BAB 3 Metode dan Perancangan 3.1 Metode Penelitian Metode pengembangan sistem yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Linear Strategy.
Gambar 3.1 Linear Strategy (Sarwono. 2007)
Pada gambar 3.1 dapat dilihat Linear Strategy atau strategi garis lurus yang menerapkan urutan logis pada tahapan perancangan yang sederhana dan relatif sudah dipahami komponennya. Strategi ini sesuai dengan tipe perancangan pada penelitian ini yang mana pada prosesnya suatu tahap yang dimulai setelah tahap sebelumnya diselesaikan, demikian seterusnya. Tahapan secara garis besar dalam perancangan Buku Cerita Ilustrasi Wayang Asli Indonesia dapat dilihat pada gambar 3.2 sebagai berikut.
Gambar 3.2 Tahapan–Tahapan Perancangan
14
15
1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalah langkah awal dalam perancangan Buku Cerita Bergambar Antareja ini. Data yang dikumpulkan berupa data verbal dan juga visual tentang Antareja dan juga hal-hal yang mendukung perancangan ini. 2. Analisis Data Verbal dan Visual Setelah dikumpulkan data verbal dan juga visual. Maka selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan analisis data tersebut menjadi poin penting secara ringkas yang selanjutnya diperlukan untuk perancangan konsep dari produk ini. 3. Konsep Perancangan Pada tahap ini setelah poin-poin penting tadi didapatkan dan dianalisa digunakan sebagai dasar dalam merancang konsep produk ini. Setelah konsep ditemukan, selanjutnya adalah mengeksekusi konsep tersebut dalam bentuk sketsa, lalu dilanjutkan dengan hasil komprehensif secara digital. Untuk hasil akhir berupa dummy dari produk buku cerita bergambar lakon Antareja yang sudah dirancang sebelumnya. 4. Pengujian Langkah akhir dalam perancangan ini adalah pengujian terhadap konsep yang sudah dirancang dan diaplikasikan dalam bentuk dummy untuk mengetahui seberapa besar produk ini berhasil. Pengujian dilakukan dengan cara kuantitatif kepada orang yang lebih mengerti tentang unsur-unsur dalam perancangan ini, dan juga secara kualitatif yaitu penyebaran kuisioner kepada target masyarakat.
3.2 Tahap Pengumpulan Data Langkah pertama yang dilakukan dalam perancangan ini adalah pengumpulan data. Pada perancangan ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan juga mencari pada sumber-sumber yang berhubungan dengan Wayang Asli Indonesia baik dalam bentuk buku, artikel, maupun naskah pendalangan. Pengumpulan data dengan wawancara dilakukan seorang dalang senior yang sudah lama berkecimpung didalam dunia pendalangan bernama Ki Jlitheng Suparman. Wawancara juga dilakukan kepada
16
seorang penulis novel wayang yang sudah menerbitkan beberapa buku cerita tentang wayang bernama Pitoyo Amrih. Beberapa judul novel yang sudah diterbitkan seperti Antareja-Antasena; Jalan Kematian Para Ksatria, Narasoma; Ksatria Pembela Kurawa, the darkness of
Gatotkaca,
Pertempuran 2 pemanah, Arjuna-Karna, Perjalanan Sunyi Bisma Dewabrata, Memburu Kurawa, Pandawa Tujuh, Wisanggeni Membakar Api. Pengumpulan data ini sangat diperlukan untuk menganalisa tokoh atau lakon wayang yang mana saja yang cukup berpengaruh dan juga berpotensi untuk diangkat ceritanya menjadi sebuah buku cerita. a.
Studi Pustaka Pengumpulan data dengan melakukan studi pustaka ini dimaksudkan untuk mencari data-data tentang hal-hal yang berkaitan dengan lakon Antareja pengumpulan data ini dilakukan dengan mencari sumber-sumber referensi berupa laporan studi terdahulu, karya ilmiah dan buku-buku yang mendukung dalam perancangan ini yang berkaitan dengan lakon Antareja. Dari studi pustaka ini didapatkan informasi tentang lakon Antareja yang berupa bentuk fisik Antareja, sifat karakter, dan alur cerita serta lakon-lakon pendukung lain yang terlibat dalam kisah Antareja mulai dari lahirnya sampai matinya. Buku-buku yang dijadikan sumber referensi yang mendukung diantarenya adalah buku Ensiklopedi Wayang, Buku Wayang: Koleksi Museum Jawa Tengah, buku novel Antareja-Antasea:Jalan Kematian Para Ksatria, dan Wisanggeni Membakar Api karya dari Pitoyo Amrih.
b.
