BAB 3 ANALISIS KUMPULAN PUISI DISEBABKAN OLEH ANGIN KARYA RENDRA
3.1 Analisis Kumpulan Puisi Disebabkan Oleh Angin dalam Kepenyairan Rendra 3.1.1 Biografi Rendra dan Karya-karyanya Willybrodus Surendra Broto adalah nama aslinya. Dengan nama panggilan Mas Willy atau cukup Rendra. Dilahirkan di kampung Jayengan Solo pada hari Kamis 7 November 1935 jam 1705. Meskipun ia lahir dan besar di Solo, tetapi sebenarnya kedua orang tuanya dan nenek moyangnya berasal dari Yogyakarta. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, dan Ibunya pernah menjadi penari di keraton Yogyakarta. Rendra berkeputusan untuk menetap di kota leluhurnya itu bersama grup dramanya yang bernama Bengkel Teater bermarkas di Ketanggungan Wetan, Yogyakarta. Ia memulai karirnya dengan menulis sajak sejak ia masih duduk di kelas dua SLA di Solo. Ia masih di SLA pula ketika pada tahun 1954 merebut hadiahhadiah dari Kementrian PD & K untuk naskah dramanya yang dijuduli Orangorang di Tikungan Jalan. Dua tahun kemudian ia mendapat hadiah lagi dari majalah KISAH untuk sebuah cerita pendek yang ditulisnya. Cerita-cerita pendeknya dikumpulkan dengan judul Ia Sudah Bertualang (1963). Kemudian pada tahun 1957 terbitlah kumpulan sajak -sajaknya yang berbentuk balada – yang sebenarnya telah ia tulis sejak di SLA – dan kumpulan
tersebut diberi judul Balada Orang-Orang Tercinta. Rendra tentu saja mengucap syukur ketika buku ini juga memenangkan hadiah dari Badan Kemusyawarahan Kebudayaan Nasional di tahun itu juga. Ia patut bersyukur dan bergembira oleh karena pada waktu itu ialah satu-satunya penyair yang menulis dengan gaya epik dan balada, sementara penyair lainnya menulis dengan gaya ekspresif dan liris. Rupa-rupanya khasanah tembang-tembang Jawa dan fragmen-fragmen epos wayang kulit sangat mempengaruhi jiwa remajanya waktu itu. Masih dalam tahun yang sama, Rendra jatuh cinta secara dewasa untuk pertama kalinya dengan seorang gadis dari Jalan Sawojajar Yogyakarta yang bernama Sunarti. Dan, sejak saat itu ia lalu banyak menulis sajak-sajak liris dengan tema cinta yang selalu dihubungkan dengan rasa keagamaan yang mistis. Sajak-sajak itu ia kumpulkan dalam empat kumpulan dengan judul Kakawin Kawin, Malam Stanza, Nyanyian dari Jalanan, dan Sajak Duabelas Perak. Keempat kumpulan sajak ini kemudian terbit menjadi satu buku kumpulan sajak pada tahun 1961 yang oleh penerbitnya di beri judul Rendra: Empat Kumpulan Sajak. Tahun itu juga Rendra mulai tertarik pada seni drama dan lalu mendirikan “Studi Grup Drama Yogya” dimana ia membina kader – kadernya: Arifin C. Noer, Deddy Sutomo, Parto Tegal, Mochtar Hadi, Louis Wangge, dan lain-lain. Sementara itu, Rendra juga menghayati sedalam-dalamnya tema-tema agama dan episode-epidode introspektif di dalam hidupnya. Tema-tema ini kemudian ia garap dalam puisi-puisi yang ia kumpulkan menjadi dua kumpulan puisi yang berjudul Mazmur Mawar dan Sajak-sajak Sepatu Tua, dan baru ia terbitkan pada
tahun 1972. Dalam puisinya ini seakan membuktikan bahwa pada dasarnya puisi adalah juga semacam wicara yang jernih, wajar, mengalir, yang di sana-sini terpotong oleh majas yang sungguh tak terduga-duga; namun anasir yang seperti sumbang dan mengagetkan ini tetap tunduk di bawah nalar puitik yang tak hendak lagi mencari keganjilan. Maka, bila si penyair membentangkan tamsya, menyerukan protes, menyampaikan pesan, dan melayangkan do`a, misalnya, kita pun tahu bahwa kita bisa mencapai kedalaman (keajaiban) pengalaman seperti itu karena bahasanya adalah bahasa kita juga. Uraiannya tentang bermain drama diterbitkan
dengan judul Tentang
Bermain Drama (1976) yang mendapat hadiah pertama dari Yayasan Buku Utama 1976 untuk karya non-fiksi. Ia pun banyak menerjemahkan drama klasik dunia, di antaranya yang sudah terbit karya-karya Sophokles yaitu oedipus Sang Raja, Oedipus di Kolonus, dan Antigone. Tahun 1993 terbit bukunya Seni Drama untuk Remaja, panduan yang lengkap dan mudah dipahami. Pada tahun 1964 Rendra pergi ke Amerika Serikat selama tiga tahun. Di sana ia berkenalan dengan ilmu-ilmu sosial yang ternyata memberikan pengaruh besar di dalam perkembangan pemikirannya. Ia mulai tertarik pada masalahmasalah sosial, dan muncullah kini variasi baru dalam puisinya, yaitu tema sosial. Puisi-puisinya ini ia kumpulkan di bawah judul Blues Untuk Bonnie dan terbit pada tahun 1971. Dalam puisi ini Rendra seperti menggunakan bahasa sehari-hari, bahasa yang dijauhi oleh para penyair, tapi dengan patahan-patahan frase yang mengejutkan, puisi-puisi itu tetap menjaga siluet cerita, sambil melantur menggamit berbagai idiom yang surrealistik namun yang sungguh menghidupkan.
Di sini antara tegangan yang dangkal dan yang fantastik, yang prosais dan yang puitis, yang murahan dan yang luhur, terselenggara dengan begitu baik dan wajar, dan inilah yang membuat Rendra kian berbeda dengan para penyair utama kita. Pulang dari Amerika Serikat, yakni pada tahun 1967, ia mendirikan Bengkel Teater. Pementesan dramanya mendapatkan penghargaan berupa Anugerah Seni dari Mentri P & K Masyhuri, pada tahun 1979. Sedang pada tahun 1975 Rendra kecipratan rezeki lagi berupa hadiah dari Akademi Jakarta untuk karya-karya seninya terhitung dari tahun 1970-1975. Masalah-masalah politik pun akhirnya menarik perhatian Rendra sejak tahun 1975. Puisi-puisinya yang bertema politik ia kumpulkan dalam bendera Pamplet Penyair. Pada tahun 1971 Rendra diundang untuk membacakan puisinya di Poetry Internasional Festival di Rotterdam, Holland. Kesmpatan itu ia manfaatkan membaca puisi-puisinya dari Blues Untuk Bonnie. Di tahun 1971 juga sehubungan dengan kiprahnya di bidang teater Rendra mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah RI. Undangan Serupa datang lagi untuknya pada tahun 1979 yang kali ini Rendra membaca puisi-puisinya dari Pamflet Penyair. Dan, pada tahun 1983 buku puinya adalah Potret Pembangunan Dalam Puisi. Mengenai kumpulan eseinya adalah Mempertimbangkan Tradisi (1983). Adapun esai-esainya dari masa awal belakangan terbit dengan judul Catatancatatan Rendra Tahun 1960-an (1995) Dan, pada tahun 1993 terbitlah kumpulan puisinya Disebabkan Oleh Angin. Judul ini diambil dari judul sajaknya Disebabkan Oleh Angin yang ia tulis di Jakarta 24 Maret 1970 untuk dimainkan Di TVRI. Puisi ini merupakan
perkembangan dari satu puisi panjang dengan judul yang sama, yang ditulisnya di New York, pada tahun 1964, saat ia mengalami goncangan batin dan rindu pada sahabat-sahabatnya di Indonesia. Puisi ini adalah untuk pementasan, tapi alih-alih, mengabdi pada kepentingan panggung, antara yang maya dan yang nyata bergerak mondar-mandir dalam jiwa, antara kenangan lampau dan aku kini, antara suara dan kekosongan. Dengan bahasa yang jauh dari kesan dramatik dan tokoh-tokoh yang ibarat kelebat wayang pada kelir, puisi ini memelihara tegangan naratif di bawah permukaan dengan piawai. Di sinilah puisi naratif Rendra bukan lagi puisi epik melainkan anti- epik Puisi- puisi Rendra adalah puisi yang meletakkan kekuatannya pada komunikasi tematik, dengan bahasa yang tidak rumit. Pada tahun ini juga (1993) ia membuat buku puisi Orang-orang Rangkasbitung dan buku puisinya Mencari Bapa pada tahun 1997. Lebih dari setengah abad kiprah perpuisan Rendra semakin menunjukan jalan lain perpuisian Indonesia. Ketika mayoritas penyair terpukau berlebihan pada lirisisme dan kerap terjatuh pada puisi semu dan gelap, Rendra menulis puisi naratif dengan bahasa yang penuh hiasan dan pendar-pendar. Ia adalah contoh pertama bagi penyair asal Jawa yang piawai berbahasa Indonesia. Ketika para penyair utama gemar menyuling bahasa demi mencapai puncak puitik, Rendra justru mendaur ulang bahasa orang ramai. Ia juga contoh utama bahwa modernisme artistik bisa memeuk mesra lingkunagan budaya asal. Puisi, bagi penyair kelahiran 1935 ini, adalah upaya untuk mengungkai kecerdasan kolektif sekaligus memelihara kewajaran dan kebaruan Bahasa Indonesia.
Puisi-puisi Rendra memang hebat, terbukti sudah banyak diantaranya yang diterjemahkan dalam bahasa Jepang, Rusia, Inggris, Belanda, Perancis dan Jerman. Terbitan dalam bentuk buku, untuk Rendra, di antaranya adalah Rendra : Ballads and Blues, merupakan terjemahan sajak-sajak Rendra pada tahun 19541967 yang diterjemahkan oleh Burton Raffel, Harry Aveling dan Derwent May. Penerbitya adalah Oxford University Press, 1974. Rendra : Pamfletten van een Dichter, merupakan terjemahan dari Pamplet Penyair yang dikerjakan oleh Prof A Teew, diterbitkan oleh Thomas&Erras tahun 1979. Terjemahan dalam bahasa Inggris disiapkan oleh Australia.Kumpulan puisi yang di terbitkan pertama kali oleh Lembaga Studi Pembangunan ini, merupakan kumpulan puisi yang pernah dibaca oleh pengarangnya di muka umum dalam variasi koleksi yang berbeda. Kesempatan baca tersebut adalah di Taman Ismail Marzuki, Apel Siaga Kampus ITB, Mimbar Bebas Kampus Unpad, Asrama Mahasiswa UI Daksinapati, Gedung Olah Raga Yogya, Rotterdam, Leiden, Amsterdam, Berlin, Hamburg, Frankfurt, Giesen dan Aachen. Rendra :The Struggle of the Naga Tribe, adalah terjemahan dalam naskah drama Rendra Kisah Perjuangan Suku Naga yang dikerjakan oleh Max Lane dan diterbitkan oleh University Of Queensland Press tahun 1979). Dan, di Jerman Barat, Dr. Rainer Carle menulis sebuah buku tebal : Rendras Gedichtsammlungen
(1957-1972) Ein Beitrag zur Kenntnis der
Zeitgenossischen Indonesischen Literatur. Buku ini menelaah karya – karya puisi Rendra dalam kaitannya dengan aktivitas serta karya-karya Rendra lainnya dari tahun 1957-1972.
.
3.1.2 Visi Estetik dan Ekstra Estetik Rendra Karya sastra sebagai karya seni terdiri atas bahan dan struktur estetik. Kedua aspek tersebut berjalinan erat. Dalam karya sastra yang baik (bernilai), keduanya melebur menjadi satu hingga sukar dipisahkan secara nyata. Dengan adanya dua aspek atau komponen itu, maka dalam menilai karya sastra dikenakan dua kriteria secara bersama-sama, yaitu kriteria estetik dan ekstra estetik. Kriteria estetik dikenakan pada struktur estetik karya sastra. Kriteria ekstra estetik dikenakan pada bahan-bahan karya sastra. Kriteria estetik adalah semua usaha yang tersusun untuk mendapatkan nilai estetik (seni) karya sastra, misalnya persajakan (rima), penyusunan irama, pemilihan kata yang tepat, gaya bahasa, penyusunan alur (suyet), konflik-konflik, humor, dan sebagainya. Termasuk dalam kriteria ini adalah kebaruan dan kemampuan untuk membuat orang kagum dan terpesona. Sedangkan yang dimaksud kriteria ekstra estetik dikenakan pada bahan-bahan karya sastra. Bahanbahan karya sastra dapat berupa kata-kata, tingkah laku manusia, gagasan, dan sikap manusia. Ciri-ciri ekstra estetik misalnya: individualisme menonjol, dalam arti, kesadaran kepada keberadaan diri pribadi terpancar, puisi mengekspresikan kehidupan
batin/kejiwaan
manusia
lewat
peneropongan
batin
sendiri,
mengemukakan masalah kemanusiaan umum (humanisme universal) dengan jelas, seperti tentang kesengsaraan hidup, hak asasi manusia, masalah kemasyarakatan menonjol: dikemukakan kepincangan dalam masyarakat, seperti gambaran perbedaan yang mencolok antara golongan kaya dan miskin, ungkapan masalah sosial: kemiskinan, pengangguran filsafat hubungan hidup manusia dan dunia
mulai muncul, belum adanya pemerataan kenikmatan hidup, banyaknya dikemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat sebagai pokok-pokok puisi balada. Semuanya itu, termasuk bahasa, berada di luar karya sastra. Sebuah karya sastra yang bernilai tinggi berdasarkan bahan-bahannya ini biasa dikatakan karya besar. Karya seni disebut besar (agung) bila dapat mengekspresikan nilai kehidupan yang besar. Nilai-nilai kehidupan besar itu di antaranya meliputi pikiran-pikiran yang tinggi atau cemerlang, perwatakan yang kompleks, cerita yang hebat, dan gambaran-gambaran kehidupan yang menimbulkan renungan (kontemplasi). Rendra sebagai seorang penyair memiliki dua kriteria ini. Sebagaimana diungkapkan
Teeuw
(1980:21)
bahwa
sarana
puitis
Bahasa
Indonesia
dimanfaatkan oleh Rendra dengan sangat tepat. Bahasa Indonesia memiliki sajakkata; yang dimaksudkan bahwa kata-katalah yang merupakan satuan pokok dalam kalimat (jadi bukanlah suku kata atau kelompok kata atau”kaki sajak”). Dalam kumpulan puisi Disebabkan Oleh Angin mungkin terlihat seperti membosankan bahkan kurang daya pikat. Dari luar terlihat kesederhanaan bentuk dan kata-kata kolot ia pakai dalam puisinya, kalau dilihat secara sekilas, namun jika lebih jauh kita memikirkan dan berkontemplasi, akan lebih tampak keindahan serta gagasangagasan luhur di dalamnya.
Identifikasi diri, manusia dengan alam semesta
menjadi suatu perwujudan metafora, paralelisme yang memuaskan dan imajinasi yang luar biasa, teranyam dalam kesatuan yang harmonis. Kata-kata yang berdiri sendiri menyuguhkan sebuah pesan filosofis, berkaitan erat dengan penghayatan kenyataan.
Dalam puisi yang berjudul penuh Disebabkan Oleh Angin menggandeng nilai etis-filosofis hidup. Metafor-metafor hidup muncul mandiri “bicara dengan sendirinya”, ia masukan ke dalam konteks puisinya, ke dalam dunia pengertian atau konsep yang memberikan pesan filosofis.
