BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
Pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Hal itu dilakukan mengingat jumlah populasi UMKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,9 persen dari jumlah unit usaha di Indonesia, dan jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang atau 96,2 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia pada tahun 2006. Sementara itu, pada tahun yang sama, jumlah koperasi sebanyak 140 ribu unit, dengan jumlah anggota mencapai sekitar 28 juta orang. Produktivitas per tenaga kerja UMKM pada tahun 2006 tetap menunjukkan kenaikan, yang berdasarkan harga konstan tahun 2000 tumbuh sebesar 2,70 persen walaupun hanya sedikit lebih tinggi daripada produktivitas nasional yang meningkat 2,68 persen.
I.
Permasalahan yang Dihadapi
Jumlah yang besar dari segi kuantitas tersebut belum didukung oleh perkembangan yang memadai dari segi kualitas koperasi dan
UMKM. Keadaan itu disebabkan oleh masalah klasik yang dihadapi di dalam koperasi dan UMKM itu sendiri yaitu (a) rendahnya kualitas SDM koperasi dan UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kewirausahaan para pelaku koperasi dan UMKM; serta (c) terbatasnya akses koperasi dan UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi. Bersamaan dengan itu, masalah eksternal yang dihadapi oleh koperasi dan UMKM adalah masih besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung. Iklim yang kurang kondusif disebabkan, antara lain, oleh praktik bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat, ketidakpastian lokasi usaha, dan lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM. Selain itu yang menyangkut perolehan legalitas formal dan panjangnya proses perizinan hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi koperasi dan UMKM di Indonesia menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan baik yang resmi maupun yang tidak resmi dalam pengurusan perizinan. Masalah tersebut menyebabkan rendahnya produktivitas koperasi dan UMKM. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.
II.
Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai
Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM secara umum diarahkan untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan daya saing, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
20 - 2
Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, langkah kebijakan yang ditempuh adalah penyediaan dukungan dan kemudahan untuk mengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, peningkatan akses ke lembaga keuangan mikro, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Pemberdayaan koperasi dan UMKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, antara lain, melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UMKM. Dalam rangka itu, koperasi dan UMKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perizinan usaha, antara lain, dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perizinan. Di samping itu, budaya usaha dan kewirausahaan dikembangkan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, pembimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha. Koperasi dan UMKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus sejalan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu, koperasi dan UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumber daya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya itu didukung dengan peningkatan kapasitas 20 - 3
kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal dalam menyediakan alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antarlembaga keuangan mikro (LKM) dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan. Untuk keperluan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh meliputi (1) penciptaan iklim usaha yang lebih sehat untuk membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, menjamin kepastian usaha, dan mendorong terbentuknya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan dan peningkatan kapasitas institusi pendukung usaha UMKM agar mampu meningkatkan akses kepada sumber daya produktif dalam rangka pemanfaatan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM) melalui penumbuhan jiwa dan sikap kewirausahaan, termasuk pemanfaatan iptek dan pemanfaatan peluang yang terbuka di sektor agribisnis dan agroindustri; dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, ditingkatkan pula kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil. Dalam memfasilitasi terselenggaranya iklim usaha yang kondusif bagi kelangsungan usaha dan peningkatan kinerja UMKM, langkah pokok yang dilakukan, antara lain, adalah menyempurnakan peraturan perundang-undangan untuk membangun landasan legalitas usaha yang kuat bagi UMKM serta menyederhanakan birokrasi dan perizinan. Sehubungan dengan itu, rancangan undang-undang (RUU) tentang usaha mikro, kecil, dan menengah telah disusun sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. RUU UMKM tersebut saat ini telah disampaikan kepada DPR RI dan dalam proses pembahasan. Bersamaan dengan itu, rancangan undang-undang (RUU) tentang perkoperasian telah disusun sebagai pengganti UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Saat ini telah 20 - 4
dilakukan pengharmonisasian dan sinkronisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU Koperasi dilaksanakan oleh instansi terkait, khususnya yang berkaitan dengan simpan pinjam telah disepakati. Berkaitan dengan perizinan, penelaahan telah dilakukan pada peraturan daerah (perda) provinsi dan kabupaten/kota, baik yang menunjang maupun yang menghambat pengembangan usaha kecil dan menengah serta koperasi. Hasil penelaahan perda tersebut telah merekomendasikan pembatalan terhadap 38 (tiga puluh delapan) perda karena membebani biaya dalam pengurusan akta pendirian koperasi yang bertentangan dengan Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Rekomendasi pembatalan 38 perda tersebut merupakan hasil keputusan pleno evaluasi perda pada tanggal 30 November 2006 antara instansi-instansi terkait. Untuk memberikan iklim berusaha yang kondusif, Inpres No.6 Tahun 2007 telah diterbitkan sebagai kebijakan untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Secara khusus, kebijakan pemberdayaan UMKM dalam paket itu meliputi 4 bidang, 11 kebijakan, 20 program, dan 29 tindakan yang terkait dengan aspek peningkatan akses UMKM pada sumber pembiayaan, pengembangan kewirausahaan dan SDM, peningkatan peluang pasar produk UMKM, dan reformasi regulasi. Paket kebijakan itu diharapkan akan memberikan peran yang lebih tegas dan tanggung jawab yang lebih fokus kepada instansi teknis yang melakukan pembinaan terhadap pemberdayaan UMKM. Dalam rangka pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM, langkah-langkah yang dilakukan adalah untuk mempermudah, memperlancar dan memperluas akses UMKM kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Sistem pendukung yang dibangun, di antaranya, melalui (1) perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, termasuk 20 - 5
peningkatan kualitas dan kapasitas atau jangkauan layanan koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam (USP) koperasi; (2) pengembangan penyedia jasa pengembangan usaha BDS-P/LPB (lembaga pelayanan bisnis/business development service provider) bagi koperasi dan UMKM, termasuk yang dikelola oleh masyarakat dan dunia usaha; serta (3) pengembangan peningkatan pasar bagi produk koperasi dan UMKM, termasuk melalui kemitraan usaha. Hasil pelaksanaan peningkatan akses dan perluasan sumber pembiayaan koperasi dan UMKM adalah sebagai berikut. Dalam aspek legalitas telah dilaksanakan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan tentang simpan-pinjam sebagai bagian dari RUU tentang koperasi serta diikuti dengan langkah harmonisasi dan sinkronisasi oleh instansi terkait. Sebagai bagian dari proses penyusunan draf RUU Penjaminan Kredit Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah dilaksanakan konsultasi dengan