Pengumpulan Data Verbal Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner awal kepada responden yang merupakan target audience dan juga melalui wawancara. Kuisioner awal diberikan kepada 35 responden yang memenuhi kriteria-kriteria target dari perancangan ini. Tujuan dari dilakukannya kuisioner awal ini adalah untuk mengetahui seberapa kenalkan masyarakat khususnya target audience dari perancangan ini terhadap cerita-cerita wayang terlebih tentang cerita Antareja.
17
Pengumpulan data juga dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti, tetapi apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam teknik pengumpulan data ini berdasarkan dari laporan tentang diri sendiri selfreport, atau setidak-tidaknya dari pengetahuan keyakinan probadi. (Sugiyono, 2010). Wawancara dilakukan kepada orang yang lebih mengetahui tentang cerita-cerita wayang. Narasumber pertama dari wawancara tersebut adalah pak Jlitheng Suparman yang merupakan seorang dalang dari Wayang Kampung Sebelah. Wawancara terhadap pak Jlitheng ini dilakukan untuk mengetahui permasalah-permasalah apa saya yang ada dalam dunia perwayangan dari sudut pandang seorang dalang. Kemudian narasumber kedua adalah seorang penulis novel wayang yang bernama pak Pitoyo Amrih. Pak Pitoyo Amrih sendiri sudah menerbitkan beberapa judul novel wayang termasuk novel yang bercerita tentang Antareja yang berjudul Antareja-Antasena; Jalan Kematian Para Ksatria. Wawancara terhadap beliau adalah ingin menggali tentang bagaimana cara penyampaian cerita wayang yang dikemas dalam bentuk media yang berbeda dari media yang biasanya dilakukan. c.
Pengumpulan Data Visual. Data visual diperoleh dari sumber-sumber di buku maupun dari sumber lain. Berikut adalah gambar lakon Antareja dalam bentuk wayang purwa dan bentuk ilustrasi wayang orang.
18
(a)
(b)
Gambar 3.3 a Antareja dalam bentuk wayang purwa Gambar 3.3 b Antareja dalam bentuk ilustrasi wayang orang
3.3 Analisis Data Visual dan Data Verbal.
Dari data-data yang sudah terkumpul, maka akan diambil tiap poin yang penting, yang nantinya akan digunakan untuk pembuatan konsep buku Cerita ini. Berdasarkan hasil wawancara kepada narasumber dan juga
penyebaran
kuisioner
kepada
responden.
Maka
didapatkan
kesimpulan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cerita-cerita wayang terutama Antareja.
2.
Masyarakat lebih menyukai cerita-cerita superhero dari luar daripada cerita dari Indonesia sendiri.
3.
Antareja merupakan lakon yang sesuai untuk diangkat dalam perancangan ini karena memiliki cerita yang unik dan penuh nilai moral dalam dunia perwayangan.
4.
Perlu adanya suatu pengembagan media untuk kembali mengemas cerita-cerita wayang yang ada di Indonesia untuk menarik kembali minat masyarakat terhadap cerita-cerita wayang.
3.4 Konsep Perancangan Selanjutnya adalah tahap perancangan produk. Dalam perancangan produk ini dibagi lagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut.
