangkan bersamaan dengan event tertentu, seperti Ulang Tahun Kabupaten Pacitan dan sejenisnya. Melalui penggabungan wisata budaya dan daya tarik wisata pantai maka ada dua keuntungan yang diperoleh dari kegiatan tersebut, yaitu marketisasi wisata budaya sekaligus wisata pantai kepada khalayak umum.
2.
Aksebilitas Aksebilitas merupakan salah satu aspek penting yang mendukung pengembangan pariwisata, karena menyangkut pengembangan lintas
120
sektoral. Aksebilitas yang dimaksud adalah akses jalan untuk menuju objek pariwisata tersebut. Oleh karena itu pemerintah perlu memperbaiki dan menyediakan akses jalan yang mudah untuk menuju objek pariwisata. Saat ini penyediaan akses jalan menuju objek pariwisata telah mengalami perbaikan yang pesat, seperti jalan menuju Pantai Klayar yang semula sempit telah diperbaiki dengan pelebaran jalan. Begitu juga dengan daerah pesisir sepanjang Kecamatan Kebonagung, Tulakan dan Ngadirojo yang berada di Jalur Lintas Selatan. Perbaikan aksebilitas tersebut adalah salah satu upaya untuk memperbaiki fasilitas yang diperlukan oleh wisatawan yang berkunjung ke daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Pacitan.
3.
Kawasan Pariwisata Kawasan pariwisata dikembangkan dengan meningkatkan peran serta pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pembangunan. Hal ini berkaitan dengan pengembangan sarana dan perasarana seperti akomodasi, restoran, usaha rekreasi dan hiburan umum, gedung pertemuan, perkemahan, pondok wisata, pusat informasi wisata dan pramuwisata. Pemerintah bersama swasta dan masyarakat sekitar daerah pesisir pantai telah mencoba untuk menyediakan sarana akomodasi, restoran dan pondok wisata di sekitar objek pariwisata Pantai Teleng Ria. Begitu juga dengan tempat perkemahan dan usaha rekreasi telah tersedia di Pantai Teleng Ria. Namun, hal tersebur
121
belum terpenuhi di pantai-pantai yang lain, sehingga ketiga pilar good government tersebut perlu untuk memperhatikan penambahan sarana dan prasarana di pantai-pantai yang belum dikelola.
4.
Wisata bahari Jenis pariwisata pantai menawarkan wisata bahari dengan berbagai macam keindahannya. Pantai Pacitan bahkan sering dikunjungi oleh wisatawan manca negara dengan salah satu tujuannya adalah surfing. Oleh karena itu promosi bahari juga sangat potensial untuk dikembangkan.
5.
Produk wisata Produk wisata yang dimaksud adalah keindahan yang ditawarkan oleh pantai-pantai tersebut dengan berbagai potensinya. Produk wisata juga bisa berarti produk-produk unggulan dan khas dari daerah yang dapat ditawarkan di daerah daya tarik wisata. Untuk Pacitan karena banyak terdapat laut, maka hasil laut menjadi produk unggulan. Selain itu juga terdapat sentra usaha batu akik yang dikreasikan menjadi berbagai perhiasan.
6.
Sumber Daya Manusia Salah satu modal dasar dalam pengembangan pariwisata pantai adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dimaksud dapat
122
berupa pramuwisata yang bertugas untuk memberikan jasa pelayanan pariwisata dan juga masyarakat sekitar daerah pariwisata. Wisatawan akan lebih tertarik dan merasa nyaman bersama masyarakat yang ramah terhadap wisatawan.
7.
Kampanye Nasional Sadar Wisata Menyikapi tentang Kampanye Nasional Sadar Wisata yang turut berperan dalam menegakkan disiplin nasional dan menguatkan jati diri bangsa Indonesia melalui kegiatan kepariwisataan, pemerintah daerah telah membentuk Kelompok Sadar Wisata yang terdiri dari masyarakat sekitar pantai yang beraktivitas di pantai dan objek pariwisata lainnya,serta masyarakat yang tergabung dalam komunitas pedagang dan terlibat dengan kegiatan pariwisata. Sedangkan dari Kementerian Dalam Negeri juga telah membentuk Kelompok Masyarakat Ekowisata untuk mendukung Kampanye Nasional Sadar Wisata. Kelompok-kelompok tersebut perlu diperbanyak terutama di daerah pesisir pantai yang belum dikelola oleh pemerintah. Kelompok Sadar Wisata yang dibentuk di daerah pesisir pantai yang belum dikelola pemerintah tersebut dapat menjadi motor penggerak inisiatif masyarakat untuk mendayagunakan potensi pantai yang ada meskipun dengan sarana dan prasarana yang terbatas sehingga dapat memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar.
123
Melalui optimalisasi peran masing-masing good governance dalam pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai diharapkan potensi yang telah tercipta dapat menjadi aset untuk mengupayakan kesejahteraan masyarakat dan mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peran masing-masing stakeholder harus berjalan dengan harmoni dan tidak saling merugikan. Setiap kebijakan yang diambil untuk melakukan pengembangan daerah pesisir sebagai objek pariwisata pantai harus merata, sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam pengembangan pariwisata, meskipun tetap ada daftar prioritas pengembangan pariwisata.