para pakar, praktisi penjaminan, perbankan serta dengan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Sementara itu, realisasi dan proses pencairan kredit usaha mikro dan kecil yang bersumber dari dana surat utang pemerintah (SUP-005) sampai dengan Maret 2007 sebesar Rp2,95 triliun atau sebesar 95 persen dari plafon dana SUP-005 sebesar Rp3,1 triliun. Dana SUP-005 secara keseluruhan sampai saat ini telah dimanfaatkan bagi 212.655 usaha mikro dan kecil. Untuk lebih meningkatkan akses koperasi dan UMKM kepada sumber pembiayaan, telah dikembangkan program penjaminan kredit, skim pendanaan komoditas dengan jaminan resi gudang, dan program penerbitan surat utang koperasi (SUK). Program penjaminan kredit koperasi dan UMKM ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi koperasi dan UMKM agar memperoleh akses yang lebih baik dalam memperoleh pendanaan dari perbankan. Kegiatan yang telah dilaksanakan adalah melakukan kerja sama dengan bank pelaksana yang ditunjuk untuk menyalurkan kredit dengan pola dana penjaminan kredit dan melakukan kerja sama penjaminan dengan perusahaan penjamin. Kegiatan penjaminan dilaksanakan berdasarkan sistem risk sharing dalam penjaminan kredit. Jumlah dana penjaminan yang telah disediakan oleh APBN sampai dengan tahun 2007 sebesar Rp53,5 miliar dan 20 - 6
selama tahun 2005 – 2007 telah disalurkan kepada 385 koperasi dan UMKM. Dalam mendokumentasikan kegiatan penjaminan saat ini juga telah diterbitkan buku Profil KUKM Terjamin Praktik Terbaik Penjaminan Kredit. Kegiatan penjaminan kredit akan berlanjut melalui penguatan ke lembaga penjaminan kredit yang ada sehingga lebih melembaga dan berkelanjutan. Skim pendanaan komoditas dengan jaminan resi gudang merupakan upaya terobosan dalam bidang pembiayaan yang ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi para petani UKM untuk mendapatkan pendanaan. Skim pendanaan komoditas koperasi dan UMKM dengan jaminan resi gudang telah diperkenalkan mulai tahun 2006 dan dilanjutkan pada tahun 2007. Skim pendanaan komodititas koperasi dan UMKM disalurkan untuk membiayai modal kerja koperasi dan UMKM dengan jaminan resi gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Skim pendanaan komoditas itu dikembangkan dalam mengimplementasikan Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Sasaran program itu adalah petani, kelompok tani, koperasi serta UKM lainnya. Jenis komoditas yang dapat dibiayai melalui skim pendanaan komoditas, antara lain gabah, beras, jagung, gula pasir, kacang kedelai, pupuk, dan komoditas lain yang memenuhi persyaratan untuk memperoleh pendanaan komoditas. Selain hal tersebut, pemerintah juga telah memperkenalkan instrumen utang koperasi melalui penerbitan surat utang koperasi (SUK). Program penerbitan SUK dimaksudkan untuk membantu KSP/USP koperasi memenuhi kebutuhan likuiditas jangka panjang di luar perbankan. Pada tahun 2006 Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah mendorong penerbitan surat utang koperasi melalui kegiatan penyediaan dana pengamanan (sekuritisasi) aset dan program itu dilanjutkan pada tahun 2007. Dasar hukum program itu adalah UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 41 ayat (3) yang menyatakan bahwa modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Surat utang koperasi merupakan salah satu jenis pinjaman modal koperasi. Maksud dari penerbitan SUK tersebut adalah untuk menyediakan sumber dana jangka menengah 20 - 7