“Kesadaran hidup adalah pembertontakan Hidup tidak hanya untuk hidup Kita hidup untuk menerima kehidupan” “Hidup bukan perlawanan” “Hidup ialah mempergunakan kesempatan” “Hidup adalah berlomba dengan mati” “Hidup itu seperti teka-teki” “Hidupku adalah kekuatanku”
Dalam puisi yang berjudul Wanitaku! Wanitaku! Sebuah puisi lyris yang bernalurikan cinta seorang lelaki kepada wanitanya. Cinta seorang lelaki tersebut terwujud dalam kesetiaan sejati. Sukmaku menjelma menjadi seekor kucing tua yang lalu mengembara luput ke dalam perkampungan sudah sekian lama sudah berbulan-bulan sudah bertahun-tahun sudah berabad-abad.
Namun, dalam duka-sepi yang dialami lelaki tersebut, kekuatan cinta menjadi sumber tenaga, keberanian penuh harapan. Cinta inilah yang meimbulkan sebuah evolusi yang positif, sebuah transformasi. Orang yang menjalani penderitaan akan menjadi lebih pandai, lebih kuat, dan sabar. melewati kepulan debu melewati angin panas
melewati serdadu dan algojo melewati anjing-anjing aku memburu memburu memburu berburu
Dalam puisi yang berjudul Setelah Rambutmu Tergerai terlihat pula kasih sayang dan cinta sejati yang terwujud dalam seksualitas. Cinta ini membuat seseorang melihat segala sesuatu dengan jernih, akurat dan berpikiran positif penuh pujian serta pengagungan. Kamu adalah Ratu Sheba Cleopatra Drupadi Kamu adalah Dewi Durga
Penderitaan yang sama, pasangan yang saling mengasihi mereka akan saling terbuka tanpa hambatan. Kita saling menerka dan meraba. – . … Aku ada. Tetapi siapakah aku?
Bait di atas menjelaskan seorang lelaki mengalami kehampaan, ini disebabkan mereka belum saling mengenal kesejatian jiwa masing-masing. Energi seks menjadi bahan bakar spiritual, penuh makna, dan mengandung daya iluminasi yang tinggi, ketika berada dalam penyatuan murni, kesamaan dan seks kita pandang realistis dan suasana hati yang ringan. Dua tubuh satu getaran. Dua jiwa satu bahasa. Astaga.
Kau gigit pundakku. Dan segera aku alami apa maknanya.
Kita akan tersenyum ketika kita mengerti membaca bait di atas. Kata-kata yang polos-sederhana, namun merupakan suatu totalitas utuh; berdimensi rasa, emosional, imajinasi dan intelektual yang tinggi. Rendra mungkin selalu terlibat dengan aspek-aspek pengalaman dan pencarian kebenaran filosofis secara keseluruhan. Eksistensi hidup dan sifat kemanusiaan yang melekat berdasar pengalaman dalam benaknya ia transferkan melalui media seni berbahasa yang kita sebut puisi dalam rangka memberi pemahaman yang lebih baik, sehingga terwujud kehidupan yang bermakna dan bijaksana.
3.2 Analisis Kumpulan Puisi Disebabkan Oleh Angin dalam Perspektif Pembaca Disebutkan oleh seorang ahli bahwa puisi Rendra Disebabkan Oleh Angin (yang ditulisnya pada 1964, namun baru terbit 1993) adalah sajak panjang untuk pementasan, tapi alih-alih mengabdi pada kepentingan panggung, lingkaran pentas itulah yang bergaung-gema dalam sajak, membawa kita mondar-mandir antara yang nyata dan yang maya, antara kenangan lampau dan laku kini, antara suara dan kekosongan. Dengan bahasa yang jauh dari kesan dramatik dan tokoh-tokoh yang ibarat kelebat wayang pada kelir, puisi ini memelihara tegangan naratif di bawah permukaan dengan piawai. Di sinilah puisi naratif Rendra buman lagi puisi epik, melainkan anti epik.
3.3 Analisis Kumpulan Puisi Disebabkan Oleh Angin dalam Perspektif Sosial Budaya Indonesia Rendra sebagai seorang sastrawan sekaligus anggota masyarakat yang bernegara tentu tidak lepas dari tata kebudayaan dan sosial. Di mana budaya dan sosial akan sangat berpengaruh dan tercermin dalam karya sastranya, khususnya puisinya. Situasi sosial dan wujud budaya selalu melatarbelakangi dalam pembuatan puisinya yang secara tidak langsung terungkap dalam sistem tanda bahasa, seperti misalnya dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama) dari bait ke-34 sampai bait ke-38, di mana diterangkan situasi masyarakat Indonesia dan keadaan rakyatnya serta tidak lepas dari para sastrawannya. Juga dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan) pengetahuannya tentang kebiasaan, adat-istiadat, pergaulan, sifat, serta watak orang Sunda, meskipun ia sendiri bukanlah orang Sunda, tetapi semuanya adalah tuntutan bagi seorang sastrawan seperti Rendra. Puisi-puisi dalam kumpulan yang berjudul Disebabkan Oleh Angin ini ditulis antara rentang waktu 1964 dan diterbitkan oleh penerbit Pustaka Jaya, Jakarta, pertama kali tahun 1993. Di tengah limpahan lirik yang tercurah membentuk arus utama perpuisian Indonesia modern, mungkin puisi Rendra adalah sebuah perkecualian. Bahasa puisi yang berbeda dengan bahasa puisi yang telah dibuatnya dahulu. Dalam puisi ini mungkin Rendra ingin membuktikan bahwa ia tak sepenuhnya anti-liris, bahasa seolah menjadi miliknya, ia
membebaskan diri dari pemikiran dangkal yang melanda generasinya. Dengan pusinya yang berbentuk naratif, kata-kata yang tajam dan menggugat dalam tematema sosial, sekilas politik, budaya yang kritis, membuktikan sisi lain Rendra, dapat dibilang di sini bahwa puisinya kali ini anti-epik. Puisi yang diberi Judul Disebabkan Oleh Angin ini adalah juga sebagai contoh utama bahwa modernisme artistik bisa menggandeng lingkungan budaya asal.
3.4 Analisis Struktur Kumpulan Puisi Disebabkan Oleh Angin 3.4.1 Struktur Global Puisi dalam kumpulan yang diberi judul Disebabkan Oleh Angin adalah puisi modern, bukan puisi lama dan juga bukan puisi baru (angkatan Pujangga Baru). Hal ini dapat kita lihat dari struktur baris dan baitnya yang jauh berbeda dengan puisi lama. Secara keseluruhan dalam kumpulan puisi Disebabkan Oleh Angin merupakan jawaban atau kesimpulan atas masalah-masalah dalam puisi sebelumnya yang selalu menjadi pertanyaan penyair. Pernyataan ini dapat dilihat dari cara pengolahan kata-kata, penggambaran alam, suasana yang dilukiskan penyair, tema-tema yang diusungnya, dan filsafat hidup yang ditonjolkannya melukiskan berbagai arti kesadaran, pembenaran, dan penetapan atas pendiriannya dalam puisi sebelumnya ketika keluhan, kegelisahan menghantui jiwa penyair. Kekeliruan dalam memahami dan menghargai hidup dibahasnya secara panjang lebar. Rentetan-rentetan hidup yang mengikat jiwa dan mengganggu kehidupan diberi pengertian dan makna secara bijaksana. dilema-dilema yang menggangu pikiran penyair dikumpulkan dan diolah secara keseluruhannya bahkan dijadikan
sebagai dasar untuk mencapai kebenaran dan menempuh jalana ke arah kebahagiaan.
3.4.2 Struktur Fisik Dalam hal pembahasan struktur fisik, penulis hanya akan memberikan contoh-contoh yang mewakili pada tiap unsur kebahasaan yang dipakai penyair dalam membuat puisinya. Sebab jika diuraikan secara keseluruhan akan memakan waktu dan hanya kelelahan yang didapat.
1) Diksi Diksi adalah pemilihan kata. Dalam berjudul Wanitaku! Wanitaku! penyair ada memakai diksi-diksi yang umum dipakai sehari-hari dan juga berwujud majas, namun diksi-diksi tersebut memiliki makna yang totalitas, seperti contoh pada bait awal larik awal penyair memilih kata wanitaku. Kata wanitaku berkonotasi ‘seorang perempuan nakal atau pengkhianat’ sebab antara hubungan dengan larik berikutnya gambaran wnita tersebut meninggalkan sang lelaki. Diksi ini dipilih penyair berdasarkan pertimbangan yang utuh sebagai pemberi makna secara keseluruhan. Di larik selanjutnya: Di manakah kamu wanitaku/kamu menghilang di belakang hotel, kamu lari ke dalam bis kota. Di bait kedua : Aku bernyanyi di kamar mandi, apakah kamu mengerti kesepianku. Di bait ketiga: Gambar-gambar wanita telanjang, meja makan yang berantakan, aku menangis/hubungan kita siasia. Di bait kelima: Sudah sekian lama/sudah berbulan-bulan, sudah bertahun-
tahun. Diksi yang berupa majas: Sukmaku menjelma menjadi seekor kucing tua. Kata-kata kucing tua berkonotasi seorang yang sudah lemah tak berdaya sebab telah menunggu sekian lama. Pada bait kelima penyair memilih kata anjing-anjing sebagai pemberi makna terhadap brandalan-brandalan. Ditinjau dari bentuknya puisi Wanitaku! Wanitaku! selain menggunakan kata dasar juga menggunakan kata yang telah mengalami proses morfologis, baik itu berupa pengimbuhan, pengulangan maupun pemajemukan. Kata gerimis adalah kata dasar. Sementara kata menampar, buku-buku, kucing tua merupakan kata yang telah mengalami proses morfologis tertentu. Proses morfologis pada katakata tersebut tentunya berimplikasi pada ciri semantisnya. Pengimbuhan -ber pada kata berburu dapat memberikan gambaran intensitas kesungguhan. Atau -ber pada kata berabad-abad dapat memberikan gambaran ketakterhinggaan dibandingkan berabad. Begitu juga kata kucing dan tua bukan lagi merujuk pada kucing yang tua, melainkan merujuk pada acuan lain, yaitu suatu proses perjalanan dalam pencarian si aku yang memakan waktu yang lama. Dalam puisi Setelah Rambutmu Tergerai diksi-diksi yang dipilih penyair ada berupa kata-kata sehari, berbentuk majas, juga diksi yang dipilih untuk pencapaian rima. Contoh diksi sebagai ungkapan sehari-hari: Di luar katakata/banyak kita bicara, betapa kamu lihat diriku/aku ada/tetapi siapkah aku?; astaga/kau gigit pundakku. Sebagai contoh diksi-diksi yang berupa majas: pelepah palma diungkapkan sebagai keindahan rambut perempuan yang panjang dan lebat. Pelabuhan zaman, teluk alam memiliki makna pusat rangsangan nafsu berahi pertama seorang wanita yang mana seorang lelaki menyentuhnya. Perahu
yang memiliki arti pinggul yang indah. Ratu Sheba, Cleopatra, Drupadi, dewi Durga
berkonotasi wanita yang memiliki wibawa dan suci, juga sebagai
penghormatan dan penghargaan si aku terhadap wanita yang sangat dikagumi dan dicintainya..
Pada
bait
sepuluh
diksi
yang
dipakai
penyair:
denyut
jantungmu/berjawaban dengan denyut jantungku/dua tubuh satu getaran/dua jiwa satu bahasa, tidak hanya dipilih untuk sekadar pencapaian rima dalam, tetapi juga memiliki pertimbangan makna. Dalam puisi Kupanggili Kamu Kekasihku, diksi yang berupa ungkapan seharihari:Hatiku berduka/neng/hatiku kecewa penyair mengungkapkan kata neng adalah sebutan wanita dalam budaya sunda. Di bait ketujuh: ketika kamu bertanya apakah aku bahagia/aku menjawab: ya/dan waktu itu aku tidak lagi menipumu. Diksi yang berupa jargon yang digunakan : Pengembara di perjalanan akan selalu sendirian. Kata pengembara berkonotasi seorang lelaki yang pergi dalam pencariannya akan harapan. Kenangan hanyalah beban dan harapan hanyalah ujian. Kata, beban, harapan, ujian adalah diksi sebagai pencapaian bunyi ‘n’. Penyair memilih berkata-kata terbiasa mencinta aku gampang dikhianati/ terbiasa percaya aku gampang bermimpi, kata-kata yang sederhana, polos, dan berirama tentu saja bukan hanya sekedar pencapaian bunyi “i”, tetapi juga diksi tersebut dipilih sebagai pencapaian makna. Diksi yang berupa jargon terlihat pula di bait kesembilan : Tuhan merahmati jiwaku yang berduka. Kata Tuhan berkonotasi sebagai sumber utama penggerak alam. Sebagian kecil diksi yang dipilih penyair adalah berupa kata-kata arkaik yang diambil dari ajaran yang biasa dipakai kaum spiritual, seperti prana.
Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama), sebuah puisi yang ditulis dalam bentuk sarat dengan dialog dan dideklamasikan dalam bentuk koor. Penyair memilih diksi-diksi: Wajah leluhur kembali kepadaku, terbayang wajah bayi di masa datang. Di bait ketiga larik sebelas penyair memilih kata yang biasa dipakai kaum piritual : plexus solaris, tidak hanya sebagai penghias puisinya, tetapi juga adalah sebagai pertimbangan makna tehadap kata yang sebelumnya diungkapkan. Waktu tergunjing dan berpusing, berkejar-kejaran dan berbauran, satu pusaran, berkilatan, diksi tersebut tidak hanya sebagai pencapaian bunyi “n”, tetapi juga sebagai pemberi makna secara totalitas.
Lalu
pada
bait
keempat
penyair
memilih
kata-kata:
angin
bahorok/bagaikan naga yang menjalar, dan ditusuk, dipukul, dijerat. Di bait kelima: angin muson, mutiara-mutiara kelabu, ganggang laut yang terlena, cendrawasih yang kasmaran, burung-burung colibri, pohon-pohon pina, semaksemak putri malu/menguncupkan daun-daunnya, adalah contoh diksi-diksi yang digunakan penyair dalam pencapaian rasa pada naluri alam. Pada bait ke delapan: Angin pagi itu ramping itu ramping dan rambutnya tergerai. Hari ini angin pagi mengenakan gaun sutra. Buah dadanya yang kecil dan remaja/mengeluarkan bau wangi yang suci. Bau akar pohon terlarang. Di bait kesebelas: Tangan yang hanya bisa menerima/tangan yang gagu. Arus duka yang abadi. Di bait ketigabelas: hari makin larut/mengalir dalam jam-jam. Pesta berkembang/seperti bunga gaib. Di bait keenam belas: You berdansa seperti kijang. You pergi dari irama ke melodi/dari melodi ke irama; kalimat-kalimat tersebut adalah diksi yang dipilih Rendra untuk memperkuat dan menjelaskan lebih dalam maknanya. Pada
bait selanjutnya: Onggokan sampah, suara makhluk purba, gelembung-gelembung dari rawa kehidupan, buset!, berdamai dengan mimpi-mimpi kita, berkaca di dalam sepi. Irama kehidupan. Tenggelam di dalam kegelisahan. Keterbatasan itu suatu rahasia. Brisik! Hidupku adalah kekuatanku. Seni hidup itu manipulasi. Yang terkuat adalah sang maut. Hidup itu seperti teka-teki/hubungan kita juga seperti teka-teki. Terbang dalam waktu terkenang. Kalimat-kalimat yang berupa simbol-simbol: Maut terbang bersama cinta. Cahaya menjadi semangat jiwa. Tubuhmu yang indah menjadi patung tembaga adalah diksi yang dipilih Rendra. Dan, kata-kata sehari-hari pun banyak digunakan di sini sebagai percakapan tanya-jawab, seperti lelaki suara lantang yang bertanya pada wanita suara basah : “Bagaimana keadanmu sekarang?” Dijawabnya “untuk sementara lumayan”. Atau, dalam koor sebagai penjelasan kata-kata koloqual disisipkan dialek geografis atau sosial: neng, ganti bajumu; neng, tukang pos membawa surat dari ibumu; hei, neng! Duilah! Lampunya lupa kamu padamkan; itulah sebabnya/di koran selalu ada kritikan/mengasihani diri sendiri memang tidak perlu/tapi kita mesti bersabar/mendengarkan keluhan. Kerna hidup adalah menguji keterbatasan merupakan koloqual yang berupa majas. Rendra memilih juga ungkapan sehari-hari seperti: itulah sebabnya di pojok koran selalu ada sindiran; suka gaya; tahan, neng! Jangan ke sana!; biarkan ia ke sana/jangan di tahan. Dalam sajak Disebabkan Oleh Angin (Priangan), diksi-diksi yang digunakan Rendra lebih sederhana dengan ungkapan sehari-hari atau berupa majas, namun merupakan sebuah perwujudan yang khas mengidentitaskan perjalanan, situasi
dan keadaan dirinya dan tempat yang dikunjunginya, contoh: Inilah syair orang Indonesia/yang berada di rantau, matanya bertanya-tanya, ia mengucap salam pada pembaca/kemudian menulis sajak-sajak ini yang bertaburan/bagaikan kertas-kertas catatan/yang dijambret oleh angin, di jaman bahari, sukmanya yang gagap/di dalam kantong celananya, trem ekspres lewat menderu/menyebabkan bau logam dan debu, kemiskinan adalah penjara, kegembiraan kecil menjadi cengeng, kesabaran menjadi kekalahan, bulan seperti sundal, Paman Doblang, ketika salju di tanah sekarat, bukit-bukit jelita, bukit dan rimba bersimbah birahi, angin lewat dari depan/membawa bau arak ketan. Bahasa sehari-hari yang diambil dari dialek geografis dan sosial asing, seperti: crazy, sir. Diksi tersebut untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan dengan isi puisi. Sementara diksi pertengahan yang digunakan adalah seperti: konservatip, argumentasi, oedipus complex. Diksi-diksi seperti itu pun digunakan sebagai penyeimbang antara dialog-dialog yang terjadi dalam puisi tersebut sehingga menimbulkan kesan lebih dan nyata.