19
Gambar 3.4 Proses Perancangan
Setelah didapatkan kesimpulan dari data verbal dan juga visual kemudian dilanjutkan dengan merancang konsep dari produk yang akan dibuat. Konsep dasar dari perancangan produk ini adalah membuat sebuah buku cerita bergambar tentang cerita riwayat satu ataupun lebih tokoh wayang mulai dari lahir sampai matinya. Pada produk ini cerita dibuat dengan menggunakan gaya bahasa yang tidak terlalu kaku namun tidak menghilangkan unsur-unsur jawa seperti pada penggunaan kata-kata tertentu agar lebih mudah diterima oleh masyarakat saat ini. Nilai moral yang ingin disampaikan dari produk ini adalah sifat dari Antareja itu sendiri yang jujur dan selalu patuh terhadap nilai-nilai kebaikan yang selalu diajarkan oleh kakeknya. Ketika dia menerima takdir untuk tidak ikut dalam perang Barathayuda dan diharuskan mati, Antareja menunjukkan sikap seseorang yang berjiwa besar dalam menerima takdirnya meskipun ilmu dan kesaktian yang dia miliki sangat tinggi. Pada tahap ini semua poin penting yang sudah dianalisis kemudian disatukan untuk merancang konsep dari Buku Cerita Ilustrasi Wayang Asli Indonesia ini. Dalam proses pengerjaannya terdapat 2 standar pengerjaannya, yaitu standar visual yang meliputi desain karakter lakon, ilustrasi cerita, dan tipografi. Yang berikutnya adalah standar aplikasi yang meliputi format buku dan bahan yang akan digunakan. Kemudian langkah selanjutnya adalah mewujudkan konsep perancangan kedalam program perancangan. Proses pertama yang dilakukan adalah membuat cerita tentang lakon Antareja dan juga Antasena yang disebut juga Lakon Banjaran. Setelah cerita tentang lakon tersebut selesai, maka yang selanjutnya adalah membuat ilustrasi untuk melengkapi cerita tersebut. Proses pengilustrasian diawali dengan memilih bagian-bagian pada
20
cerita yang menarik atau juga cukup menonjol untuk diilustrasikan. Setelah itu dilanjutkan dengan membuat sketsa kasar dari scene cerita tersebut. Setelah sketsa kasar selesai kemudian dilanjutkan dengan blocking warna, lalu coloring dan yang terakhir adalah finishing dan enhanching. Setelah semua proses tersebut selesai dilakukan, pada hasil akhirnya akan dibuat dummy dari buku ilustrasi yang sudah dirancang.
3.4.1 Khalayak Sasaran. Karakteristik dari target audience meliputi empat aspek, yaitu demografis, geografis, dan behaviorial. Dengan mengetahui keempat aspek tersebut maka akan lebih mudah dalam mengolah gaya dan unsur desain yang tepat dalam proses perancangan. Target audience yang menjadi target dari perancangan ini adalah masyarakat yang memiliki aspek kriteria sebagai berikut: b.
Demografis Target audience adalah masyarakat pada usia 17-30 tahun, berjenis
kelamin pria dan wanita dan berada pada strata sosial menengah keatas. c.
Geografis Aspek geografis secara khusus adalah kota salatiga dan sekitarnnya
sebagai tempat terselenggarannya pengujian dan aspek geografis secara umum adalah seluruh masyarakat Indonesia. d.
Psikografis Kalangan masyarakat yang memiliki pemikiran yang terbuka dan lebih
fleksibel terhadap hal-hal baru. Kalangan ini juga mampu menterjemahkan dan bisa mengerti akan cerita dengan alur yang lebih kompleks. e.
Behaviorial Kalangan masyarakat belum mengetahui cerita wayang, memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi, menyukai cerita-cerita superhero dan suka membaca. Terdapat target sekunder yang disasar dari perancangan ini yaitu kalangan masyarakat yang menjadi penggemar dan juga kolektor mainan dengan tokoh karakter dari luar negeri. Target ini dipilih karena melihat perkembangan peminat action figure di Indonesia semakin berkembang. Hal ini dapat dilhat dari semakin bertambahnya komunitas pecinta mainan di Indonesia
21
3.4.2 Konsep Perancangan Proses pembuatan perancangan ini diawali dengan pembuatan konsep Buku Cerita yang akan dibuat. Konsep dari Buku Cerita ini dirancang untuk menyampaikan informasi tentang cerita Lakon Wayang dimulai dari lahirnya sampai pada kematiannya. Alur yang digunakan dalam perancangan ini menggunakan alur maju, dimana kisah diceritakan secara runtut dari awal sampai habis. Ilustrasi pada buku cerita ini menggunakan ilustrasi semi-realis. Ilustrasi ini sesuai dengan target yang berada di usia 18 tahun ke atas. Dalam perancangan buku cerita ini nantinya akan mengangkat salah satu lakon wayang untuk diceritakan dan nantinya akan dikembangkan untuk lakon lakon berikutnya. Tokoh pertama yang diangkat