BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Salah satu upaya strategis dalam meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia adalah melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi. Hal itu dilakukan mengingat jumlah populasi UMKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,9 persen dari jumlah unit usaha di Indonesia. Sementara itu, jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Pada tahun yang sama, jumlah koperasi sebanyak 149,3 ribu unit dengan jumlah anggota mencapai sekitar 29,1 juta orang. Demikian pula, produktivitas per tenaga kerja UMKM pada tahun 2007 menunjukkan peningkatan sebesar 3,8 persen, sedangkan pada tahun 2005 dan tahun 2006 masing meningkat sebesar 3,1 persen dan 2,7 persen (berdasarkan harga konstan tahun 2000). I.
Permasalahan yang Dihadapi
Jumlah koperasi dan UMKM yang besar dari segi kuantitas masih belum didukung oleh perkembangan yang memadai dari segi kualitasnya sehingga kinerja UMKM masih tertinggal.
Ketertinggalan kinerja UMKM tersebut disebabkan terutama oleh kekurangmampuan UMKM dalam bidang manajemen, penguasaan teknologi, dan pemasaran, serta rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Tingkat kinerja yang demikian juga berkaitan dengan lemahnya kemampuan dan posisi tawar untuk mengelola dan mengakses ke berbagai sumber daya produktif yang meliputi sumber-sumber permodalan, informasi, teknologi, pasar, dan faktor produksi. Permasalahan lain yang dihadapi adalah perkembangan iklim usaha yang masih kurang mendukung yang disebabkan, antara lain, oleh (1) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (2) proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; (3) lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM; dan (4) masih munculnya peraturan-peraturan daerah yang menghambat, termasuk pengenaan pungutan-pungutan baru kepada koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah. Penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih jauh dari memadai. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, UMKM memerlukan biaya yang relatif besar apalagi untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Ketersediaan lembaga pemerintah dan swasta yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Masih terbatasnya sumber daya finansial juga merupakan masalah utama bagi usaha mikro. Usaha mikro yang bermodal kecil umumnya tidak berbadan hukum dan masih menerapkan manajemen yang sangat sederhana. Oleh karena itu, usaha mikro ini sangat sulit untuk memperoleh akses dari lembaga keuangan perbankan. Permasalahan khusus yang dihadapi dalam pengembangan koperasi adalah masih belum meluasnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan dan insentif yang unik/khas dibandingkan dengan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik berkoperasi yang paling benar (best practices). Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan, 20 - 2
terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. II.
Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM secara umum diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan daya saing, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Dalam mendukung upaya peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan, langkah kebijakan yang ditempuh adalah penyediaan dukungan dan kemudahan untuk mengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantungkantung kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, peningkatan akses ke lembaga keuangan mikro, sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usaha sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Pemberdayaan koperasi dan UMKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor/daya saing, antara lain, melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UMKM. Dalam rangka itu, koperasi dan UMKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perizinan usaha, antara lain, dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perizinan. Di samping itu, budaya usaha dan kewirausahaan dikembangkan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, pembimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha. 20 - 3