2) Pengimajian Dalam puisi-puisi Rendra banyak digunakan pengimajian di antranya imaji visual, imaji auditif, dan imaji taktil (cita rasa) sehingga pembaca tegugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda, warna dengan telinga hati mendngar bunyi-bunyian, dan dengan perasaan hati kita menyentuh kesejukkan dan dan keindahan benda dan warna..
Dalam puisi yang berjudul Wanitaku ! Wanitaku ! menunjukkan adanya imaji visual, seperti larik sukmaku mengembara ke dalam rumah/di antara bukubuku tua. Dalam puisi Setelah Rambutmu Tergerai kekaguman pada wanita ditunjukkan dengan imaji visual Matamu yang lebar/memantulkan wajahku. Imaji auditif terlihat pada larik Denyut jantungmu/bejawaban dengan denyut jantungku. Dalam puisi yang berjudul Kupanggili Kamu, Kekasihku! penggunaan imaji visual tampak pada larik-larik di antaranya : Matahari yang menyala siang ini//Sejak kulihat kamu turun dari tangga//serta melihat warna pastel di bajumu//Wajahmu yang cantik/Kulihat senja di atas lautan. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama) untuk melukiskan lautan yang indah
imaji
visual
dimunculkan
air
tersibak/puncak-puncak
ombak
berkilatan//dan akhirnya mengeluarkan warna-warna, juga dimunculkan imaji auditif untuk menunjukkan kekagumannya pada lautan terdengar suaar selaksa raksasa/bergumam bersama. Imaji visual terlihat pula untuk menggambarkan wajah Vasco da Gama Wajahnya menjadi merah jambu//matanya terpicing karena cahaya surya. Untuk menggambarkan kapal yang ditumpangi imaji visual dimunculkan dengan layar-layar bertambal/bertiang tiga/dan empat puluh awak kapal yang tak pernah tidur. Dalam dialog-dilog terlihat pula imaji visual Ketika hari masih gelap//di waktu subuh/di dalam baju pesta, juga imaji taktil dapat kita hayati dalam dialog Hari makin larut mengalir dalam jam-jam/pesta berkembang/seperti bunga gaib/yang setiap kelopaknya berbeda warna/Pesta menyebar/terapung. Larik-larik tersebut adalah bayanggan keramaian pesta dan kesenangan yang dirasakan. Ditampilkannya kata ’Pesta berkembang/Pesta
menyebar/terapung’ dalam suasana yang wah seolah membuat kita ikut merasakan keadaan pesta. Imaji auditif terlihat pada larik sebuah koor Kami dengar suaramu/agak ganjil kedengarannya//Suara yang datang dari tempat dan waktu yang jauh, juga dalam pembicaraan Lelaki Suara Lantang Brisik!Brisik. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan) terlihat imaji visual Ketika hari siang hujan salju/Dari gambar ke gambar, disusul dengn imaji taktil bayangan perasaan terasing dan kesepian, yaitu pada bait kedua Dan ia berjalan di antara gedung-gedung tinggi/ bayangannya teroantul di temboktembok kaca/Hari dingin. Jalan becek/Siang tanpa surya. Imaji visual pun terlihat pada larik Lihatlah ke langit dari jendela/mega yang tadi tak ada lagi. Untuk melukiskan suasana kengerian dan penderitaan digunakan imaji taktil Hidup tanpa surya/Dan di malam hari/bulan seperti sundal/Kemiskinan adalah penjara/Dalam lapar tak ada banyak pilihan. Larik-larik tersebut membawa kita merasakan betapa kegetiran dalam ketakutan. Bayangan kesepian dan kesendirian dilukiskan dengan imaji taktil Badai salju sudah reda/Keheningan meliputi udara/cahaya lampu-lampu nampak merah/hadir tanpa suara/Kursi-kursi, meja-meja, dan semua benda/dengan latar belakang sepi/bentuknya menjadi lebih berarti.
3) Kata Konkret Untuk
membangkitkan
imaji
(daya
bayang)
pembaca,
penyair
memperkonkret kata-katanya dengan maksud bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Penyair sangat mahir memperkonkret kata-kata sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang
dilukiskan penyair. Dengan demikian, maka pembaca terlibat penuh secara batin ke dalam puisinya. Dalam puisinya yang berjudul Wanitaku ! Wanitaku ! untuk melukiskan pengorbanan cintanya yang setia, digunakan kata: Sukmaku menjelma menjadi seekor
kucing
tua/yang
lalu
mengembara/luput
ke
dalam
perkampungan//melewati kepulan debu/melewati angin panas/melewati serdadu dan algojo/melewati anjing-anjing. Dalam puisi yang berjudul Setelah Rambutmu Tergerai, untuk memperkonkret rasa kebahagiaanya yang terlengkapi digunakan kata: Denyut jantungmu/berjawaban dengan denyut jantungku/Dua tubuh satu getaran/Dua jiwa satu bahasa. Dalam puisi yang berjudul Kupanggili Kamu, Kekasihku!,
untuk
menggambarkan
kesepiannya
digunakan
ungkapan
Pengembara di perjalanan/akan selalu sendirian. Dan, untuk memperkonkret betapa wanitanya adalah dambaan hatinya yang suci digunakan ungkapan: Kamu adalah rahmat yang murni/Kamu adalah kedamaianku/Warna putih yang tak boleh bernoda. Rasa kekagumannya diperkonkret dengan ungkapan: Wajahmu yang cantik/penuh rahasia/mengandung perbawa/menandingi lautan. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama), untuk menggambarkan keluhan yang tak berguna digunakan ungkapan: Kata-kata yang kulepas dalam tangisku/bagai onggokan sampah/yang akhirnya menimbun diriku. Untuk memperkonkret gambaran jiwanya yang kacau digunakan kata: Gelembung-gelembung dari rawa kehidupan/Asal mula uban di kepala kita/Buset!.
Untuk
memperkonkret
gambaran
pemberontakan
hidupnya,
digunakan kata: Kita harus menyerang sebelum diserang/Kita hanya menyerang
bila pasti akan menang. Untuk memperkonkret jiwanya yang romantis dalam kemuliaan cinta digunakan kata: Camar laut terbang antara karang/Camar laut terbang dua-dua/Terbang di dalam waktu terkenang/Bersama di tempat yang tak terbatas luasnya/Camar laut terbang dua-dua/Maut terbang bersama cinta. Untuk memperkonkret gambaran semangat jiwanya digunakan ungkapan: Panas menjadi cahaya. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan), untuk memperkonkret rs kesepiannya digunakan kata: Ketika hari siang hujan salju. Dan, untuk melukiskan keadaan kemiskinan yang menjadi sebab seorang berada dalam ketakutan dan kegelapan digunakan kata: Hidup tanpa surya/bulan seperti sundal. Untuk memperkonkret gambaran jiwanya yang sepi digunakan kata: Langkah-langkah pelayan di permadani/terdengar seperti bisikan./Dan kopi menjadi komunikasi.
4) Bahasa Figuratif Puisi-puisi Rendra banyak menggunakan majas bersimbol kosmis; identifikasi manusia dengan alam semesta lebih dari metafora atau imajinasi pribadi biasa. Ada keterkaitan yang erat antara kenyataan dan penghayatan eksistensi dirinya sendiri, kehidupan bermasyarakat alam kosmos dan Tuhan menjadi suatu kesatuan. Dalam puisi Wanitaku! Wanitaku! , contoh gaya bahasa di bait keempat:sukmaku menjelma menjadi seeokor kucing tua. Metafora ini menggambarkan bagaimana seorang lelaki yang telah lama mencari wanita yang diharapkannya sehingga lelaki tersebut hampir tak berdaya. Di bait ke lima baris ke 1-4 penyair mengungkapkan penderitaan di hari-harinya dalam mengejar
wanitanya dengan menggunakan teknik paralelisme-klimaks : sudah sekian lama/sudah berbulan-bulan/ sudah bertahun-tahun/sudah berabad-abad, dan di baris ke 5-9 yang ditambah dengan ambiguitas: melewati kepulan debu/melewati angin panas/melewati serdadu dan algojo/melewati anjing-anjing. Semua baris tersebut menggambarkan keadaan usaha yang menguras tenaga, berbagai derita yang dilewati si aku. Di baris ke 10-14 kembali digambarkannya lagi di mana menunjukan kesetiaan si aku sebab mengharap wanitanya kembali dengan tanpa putus asa : aku memburu/ memburu/berburu/ berburu di atas Harley Davidson. Di baris ke 15-16 akhirnya si aku menyatakan ketragisannya, kegagalannya dalam pencariannya wanitanya yang sampai membawanya pada kematiannya: mencari sukmaku dan sukmamu/yang telah lenyap bersama. Pada puisi Setelah Rambutmu Tergerai, ada koherensi atau pertautan yang erat antara unsur-unsurnya dan gaya bahasa yang digunakannya di mana banyak memunculkan metafora yang memiliki satuan-satuan bermakna.
Dalam
mengungkapkan keindahan rambut seorang wanita yang panjang, lebat dan hitam diserupakan pelepah palma yang menyentuh rerumputan. Rambutmu yang rimbun tergerai bagaikan pelepah palma menyentuh rumputan. Leher dan pundak seorang wanita diserupakannya sebagai pelabuhan zaman dan teluk alam. Leher dan pundakmu/ adalah pelabuhan zaman/teluk alam yang mampu menanggapi badai lelaki. Karena memang leher dan pundak seorang wanita adalah pusat rangsangan. Dimunculkan untuk menggambarkan keindahan pinggul seorang wanita:
pinggulmu
yang
sentosa
bagai
perahu.
Kamu
adalah
Ratu
Sheba/Cleopatra/Drupadi/kamu adalah Dewi Durga; baris menunjukan metafora
tersebut adalah pernyataan si aku terhadap kekagumannya pada wanita yang didambakannya. Dalam kelelahan, kelemahannya, ketidakberdayaannya antara kecemasan dan harapan si aku rupanya ingin melepaskan kerealistisan hidup yang penuh kekalutan dan kegelisahan, seolah kini si aku mencarinya dalam kehidupan asmara percintaan, kata-kata adalah bayangan dari harapan/tetapi bukan harapan yang sebenarnya/kata-kata adalah janji tetapi bukannya isi hati/ di dalam badai jiwa/kita saling menerka dan meraba, aku ada tetapi siapakah aku?. Akhirnya, ternyata si aku mendapatkan energinya kembali serta kesadarannya dalam melakukan penyatuan cinta-kasih hubungan jiwa dengan wanitanya yang ternyata energi keduanya cocok dan seimbang sehingga melahirkan suatu energi hidup dan makna baru ia mengungkapkan: Denyut jantungmu/berjawaban dengan denyut jantungku/dua tubuh satu getaran/dua jiwa satu bahasa, dan segera aku alami apa maknanya. Dalam puisi yang berjudul Kupanggili Kamu Kekasihku, bait kedua baris ke 3-6 terungkap gaya bahasa metafora, di mana metafora tersebut mengungkapkan rasa kecewa: teman-teman yang lama hanyalah sekutu/kenangan hanyalah beban/dan harapan hanya ujian. Pernyataan bait tersebut terlihat bahwa si aku ingin melepaskan semua yang tengah dialaminya. Majas yang digunakan penyair dalam menyatakan seorang wanita yang diharapkannya seperti terlihat dalam
larik
berikut.
Kamu
adalah
rahmat
yang
murni/kamu
adalah
kedamaianku/warna putih yang tak boleh bernoda. Wajahmu yang cantik penuh rahasia/mengandung perbawa menandingi lautan.
Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama), bait pertama dimulai dengan paralelisme, Rendra mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya
serupa
untuk
mencapai
makna
totalitas:
Disebabkan
oleh
angin/nyanyianku sampai padamu/disebabkan oleh angin wajah leluhur kembali padaku/disebabkan oleh angin terbayang wajah bayi di masa datang/disebabkan oleh angin/disebabkan oleh angin. Di bait kedua dengan memakai majas simile suara lautan dipersamakan dengan raksasa: terdengar suara selaksa raksasa/bergumam bersama. Di bait ketiga baris 9 wajahnya menjadi merah jambu merupakan metafora yang berfungsi untuk menjelaskan kebahagiaan Vasco da Gama kerna gairah hidup menggelora di dalam tubuhnya. Di baris 23, 24 Rendra menggunakan personifikasi untuk memberi kejelasan pada baris sebelumnya dan berikutnya: angin meniupkan air dan waktu/angin menyiarkan mimpi. Di bait keempat baris 1,2 dengan menggunaklan simile angin bahorok diserupakan naga yang menjalar: angin bahorok bagaikan naga yang menjalar. Paralelisme dimunculkan kembali untuk menggambarkan keadaan di baris 1-3 bait keempat: ditusuk oleh mimpi/dipukul oleh asmara/dijerat oleh harapan. Angin muson/berjalan di dalam tidurnya/angin muson tersaruk langkahnya di pegunungan; majas personifikasi tersebut memberi kejelasan tentang keadaan alam yang dirasakan. Angin Priangan menegur anda, memberi kesan bahwa lelaki suara ringan ingin mengingatkan kembali kampung halaman yang telah dilupakan oleh saudara azwar: ingin mengingatkan akan catatan-catatan yang anda lupakan. Dan, di bait berikutnya yang tujuannya serupa: angin pagi itu ramping dan rambutnya tergerai, atau di
bait kesembilan baris pertama dengan metafora : angin pagi adalah wanita remaja/rambutnya hitam tergerai. Hari makin larut mengalir dalam jam-jam Pesta berkembang seperti bunga gaib yang setiap kelopaknya bebeda warna gaya bahasa tersebut menjelaskan tentang lamunan wanita suara basah ketika mengalami malam tidak berada di tanah kelahirannya. Di bait ke-14 sebuah koor seolah-olah mengingatkan serta memperjelas kepada wanita suara basah tentang beberapa kabar yang mesti diingat yang dipersamakan dengan angin: biarlah angin malam masuk ke dalam/ kalau ia bertiup, dari selatan/maka ia dari masa lampau/kalau ia bertiup dari utara/maka ia dari masa datang/kalau ia bertiup dari barat/maka ia berasal dari alam mimpi/dan kalau ia bertiup dari timur/ ia datang dari alam arwah leluhur kita. Daerah selatan adalah bagai masa lampau ketika tercipta bumi. Arah utara sebagai makna nasib bumi di masa depan karena permulaan akibat diperkirakan memasuki daerah utara terlebih dahulu. Daerah barat yang sarat akan teknologi dan kurangnya moral hanyalah mimpi-mimpi bagi kita, bangsa yang berkebudayaan menjunjung tinggi moral. Daerah timur merupakan tanah kelahiran bapak manusia, yaitu Nabi Adam as. Pada koor bait ke 17 baris 4-7 dengan simile Rendra menjelaskan tentang sebuah keluhan berlebihan yang hakekatnya tidak berguna, ia umpamakan sebagai onggokan sampah: kata-kata yang kulepas dalam tangisku/bagai onggokan sampah/yang akhirnya menimbun diriku. Di antara metafor-metafor yang dipergunakan Rendra sebagai identifikasi penghayatan eksistensi diri dengan sentuhan pribadi yang menyandang isi, makna, ekspresi dan dimensi baru, namun begitu erat kaitannya dengan kehidupan dan
kematian sebagai berikut. Di bait 36 baris ketiga: kesadaran hidup adalah pemberontakan. Di bait ke-48: hidup adalah perlawanan. Di bait ke-50: …hidup adalah menguji keterbatasan. Di bait ke-51 baris ke-16: hidup adalah berlomba dengan mati, baris ke-19: hidupku adalah kekuatanku. Di bait ke-53 baris ke-2,3: manipulasi adalah seni menambah dan membagi/ mengalikan dan mengurangi. Di bait ke-55 baris kesembilan: pendapat adalah suasana perasaan. Bait ke -61 …yang terkuat adalah sang maut. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan), gaya bahasa yang digunakan: kemiskinan adalah penjara, kesabaran menjadi kekalahan, sepi menjadi ketenangan. Di bait ke-11 baris ke-15: bulan seperti sundal, gaya bahasa ini menunjukkan keadaan yang menyeramkan. Di bait ke-12 bari ke-1,2: kepada angin pertanyaanku kulemparkan/ dan tidak kepada kantongmu, memiliki makna kata-kata yang tidak tersampaikan. Kata-kata bukitbukit jelita, merupakan penisbatan makna keindahan suasana Priangan. Kata-kata bukit dan rimba yang bersimbah birahi, merupakan gambaran yang wah suasana di Pennsylvania. Seekor Penyu merupakan simbol orang yang konservatip, pasrah dan menerima pada keadaan, santai, bangga dengan apa yang ia punya, orang yang terlalu fanatik terhadap sukunya, menjadikan lamban bahkan tidak ingin untuk
mengejar
menderu/suar
kemajuan
angin/suara
zaman. salju/suara
Suara-suara gung
berdesah/suara-suara
bertalu-talu/suara
ribuan
manusia//suara seruling degung di tanah Sunda, kata-kata tersebut merupakan lamunan si aku ketika berada di luar tanah Sunda, namun ketika mendengar suarasuara tersebut ia teringat akan tanah Sunda.
5) Verifikasi Dalam puisi-puisi Rendra terlihat bagaimana ia mengolah bunyi dalam susunan larik atau baitnya. Seperti contoh pada puisi yang berjudul Wanitaku! Wanitaku. Rima akhir dengan bunyi: Wanitaku, wanitaku/gerimis menamparkan mukaku/dan aku berseru kepadamu. Aku bernyanyi di kamar mandi/dan tiba-tiba tubuhmu yang telanjang terbayang lagi. Rima dalam: dan aku berseru kepadamu// ...telanjang terbayang... . Rima rupa, pada pengulangan kata : sudah, melewati, dan memburu. Rima-rima yang digunakan Rendra bukan sekedar, ulangan bunyi, permainan kata atau variasi terhadap puisinya, melainkan juga mempunyai fungsi sebagai mempertegas isi makna dalam puisinya yang ia hadirkan dengan kesadaran. Dalam puisi Kupanggili kamu, Kekasihku! ditemukan adanya asonansi, misalnya antara bunyi [a] pada kata kenangan dengan [a] pada kata beban, juga dapat ditemukan sebuah paduan bunyi konsonan. Pada larik ke-7 ditemukan pengulangn bunyi [m] pada kata teman dan [m] pada kata lama. Selain itu, ditinjau dari hubungan antarlarik, juga dapat ditemukan adanya paduan bunyi [an] pada kata beban dan [an] pada kata ujian. Kedua bunyi tersebut yaitu [an] pada beban dan ujian memunculkan suatu keselarasan dan gambaran yang saling berkait, selain itu memiliki makna dengan bunyi [an] pada kata sebelumnya, yaitu kenangan dan harapan. Sehingga dapatlah dikatakan keempat kata tersebut yang berbunyi [an] adalah suatu rangkaian kata-kata yang harmonis yang menyimpan suatu gagasan tertentu.
Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasvo da Gama) tergunjing dan berpusing dapat ditafsirkan mempunyai hubungan asosiatif. Penafsiran demikian karena adanya paduan bunyi [ng]. Ditinjau dari bunyi anaforisnya, bunyi [ng] pada tergunjing merupakan bunyi anaforis yang merujuk [ng] pada kata berpusing. Sedangkan bentuk Hummmm/Hummmm/Hummmm dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (vasvo da Gama) merupakan peniru bunyi, yaitu berdehem atau bergumam seperti disebutkan pada larik sebelumnya (bergumam bersama 3x). Dalam puisi Disebabkan Oleh Angin (Priangan) ada tersebut bunyi Hahaha/Hohoho/Hihihi yang ditampilkan oleh seekor penyu merupakan pemberian gambaran dunia acuan secara imajinatif akan sebuah makna kebahagiaan, keceriaan sebab melihat pada bait sebelumnya ”Dan, orang Sunda rata-rata berbahagia”
6) Tipografi Tifografi merupakan unsur visual sebuah puisi yang secara sederhana dapat dikatakan seni mencetak dengan disain khusus, susunan atau rupa penampilan barang cetak. Tipografi mempunyai peranan penting karena berfungsi untuk menarik perhatian pembaca dan juga membantu pembaca memahami makna atau situasi yang tergambar dalam puisi . Tipografi yang digunakan oleh Rendra tersusun secara sederhana lurus, yang berarti menggambarkan kepasrahan, penerimaan, keputusasaan, lepas dari pemberontakan. Contoh tipografi puisi Rendra, misalnya dalam puisi yang berjudul Wanitaku! Wanitaku!.
WANITAKU! WANITAKU! Wanitaku.wanitaku. Gerimis menampar mukaku dan aku berseru kepadamu. Di manakah kamu, wanitaku? Kamu menghilang di belakang hotel. Di dalam kabut kuburu kamu. Kamu lari ke dalam bis kota dan lenyaplah kamu untuk selama-lamanya. Aku bernyanyi di kamar mandi dan tiba-tiba tubuhmu yang telanjang terbayang lagi. Apakah kamu mengerti kesepianku? Sukmaku mengembara ke dalam rumah di antara buku-buku gambar-gambar wanita telanjang meja makan yang berantakan ranjang yang berbau mimpi. Aku menangis. Hubungan kita sia-sia. Sukmaku menjelma menjadi seekor kucing tua yang lalu mengembara luput ke dalam perkampungan. Sudah sekian lama sudah berbulan-bulan sudah bertahun-tahun sudah berabad-abad melewati kepulan debu melewati angin panas melewati serdadu dan algojo melewati anjing-anjing aku memburu memburu memburu berburu berburu di atas Harley Davidson mencari sukmaku dan sukmamu yang telah lenyap bersama.
Sementara dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama), puisi Rendra berbentuk koor dengan dialog-dialog perbait antara tokohtokohnya (lihat dalam lampiran), namun tetap tersusun sederhana dan lurus.
3.4.3 Struktur Batin Dalam hal pembahasan struktur batin, penulis hanya akan memberikan contoh-contoh yang mewakili pada tiap unsur batin (ruh) yang dipakai penyair dalam membuat puisinya. Sebab jika diuraikan secara keseluruhan akan memakan waktu dan hanya kelelahan yang didapat.
1) Tema Tema yang merupakan konsep utama atau ide sentral yang mencakup segala kehidupan manusia, misalnya cinta, perjuangan, kritik sosial, penderitaan, kebahagiaan, ketuhanan, kereligiusan, dll. Tema diungkapkan secara langsung maupun tidak langsung. Tema tersebut umumnya banyak dipengaruhi oleh lingkungan yang melatarbelakangi penyair. Puisi Rendra yang bertemakan cinta dalam lingkaran derita, yaitu dalam puisinya yang berjudul Wanitaku! Wanitaku! Puisi ini menggambarkan seorang lelaki yang berada dalam kesepian dan penderitaan karena ditinggal pergi wanitanya: Di manakah kamu wanitaku? Sampai-sampai ia mengkhayalkan tubuh wanitanya karena memang bayang wanitanya selalu menghantuinya di setiap waktu: Dan tiba-tiba tubuhmu yang telanjang terbayang lagi//di antara bukubuku//gambar-gambar wanita telanjang//meja makan yang berantakan/ranjang yang berbau mimpi/aku menangis/hubungan kita sia-sia. Akhirnya sebab terlalu lama menunggu sementara rindu begitu menggebu: sukmaku menjelma menjadi seekor kucing tua, mencarilah sang lelaki : yang lalu mengembara/luput ke dalam
perkampungan. Waktu berputar, bulan ke bulan, tahun ke tahun dilewatinya dengan berani berbagai macam rintangan dan derita: melewati kepulan debu/melewati angin panas/melewati serdadu dan algojo/melewati anjing-anjing, tanpa mengenal kata putus asa: aku memburu/memburu/memburu /berburu. Namun, ia kehabisan daya dan tenaga untuk terus mencarinya sebab daya dan tenaganya adalah wanitanya: mencari sukmaku dan sukmamu/yang telah lenyap bersama. Dalam puisi yang berjudul Setelah Rambutmu Tergerai, diceritakan bagaimana kegelisahan seorang lelaki yang terobati ketika sang lelaki berada di pangkuan wanitanya: Maka teduhlah pangkuanmu/ dan kegelisanku menggeletak di situ. Kesepian dan derita yang sama antara lelaki dan wanitanya membawa kesadaran hidup bagi mereka berdua: kata-kata adalah bayangan dari harapan/tetapi bukan harapan yang sebenarnya/kata-kata adalah janji/tetapi bukannya isi hati. Dalam keadaan begitu, mereka memutuskan untuk kembali menyatukan tenaga jiwa. Kesepian dan derita yang sama menjadi suatu kecocokan untuk melakukan penyatuan:, saling menyalurkan rasa sepi dan derita melalui persenggamaan, di mana persenggamaan ini mereka transmusikan menjadi cinta dan welas asih, kecerdasan yang lebih tinggi, dan menjadi energi sprituil.: denyut jantungmu/berjawaban dengan denyut jantungku/dua tubuh satu getaran/dua jiwa satu bahasa. Dalam puisi yang berjudul Kupanggili Kamu Kekasihku digambarkan bagaimana ekspresi seorang lelaki yang begitu membutuhkan kekasihnya hadir di sisinya untuk mengobati lukanya: Kupangili kamu, kekasihku/kubutuhkan kamu di
meja makanku/duduk di sisi dukaku/membelai luka-luka di dalam jiwa. Sang lelaki merasa kecewa dan berduka ketika ia mesti sendiri menghadapi derita hidup yang juga membawanya mencapai kesadaran: hatiku berduka, neng, hatiku kecewa/di
dalam
kesukaran
aku
berdiri
sendirian/teman-teman
yang
lama/ternyata hanya sekutu/kenangan hanyalah beban/dan harapan hanyalah ujian//pengembara di perjalanan akan selalu sendirian. Akan tetapi, saat kesendiriannya tiba-tiba kekasihnya datang yang membuatnya terkejut tak bisa berkata-kata, sang lelaki merasa merdeka: Tetapi begitu kamu berada di sampingku/aku tak bisa berkata apa-apa//aku merasa merdeka. Sang lelaki purapura tersenyum dengan tenang menyembunyikan dukanya, ia tak ingin deritasepinya membebani kekasihnya: aku menyimpan rahasia dukaku/dan menipumu dengan senyuman//warna putih yang tak boleh bernoda.//ketika kamu bertanya apakah aku bahagia/aku menjawab :ya. Kesadaran akan rahmat Tuhan muncul: Tuhan merahmati jiwaku yang berduka. Karena memang kekasihnya menjadi tenaga hidup jiwanya: napasmu mengandung prana.//sementara terapung dalam waktu/kamulah kaitanku. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama), Rendra lebih mengarahkan temanya tentang kebenaran segala apek pengalaman hidup, penderitaan dan kebahagiaan serta pemberontakan: kata-kata yang kulepas dalam tangisku/bagai onggokan sampah/yang akhirnya menimbun diriku//yang diharap tidak
ada/yang
ada
tidak
diharapkan//kesadaran
hidup
adalah
pemberontakan/hidup tidak hanya untuk hidup/kita hidup untuk menerima
kehidupan/kita harus belajar dengan mimpi-mimpi kita/kita harus berkaca di dalam sepi. Ketika terjadi perdebatan teori dan metode kesusastraan, antara teori kritik sastra metode Ganzheit yang dilakukan oleh Goenawan Muhammad dan Sok Hok Djin (Arif Budiman) serta S. Effendi dan J.U. Nasution di pihak analitik atau akademik yang belangsung dari tahun akhir 1950-an sampai tahun 1970-an, Rendra dengan bijak membuat kritikan terhadap kedua belah pihak dalam puisinya,
Rendra
mengungkapkan:
Benarkah
sekarang
ada
krisis
kesusastraan?/tetapi kesusastraan tidak berdiri sendiri/hidup juga mengalami krisisnya/maksudku ini bukan soal metode/atau kesalahan suatu sistem/ini adalah irama kehidupan/bukannya aku menyarankan untuk tidak berbuat apa-apa/tapi hendaknya dikenangkan/bahwa bahwa yang terpenting: daya hidup/bukan teori dan metode/karena semua berasal dari kehidupan///begitulah hendaknya. Rendra juga mengungkapkan mengenai keterbatasan hidup yang menghantui masa-masa remajanya: Aku tidak sempat berbangga/aku tenggelam di dalam kegeisahan//aku gelisah arena keterbatasanku//keterbatasan itu suatu rahasia/ia baru menjadi nyata kalau kita melawannya//Ya. Hidup adalah perlawanan. Dan, dalam sebuah koor: Itulah sebabnya/di koran selalu ada kritikan/mengasihani diri sendiri memang tidak perlu/tapi kita mesti bersabar/mendengarkan keluhan/kerna hidup/adalah menguji keterbatasan. Akan tetapi, di sisi lain ia juga membantah perlawanan akan keterbatasan hidup melalui lelaki suara lantang: Brisik kata-kata tidak
mengubah
dunia/menutup
mulut
lebih
bijaksana/hidup
bukan
perlawanan/hidup ialah mempergunakan kesempatan/hidup Cuma sekali/kini
yang
terpenting
Cuma
hidupku
kerna
kesempatan
orang
lain/bukan
kesempatanku/hidup adalah berlomba dengan mati//brisik/hidupku adalah kekuatanku/keluh-kesahmu
brisik!/kegelisahanmu
brisik/aturan
mesti
dipegang/pemberontakan tak ada gunanya/seni hidup itu manipulasi/jadi terima saja aturan yang ada/sesudah itu manipulasikan ia. Dan, Rendra mengungkapkan teka-teki antara hubungan hidup dan manusia yang dijodohkan untuk bertemu: Hidup itu seperti teka-teki/hubungan kita juga seperti teka-teki. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan), Rendra mengusung tema kemanusiaan dan kritik ideologi-sosial. Rendra meyatakan melalui kata-kata puitisnya yang sedikit banyak menyindir dalam dioalog antara seekor penyu dan Sok-Hok-Gie. Ketika Sok-Hok-Gie mengungkapkan bahwa :...bahasa Inggris itu perlu/untuk bergaul dalam lingkungan yang lebih luas/dan lagi itu bukan bahasa yang sukar. Sang penyu menjawab dengan tenang:”Bukan soal gampang dan sukar/tetapi soal membuang waktu/untuk yang tak perlu/kenyataan sehari-hari adalah/bahasa Indonesia pun jarang digunakan/ di sini/ bahasa Sunda sudah menjawab segalanya. Sok-Hok-Gie: ”Tetapi bahasa Inggris itu penting/apabila anda hendak ke luar negeri. Sang penyu menjawab:”Siapa yang ingin ke luar negeri/apa kekurangan Priangan?/orang bisa jauh-jauh mengembara/akhirnya kedamaian didapat/di hati sendiri juga.” Rendra juga mengungkapkan tentang kesepian yang penuh arti: Kursi-kursi, mejameja, dan semua benda/dengan latar belakang sepi/bentuknya menjadi lebih berarti. Juga menyatakan penyadaran akan kelemahan diri manusia dan kekerdilannya ketika seorang manusia dilanda kegelisahan: ”Di dalam
kegelisahan/kenangan dan impian menjadi kaitan/bagi kepingan-kepingan diri/menjadi rangsangan penyadaran/penyadaran kenyataan diri.”