dalam produk ini adalah Antareja. Produk ini nantinya memiliki dua bentuk output. Yang pertama adalah sebuah buku cerita Lakon Wayang dan yang kedua adalah satu paket buku cerita Lakon Wayang disertai dengan Action Figure dari tokoh yang diceritakan. Fungsi dari Action Figure adalah sebagai pendamping sekaligus untuk menarik minat konsumen dalam membeli produk ini. Dominasi warna yang digunakan dalam buku ini menyesuaikan dengan suasana pada cerita. Gambar ilustrasi pendukung cerita dibuat dengan gaya semi realism, dengan teknik pewarnaan digital. Gambar dibuat ilustratif untuk mendukung alur cerita pada buku ini. Dalam buku yang akan dirancang nantinya, terdapat delapan chapter yang menceritakan perjalan hidup Antareja dari mulai dia lahir sampai kematiannya. Buku ini disajikan dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang cerita lakon wayang Antareja. Kesan yang ingin dibangun dalam buku ini adalah kesan modern, ringan, dan menarik. Lakon tersebut merupakan lakon hasil pengembangan dan ciptaan para seniman asli indonesia (berbeda dengan beberapa lakon lain yang berasal dari India). Adapun Lakon yang diangkat dalam Buku Cerita ini adalah: Antareja
22
Antareja adalah putera Bima/Werkundara, salah satu dari lima satria Pandawa, dengan Dewi Nagagini, putri Hyang Anantaboga dengan Dewi Supreti dari Kahyangan Saptapratala. Ia mempunyai 2 (dua) orang saudara lelali lain Ibu, bernama Raden Gatotkaca, putra Bima dengan Dewi Arimbi, dan Arya Antasena, Putra Bima dengan Dewi Urangayu. Lidahnya sangat sakti, makhluk apapun yang dijilat telapak kakinya akan menemui kematian. Antareja berkulit nagakawaca, sehingga kebal terhadap senjata. Ia juga memiliki cincin mustikabumi, pemberian ibunya, yang mempunyai kesaktian, menjauhkan dari kematian selama masih menyentuh tanah/bumi, dan dapat digunakan untuk menghidupkan kembali kematian diluar takdir. Kesaktian lain Antareja dapat hidup dan berjalan didalam bumi. 3.4.3 Logo Produk ini diberi nama Lakon Wayang. Nama Lakon Wayang sendiri diambil dari bahasa jawa yang berarti tokoh ataupun juga karakter wayang. Nama Lakon Wayang digunakan sebagai nama untuk produk ini karena mewakili citra yang ingin dibangun oleh produk ini yaitu sebuah buku cerita bergambar yang menceritakan tentang riwayat salah satu atau lebih tokoh wayang. Logo Lakon Wayang terdiri dari logotype dan juga logogram. Konsep dari logo Lakon Wayang ini adalah sebuah bentuk yang sederhana, mudah diingat, dan bentuk mewakili dari produk Lakon Wayang itu sendiri. Bentuk logo Lakon Wayang ini diambil dari stilasi tampak depan kepala tokoh wayang. Bentuk stilasi kepala wayang ini memiliki makna sebuah identitas dari lakon wayang yang diceritakan dalam produk buku tersebut karena kepala atau wajah adalah bagian dari tubuh yang pertama kali memberikan kesan atas tubuh secara keseluruhan kepada orang yang melihatnya. Lalu kemudian disertai dengan logotype Lakon Wayang itu sendiri, logotype menggunakan font Poor Richard yang memiliki kesan yang luwes dan warna coklat yang
23
digunakan memiliki makna kekuatan dari produk ini dan juga memiliki kesan elegan.
Gambar 3.5 Tahapan Perancangan Logo Lakon Wayang
3.4.4 Judul Buku Cerita Lakon Wayang : Kisah Banjaran Antareja 3.4.5 Desain Karakter Kisah Banjaran Antareja Pada cerita ini beberapa tokoh yang menjadi lakon cerita ini seperti a.
Antareja Karakter Antareja diilustrasikan dengan postur tubuh yang tegap dan
tinggi untuk mempresentasikan jiwa pemberaninya. Dan memiliki ekspresi wajah yang dingin. Seluruh tubuhnya dipenuhi sisik ular berwarna kecoklatan. Terdapat Praba di punggungnya yang menandakan energi dan juga wibawanya yang besar. b.
Sang Hyang Antaboga Sang Hyang Antaboga merupakan kakek dari Antareja yang sangat
berperan dalam kehidupan Antareja. Antaboga sendiri diilustrasikan dalam dua rupa yaitu rupa aslinya yaitu seekor ular yang sangat besar dan juga rupa manusia. Pada rupa ularnya Antaboga digambarkan dengan sesosok ular yang sangat besar dan memakai mahkota dikepalanya. Pada rupa orang Antaboga digambarkan dengan seorang yang sudah tua, memiliki jenggot dan kumis berwarna putih namun memiliki badan yang masih tegap serta memakai mahkota dikepalanya. Antaboga memiliki sifat yang sangat bijaksana dan juga sabar. c.
Nagabaginda
24
Nagabaginda merupakan musuh pertama dari Antareja yang berwujud seekor Naga yang sangat besar. Memiliki watak yang sangat jahat, dan serakah. d.