dan selanjutnya dipinjamkan kepada anggota dalam jangka yang lebih pendek. Pada umumnya koperasi memperoleh sumber dana jangka pendek, tetapi disalurkan sebagai pinjaman untuk jangka yang lebih panjang sehingga koperasi akan mengalami kesulitan dalam mengelola aliran kasnya. Dengan adanya program itu, aliran kas koperasi dapat dikelola secara sehat. Koperasi yang telah difasilitasi oleh program itu dan berhasil menerbitkan Surat Utang Koperasi sebanyak 4 koperasi tersebar di DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Dalam memperluas akses bisnis koperasi dan UMKM telah dilaksanakan program penguatan permodalan bagi koperasi dan UMKM baik di sentra maupun di kawasan industri dengan fasilitasi investasi melalui penguatan/penyaluran modal awal dan padanan (MAP) melalui tiga jalur, yaitu : KSP/USP koperasi, lembaga modal ventura, dan lembaga inkubator. Program penguatan permodalan dengan penyediaan modal awal dan padanan (MAP) bagi koperasi dan UMKM melalui KSP/USP koperasi adalah salah satu program untuk mengembangkan permodalan usaha UKM pada sentra/kluster serta menstimulasi pengembangan permodalan KSP/USP koperasi dan sekaligus dapat untuk menggalang partisipasi berbagai pihak dalam pengembangan basis permodalan koperasi dan UMKM. Secara kumulatif, tahun 2001 – 2007, dana yang telah disalurkan sebesar Rp232,75 miliar melalui 1.070 KSP/USP koperasi. Untuk mendukung pengembangan program itu, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM tentang Petunjuk Teknis Penguatan Permodalan Usaha Kecil, Menengah, Koperasi, dan Lembaga Keuangannya dengan Penyediaan Modal Awal dan Padanan (P2LK-MAP) melalui KSP/USP koperasi. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan dana MAP melalui KSP/USP koperasi, telah dilakukan peningkatan koordinasi dan pembinaan, baik dengan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kabupaten/Kota maupun bank pelaksana, khususnya dalam melakukan pemantauan (monitoring) dan evaluasi. Penyediaan MAP bagi koperasi dan UMKM melalui lembaga modal ventura adalah salah satu alternatif stimulasi permodalan bagi KUKM. Melalui program itu, diharapkan dapat memberikan dukungan permodalan terutama terhadap permodalan jangka pendek 20 - 8
dan menengah. Alternatif pembiayaan itu dinilai sangat tepat karena selain memberikan pembiayaan berupa modal usaha sekaligus juga memberikan pendampingan manajemen, akuntansi, pengembangan usaha, dan aspek lain yang diperlukan oleh koperasi dan UMKM perusahaan pasangan usaha (PPU). Program penguatan permodalan melalui lembaga modal ventura (LMV) tahun 2001 – 2007 telah menyalurkan dana secara kumulatif sebesar Rp97 miliar kepada 998 koperasi dan UMKMPPU, melalui 27 lembaga modal ventura daerah (LMVD) dan 1 PNM Techno. Untuk mendukung pengembangan program itu telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM tentang Petunjuk Teknis Penguatan Permodalan Usaha Kecil, Menengah, Koperasi, dan Lembaga Keuangannya dengan penyediaan modal awal dan padanan (P2LK-MAP) melalui modal ventura. Penguatan permodalan koperasi dan UMKM melalui inkubator dimaksudkan untuk meningkatkan dan menumbuhkembangkan wirausaha baru melalui inkubasi bisnis UKM. Lembaga inkubator perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga yang diharapkan dapat berperan dalam penyediaan fasilitasi dan pengembangan usaha, baik manajemen maupun teknologi. Berkaitan dengan itu, Kementerian Negara Koperasi dan UKM secara bertahap telah memberikan dukungan permodalan kepada lembaga inkubator untuk disalurkan kepada pengusaha atau calon pengusaha skala kecil dan menengah. Dukungan program itu diharapkan dapat mengembangkan para pengusaha menjadi wirausaha yang tangguh dan berdaya saing serta berbasis teknologi guna meningkatkan produktivitas dan nilai tambahnya. Program MAP melalui lembaga inkubator tahun 2001–2007 telah memberikan dukungan kepada 10 inkubator. Dalam upaya meningkatkan kinerja koperasi dan UMKM ditempuh pembinaan melalui pendekatan layanan usaha. Layanan usaha merupakan bentuk dan cara membantu koperasi dan UMKM mengatasi permasalahan, mengembangkan potensi, dan memperluas akses terhadap sumber daya produktif sehingga dapat mencapai tingkat kinerja yang lebih besar. Peran layanan usaha yang didorong pengembangannnya adalah yang dilakukan oleh lembaga penyedia jasa pengembangan bisnis (business development service 20 - 9