2) Perasaan Dalam puisi-puisi Rendra tergambar berbagai macam perasaan, di antaranya, kesedihan, terlihat dalam puisi yang berjudul Wanitaku! Wanitaku! ”Aku menangis/hubungan kita sia-sia”. Perasaan kegelisahan dan kesepian terlihat dalam puisinya yang berjudul Setelah Rambutmu Tergerai, ..”kegelisahanku menggeletak di situ//suara kita mengambang/terapung dalam waktu/melayanglayang di cakrawala jiwa/ditelan sepi yang abadi”. Dalam puisi yang berjudul Kupanggili Kamu Kekasihku tergambar suasana perasaan kekecewaan, , kesepian, keterpencilan kecemasan. Kekecewaan, ”hatiku berduka, neng, hatiku kecewa/di dalam kesukaran aku berdiri sendirian/teman-teman yang lama/ternyata hanyalah sekutu/kenangan hanyalah beban/dan harapan hanyalah ujian//terbiasa mencinta aku gampang dikhianati/terbiasa percaya aku gampang bermimpi/dan kini
kenyataan
telah
membuang
kedoknya/mengejutkan
daku
dari
mimpiku/membuatku kaget, menjublek tak berdaya”. Kesepian, ”jauh dari kamu, neng, hari-hariku sepi”. Kecemasan, ”Hatiku yang lemas mencari kamu, kekasihku”. Keterpencilan, ”pengembara di perjalanan/akan selalu sendirian”. Juga tergambar suasana yang khusyu akan kesadaran keberadaan Tuhan, ”Tuhan menguraikan rambutmu dengan angin//Tuhan merahmati jiwaku yang berduka”. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama) tergambar perasaan romantis ”bersandarlah di dadaku dan jangan bicara”.
Perasaan hedonisme, ”pesta menyebar/terapung dalam bir, martini, whiskysoda//ayo, neng goyang!/ah, begitu!”. Perasaan yang penuh pemberontakan dan kebangkitan, ”kesadaran hidup adalah pemberontakan//ya, hidup adalah perlawanan//kita harus menyerang sebelum diserang//berjalan masuk ke dalam kehidupan/bersama
mentari
kehidupan/bersama
pawai
yang
menyala//berjalan
masuk
ke
dalam
warna
senjakala//berjalan
masuk
ke
dalam
kehidupan/bersama bintang-bintang di cakrawala”. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan) terlukis perasaan kesepian dalam ketenangan yang penuh arti, ” kursi-kursi, meja-meja, dan semua benda/dengan latar belakang sepi/bentuknya menjadi lebih berarti//langkah-langkah pelayan di permadani/tedengar seperti bisikan/sepi menjadi ketenangan”.
3) Nada dan Suasana Dalam puisi-puisi Rendra banyak menuangkan nada dan suasana yang berbeda. Nada duka dan pasrah terdapat dalam puisi yang berjudul Wanitaku ! Wanitaku ! Terlihat pada kalimat : Aku menangis hubungan kita sia-sia//mencari sukmaku dan sukmamu/ yang telah lenyap bersama. Nada duka dan pasrah ini menimbulkan iba di hati pembaca. Dalam puisi yang berjudul Setelah Rambutmu Tergerai terdapat nada gelisah, memelas : Dan kegelisahanku menggeletak di situ//Aku mencari jiwamu//Aku ada tetapi/siapakah aku. Selain itu juga terdapat nada yang bersifat kebahagiaan yang menimbulkan kepuasaan. Dua tubuh satu getaran/Dua jiwa satu bahasa.
Dalam puisi yang berjudul Kupanggili Kamu, Kekasihku ! kita hayati nada minta belas kasihan. Hal itu terlihat pada bait pertama : Kupanggili kamu, kekasihku/kubutuhkan kamu di meja makanku/ duduk di sisi dukaku/membelai luka-luka di dalam jiwa. Juga pada bait kedua Hatiku berduka, neng, hatiku kecewa. Dan, pada bait keempat hatiku lemas mencari kamu, kekasihku. selain itu, nada bahagia terdapat juga dalam puisi ini setelah pertemuannya dengan kekasihnya Kamu adalah rahmat yang murni/Kamu adalah kedamaianku//Ketika kamu bertanya apakah aku bahagia/aku menjawab: ya. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama) terlihat berbagai nada yang bermacam-macam di antaranya nada yang bersifat memberi nasihat penuh perenungan filosofis: Maaf, saudara Azwar, tapi anda harus belajar bahasa angin//Kesadaran hidup adalah pemberontakan/Hidup tidak hanya untuk hidup/Kita hidup untuk menerima kehidupan/Kita harus belajar berdamai dengan mimpi-mimpi kita/Kita harus berkaca di dalam sepi. Nada nasihat penuh perenungan filosofis yang berupa saran-saran tajam agar kita merenungkan kehidupan Tapi hendaknya dikenangkan bahwa yang terpenting daya hidup.Bukan teori dan metode/Karena semua berasal dari kehidupan/Kita harus berpaling kepada kehidupan/Hidup adalah perlawanan/...hidup adalah menguji keterbatasanHidup ialah mempergunakan kesempatan/Hidup adalah berlomba dengan mati/Hidupku adalah kekuatanku/Kita harus menyerang sebelum diserang/Kita hanya menyerang bila pasti akan menang. Nada gelisah karena keterbatasan diri : Aku tidak sempat berbangga/ Aku tenggelam di dalam kegelisahan/Aku gelisah karena keterbatasanku. Nada yang bersifa gemas karena
teka-teki hidup: Apakah kamu teka-teki?/Kemarin ku menebak teka-teki/Sampai kini belum ketemu jawabnya/Hidup itu seperti teka-teki/Hubungan kita juga seperti teka-teki//Teka-teki itu seperti langit/Maksudku: terus-menerus. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan), terlihat nada yang bersifat kesepian, keterasingan : Inilah sajak orang Indonesia yang sedang berada di rantau//Dan ia berjalan di antara gedung-gedung tinggi/bayangannya terpantul di tembok-tembok kaca/Di dalam hujan salju/berjam-jam ia berjalan/Dan tibatiba salju itu menjadi pertanyaannya//Badai salju sudah reda//Keheningan meliputi udara//kenangan-kenagan dan impian menjadi kaitan/bagi kepingankepingan diri/Sepi menjadi ketenangan. Juga nada-yang bersifa renungan kesadaran : Kursi-kursi, meja-meja, dan semua benda/dengan latar belakang sepi/bentuknya lebih berarti.
4) Amanat Puisi-puisi Rendra menuangkan banyak amanat baik yang tersirat ataupun tersurat. Dalam puisi yang berjudul Wanitaku! Wanitaku tersimpan amanat tersirat bahwa jangan terlalu percaya kepada wanita, cinta menuntut keberanian dan perngorbanan. Dalam puisi yang berjudul Setelah Rambutmu Tergerai tersimpan amanat bahwa kita manusia memiliki penderitaan yang sama. Kita harus berusaha menepati kata-kat yang kita ucapkan karena kita berkata berarti kita telah menyimpan pengharapan kepada orang yang kita ajak bicara, dan kita harus mewaspadai terkadang manusia manusia berkata tetapi tidak sesuai dengan isi
hatinya : kata-kata adalah bayangan dari harapan/tetapi bukan harapan yang sebenarnya/kata-kata adalah janji/tetapi bukannya isi hati. Dalam puisi yang berjudul Kupanggili Kamu, Kekasihku memiliki amanat disebabkan banyaknya mimpi-mimpi kita akan terbiasa untuk percaya pada seseorang, dan laku seperti itu akan gampang dikhianati sebab rasa cinta yang terlalu berlebihan: Terbiasa mencinta aku gampang dikhianati/terbiasa percaya aku gampang bermimpi. Kita juga harus selalu ingat akan rahmat yang Tuhan berikan pada kita ketika kebahagiaan itu kembali karena segala sesuatu telah diatur oleh Tuhan:Tuhan menguraikan rambutmu dengan angin//Tuhan merahmati jiwaku yang berduka. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama) terdapat banyak amanat yang tersurat maupun yang tersirat. Keluhan-keluhan yang berlebihan yang kita ucapkan kepada seseorang atau didi kita endirri hanya akan menjadi sia-sia bahkan mencelakakan diri kita sendiri: kata-kata yang kulepas dalam tangisku/baga onggokan sampah/yang akhirnya menimbun diriku. Jangan terlalu mengekang seseorang karena akan membuatny tidak betah berdampingan dengan kita atau terlalu membebaskannya itu akan memmbuat seseorang mengkhianati kita: Bila kamu pegang aku terlalu kerasaku tercekik mati/bila kamu pegang aku terlalu/longgar aku tergoda pergi. Harapkanlah sesuatu yang berada dihadapan kita, pergunakanlah dan bahagiakanlah ia, jangan terlalu mengangan-angankan sesuatu yang tidak ada: Yang diharap tidak ada/yng ada tidak diharapkan. Kita mesti berusaha menggunakan segala daya dan upaya kita untuk menghadapi hidup, tak boleh gampang menyerah : Kesadaran hidup
adalah pemberontakan. Dan, menerima segala kehidupan (penderitaan), ambillah hikmahnya. Serta jangan terlalu banyak bermimpi:Kita hidup untuk menerima kehidupan/kita harus belajar berdamai dengan mimpi-mimpi kita. Juga cobalah untuk merenung, menafakuri hidup kita: Kita harus berkaca di dalam sepi. Kita tak perlu terlalu banyak berdebat mengenai masalah yang kurang penting, dan cobalah berpaling kepada kehidupan, kembali memandang nurani kemanusiaan bahwa disamping kita banyak yang terjadi, di antaranya masalah yang paling mengkhawatirkan adalah krisis hidup. Sudah semestinya manusia dalam hidup belajar berprihatin, masa remaja jangan disia-siakan, itulah yang mesti kita sadari. Kita coba mengatasi keterbatasan kita hanyalah untuk sejauh mana kelemahan kita: Keterbatasan itu suatu rahasia/ia baru menjadi nyata kalau kita melawannya. Dalam hidup tak perlulah banyak mengeluh, tapi sebaliknya kita pun mesti mendengarkan keluhan orang:
Mengasihani
diri/memang
tidak perlu/tapi
kita
mesti
bersabar
mendengarkan keluhan/kerna hidup/adalah menguji keterbatasan. Kita juga mesti mengingat bahwa kematian sedang menunggu dan mengejar kita: Hidup adalah berlomba dengan mati. Kita tak bisa melawan kematian karena dia lebih kuat dari kita:Dan yang terkuat adalah sang maut. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan) amanat yang tersimpan di antaranya sebagai berikut. Di dunia ini tak ada yang abadi: Disebabkan oleh angin/ tak ada yang abadi. Setiap ilmu mesti dipelajari seperlunya. Kiata diseru untuk berhati-hati terhadap kemiskinan, apakah itu kemiskinan ilmu, pangan, hati, atau bahkan keimanan, sebab kemiskinan adalah
penjara. Di dalam kemiskinan alangkah jeleknya hdup ini: kegembiraan kecil menjadi cengeng/kesabaran menjadi kekalahan/hidup tanpa surya/ dan di malam hari/ bulan seperti sundal/dalam lapar tak banyak pilihan. Dalam keadaan miskin seseorang biasanya tidak berpikir panjang, khususnya kemiskinan pangan yang menyebabkan orang kelaparan, karena ia akan berani berbuat sesuatu yang tidak masuk di akal, seperti saling membunuh sesama saudara, merampas hak yang bukan haknya. Dengan kemiskinan hati dan pikiran akan banyak diliputi ketakutan. Mengenai kehidupan dan kebahagian serta kedamaiannya, penyair memberi amanat bahwa damainya hidup kita di dunia adalah berpusat di hati kita sendiri :...kedamaian didapat di hati sendiri.
Jadilah orang yang berbahagia
menerima dengan keadaan sebab: Orang yang berbahagia tidak gampang terhina. Ketika manusia sedang gelisah cobalah untuk menenagkan diri, yaitu dengan cara merenung dalam sepi, kita akan lebih sadar akan segala arti kehidupan ini dan kelemahan diri kita. Kita akan mendapati makna akan kenyataan diri :Dengan latar
belakang
sepi/bentuknya
menjadi
lebih
berarti/Di
dalam
kegelisahan/kenangan dan impian menjadi kaitan/bagi kepingan-kepingan diri/menjadi rangsangan penyadaran/penyadaran kenyataan diri. Begitulah struktur teks dan konteks puisi-puisi Rendra. Dalam hal pemilihan katanya, Rendra terkadang memakai bahasa sehari-hari, jargon, arkaik (kuno), atau bahkan kata-kata formal dan bermartabat; namun kesemuanya diksi yang dipilih Rendra untuk memadatkan suasana, kata-kata dalam puisinya menyampaikan makna secara lembut dan bersifat ekonomis. Penyusunannya yang
sedemikian rupa adalah untuk menyalurkan pikiran, perasaannya, sehingga menjadi totalitas utuh. Penggunaan majas penuh dengan simbol-simbol kosmis; identifikasi manusia dengan alam semesta lebih dari metafora atau imajinasi pribadi biasa. Ada keterkaitan yang erat antara kenyataan dan penghayatan eksistensi dirinya sendiri, kehidupan bermasyarakat, alam kosmos dan Tuhan menjadi suatu kesatuan. Dalam hal tifografi, Rendra menyusunnya secara sederhana, lurus, tetapi juga memiliki arti tersendiri, di antaranya menggambarkan kepasrahan, penerimaan, keputusasaan, lepas dari pemberontakan. Rendra juga menusun tipografi berbentuk koor dengan dialog perbait antara tokoh-tokohnya. Sementara dalam hal Rima yang digunakan Rendra bukan sekedar, ulangan bunyi, permainan kata atau variasi terhadap puisinya, melainkan juga mempunyai fungsi sebagai mempertegas isi makna dalam puisinya yang ia hadirkan dengan kesadaran.
3.5 Analisis Nilai-Nilai Etis Kumpulan Puisi Disebabkan Oleh Angin 3.5.1 Pencarian Diri Manusia yang berpikir selalu ingin berusaha untuk mengetahui dirinya sendiri guna melaksanakan kebajikan dan menjadi seorang bijak. Namun, perlu ujian bertahap untuk mencapainya. Di antaranya sebagaimana yang akan penulis uraikan dalam bagian ini.