Gatotkaca Gatotkaca adalah adik Antareja yang satu ayah namun beda ibu.
Gatotkaca berbadan kekar dan tegap, berkumis tebal dan sorot mata yang tajam. Gatotkaca juga memiliki Praba di punggungnya seperti Antareja. Gatotkaca digambarkan sebagai sosok yang sangat kuat dan juga loyal terhadap keluarga Pandawa. e.
Kresna Adalah orang yang memiliki kesaktian dan senjata yang ampuh, cerdas,
bijaksana. Merupakan pelindung para Pandawa. Prabu Sri Kresna juga merupakan jelmaan dari Dewa Wisnu dan dapat melakukan Triwikrama. Sri Kresna merupakan orang yang menghasut Antareja untuk menjadi tumbal agar Antareja tidak turut serta dalam perang Baratathayuda.
3.4.6 Perancangan Buku Cerita Setelah konsep dihasilkan, maka akan mulai dituangkan dalam bentuk sketsa. Proses ini adalah pengolahan dasar dari konsep yang dihasilkan. Setelah proses ini, nantinya akan dijadikan acuan untuk proses perancangan selanjutnya. Berikut ini adalah sketsa dari proses perancangan buku cerita ini.
3.4.7 Sketsa Sketsa merupakan gambar rancangan yang menjadi pondasi dasar dari suatu karya. Tanpa adanya sketsa, buku cerita ini tidak akan terkonsep dengan baik. Buku Cerita ini adakan dibuat dengan ukuran B5, yaitu dengan spesifikasi tinggi 25cm dan lebar 17,6 cm. Ukuran B5 digunakan agar buku cerita ini mudah dibawa dan ergonimis. jenis kertas yang dipakai adalah jenis kertas yang memiliki ketebalan 260gr. Cover yang
25
digunakan adalah jenis soft cover, dengan pembeda pada jenis kertas yang akan dipakai pada bagian isi. Setelah perancangan konsep dilakukan, selanjutnya adalah memvisualisasikan konsep tersebut kedalam bentuk sketsa. Proses ini akan menjadi acuan dalam perancangan buku cerita Kisah Banjaran Antareja tersebut. Proses tersebut dimulai dengan membuat sketsa awal dari buku cerita Kisah Banjaran Antareja yang akan dibuat nantinya. Buku cerita ini akan dibuat dengan menggunakan ukuran A5 yaitu dengan spesifikasi 14,8 x 21,0. Ukuran buku dirancang tidak terlalu besar sehingga mudah untuk dibawa. Jenis kertas yang digunakan untuk cover adalah kertas dengan dimensi 260gr sedangkan pada bagian isi menggunakan kertas 80gr. Cover yang digunakan adalah jenis soft cover.
Gambar 3.6 Desain Buku Cerita Kisah Banjaran Antareja
26
3.4.8 Karakter Setelah sketsa buku cerita dilakukan selanjutnya adalah proses perancangan karakter yang terdapat dalam buku cerita Banjaran Antareja. Perancangan karakter ini nantinya akan menjadi acuan dalam ilustrasi buku cerita ini. Proses perancangan karakter diawali dengan proses pembuatan sketsa, kemudian dilanjutkan dengan pemberian outline, dan selanjutnya adalah coloring. Pada gambar 5 menunjukkan proses perancangan karakter buku cerita Kisah Banjaran Antareja. Gambar 5.a adalah perancangan karakter Antareja, gambar 5.b adalah perancangan karakter Sang Hyang Antaboga, dan gambar 5.c adalah perancangan karakter Batara Narada.