Koperasi dan UMKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus sejalan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu koperasi dan UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memerhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumber daya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya itu didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal dalam menyediakan alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antarlembaga keuangan mikro (LKM) dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan. Untuk keperluan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh meliputi (1) penciptaan iklim usaha yang lebih sehat untuk membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, menjamin kepastian usaha, dan mendorong terbentuknya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan dan peningkatan kapasitas institusi pendukung usaha UMKM agar mampu meningkatkan akses kepada sumber daya produktif dalam rangka pemanfaatan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM) melalui penumbuhan jiwa dan sikap kewirausahaan, termasuk pemanfaatan iptek dan pemanfaatan peluang yang terbuka di sektor agribisnis dan agroindustri; dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, ditingkatkan pula kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil. 20 - 4
Dalam memfasilitasi terselenggaranya iklim usaha yang kondusif bagi kelangsungan usaha dan peningkatan kinerja UMKM, salah satu langkah pokok yang dilakukan adalah menyempurnakan peraturan perundang-undangan untuk membangun landasan legalitas usaha yang kuat bagi UMKM serta menyederhanakan birokrasi dan perizinan. Sehubungan dengan itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil telah disahkan menjadi undang-undang pada tahun 2008. Bersamaan dengan itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perkoperasian telah disusun sebagai pengganti UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR-RI), Nomor 02/DPRRI/II/2007-2008, tentang Program Legislasi Nasional Tahun 2008, RUU tentang Koperasi masuk dalam Prolegnas RUU Periode 2008. RUU tersebut akan disampaikan Pemerintah kepada DPR-RI setelah terlebih dahulu dipaparkan dalam Sidang Kabinet Terbatas. Untuk membantu UKM yang tidak mampu membayar utang agar bangkit dalam usahanya, Pemerintah telah memutuskan untuk melaksanakan Program Hair Cut. UMKM yang akan mendapat hair cut adalah yang mempunyai NPL di bawah Rp5 miliar. Jumlah UMKM yang mengalami kredit macet adalah 1,47 juta dengan kredit macet sebesar Rp7,9 triliun. Dalam program ini akan dilakukan write off (penghapusan utang), pemotongan bunga, dan pengurangan utang. Pemerintah juga telah mempersiapkan konsep peraturan presiden untuk penyelesaian tunggakan kredit usaha tani (KUT) sebesar Rp5,71 triliun. Konsep tersebut disiapkan dalam bentuk peraturan presiden (Perpres), karena program kredit usaha tani yang diluncurkan pada periode 1998/1999 sebesar Rp8,3 triliun melibatkan beberapa instansi, seperti Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Bank Indonesia, dan Kementerian Negara BUMN. Konsep yang disiapkan mencakup jumlah dana yang betul-betul sesuai dengan pendataan. Pemerintah juga menindaklanjuti Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan 20 - 5
Pemberdayaan UMKM dengan menerbitkan Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009. Inpres Nomor 5 Tahun 2008 mencakup penajaman fokus dan prioritas pembangunan ekonomi, termasuk di antaranya paket kebijakan mengenai UMKM. Kebijakan pemberdayaan UMKM dalam paket tersebut meliputi 4 kebijakan, 17 program, dan 32 tindakan yang terkait dengan aspek peningkatan akses UMKM pada sumber pembiayaan, perluasan akses pasar bagi UMKM, peningkatan kapasitas SDM/kewirausahaan, dan reformasi regulasi. Paket kebijakan itu diharapkan akan memberikan peran yang lebih tegas dan tanggung jawab yang lebih fokus kepada instansi teknis yang melakukan pembinaan terhadap pemberdayaan UMKM. Dalam rangka pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM, langkah-langkah yang dilakukan adalah untuk mempermudah, memperlancar, dan memperluas akses UMKM kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Sistem pendukung yang dibangun, di antaranya, melalui (1) perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, termasuk peningkatan kualitas dan kapasitas atau jangkauan layanan koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam (USP) koperasi dan (2) pengembangan peningkatan pasar bagi produk koperasi dan UMKM, termasuk melalui kemitraan usaha. Realisasi dan proses pencairan kredit UMKM yang bersumber dari dana surat utang pemerintah (SUP-005) sampai dengan September 2007 sebesar Rp3,1 triliun dan sudah mencapai 100 persen dari plafon dana SUP-005. Dana SUP-005 secara keseluruhan sampai saat ini telah dimanfaatkan bagi 226.360 UMKM. Skim pendanaan komoditas dengan jaminan resi gudang merupakan upaya terobosan dalam bidang pembiayaan yang ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi para petani UKM untuk mendapatkan dana. Skim pendanaan komoditas koperasi dan UMKM dengan jaminan resi gudang telah diperkenalkan mulai tahun 2006 dan dilanjutkan pada tahun 2007. Skim pendanaan komoditas koperasi dan UMKM disalurkan untuk membiayai modal kerja koperasi dan UMKM dengan jaminan resi gudang yang diterbitkan 20 - 6