1) Penderitaan
Penderitaan adalah termasuk produk diri yang mesti ada dan dimunculkan seorang manusia, tiada terkecuali sebagai awal pencarian diri seorang manusia yang ingin meraih kebajikan dan mencapai kebijaksanaan. Gagasan penderitaan muncul dalam puisi yang berjudul Wanitaku! Wanitaku ! dengan secara global menyiratkan derita seorang lelaki yang mengejar wanitanya sebagai harapan hidupnya. ”Wanitaku! Wanitaku! /gerimis menampar mukaku/ di manakah kamu, wanitaku?//dan lenyaplah kamu untuk selama-lamanya”. Lenyap dan hilangnya wanita si aku seolah menciptakan kesepian terhadap si aku yang ingin dimengerti oleh wanitanya. ”Apakah kamu mengerti kesepianku?” dan kesepian ini adalah salah satu unsur yang membuatnya terpaksa mesti dirundung oleh derita batin. Simbol derita juga diutarakan melalui tangis dan hubungan, angan yang tak tersampaikan dan terlaksana. Aku menangis/hubungan kita sia-sia. Pencarian si aku akan wanitanya menyebabkan derita yang sangat melebihi awal mulanya ia menderita.
”Sudah
berabad-abad/melewati
kepulan
debu/melewati
angin
panas/melewati serdadu dan algojo/melewati anjing-anjing.” Derita fisik dan batin berpadu dalam diri si aku disebabkan pemberontakannya terhadap kenyataan hidup. Si aku mungkin tidak menyadari bahwa setiap orang mesti memiliki harapan yang tidak realistis bahwa semua berubah. Harapannya yang tidak realistis dan pencariannya malah menyebabkan si aku menemui ajalnya seiring lenyapnya wanitanya dalam pandangannya dan hidupnya. ”Mencari sukmaku dan sukmamu yang telah lenyap bersama.” Gagasan penderitaan muncul pula dalam puisi yang berjudul Setelah rambutmu Tergerai, ”dan segera saling merasa/bahwa kita punya derita yang
sama.” Larik ini menerangkan kesadaran akan derita yang sama dalam setiap langkah perjalanan hidup manusia, dimana tiada lain penderitaan tersebut disebabkan kegelisahan yang melanda manusia dan perasaan jenuh menunggu, menjawab sang waktu serta sepinya hidup di lembah mayapada. Di sini si aku pun mengalaminya sehingga membuatnya menderita. Akan tetapi, penderitaan ini mendorongnya ke arah lain, yakni ke arah untuk berbagi secara fisik dan nonfisik. ”Aku menyebut namamu/kamu menyebut namaku/suara kita mengambang terapung dalam waktu/melayang di cakrawala jiwa/ditelan sepi yang abadi/dan segera saling merasa/bahwa kita/punya derita yang sama.” Untuk melepas derita setiap manusia mesti berusaha mencari sebab yang muncul dalam dirinya dan orang dekat yang sama berbagi, seperti juga si aku terhadap istrinya, aku mencari jiwamu. Dan, si aku mencoba menjawab derita yang dialaminya dengan diam. ”Kita tak bisa bicara/kita tak usah bicara/kata-kata adalah bayangan dari harapan/tapi bukan harapan yang sebenarnya”. Si aku telah menyadari bahwa penyebab derita yang melanda dirinya adalah karena harapan yang tidak realistis bahwa semuanya tidak akan berubah. ”Kata-kata adalah janji/tetapi bukannya isi hati//di luar kata-kata banyak kita bicara.” Larik ini memberi simbol bahwa penderitaan juga disebabkan persepsi yang tidak tepat akan penilaiannya terhadap dirinya sendiri, sehingga si aku tidak mengenal siapa dirinya. Aku ada/tetapi siapakah aku? Salah satu unsur yang mengikuti derita seseorang adalah kedukaan. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama), penderitaan menjadi suatu alat perubahan yang positif meskipun ia selalu ada mengiringi
kegembiraan kita. ”Orgel listrik bisa bernyanyi dengan merdu/namun selalu terkandung jeritan dalam kemerduannya/seperti arus duka yang abadi/yang mengalir di bawah permukaan air yang nampaknya tenang dan berkilatan/bagiku ini suatu keistimewaan.” Di balik kehidupan yang terlihat menyenangkan selalu terkandung duka, dalam larik ini diibaratkan dengan orgel listrik, tetapi dengan menderita membuat hati kita akan lebih pandai menentukan pilihan hidup, lebih kuat menghadapi berbagai persoalan hidup, lebih tabah dan sabar berharmoni mengalir menjalani hidup. Sebab derita manusia ini akan selalu mengikuti selama manusia hidup di dunia, dalam puisi ini juga diibaratkan dengan arus bawah dan dalam lariknya menggunakan tanda seru yang berarti kita pun harus waspada terhadap derita yang akan datang. ”Wahai arus bawah!/engkau selalu beramaku!.” Dalam sebuah koor di bait ke-17 kita diperingatkan bahwa tak perlulah kita mengeluh dengan kata-kata rintihan tak berguna yang justru akan membuat kita bertambah menderita, yang diibaratkan dengan onggokan sampah. ”Di dalam gelap jiwaku merintih/tanganku menggapai/meraba-raba/kata-kata yang kulepas dalam tangisku/bagai onggokan sampah/yang akhirnya/menimbun diriku. ” Gagasan penderitaan juga muncul dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan), dihubungkannya penderitaan dengan kemiskinan, kesepian, dan kebodohan. ”...Setiap tempat punya deritanya/kalau tidak kemiskinan, kesepian/atau kebodohan... .” Kemiskinan diumpakan sebagai penjara hidup manusia. Kemiskinan adalah penjara; dimana setiap kegembiraan kecil menjadi cengeng/kesabaran menjadi kekalahan. Kemiskinan di sini adalah
multitafsir bisa kemiskinan harta, ilmu, hati atau bahkan keimanan, dan lainnya. Hidup kita menjadi gelap bila berada dalam kemiskinan, seperti hidup tanpa surya/dan di malam hari/bulan seperti sundal, mungkin kita tidak mempunyai banyak pilihan, jika hidup dalam kemiskinan, dalam arti kurang berpikir panjang dengan apa yang diperbuat, khususnya kemiskinan pangan. ”Dalam lapar/tak banyak pilihan;” sebab kelaparaan orang bisa rampas-merampas hak orang lain, bahkan dapat dengan kejam membunuh sesama saudaranya sendiri. Kemikinan dapat menyebabkan ketakutan yang tidak menentu, yang tidak masuk di akal.
2) Kewajiban Kewajiban dapat termasuk dalam kategori norma perbuatan yang baik. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan), konsep kewajiban terlihat ketika si aku bertanya kepada Sok Hoek Djin, ”Tapi bagaimana tugasku?/apa tugasku?”. ketika Soe Hok Djin menjawab, ”Kamu tak usah terikat apa/Asal
kamu
hadir
saja/tugasmu
yang
khusus
tidak
ada.
Si
aku
menjawab,”Tetapi aku tak bisa diam saja”. Dan, si aku pun menawarkan diri, ”Aku ingin tugas.” Kata-kata tugas terulang tiga kali yang berarti dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab dirinya, si aku sadar akan kewajibannya sebagai manusia yang mesti memiliki tugas tertentu demi kehormatannya. Dengan niat yang baik dan kemauannya sendiri, ia berharap di beri tugas khusus. Sebab ia menginginkan tugas karena ia terangsang oleh dorongan dari luar, yaitu alamnya, tempat ia berada dalam lingkungan kesenian di mana setiap orang
diberi tugasnya masing-masing, maka dorongan tersebut masuk ke hati kecilnya menjadi suara halus dirinya yang memerintah agar si aku seperti mereka yang dibebankan tugas-tugas tertentu. Akan tetapi, setelah si aku tidak dipercaya untuk mengemban tugas karena akan membuat acara kacau, ”kalau kamu ikut kerja/rencana akan kacau jadinya!” mekipun si aku telah berjanji,”Aku berjanji”, tetap saja Soe Hoek Djin tidak mempercayainya,”kamu sudah sering janji/tapi tak pernah kamu tepati.” kata-kata Soe Hoek Djin tersebut yang merupakan bentuk pemikiran yang dipakaikan pada pengalaman yang berdasarkan kepercayaan membuat si aku melepaskan kemauan dirinya untuk diberi tugas, ”Baik aku terima saja/Sekarang aku bebas/Tak ada kerja.?” Dengan masih tanda tanya si aku melepaskan tugas dapat disimpulkan bahwa kebebasan yang diterima tidaklah dijabarkan dari akal, tetapi dari kepercayaan. Si aku masih menyadari adanya kewajiban di dalam batinnya, tetapi tujuan untuk mewujudkannya tidak tercapai karena lebih dulu tidak dipercaya. Meskipun begitu, kebaikan niat baik si aku tetap diterima, sebab Soe Hoek Djin dan kawan-kawan yang lainnya mengharapkan ia hadir bahkan mengharapkan spontanitasnya,” Tapi Kami ingin kamu ada/dan mengharapkan spontanitasmu.” Kata-kata tersebut menyiratkan perbuatan-perbuatan yang terarah dan pandangan ke depan menjadi lebih jauh.
3) Kesenangan dan Cinta Kesenangan (hedone) oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai tujuan pokok di dalam kehidupan. Tokoh yang memprakarsai aliran ini adalah Democritus (400 Sm-370 Sm) dan yang dimaksud bukan kesenangan fisik, tetapi
kesenangan sebagai perangsang intelek manusia. Akan tetapi, pengikut Socrates, Aristippus (395 Sm), berpandangan kesenangan sebagai rasa senang yang diperdapat melalui pancaindera yang merupakan satu-satunya nilai yang ingin dicari oleh manusia. Dan, rasa senang ini mesti timbul dari dasar cinta terhadap sesuatu yang walaupun akhirnya jika tidak tercapai akan menimbulkan kecewa dan rasa sakit. Gagasan nilai etis-filosofis cinta tertuang secara keseluruhan di setiap judul dalam puisi Disebabkan Oleh Angin secara nyata tersurat ataupun simbolik. Dalam puisi yang berjudul Wanitaku! Wanitaku ! dipaparkan sebuah perjalanan cinta yang memerlukan pengorbanan tanpa pamrih, di mana nilai kesetiaan mendominasi
hati
seorang
lelaki
kepada
wanita.
Di
manakah
kamu
wanitaku?//sukmaku menjelma menjadi seekor kucing tua. Kucing tua merupakan metafor yang menggantikan suatu keadaan yang sudah hampir mencapai titik darah terakhir, menunjukkan ketakberdayaan, kelelahan hatinya disebabkan pencariannya terhadap wanitanya (istri, kekasihnya), tambahan yang lalu mengembara/luput ke dalam perkampungan adalah memberi gambaran bahwa si aku tetap akan mencarinya walaupun dalam keadaan sudah tak berdaya sekalipun. Sudah sekian lama/sudah berbulan-bulan/sudah bertahun-tahun/sudah berabadabad, menunjukkan pencariannya yang begitu memakan waktu yang lama, terusmenerus tak terkira. Melewati kepulan debu/melewati angin panas/melewati serdadu dan algojo/melewati anjing-anjing adalah merupakan simbol keberanian muncul sebagai wujud cinta si aku, aku memburu memberikan arti tambahan, yaitu pencariannya yang sungguh-sungguh disebabkan cintanya yang membara,
seolah-olah si aku bagaikan pemburu hewan liar yang tanpa jejak, tersesat sehingga
harus
melewati
berbagai
rintangan.
Mencari
sukmaku
dan
sukmamu/yang telah lenyap bersama, merupakan titik terakhir pengorbanannya, sehingga
si aku sendiri mulai kehilangan jati dirinya, si aku berada dalam
keputusasaan. Dalam puisi Setelah Rambutmu Tergerai, cinta memerlukan jawaban persentuhan dan penyatuan fisik dan batin. Wujud fisik disimbolkan dengan penyebutan bagian-bagian tubuh wanita. Sementara wujud batin adalah pengharapan akan sifat yang ada pada si wanita disebabkan cintanya, maka segala yang ada akan lebih meninggikan daya angan si aku sehingga si aku dapat mendudukkan si wanita di tempat yang istimewa dalam pandangannya dan mata hatinya ’Kamu adalah Ratu Sheba/Cleopatra/Drupadi/Kamu adalah Dewi Durga’, juga metafor-metafor yang ditujukan pada si wanita itu menunjukan cinta sucinya dan betapa memang sempurnanya wanita tersebut (istrinya). Dalam wujud fisik seakan cinta adalah keadaan yang akan terwujud dengan persenggamaan, maka cinta begini ibarat cinta yang bersumber dari nafsu hewani yang merupakan hasrat berlebihan terhadap kesenangan dengan ditunjukan dalam larik-larik berikut: Menghamburlah badaiku kepadamu/badai dari kuku/badai dari ujung jari/badai dari kulit perut/badai dari mimpi kanak-kanakku/badai dari hasrat yang terpendam/badai dari naluri purbakala/badai tigapuluhenam tahun hidupku melanda/pinggulmu. Akan tetapi, si aku setelah merasakan kehampaannya, merasa ada yang kosong dalam sebagian dirinya, ’aku ada/tetapi siapakah aku?’ dalam krisis hidupnya pertanyaannya ini mengakibatkan ia langsung mempelajari dan menemukan objek cinta spiritual dengan kapasitas fitrah ’denyut
jantungmu/berjawaban dengan denyut jantungku’, bait tersebut menggambarkan penyatuan kasih sayang dan sikap spiritual yang timbul dari rasa cinta. Jantung merupakan organ utama paling penting pada manusia, maka dengan penyatuan denyut jantung seolah-olah memberi suatu perumpamaan ketika si aku dan wanitanya merasa punya derita yang sama, mereka berdua mencari tenaga yang cocok untuk saling melengkapi ’aku mencari jiwamu’, secara tidak langsung si aku berharap untuk saling mengisi energi yang hilang dalam dirinya, si aku berada dalam kehampaan dan kekalutan, sehingga ia tak mengenal jati dirinya sendiri ’aku ada/tetapi siapakah aku?.