provider)/LPB/BDSP, terutama lembaga yang dikelola oleh masyarakat. Lembaga itu menyediakan layanan bisnis, antara lain jasa informasi, konsultasi, pelatihan, pengembangan/advokasi, dan pemasaran kepada koperasi dan UMKM. BDSP sebagai lembaga masyarakat dapat berbentuk, antara lain, yayasan/LSM, koperasi, perseroan terbatas, firma, dan perguruan tinggi. Tahun 2001 – 2005, program itu telah mengembangkan 957 unit BDSP yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Program lain yang dilakukan dalam peningkatan usaha koperasi dan UMKM adalah melalui layanan teknologi informasi bisnis, fasilitasi perolehan hak kekayaan intelektual, penerapan teknologi tepat guna, standardisasi produk, fasilitasi kerja sama investasi, dan fasilitasi transaksi bisnis. Pengembangan UKM dengan pendekatan sentra/kluster ditempuh agar pembinaan menjadi lebih fokus dan pengalokasian sumber daya yang lebih tepat serta produktif. Sentra/kluster UKM dapat tumbuh menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal dan menghasilkan beragam produk seperti mebel (furnitur), produk kulit, gerabah, perikanan, perternakan, dan perkebunan. Pembinaan sentra/kluster UKM dilakukan secara terpadu, antara lain melalui pemberian layanan keuangan melalui dukungan dana MAP oleh KSP/USP koperasi dan layanan usaha oleh BDSP. Pengembangan ke depan akan difokuskan pada pengembangan sentra menjadi sentra unggulan. Peningkatan pembinaan akan dilakukan dengan fasilitasi merek, desain, sertifikasi desain industri, label halal, bantuan teknologi tepat guna (TTG), dan ISO 9001. Untuk mendorong peningkatan produktivitas dan mutu UKM dalam sentra, pada tahun 2006 bantuan penguatan telah direalisasi kepada 10 sentra unggulan UKM, dalam bentuk bantuan teknologi tepat guna (TTG). Bantuan TTG itu diharapkan dapat meningkatkan penerapan teknologi untuk meningkatkan mutu dan daya saing produk UKM. Khusus Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, bantuan TTG tersebut dialokasikan pada sentra yang terkena gempa, sentra gerabah, sentra keramik, dan sentra kerajinan kayu jati. Pada tahun 2007 akan diberi bantuan teknologi produksi bersih bagi 11 sentra dan teknologi tepat guna bagi 10 sentra. Dalam rangka memperluas akses dan pangsa pasar koperasi dan UMKM terus dilakukan promosi produk koperasi dan UMKM 20 - 10
melalui pameran, baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan itu juga dilakukan dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan promosi produk koperasi dan UMKM. Selanjutnya, Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah membangun System Trading Board dan Data Center yang merupakan infrastruktur promosi dan pemasaran dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi berbasis web dengan fasilitas sell offer dan buy offer bagi pembeli mancanegara. Fasilitas itu dapat diakses melalui www.indonesian-products.biz. System Trading Board itu pertama kali diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia pada SMEsCO Festival ke-4 tahun 2006. Peluncuran sistem itu diharapkan dapat mendorong pemasaran koperasi dan UMKM melalui promosi pemanfaatan teknologi maya dan layanan secara aktif kepada anggotanya dalam mencari mitra bisnis yang potensial. Di samping itu, layanan pendukung dalam bentuk trading house memberikan jasa, seperti konsultasi pemasaran, info pasar, promosi, logistik, purnajual, keuangan, pendaftaran merek, dan pengembangan jejaring. Trading house itu akan dikelola oleh lembaga layanan pemasaran koperasi dan UMKM (LLPKUKM) bersinergi dengan pihak terkait dengan pola konsorsium, antara lain lembaga model ventura daerah, PT GKBI Investment, dan PT Jakarta International Expo. Untuk tahun 2006, telah disusun pola pengembangan trading house koperasi dan UMKM yang diharapkan dapat diwujudkan pada tahun 2007. Sebagai hasil peningkatan mutu dan promosi, nilai ekspor produk nonmigas usaha kecil dan menengah pada tahun 2006 meningkat menjadi sebesar Rp122,2 triliun, yaitu meningkat sebesar Rp11,9 triliun dari nilai ekspor nonmigas usaha kecil dan menengah tahun 2005 sebesar Rp110,3 triliun. Dalam memberdayakan pedagang dan meningkatkan peran koperasi di pasar tradisional, pada tahun 2006 Kementerian Negara Koperasi dan UKM melaksanakan program dukungan pengembangan pasar tradisional. Program itu diimplementasikan dalam bentuk pemberian dana bantuan penguatan dengan pola dana bergulir kepada para pedagang pasar tradisional melalui lembaga koperasi. Bantuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan 20 - 11