oleh pengelola gudang. Resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Skim pendanaan komoditas itu dikembangkan dalam mengimplementasikan Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Sasaran program itu adalah petani, kelompok tani, koperasi, serta UKM lainnya. Jenis komoditas yang dapat dibiayai melalui skim pendanaan komoditas, antara lain, gabah, beras, jagung, gula pasir, kacang kedelai, pupuk, dan komoditas lain yang memenuhi persyaratan untuk memperoleh pendanaan komoditas. Pemerintah juga telah memperkenalkan instrumen utang koperasi melalui penerbitan surat utang koperasi (SUK). Program penerbitan SUK dimaksudkan untuk membantu KSP/USP koperasi memenuhi kebutuhan likuiditas jangka panjang di luar perbankan. Sejak tahun 2006 Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah mendorong penerbitan surat utang koperasi melalui kegiatan penyediaan dana pengamanan (sekuritisasi) aset. Program itu dilanjutkan pada tahun 2007. Dasar hukum program itu adalah UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 41 ayat (3) yang menyatakan bahwa modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Surat utang koperasi merupakan salah satu jenis pinjaman modal koperasi. Maksud dari penerbitan SUK tersebut adalah untuk menyediakan sumber dana jangka menengah yang selanjutnya dipinjamkan kepada anggota dalam jangka waktu yang lebih pendek. Pada umumnya, koperasi memperoleh sumber dana jangka pendek, tetapi disalurkan sebagai pinjaman untuk jangka waktu yang lebih panjang sehingga koperasi akan mengalami kesulitan dalam mengelola aliran kasnya. Dengan adanya program itu, aliran kas koperasi dapat dikelola secara sehat. Koperasi yang telah difasilitasi oleh program itu berhasil menerbitkan Surat Utang Koperasi sebanyak 4 koperasi tersebar di DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Kegiatan itu dilakukan bekerja sama dengan PT Pos Indonesia sebagai penatalaksana dana sekuritisasi aset dan beberapa koperasi simpan pinjam tingkat sekunder sebagai Pengelola SUK, antara lain, Inkopsyah-BMT dan IKSP. Keterlibatan lembaga tersebut dimaksudkan agar program ini dapat diakses oleh Koperasi yang tersebar seluruh Indonesia 20 - 7
Dalam rangka meningkatkan kualitas sarana pemasaran bagi KUKM, Pemerintah telah melakukan (1) revitalisasi pada 80 unit pasar tradisional untuk meningkatkan daya saing pedagang pasar tradisional yang pada umumnya merupakan kelompok usaha mikro dan kecil sekaligus juga untuk meningkatkan peran koperasi pasar sebagai wadah ekonomi para pedagang pasar; (2) penataan sarana usaha PKL pada 16 Koperasi dan 16 lokasi sehingga dapat memberikan kepastian lokasi berusaha bagi pedagang kaki lima, sekaligus merevitalisasi koperasi PKL dalam mengelola usaha PKL; dan (3) memodernisasi dan meningkatkan daya saing waserda atau toko koperasi sekaligus memperkuat jaringan usaha koperasi dan UKM secara terintegrasi melalui pendirian 92 unit minimarket koperasi (SME’sCo Mart). Untuk kegiatan promosi KUKM secara permanen di tingkat propinsi, pada tahun 2007 Pemerintah telah mendukung melalui dana perbantuan untuk pembangunan gedung Celebes Convention Center di Makassar sebagai pusat promosi KUKM di Indonesia Timur. Daerah lain yang mengusulkan dukungan dari Pemerintah Pusat dalam membangun pusat promosi KUKM adalah Kalimantan Barat (Borneo Convention Center), Jawa Barat (Sentra Bisnis KUKMSENBIK), Sulawesi Utara (Paradise Convention Center), dan Sumatera Selatan (Sriwijaya Convention Center). Pemerintah telah membantu meningkatkan akses pemasaran melalui sarana lainnya, seperti trading board, pameran, dan trading house. Trading board adalah sarana promosi produk KUKM melalui internet dengan alamat www.indonesian-products.biz. Sarana promosi ini telah menampilkan 10.000 foto produk KUKM dan 2.500 profil KUKM yang berasal dari 11 Provinsi. Pemerintah telah juga memfasilitasi 27 kegiatan pameran dalam negeri dengan mengikutsertakan 1.484 KUKM pada tahun 2007. Pameran luar negeri telah diselenggarakan pada 12 kegiatan di 10 negara yang diikuti oleh 120 KUKM dengan total nilai transaksi ritel dan order langsung sebesar Rp36,9 miliar. Selanjutnya, untuk meningkatkan fungsi pelayanan pengembangan pemasaran barang dan jasa yang diproduksi oleh KUKM, terutama untuk pasar luar negeri, Pemerintah telah mendirikan trading house di Bulgaria, Eropa Timur. 20 - 8