Bait yang mengungkapkan dua tubuh satu
getaran/dua jiwa satu bahasa adalah memberi gambaran bahwa penyatuan energi jiwa keduanya telah cocok dan sama, dalam arti saat mereka melakukan persetubuhan, mereka saling menyalurkan energi seks sebab mereka dalam melakukan persetubuhan adalah bertujuan untuk mengembalikan energi mereka, dan mereka pun membutuhkan peningkatan mutu sel-sel otak dan krisis jiwa yang telah terganggu dikarenakan kegelisahannya, kesepiannya, penderitaannya, kebimbangannya, dan rasa kecewa-putus asa akan berbagai pengharapan serta janji yang ternyata hanya sebatas kata-kata ’kata-kata adalah bayangan dari harapan/tetapi bukan harapan yang sebenarnya/kata-kata adalah janji tetapi bukannya isi hati/di dalam badai jiwa/kita saling menerka dan meraba’ dalam keadaan parah tersebut yang hampir melenyapkan seluruh energi hidupnya untuk menjalani hidup, maka dari itu mereka melakukan transmutasi energi dengan segala wujud kepasrahan dan keikhlasan sehingga berharap kembali menjadi cinta, kasih sayang, kecerdasan, dan iluminasi yang tinggi. Sebab berdasarkan
larik-larik setelahnya di mana cinta objek hewani lalu diikuti spiritual suci yang berakhir ditemukan jawabannya ’dan segera aku alami apa maknanya’, pasrah secara spiritual berarti tidak boleh ada penolakan, seperti si aku tersebut yang menghadapi masa berontak, tapi juga tidak menolak, si aku tidak melepaskan kemampuan berpikir dan kemauan, ia tetap melakukan dan menjalani cinta dengan menikmatinya tanpa menyerah dalam pencariannya yang berarti inilah sebuah wujud kecerdasan si aku. Cinta yang seperti tersebut di atas juga tertungkap kembali dalam puisi yang berjudul Kupanggili Kamu, Kekasihku!. Akan tetapi, dalam puisi ini setiap persentuhan indra berakibat langsung munculnya kekuatan pada jiwa ’Pundakmu menguapkan bau berahi/pipimu panas/napasmu mengandung prana’. ’Prana’ dapat diartikan napas hidup yang berarti kekuatan batinnya. Larik yang berbunyi ’kekuatan yang purba’ adalah tenaga yang memang telah tersimpan dalam diri manusia yang kemudian terkuak melalui penyatuan fisik dan batin. ’Kamu alirkan ke dalam tubuhku/melalui ciuman yang mutlak bahasanya’, larik-larik tersebut menggambarkan suatu keadaan daya kondusif melalui kesengajaan sebab naluriah, dari sudut pandang intelek adalah menjadi suatu hal yang cerdas untuk dilakukan, sedang bahasa adalah menunjukan suatu hal yang praktis, berarti konduktif dari sudut pandang kemauan adalah hal yang praktis untuk dilakukan. Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Priangan), kebahagiaan dilekatkan sejajar bersama sakit (derita) yang disimbolkan dengan keluh wanita, ”terdengar suara antara sakit dan bahagia: desah dan keluh wanita yang sedang dicumbu.” Kebahagiaan ini dapat ditafsirkan dengan kesenangan semata karena
dilihat pada larik-larik sebelumnya di mana kesenangan selalu berwujud semata dalam persentuhan indra, dalam arti nilainya bersifat inderawi dan terbatas. Manusia mesti mencari kemungkinan nilai yang lebih tinggi dari pada kesenangan indera. Sedangkan dalam puisi Wanitaku ! Wanitaku !, untuk meraih kebahagiaan hidup manusia harus memiliki kesenangan, yaitu bagaimana seseorang itu bisa melakukan sesuatu dalam hidup ini secara total, maksimal. Aktivitas apapun, termasuk pencarian terhadap wanita si aku yang memerlukan banyak pengorbanan dengan mantap, dengan kemauan kuat, keberanian dan melalui persiapan yang matang, sehingga mampu menangkis tantangan yang datang. Bila seseorang bisa total dalam melakukan sesuatu, apapun masalahnya pasti terselesaikan walaupun harus menemui ajalnya, ”mencari sukmaku dan sukmamu/yang telah lenyap bersama.” Dapat dikatakan inilah kondisi ekstase atau kondisi paling puncak yang dinantikannya merupakan kesempurnaan kebahagiaan. Cinta dalam penyatuan fisik dan batin memiliki jangkauan yang luas daripada rasa senang individual. Cintalah yang diharapkan adalah yang membangkitkan alam semesta, semangat yang harus mematahkan kesulitan dan kesukaran manusia, serta merupakan obat yang memberikan kekebalan terhadap seluruh cacat keburukan manusia
3.5.2 Pengembangan Diri Landasan bagi pengembangan diri adalah bahwa manusia tidak akan mencapai apa yang sesungguhnya diharapkan dirinya kalau semata mencari nilai
yang bersifat inderawi. Dalam penelitian puisi ini ada terdapat dua langkah pengembangan diri. Orang yang mengembangkan rasa individualnya lebih jauh akan sadar bahwa hawa nafsu dan pamrih tidak dapat dipisahkan dari frustasi dan kekecewaan (Suseno, 1983: 215). Pengembangan diri ini akan mencapai tingkat yang lebih tinggi apabila ia tidak kalah dalam segala rasa yang dialami pada awal mencapainya
1) Perwujudan Diri Konsep perwujudan diri dalam puisi Rendra muncul dari suatu keadaan kekurangan atau perbedaan hidup, seperti dalam puisi yang berjudul Disesabkan Oleh Angin (Priangan), karena hidupku tanpa orang tua/sejak remaja selalu aku berusaha/mencari tahu rahasia diriku. Larik tersebut menunjukkan kelebihan manusia dari makhluk lainnya dengan mencari rahasia dirinya yang menjadi misteri. Secara naluriah binatang pun sama, tetapi seorang manusia yang berbuat seperti itu adalah disebabkan ingin melatih akalnya menuju ke arah kehidupan akan keunggulannya untuk mencapai kebahagiaan, dan inilah makna manusia bijak. Dalam puisi Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama) lebih jelas lagi proses atau cara manusia mewujudkan dirinya berawal dari pengharapan yang tidak terlaksana,”Yang diharap tidak ada/yang ada tidak diharapkan,” menunjukkan watak tabiat manusia yang tidak pernah kenyang bahkan mengharapkan yang tidak ada, sementara sesuatu yang ada tidak dimanfaatkan seutuhnya, sebenar-benarnya. Sikap seperti ini akan mengakibatkan kegelisahan
dalam diri. ”Kesadaran hidup adalah pemberontakan”, kesadaran adalah hal utama yang diperlukan untuk muwujudkan dirinya sendiri. Dengan kesadaran kita akan tahu keterbatasan diri kita sampai di mana. Mengenai konsep pemberontakan dijelaskan sendiri oleh penyair “Yang saya
maksud
dengan
pemberontakan
bukanlah
pemberontak
yang
memperjuangkan kekuasaan pemerintah atau lembaga lainnya. Pendeknya, bukan mereka yang memberontak dengan orientasi politik atau kekuasaan. Melainkan mereka yang selalu memberontak terhadap keterbatasan keadaan dirinya. Pemberontak-pemberontak ini adalah mereka yang mempunyai banyak gairah hidup, yang selalu mendorong kebutuhan mereka untuk senantiasa menumbuhkan dirinya. Keadaan kehadiran orang dalam hidup selalu membawa keterbatasannya. Batas-batas itu ada datang dari dalam dirinya, ada pula dari luar dirinya. Tidak hanya batas-batas mutlak semacam kelahiran, takdir, menunggu godot, dan kematian saja yang menjadi batas bagi perkembangan diri kita. Banyak juga halhal sementara, ialah tradisi kebudayaan, dogma agama, doktrin politik, keadaan sosial yang buruk, kemelaratan, kepicikan pengetahuan, dan lain sebagainya yang serupa itu yang mungkin menjadi batas pertumbuhan diri kita, apabila mulai bersifat terlalu mengekang (Teeuw, dalam pengantar pamfletten van Een Dichter, 1980:23). Keterbatasan inilah yang membuat seseorang menjadi gelisah,”aku gelisah karena keterbatasanku.” Tokoh putri dalam puisi tersebut menjelaskan bahwa keterbatasan itu suatu rahasia/ia baru menjadi nyata kalau kita melawannya. Dalam larik berikutnya (wanita suara basah) disebutkan pelawananperlawanan kita akan mengajarkan/di mana batas kita. (Putri): Ya, hidup adalah
perlawanan.” Pada larik sebelumnya (wanita suara basah): Hidup tidak hanya untuk hidup/kita hidup untuk menerima kehidupan/kita harus belajar berdamai dengan mimpi-mimpi kita. Kalimat tersebut bermaksud bahwa tanda tercapainya tujuan adalah dengan perlawanan terhadap hawa nafsu dengan meninggalkan keinginan-keinginannya. ”Kita harus berkaca di dalam sepi”. Berkaca dalam sepi memiliki pengertian melihat segala keadaan diri yang ditujukan agar lebih akrab/intim dengan dirinya, sehingga kita dapat lebih jauh mengetahui diri dan kata hati kita serta mengingat cela-celanya. Sebab nafsu dengan sendirinya cenderung kepada prilaku yang jahat, dan hawa nafsu ini berprilaku sesuai dengan wataknya dengan cara menentang yang baik, maka seseorang mesti menolak hawa nafsunya dengan perjuangannya melawan (lelaki suara ringan) racun di dalam pencernaan, yaitu tuntutan-tuntutan keinginan yang jahat, yang menjadi asal mula uban di kepala kita , yaitu penderitaan di dalam kegelisahan yang sangat, karena terus berduka membuat kita beruban (cepat tua). Jadi, seorang yang bijaksana berarti menjauhkan diri dari segala keinginan. Ia adalah orang yang terbebas dari kesedihan, karena orang yang bijaksana berani mengasingkan dirinya. Ketika ia disakiti mungkin ia akan berlari dan berkaca dalam sepi” Karena hanya sepi yang bisa mengusir dendam dan sakit hati (Sajak BurungBurung Kondor). Oleh sebab itu, ia berusaha bebas dari rasa sakit hati agar tidak menimbulkan dendam yang akan merusak citra dirinya dalam pandangan dirinya sendiri.Mengenai Kesadaran hidup adalah pemberontakan adalah selaras dengan etika Jawa yang menyebutkan rame ing gawe, yng berarti seseorang mesti memahami bahwa ia mempunyai tugasnya di dalam dunia, dan ini akan menjadi
suatu kebaikan, akan memunculkan perasaan yang menenangkan dan logika sehatbagi dirinya dan pihak lain di mana mereka menyadari tugas dan kewajiban yang dibebankan padanya. Kita harus berkaca di dalam sepi adalah selaras dengan etika Jawa yang berbunyi sepi ing pamrih, yang bertujuan memperdalam rasa memuat asionalitasnya dalam dirinya sendiri: melalui usaha itu manusia semakin intensif memiliki diri sendiri, dan pemilikan itu langsung dan secara intuitif dialami sebagai nilai pada dirinya sendiri. Terkadang dalam pergolakan kesadarannya manusia beranggapan bahwa dirinya itu hanya satu, ”Vasco da Gama berdiri di buritan/matanya terpicing/memandang ke belakang/tapi masa lampau melompat ke muka/masa kini ke belakang/dan masa depan berada di tempat ia berdiri//waktu tergunjing dan berpusing/yang lampau,yang kini, dan yang akan datang.” Hingga untuk masa yang akan datang ia merasa dirinya terikat kepada janji-janji yang dulu atau sekarang diucapkan olehnya, seperti dalam puisi yang berjudul Setelah Rambutmu Tergerai, Kata-kata adalah janji/tetapi bukannya isi hati. Pikiran seseorang seperti itu adalah merupakan tahap mencapai perwujudan diri, di mana ia akhirnya akan bertanya: Aku ada/tetapi siapakah aku? ” Dalam bait 55 (lelaki suara lantang) disebutkan, ”Dan kita juga tidak punya pendapat apa-apa//pendapat itu bukan sisi pikiran/pendapat adalah suasana perasaan”, menunjukkan bahwa semestinya seorang yang mewujudkan dirinya untuk menjadi seorang yang bijaksana mampu memurnikan dirinya dari segala pendapat, dan dapat memiliki sikap tak peduli terhadap hal-hal yang tidak perlu, jika terdesak ditanya cukup hanya berkata tidak dan ya.
2) Kebahagiaan Kebahagiaan merupakan salah satu topik pembicaraan etis tertua tentang manusia yang tergolong dalam filsafat praktis. Aliran kebahagiaan dinamai aliran eudaemonisme. Eudamonia berarti dipimpin secara langsung oleh Daemon, yaitu ’jin yang baik’, yang umumnya diterjemahkan dengan kebahagiaan. Dalam puisi yang berjudul Kupanggili Kamu, Kekasihku! di bait ke-7 berbunyi ”Ketika kamu bertanya apakah aku bahagia, aku menjawab : ya. Dan waktu itu aku tidak lagi menipu.” Ungkapan bahagia pada bait tersebut memaknai bait sebelumnya, yaitu bermula ketika si aku sangat membutuhkan kehadiran kasihnya di hadapannya ”Kupanggili kamu, kekasihku/kubutuhkan kamu di meja makanku/duduk di sisi dukaku/membelai luka-luka di dalam jiwa.” Dengan lemas si aku mencari kekasihnya, menyeru hatinya selalu Hatiku yang lemas mencari kamu, kekasihku. Sehingga si aku sadar dan memutuskan untuk hidup dalam kesendirian ”Pengembara di perjalanan/akan selalu sendirian.” Akan tetapi, secara tiba-tiba kekasih si aku berada di sampingnya, membuat si aku terdiam tak bisa bicara, tetapi begitu kamu berada di sampingku/aku tak bisa berkata apaapa//sementara kubawa kau duduk di lobby/setelah mencium bau rambut dan kulitmu/serta melihat warna pastel dari bajumu/aku merasa merdeka/kamu menanyakan wajahku yang muram/aku menyimpan rahasia dukaku/ dan menipumu dengan senyuman. Bait-bait tersebut menunjukan simbol-simbol secara keseluruhan mengenai tahapan tibanya kebahagiaan. Larik-lariknya seolah menyiratkan bahwa kebahagiaan itu muncul ketika keputusasaan dan kegelisahan
berubah menjadi harapan. Dan, kebahagiaan ini diterapkan untuk sesuatu yang bila sesuatu tersebut tercapai tidak menyebabkan penyesalan. Bila dikatakan setiap apakah orang menginginkan kebahagiaan? tentu, tetapi bila dikatakan bahwa seseorang harus mencarinya terlebih dahulu, itu tidaklah benar. Pernyataan ini dapat terlihat dalam pernyataan kalimat-kalimat berikut. Hatiku yang lemas mencari kamu, kekasihku/sangat ingin kutatap lagi matamu/ matahari yang menyala siang ini/telah berkata:
”Pengembara di perjalanan/akan selalu
sendirian. Dalam keadaan yang penuh harapan akan kehadiran kasihnya yang dinantinya untuk menemani si aku dalam menghadapi kesukaran dan kebingungannya, namun tak kunjung juga kasihnya datang. Sampai akhirnya ia kecewa terhadap kenyataan yang dialaminya”teman-teman yang lama tenyata hanyalah sekutu/kenangan hanyalah beban/dan harapan hanya ujian//terbiasa mencinta aku gampang dikhianati/terbiasa percaya aku gampang bermimpi. Setelah si aku sadar bahwa ia mesti dalam kesendirian menjalani segala ujian hidup,
tiba-tiba
tanpa
diduga
apa
yang
diharapkannya
hadir
di
sampingnya.”Tetapi begitu kamu berada di sampingku/aku tak bisa berkata apaapa,” inilah yang membuatnya bahagia, sementara sesuatu yang pertama dicarinya hanyalah sebuah kesenangan belaka, maka disinilah harus kita katakan bahwa semua orang selalu mengejar kebahagiaan yang dirasakannya hilang, tetapi seringkali mereka berbuat kesalahan mengenai letak kebahagiaan itu berada. Dalam puisi ini letak kebahagiaan itu berada dalam kemerdekaan setelah si aku menemukan kekasihnya kembali, si aku begitu merasa merdeka, sehingga ketika ditanya apakah si aku ini bahagia, si aku hanya sempat menjawab ya, sebab ia
telah berada dalam ketenangan jiwa. Dan, diawali dengan kesengsaraan,”hatiku berduka neng, hatiku kecewa.” Dan, di bait lainnya dalam judul puisi yang sama tersebut ”orang yang bahagia tidak gampang terhina”, mungkin hanya kalimat inilah yang cocok menempati tingkatan tertinggi kebahagiaan. Sebab kebahagiaan semacam ini adalah tingkatan bahagianya orang bijak. Pada puisi ini seorang bijak disimbolkan dengan seekor penyu. Penyu ini adalah binatang yang tenang dan selalu waspada, pengertian ini selaras dengan arti Sunda menurut bahasa Sanskerta, di antaranya waspada. Seekor penyu tidak suka membuang waktu untuk yang tak perlu, ia tajam memandang kenyataan yang menyerangnya, ia mencintai dirinya sendiri sebagai negerinya, ia tidak cepat mengambil keputusan untuk berbuat dan tidak pula gampang terbawa arus (konservatip), sifat demikian ini diibaratkan orang sunda ”dan orang Sunda rata-rata bahagia”. Tabi`at dan sifat penyu tersebut dapat terlihat pada kutipan berikut ini.