kualitas dan fungsi sarana usaha pedagang di pasar-pasar tradisional sehingga tercipta kondisi pasar tradisional yang bersih, teratur, aman, nyaman, dan keberadaannya tetap menarik minat konsumen yang selama ini banyak beralih ke pasar modern. Pemberian peran kepada koperasi dalam mengembangkan pasar tradisional, khususnya sebagai pengelola pasar, dimaksudkan untuk meningkatkan perannya dalam memberikan pelayanan usaha dan sekaligus memperjuangkan kepentingan para pedagang anggotanya. Bantuan penguatan untuk pembangunan pasar tradisional diberikan kepada 14 koperasi yang tersebar di 13 kabupaten. Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UKM dilaksanakan melalui langkah peningkatan kualitas kewirausahaan, baik wirausaha yang ada maupun calon wirausaha baru. Untuk itu, program induk pengembangan kewirausahaan telah disusun beserta model pemberdayaan sumber daya manusia UKM dan pelaksanaan pelatihan kewirausahaan. Langkah itu diharapkan juga akan mendorong peningkatan jumlah wirausaha baru berbasis iptek dan berkembangnya ragam produk unggulan UKM. Dalam upaya pengembangan SDM koperasi dan UMKM, program dan kegiatan tahun 2006 diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalisme SDM koperasi dan UMKM untuk mendukung terwujudnya koperasi yang berkualitas dan penumbuhan wirausaha baru. Pada tahun 2006 kegiatan yang telah dilaksanakan berupa pendidikan dan magang sebanyak 10.500 orang, termasuk 190 orang pengelola koperasi pondok pesantren (koppontren). Pada tahun 2007 akan dilatih 8.000 orang pengelola koperasi dan UKM. Kegiatan penumbuhan usaha baru juga didukung oleh penyediaan insentif melalui program kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan (PKBL) sebagai lanjutan program pembinaan usaha kecil dan koperasi (PUKK) yang telah berjalan sejak tahun 1989. Upaya itu dilaksanakan dengan memanfaatkan dana yang bersumber dari penyisihan laba BUMN bagian pemerintah. Selanjutnya, untuk memberikan peluang yang lebih luas bagi UKM dalam rangka meningkatkan nilai tambah berbagai produk, telah dilaksanakan kegiatan percontohan usaha dengan pola perguliran pada sektor agribisnis yang dirintis di berbagai daerah. 20 - 12
Kegiatan itu meliputi pengembangan usaha koperasi di bidang agribisnis, antara lain penyaluran sarana produksi pupuk, pengadaan pangan (bank padi), pengadaan bibit kakao, budi daya jarak pagar dan pengolahannya, rumput laut, perikanan, dan peternakan. Upaya peningkatan produktivitas, mutu dan daya saing produk UKM juga ditempuh melalui fasilitasi merek dan desain industri, sertifikasi desain dan HAKI. Melalui fasilitasi semacam itu, produk UKM menjadi lebih terjamin pemasarannya karena memiliki desain yang diminati pasar serta memperoleh perlindungan atas karya intelektual yang diciptakannya. Pengembangan desain, merek, dan sertifikasi desain industri tersebut dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga ahli (konsultan). Selanjutnya, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi, khususnya usaha skala mikro pada sektor informal, ditempuh langkah pemberdayaan usaha mikro sebagai berikut: (1) pengembangan usaha mikro, termasuk yang tradisional; (2) penyediaan skim pembiayaan dan peningkatan kualitas layanan lembaga keuangan mikro; (3) penyediaan insentif dan pembinaan usaha mikro; serta (4) peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif bagi pengusaha mikro dan kecil. Beberapa hasil yang telah dicapai dalam rangka pemberdayaan usaha mikro antara lain meliputi (1) pelaksanaan program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro (P3KUM) dengan pola dana bergulir (konvensional