(a)
27
(b)
(c) Gambar 3.7 a Sketsa Karakter Antareja Gambar 3.7 b Sketsa Karakter Antaboga Gambar 3.7 c Sketsa Karakter Narada
28
3.4.9 Perancangan Storyline Selanjutnya setelah proses perancangan karakter selesai dilakukan adalah proses pembuatan narasi cerita buku ini. Narasi cerita dalam buku ini tidak menggunakan bahasa Indonesia yang terlalu kaku namun dibeberapa bagian narasi menggunakan diksi kata khas budaya jawa seperti pada kata sapaan untuk orang yang lebih tua. Buku cerita ini menggunakan alur maju, dimana setiap peristiwa diceritakan secara runtut dan berurutan. Dalam buku cerita ini nantinya terdiri dari 8 bab cerita yang menceritakan tentang lakon Antareja mulai dari lahir sampai matinya. Berikut adalah sinopsis cerita Kisah Banjaran Lakon Antareja. Bab 1: Setelah Bale Sigala gala Pada awal cerita ini dikisahkan setelah peristiwa di Bale Sigala gala, dimana para Pandawa dan ibunya Dewi Kunti yang selamat pada waktu itu kemudian tinggal di Negeri Bawah Tanah yaitu Saptapratala. Kemudian salah satu pangeran Pandawa yaitu Bima jatuh hati lalu menikah dengan putri Sang Hyang Antaboga yaitu Dewi Nagagini. Namun ditengah kehamilan Nagagini, tiba- tiba saja Resi Abiyasa yang merupakan eyang dari para pandawa datang ke Saptapratala untuk mengajak para Pandawa dan juga Dewi Kunti untuk kembali ke Hastinapura. Kemudian dengan berat hati Bima meninggalkan Nagagini di Saptapratala untuk kembali ke Hastinapura. Bab 2 : Sosok Sang Naga Jangkarbumi Pada bab ini diceritakan ketika Sang Hyang Antaboga yang merasa gelisah karena firasatnya mengatakan bahwa Nagabaginda sedang bersiap untuk kembali dan membuat kekacauan di Saptapratala. Nagabaginda sendiri adalah sesosok makhluk hasil perkawinan bangsa Naga dan bangsa manusia. Nagabaginda pernah terlibat perkelahian yang sangat hebat dengan Antaboga dan membuat Saptapratala porak poranda, bahkan negeri atas tanah juga terkena imbas dari pertarungan antara Antaboga dan Nagabaginda tersebut. Antaboga menceritakan kegelisahannya itu kepada keponakannya yaitu Antanaga dan disaat itu juga tiba- tiba saja salah satu bangsa dewa yaitu Batara Narada datang berkunjung ke Saptapratala. Terjadi perbincangan serius antara Antaboga, Narada, dan juga Antanaga untuk mengantisipasi serangan
29
Nagabaginda tersebut. Dan pada saat itu juga Nagagini melahirkan bayi lakilaki atas perkawinannya dengan Bima yang kemudian anaknya itu diberi nama Antareja. Bab 3 : Bocah Antareja Pada bab ini diceritakan Antaboga merasa tidak akan mampu bila harus melawan jika Nagabaginda datang menyerang Saptapratala terlebih lagi dia terikat sumpah dengan Batara Wenang untuk tidak menggunakan kekuatannya selama berada di Saptapratala. Kemudian Antaboga pergi menemui temannya sang penguasa lautan yang bernama Sang Hyang Baruna untuk menceritakan perihal ancaman dari Nagabaginda tersebut. Dan merekapun mendapatkan cara untuk menghadapi Nagabaginda tanpa Antaboga harus menggunakan kekuatannya di Saptapratala. Yaitu dengan menggembleng Antareja yang pada saat itu masih bocah.. Akhirnya Antareja pun diajari semua ilmu kanuragan oleh Antaboga dan Baruna di Negeri dasar laut. Diakhir masa penggemblengan tersebut, Antaboga berubah menjadi bentuk aslinya yaitu seekor ular yang sangat besar lalu kemudian mengulum Antareja sehingga tubuh Antareja kebal terhadap semua jenis senjata. Dan setelah dirasa cukup, Antaboga dan Antareja pun kembali ke Saptapratala. Bab 4 : Kegaduhan Negeri Bawah Tanah Setelah Antaboga dan Antareja kembali ke Saptapratala, tak lama kemudian firasat Antaboga tersebut berubah menjadi kenyataan. Nagabaginda datang ke Saptapratala dan ingin berbuat onar di Saptaprala. Antareja yang kala itu masih remaja, tersulut amarahnya melihat perangai Nagabaginda tersebut. Kemudin Antareja menantang Antaboga untuk bertarung dengannya. Nagabaginda dengan remehnya menertawakan Antareja dan menerima tantangan Antareja tersebut. Terjadi pertarungan antara Antareja dan juga Nagabaginda. Pertarungan lumayan sengit sampai akhirnya Nagabaginda pun kalah dan kemudian dibunuh oleh Antareja. Bab 5 : Antareja Mencari Bapak Setelah
pertarungan
dengan
Nagabaginda
itu,
Antareja
pun