”...Bukan soal gampang dan sukar, Bung Hok-Gie/tetapi soal membuang waktu/ untuk yang tak perlu/kenyataan sehari-hari adalah bahasa Indonesia pun jarabg digunakan/di sini/bahasa Sunda sudah menjawab segalanya//Aku tidak meremehkan apa-apa/ini akal sehat semata-mata/aku ingin menari? Menyanyi? /makan, bercinta/ berdebat tentang filsafat/menghayati agama/atau berbicara tentang negara/di sini semua dilakukan dengan bahasa Sunda/berita dari luar negeri?/peristiwa-peristiwa di segenap pojok dunia?/semua bisa dibaca di koran Sunda/lihat, apakah pandangan jauh aku remehkan?Juga bahasa Inggris itu bagus/Cuma saja/bila bahasa Indonesia pun sedikit gunanya/untuk apa aku membuang waktu lagi/untuk belajar lain bahasa?//Orang bisa jauh-jauh mengembara/akhirnya kedamaian didapat di hati sendiri juga//Aha, Bung HokGie, temanmu datang/kita ahiri saja di sini/kulihat ada urusan baru untuk saudara//Omongan ini tak akan sampai ke mana-mana/tidak baik kita membuang waktu/lebih baik pertanyaan saudara Rendra diberi...”
Dari pada itu tabi`at dan sifat Soe-Hok-Gie adalah memiliki jiwa berontak, ia selalu ingin mengikuti arus zaman, teoritis, seolah memiliki pandangan jauh, yang secara tersirat dengan pandangan jauhnya itulah Soe-Hok-Gie akan memperoleh kebahagiaan. Disini dapatlah disimpulkan bahwa orang, meski mereka menyatakan mendambakan kebahagiaan mengikuti sasaran-sasaran yang berbeda dan memilih cara-cara yang berbeda dalam mencapai itu semua, karena mereka berbeda dalam cara berpikir, atau mereka mengikuti suatu aliran atau kepercayaan tertentu menyangkut manusia dan dunia, seperti itu pula antara sang lelaki (si aku), wanita, juga seekor penyu dan Soe Hok-Gie adalah sebagai simbol perbedaan pandangan mengenai kebahagiaan. Tentu saja setiap orang mempunyai sejumlah kehendak dan memiliki keinginan besar untuk mencapai kebahagiaan. Bila ia diminta untuk menerangkan pada hal-hal apa terletak kebahagiaan yang dicapainya? Ia kan mengutarakan kebutuhan dan keinginannya. Kita bisa saja mengatakan bahwa kebahagiaan adalah pencapaian kenikmatan yang ada setinggi mungkin dan pemusnahan sebanyak mungkin penderitaan lalu, atau paling tidak memperkecilnya. Dengan kata lain, kebahagiaan bisa juga diperoleh melalui penggunaan sumber-sumber materil dan intelektuil yang selaras dengan proses mengatasi rintangan-rintangan dan pertentangan-pertentangan situasi dan kondisi yang mengarah ke kesedihan dan penderitaan. Dapat disimpulkan antara perbedaan kesenangan dan kebahagiaan adalah pertama, kesenangan berhubungan dengan suatu kekuatan dan kemampuan khusus manusia atau binatang, tetapi kebahagiaan bergantung pada semuan kekuatan, kemampuan dan aspek-aspek kehidupan manusia; kedua, kesenangan adalah pengatur dari yang menyenangkan
dan tidak menyenangkan, sedangkan kebahagiaan adalah pengatur dari apa-apa yang disarankan dan yang tidak disarankan; ketiga, kesenangan berhubungan dengan masa sekarang, sedangkan kebahagiaan berhubungan dengan masa sekarang dan masa mendatang. Dalam puisi Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama) tersebut,”Kesadaran hidup adalah pemberontakan/Hidup tidak hanya untuk hidup/Kita hidup untuk menerima kehidupan/Kita harus belajar berdamai dengan mimpi-mimpi kita/Kita harus berkaca di dalam sepi,” menyatakan kebahagiaan terletak dalam sebuah pemberontakan, yaitu pemberontakan terhadap keterbatasan diri, keterbatasan itu suatu rahasia/ia baru menjadi nyata kalau kita melawannya. Pemberontakan ini adalah sebuah wujud perlawanan yang merupakan kegiatan yang khas bagi perwujudan manusia dan merupakan kegiatan jiwa yang berakal budi, baik secara murni dalam kontemplasi filosofis yang bersifat teoritis,”Kita harus berkaca di dalam sepi.” Semakin ’rasa’ manusia mendalami dimensi-dimensi batin keakuannya, semakin ia akan menjadi sanggup untuk menghayati suatu pemenuhan ganda eksistensinya sendiri: ia menemukan diri yang sebenrnya dengan semakin intensif, dan pada dasar kebatinanya ia akan bertemu dengan realitas Ilahi (Suseno, 1983:215) Atau, ia temukan dengan secara aktif melibatkan diri dalam komunitas kehidupan yang berarti bersifat praktis, ”kita
harus
berpaling
kehidupan/bersama
pawai
kepada warna
kehidupan//berjalan
masuk
ke
dalam
senjakala//berjalan
masuk
ke
dalam
kehidupan/bersama bintang-bintang di cakrawala.” jadi, untuk mencapai kebahagian adalah dengan luruskan niat, sempurnakan ikhtiar, dan akhiri dengan tawakal.
3) Pembebasan Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (Vasco da Gama) tersebut larik,”Bila kamu pegang aku terlalu keras/aku tercekik mati/bila kamu pegang terlalu longgar/aku tergoda pergi”. Dalam pernyataan ini mengandaikan adanya logika pembebasan. Naluriah manusia adalah kebebasan dalam hidupnya, mencoba segala sesuatu, mengalami segala sesuatu, agar dirinya tidak hidup di bawah kasih sayang orang lain. Manusia yang hidup dalam masyarakat tertentu akan merasa bahwa dirinya adalah orang yang meninggal sebelum ajal yang sebenarnya.
Atau, seorang yang sangat mengharap pembebasan akan
memungkinkan membalik nilai- nilai yang ada dalam masyarakat, seperti dalam puisi Disebabkan Oleh Angin (Prangan), ”Akulah Sangkuriang//Akulah cermin hasrat
manusia/untuk
mencari
akarnya/hidupku
sepi/batinku
yang
mengembara/menyebabkan hidupku penuh debu//pada setiap wanita aku cari ibuku/sampai akhirnya aku temui Dayang Sumbi/kenapa tiba-tiba dayang sumbi jadi ibuku?/Dewata sukar ditebak maksudnya/bukankan setiap pacarku adalah ibuku?/apa salahnya mencari ibu?apakah salahnya mencari sejarah?tetapi lihatlah kehendak Dewata:aku dapat ibu, aku dapat malu.” Pernyataan ini mengandaikan adanya dua logika pembebasan. Pertama, setiap wanita sebagai ibu, tidaklah akan menjadi sosok yang kejam, menakutkan, dan membahayakan, tetapi setiap wanita yang datang ke dalam jiwanya dengan penuh cinta adalah sosok ibu yang mulia. Dan, jika diandaikan Oidipus complex yang terjadi, ini merupakan cerminan pengalaman kanak-kanak semua lelaki, bukan hanya anak
yang hidup pada masa Yunani kuno. Di sini terdapat kritik tajam, bahwa di balik nilai-nilai yang tampaknya luhur, Rendra menemukan sesuatu yang sangat lain: pengharapan, ketakutan, perasaan tak berdaya, kejengkelan, rasa iri hati, pendek kata sentimen. Ia merasa mesti menerapkan pernyataan tersebut pada masyarakat, ia beranggapan akan memungkinkannya menyulap ketakberdayaan dan hinanya seorang wanita menjadi suatu keutamaan, sehingga wanita tidak dilakukan sewenang-wenang oleh para lelaki karena dalam wanita ada sosok seorang ibu yang telah melahirkan. Kedua, wanita (Dayang Sumbi) diwujudkan sebagai sosok seorang wanita yang layaknya sebagai kekasih yang akan memunculkan tempat harapan dan kepercayaan, sebagai suatu pembebasan, sumber tenaga harapan masa depan. Dewata disimbolkan sebagai norma yang berlaku di masyarakat sehingga ia menyapanya dalam konteks horizontal, dialogis, dan seolah bersifat komunikatif.
3.5.3 Kesadaran Diri Manusia
seharusnya
menerima
dan
menjalankan
kehidupan
itu
sepenuhnya dengan segala daya kesadaran. Di mana ia harus kembali kepada ’kehidupan’ yang penuh setelah melalui beberapa tahap ujian. Sebagai orang yang mengerti agama kita tahu bahwa manusia tidak mungkin berkembang dengan utuh apabila perspektifnya terbatas pada kebahagiaan dunia ini.
1) Kematian
Dalam puisi yang berjudul Disebabkan Oleh Angin (vasco da Gama) ada tersebut larik ”Hidup adalah berlomba dengan mati”. Larik ini menyatakan kesadaran hidup individu sebagai seorang manusia yang pasti mati. Pernyataan dalam puisi ini adalah merupakan penentuan kesadaran diri yang condong terhadap pelepasan diri akan hal yang dihadapinya,”kata-kata tidak mengubah dunia/menutup mulut lebih bijaksana/hidup bukan perlawanan/hidup ialah mempergunakan kesempatan”. Kemungkinan yang timbul mengenai pernyataan larik tersebut: Pertama, apabila ia tidak lagi terpecah-pecah hanya mengitari inti pribadinya saja,
”kini yang penting cuma hidupku/kerna kesempatan orang
lain/bukan kesempatanku”; Kedua, jika terbebas dari kertergantungan pada orang lain, sehingga ia dapat menentukan diri seutuhnya, mencapai identitas sepenuhnya dengan dirinya sendiri, ”hidupku adalah kekuatanku”; Ketiga, jika berada dalam penyerahan
tanpa
batas
dengan
tidak
lagi
melakukan
pemberontakan,
”pemberontakan tak ada gunanya.”; Keempat, jika seseorang menyadari kelemahannya, ”Kita hanya berdamai dengan yang kuat//dan yang terkuat adalah sang maut.
2) Tuhan Tuhan merupakan Realitas Tertinggi. Dia adalah Sebab Utama yang tidak disebabkan. Aristoteles dalam Bachtiar, (1999:177) berpandangan bahwa Tuhan adalah Penggerak Pertama, Zat Yang Immateri (Gaib), Abadi, dan Sempurna. Begitu pun Al Farabi, filosof muslim yang terkenal sebagai bapak kedua – guru pertama adalah Aristoteles, mengungkapkan dalil ontologi tentang wujud Tuhan
lewat dalil kesempurnaan. Untuk mengetahui ada yang sempurna adalah mengetahui sebab-sebab yang menyebabkan segala wujud menjadi eksis (Al Farabi dalam Bachtiar,1999:171). Dalam sajak Kupanggili Kamu, Kekasihku, Tuhan dihadirkan sebagai Penggerak (Sebab) Yang Menggerakkan sesuatu di alam ini, seperti angin. ”Tuhan menguraikan rambutmu dengan angin”, larik ini menggambarkan sebuah wujud kesadaran manusia terhadap adanya Tuhan sebagai Sebab Yang Menggerakan angin yang merupakan makhluk Tuhan yang gaib. Larik ini pun menguraikan tentang kebebasan Tuhan untuk berkehendak dengan Irodat-Nya serta berkuasa melakukan sesuatu. Kata rambut yang diuraikan melalui sebab angin, dalam larik ini menjadi sorotan utama si aku lirik sebagai jembatan pengakuan adanya Sebab Utama. Rambut adalah objek benda yang bergerak, sedang angin hanyalah sebagai syariat terurainya rambut, Tuhan-lah hakikatnya Penyebab seluruh makhluk (rambut, angin, dll) bergerak. Di sini dapat dilihat pula bagaimana wujud kesadaran si aku lirik menempatkan
Tuhan
sebagai
Causa
Prima
(Penyebab
Utama)
dalam
menggerakan unsur alam semesta, yaitu angin yang merupakan perantara bergeraknya rambut kekasihnya. Kaitan kosmos dan Tuhan menjadi suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Dengan kata lain, alam yang merupakan sesuatu yang bukan Tuhan adalah sebagai akibat, dan setiap akibat tentu mempunyai sebabnya, yaitu Tuhan. Sebab alam seolah menjadi wajib ketimbang akibat, ini dapat terlihat dari kata Tuhan yang ditempatkan di awal larik, mendahului unsur alam (makhluk). Bila kita lihat keseluruhan bait kesembilan dapat kita simpulkan
bahwa Tuhan menggerakkan alam bukan sebagai penyebab efisien (penyebab karena adanya potensi), tetapi Dia menggerakkan karena sebab tujuan, dan tujuan ini melibatkan pergerakan yang dicipta ke arah kesempurnaan. Dalam hal ini, bila kita berfikir bahwa tabiat ciptaan selalu merupakan pergerakan ke arah kesempurnaan, maka pastilah ada motif dalam penciptaan. Motif penciptaan manusia ini pada dasarnya merupakan suatu masalah yang merujuk kepada tabiat manusia. Hal itu menyangkut bakat-bakat yang ada pada dirinya, dan kesempurnaan-kesempurnaan perseorangan yang memungkinkan baginya. Sekali kesempurnaan-kesempurnaan itu dicapai oleh seseorang, kita boleh mengatakan bahwa ia diciptakan untuk kesempurnaan itu. Jadi, singkatnya yang merasakan kesempurnaan itu di sini adalah si aku lirik seperti tersebut dalam larik berikutnya, ”Wajahmu yang cantik/penuh rahasia mengandung perbawa/menandingi lautan.” Si aku lirik seakan-akan telah mendapatkan segala-galanya ketika kekasihnya berada di sampingnya saat itu. ...Begitu kamu berada di sampingku/aku tak bisa bicara apa-apa//aku merasa merdeka. Dalam larik berikutnya dengan judul puisi yang sama Kupanggili, Kamu Kekasihku! Tuhan disifatkan sebagai Absolute Good (Idea Kebaikan, Yang Mutlak Baik), telihat di bait-9 larik pertama ”Tuhan merahmati jiwaku yang berduka, kata-kata rahmat yang berarti kasih sayang merupakan tanda yang selalu dinisbatkan kepada Tuhan Yang Memberikan. Di sini si aku lirik sadar bahwa segala peristiwa yang berupa kebahagiaan dengan kembalinya sang kekasih di sampingnya, letakjuban dan kekaguman dirinya terhadap segala kelebihan yang dimiliki kekasihnya tidak lepas dari kasih sayang (rahmat) Tuhan kepadanya.
Tuhan disifatkan selalu peduli dengan makhluknya, khususnya dalam keadaan ia sedang berduka, diselimuti penderitaan. ”Tuhan merahmati jiwaku yang berduka”, larik tersebut mengungkapkan akan kasih-sayang Tuhan terhadap makhluknya. Dengan sifat Rohman-Nya Tuhan memberikan dan merahmati makhluknya tanpa pandang bulu. Dan, tersirat pula sifat manusia dalam larik tersebut.Manusia yang berasal dari kata mansyia (Arab) yang berarti pelupa, ia lupa terhadap Tuhannya ketika senang-suka, tetapi saat sedang berduka-cita ia teringat dan sadar sepenuhnya akan keber-Ada-an Tuhan dengan segala kebaikan Rahmat-Nya. Maka, dapatlah diambil pelajaran – nilai etis bagaimana seharusnya sikap manusia terhadap Tuhan. Manusia sudah semestinya menyadari: Dia Maha Ada, serta mengakui Kekuasaan-Nya. Ia Maha Berkehendak, Maha Rohman dan Rohim, Maha Pengatur segala pergerakan yang terjadi di alam ini. Manusia semestinya selalu ingat, bersyukur, dan memohon pertolongan-Nya. Ia Pemberi Pertolongan ketika kita jiwa sedang dilanda duka.