dan syariah/bagi hasil). Sampai dengan bulan Juni 2007, program itu telah menyalurkan kepada 1.999 koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam koperasi dan koperasi jasa keuangan syariah/unit jasa keuangan syariah (KSP/USP-koperasi dan KJKS/UJKS); (2) pelaksanaan program pengembangan KSP sektoral/agribisnis ditujukan untuk membantu usaha mikro dan kecil yang mengalami kendala mengakses kredit perbankan dalam memperoleh permodalan yang sampai saat ini telah disalurkan kepada 224 KSP; dan (3) pelaksanaan program perempuan keluarga sehat dan sejahtera (perkassa) yang ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan akses permodalan bagi wanita wirausaha skala mikro, yang sampai saat ini telah disalurkan kepada 197 koperasi wanita. Ketiga program tersebut dilaksanakan 20 - 13
melalui penguatan struktur permodalan KSP/USP-koperasi dan KJKS/UJKS yang dirancang untuk membangun dan merevitalisasi lembaga keuangan mikro (KSP/USP-Koperasi dan KJKS/UJKS) di seluruh pelosok tanah air. Untuk meningkatkan akses permodalan pengusaha mikro, khususnya ke lembaga keuangan perbankan, antara lain, dilaksanakan (1) kegiatan sertifikasi hak atas tanah di berbagai daerah untuk memfasilitasi pengusaha mikro dan kecil agar dapat menyediakan agunan tanah bersertifikat, sampai saat ini, jumlah usaha mikro dan kecil (UMK) yang telah memperoleh bantuan sertifikasi tanah adalah 23.230 UMK dan sebanyak 600 UMK memperoleh bantuan sertifikasi tanah pada sektor perkebunan dan tambak, yang dilaksanakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Sulawesi Tenggara; dan (2) program kemitraan antara koperasi dan bank yang saat ini telah banyak dirintis oleh bank dengan melakukan pembiayaan terhadap lembaga keuangan mikro, khususnya koperasi simpan pinjam. Dalam meningkatkan kualitas koperasi agar berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil dilakukan klasifikasi dan audit koperasi. Klasifikasi dilaksanakan secara komprehensif untuk memperoleh gambaran keragaan dan kualifikasi koperasi Indonesia serta diharapkan menjadi bahan dan informasi untuk melakukan evaluasi terhadap perkembangan koperasi dan menetapkan kebijakan pengembangan koperasi pada masa yang akan datang. Klasifikasi koperasi sampai dengan Februari tahun 2007 telah dilaksanakan terhadap 36.553 koperasi dengan hasil (1) klasifikasi A sebanyak 4.504 koperasi; (2) klasifikasi B sebanyak 12.902 koperasi; dan (3) klasifikasi C sebanyak 13.012 koperasi.
III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Berlandaskan kondisi objektif dan isu strategis yang berkembang, beberapa tindak lanjut untuk memberdayakan koperasi dan UMKM perlu dilakukan, khususnya hal-hal sebagai berikut. 20 - 14
1.
Penyelesaikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pejaminan kredit, koperasi, dan UMKM. Berkaitan dengan itu, perlu ditindaklanjuti penyusunan produk perundang-undangan turunannya, antara lain, tentang kegiatan usaha simpan pinjam, kemitraan pola subkontrak, dan peningkatan fasilitasi perizinan dan formalisasi badan usaha bagi UMKM dan koperasi.
2.
Peningkatan program/kegiatan yang mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin, yaitu melalui perluasan jangkauan dan kapasitas pelayanan lembaga keuangan mikro (LKM), baik pola pembiayaan konvensional maupun pola bagi hasil/syariah, dan peningkatan kemampuan pengusaha mikro dalam aspek manajemen usaha dan teknis produksi.
3.
Perluasan akses kepada sumber modal melalui (a) pengembangan produk dan jasa pembiayaan bukan bank; (b) peningkatan skim penjaminan kredit khususnya untuk mendukung kebutuhan modal investasi; dan (c) penyusunan kebijakan dan strategi nasional pengembangan LKM yang menyeluruh dan terpadu, termasuk penuntasan dan pengakuan status LKM tradisional yang berbentuk bukan bank dan bukan koperasi diikuti dengan skim pembinaannya.
4.
Pemasyarakatan kewirausahaan dan pengembangan sistem insentif bagi wirausaha baru, terutama koperasi dan UMKM yang berbasis iptek.
20 - 15