mendapatkan hak terhadap kerajaan Jangkarbumi. Antareja pun tumbuh menjadi seorang yang sangat sakti dan dihormati oleh seluruh bangsa ular
30
penghuni Saptapratala. Kemudian suatu hari Antareja meminta izin kepada kakeknya Antaboga untuk pergi ke Negeri atas bumi untuk mencari ayahnya yang sejak lahir belum pernah dilihatnya dan Antaboga mengabulkan hal tersebut. Selama perjalanan mencari ayahnya Antareja bertemu dengan bangsa ular lainya di negeri Tawingnarmada dan tinggal beberapa waktu bersama mereka. Ketika tinggal tersebut, Antareja menikah dengan salah satu bangsa ular anak prabu GAnggapranawa yang bernama Dewi Ganggi. Kemudian mereka memiliki seorang anak laki- laki yang bernama Arya Danurweda. Bab 6 : Sumbadra Larung Antareja pun meninggalkan istri dan anaknya untuk melanjutkan kembali perjalanannya dalam mencari ayahnya. Ditengah perjalanan di sebuah sungai Antareja melihat ada seorang perempuan yang terbaring di atas sebuah kapal kecil dan sudah tak bernyawa. Antareja mendekati perahu itu lalu bermaksud untuk mengembalikan nyawa perempuan tersebut ke dalam raganya. Antareja memang memiliki Tirta Amerta yang dapat menghidupakan orang yang mati jika memang belum ketemu ajalnya. Namun tiba- tiba saja Antareja diserang oleh seseorang yang berkumis tebal dan memakai baju dengan tanda bintang didadanya. Dia adalah Gatotkaca, anak Bima dengan Dewi Arimbi. Antareja dan Gatotkaca sama-sama tidak mengetahui bahwa sebenarnya mereka adalah saudara se-ayah. Pertarungan hebat pun terjadi diantara mereka. Tidak ada tanda- tanda salah satu pihak akan kalah, sampai akhirnya perempuan yang terbaring tak bernyawa tadi berhasil dibangunkan oleh Antareja dan menjelaskan semuanya bahwa terjadi kesalahpahaman antara Antareja dan juga Gatotkaca. Bab 7 : Amukan Sang Pangeran Jangkarbumi Antareja kemudian bertemu dengan Kresna setelah terjadi selisih paham dengan Gatotkaca. Dan kemudian Kresna mengajak Antareja untuk tinggal di Amarta. Kresna merasa bahwa kerajaan Amarta sedang dalam bahaya dan menjadi sasaran beberapa pihak yang tidak suka dengan Pandawa. Kemudian Kresna bersama para anak-anak Pandawa lainnya seperti Abimanyu dan Dian Pancala. Dan ternyata benar dugaan Kresna. Makhluk- makhluk tak kasat mata
31
dari Magada sedang membangun pasukan dengan beberapa bangsa lainnya untuk menyerang Amarta. Antareja dan juga Gatotkaca yang bertugas menjaga di perbatasan sebelah barat mendapat serangan dari puluhan ribu pasukan makhluk tak kasat mata yang akan menyerang Amarta. Pertempuran sengit pun terjadi antara Antareja bersama Gatotkaca, malawan puluhan ribu pasukan makhluk takkasat mata. Gatotkaca berduel dengan pemimpin pasukan tersebut yang bernama Jarasanda. Sedangkan Antareja yang harus melawan puluhan ribu pasukan sendirian tersulut amarahnya dalam perang tersebut. Antareja seperti kehilangan kesadarannya dan membantai semua pasukan tak kasat mata itu hingga tak tersisa satupun. Dan akhirnya seluruh pasukan tersebut dikalahkan oleh Antareja sendiri. Bab 8 : Jalan Kematian Setelah mengalahkan puluhan ribu pasukan tak kasat mata tersebut. Antareja mulai menyadari bahwa tidak ada yang dapat mengalahkan dirinya. Diapun bertanya- tanya kepada dirinya, jika tidak ada yang mampu menandingi kesaktiannya lalu untuk apa dia hidup. Semenjak peristiwa itu, Antareja lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bertapa di sudut gua Saptapratala. Lalu sebuah peristiwa terjadi tepat sebelum perang Bharatayuda terjadi. Terlihat Antareja dan Kresna berdiri di atas sebuah bukit. Terjadi perbincangan diantara mereka dan tiba- tiba secara mengejutkan Antareja mencium telapak kakinya sendiri. Seketika tubuh Antareja berubah menjadi batu kemudian hancur seperti debu. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu. Namun banyak yang mengatakan bahwa Kresna sengaja membujuk Antareja untuk mengakhiri hidupnya agar Antareja tidak terlibat dapam Bharatayuda. 3.4.10 Ilustrasi Selanjutnya setelah perancangan narasi selesai dilakukan adalah proses pembuatan sketsa ilustrasi buku cerita. Pada proses ini ilustrasi hanya dibuat beberapa gambar dalam satu bab, berdasarkan peristiwa yang dianggap penting dalam cerita Antareja tersebut. Proses sketsa ini dilakukan di atas kertas yang kemudian di scan untuk di warnai secara digital.
32
33
Gambar 3.8 Sketsa Ilustrasi Buku Cerita Kisah Banjaran Antareja
3.4.11 Perancangan Cover Berikutnya adalah proses perancangan sketsa cover buku. Proses sketsa ini juga dilakukan diatas kertas yang kemudian di scan untuk dicoloring secara digital.
(a)
34
(b) Gambar 3.9.a Sketsa Cover Buku Cerita Kisah Banjaran Antareja (Bagian depan, belakang, dan tulang buku) Gambar 3.9.b Hasil Cover Buku Cerita Kisah Banjaran Antareja (Bagian depan, belakang, dan tulang buku)
Tipografi pada judul buku menggunakan jenis font Poor Richard yang memiliki aksen yang luwes dan sesuai dengan konsep buku yang bernuansa etnik.
ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 0123456789,.?/!&() Gambar 3.10 Font Poor Richard
Pada isi pada buku menggunakan font Times New Roman. Font ini memiliki kesan yang sederhana dan juga memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 0123456789,.?/!&()
Gambar 3.11 Font Times New Roman
35
3.4.12 Perancangan Kemasan Selanjutnya adalah proses perancangan salah satu elemen yang juga penting dalam produk ini yaitu kemasan. Kemasan ini akan diaplikasikan pada bentuk paket buku disertai dengan Action Figure yang berfungsi sebagai pendamping dari buku ini. Kemasan dirancang sedemikian rupa sebagai pelindung produk. Ukuran yang digunakan adalah panjang 37cm, lebar 18cm, dan tinggi 15,5 cm. Pada sisi depan kemasan terdapat bagian transparan berbentuk Gunungan Wayang sehingga sebagian isi kemasan dapat terlihat dari luar. Terdapat nama seri dari produk ini di bagian bawah sisi depan kemasan. Template kemasan yang digunakan pada produk ini menggunakan warna coklat tua. Pada beberapa bagian kemasan diletakkan ornamen jawa untuk memperkuat nuansa etnik dari produk ini. Pada bagian dalam, kemasan akan menggunakan spons yang berfungsi untuk lebih melindungi produk. Sketsa kemasan dapat dilihat pada gambar 3.12 berikut ini.
(a)
36
(b)
Gambar 3.12.a Sketsa Kemasan Gambar 3.12.b Ortogonal Kemasan
3.4.13 Merchandise Kemudian yang berikutnya adalah perancangan merchandise berupa action figure atau figurine yang nantinya akan disertakan dalam produk ini. Dipilihnya action figure sebagai tambahan produk adalah selain untuk menambah minat audience untuk membeli produk ini, action figure juga belakangan ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya komunitas- komunitas para kolektor mainan di Indonesia. Namun sayangnya sebagian besar action figure yang hadir di Indonesia adalah action figure dari tokoh- tokoh luar negeri seperti Amerika dan Jepang. Berdasarkan hal itu pula maka pada perancangan ini menyertakan action figure Lakon Wayang sebagai pelengkap dari produk ini.
37
Proses pembuatan action figure ini diawali dengan pembuatan sketsa. Setelah sketsa figurine yang diinginkan telah dibuat, maka berikutnya adalah memulai proses pembentukan rangka dan juga bentuk dari action figure yang diinginkan. Bahan yang digunakan dalam pembentukan action figure ini adalah oven baked clay yaitu super sculpey clay.
Gambar 3.13 Proses Pembentukan Action Figure lakon Antareja
Dimana pada gambar 3.13 menunjukkan proses pembentukan figurine diawali dengan pembuatan sketsa karakter yang ingin dibuat, kemudian pada gambar menunjukkan proses pembentukan action figure yang masih berupa potongan bagian-bagian tubuh karakter. Dan yang terakhir menunjukkan bentuk action figure yang sudah hampir jadi. Action figure ini akan disertakan pada sebuah paket produk yang memang disediakan khusus. Konten dari paket produk tersebut adalah sebuah buku Cerita Kisah Banjaran Antareja yang disertai dengan action figure lakon Antareja. Produk ini juga menyertakan produk merchandise berupa kaos dan juga goody bag. Produk merchandise ini tidak disertakan dalam produk dan hanya dikeluarkan dalam event-event tertentu seperti pameran.
38
Gambar 3.14 Sketsa Desain Pada Kaos dan Goody Bag