Sebagai hasil peningkatan mutu dan promosi, nilai ekspor produk nonmigas usaha kecil dan menengah pada tahun 2007 adalah sebesar Rp142,8 triliun atau meningkat sebesar Rp20,6 triliun dibandingkan dengan tahun 2006. Sementara itu, pada tahun 2005 ekspornya sebesar Rp110,3 triliun. Peningkatan kualitas SDM Koperasi dan UKM dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta magang bagi KUKM. Untuk itu telah dilakukan pendidikan dan pelatihan serta magang pada sebanyak 8.170 orang yang meliputi diklat keterampilan teknis usaha dan diklat pengembangan kewirausahaan. Untuk meningkatkan keterampilan pengembangan usaha para peserta diklat melalui penyediaan fasilitas tempat praktik usaha pada 479 koperasi di lingkungan pondok pesantren dan lembaga diklat di pedesaan. Selain itu, Pemerintah telah meluncurkan kegiatan gerakan tunas kewirausahaan nasional (Getuknas). Kegiatan itu bertujuan untuk menanamkan sikap/jiwa kewirausahaan lebih dini, memacu pertumbuhan tunas wirausaha baru, dan meminimalkan pengangguran pemuda serta tumbuhnya tunas wirausaha baru dari kalangan pelajar yang diikuti oleh 15.000 orang pelajar/pemuda. Dalam rangka mendorong penumbuhan unit usaha baru melalui koperasi, sejak tahun 2007, Pemerintah melaksanakan pola pemberdayaan para sarjana untuk menjadi wirausaha yang tangguh, mandiri dan berdaya saing melalui penyelenggaraan kegiatan “Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri (Prospek Mandiri)” . Kegiatan itu dilakukan melalui kerja sama Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi/DI dan Kabupaten/Kota dan diperluas dengan pihak lain, seperti perguruan tinggi, dunia usaha, dan organisasi kemasyarakatan. Kegiatan ini juga diwujudkan melalui pemberdayaan sumber daya manusia di berbagai sektor atau bidang usaha dalam rangka menumbuhkan usaha baru dengan melibatkan para sarjana dalam wadah koperasi. Pada tahun 2007, kegiatan telah dilaksanakan melalui dukungan dana perkuatan usaha kepada 32 koperasi yang tersebar di 25 kabupaten pada 6 provinsi. Kegiatan penumbuhan usaha baru juga didukung oleh penyediaan insentif melalui program kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan (PKBL) sebagai lanjutan program pembinaan usaha kecil dan koperasi (PUKK) yang telah 20 - 9
berjalan sejak tahun 1989. Upaya itu dilaksanakan dengan memanfaatkan dana yang bersumber dari penyisihan laba BUMN bagian pemerintah. Untuk memberikan peluang yang lebih luas bagi UKM dalam rangka meningkatkan nilai tambah berbagai produk, telah dilaksanakan kegiatan percontohan usaha dengan pola perguliran pada sektor agribisnis yang dirintis di berbagai daerah. Kegiatan itu meliputi pengembangan usaha koperasi di bidang agribisnis, antara lain penyaluran sarana produksi pupuk; pengadaan pangan (bank padi); pengadaan bibit kakao, budi daya jambu mete, tanaman karet, budi daya jarak pagar dan pengolahannya, rumput laut, perikanan, dan peternakan. Upaya peningkatan produktivitas, mutu, dan daya saing produk UKM juga ditempuh melalui fasilitasi merek dan desain industri, sertifikasi desain dan HAKI. Melalui fasilitasi semacam itu, produk UKM menjadi lebih terjamin pemasarannya karena memiliki desain yang diminati pasar serta memperoleh perlindungan atas karya intelektual yang diciptakannya. Pengembangan desain, merek, dan sertifikasi desain industri tersebut dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga ahli (konsultan). Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi, khususnya usaha skala mikro pada sektor informal, ditempuh langkah pemberdayaan usaha mikro sebagai berikut: (1) pengembangan usaha mikro, termasuk yang tradisional; (2) penyediaan skim pembiayaan dan peningkatan kualitas layanan lembaga keuangan mikro; (3) penyediaan insentif dan pembinaan usaha mikro; serta (4) peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati diri dan membangun efisiensi kolektif bagi pengusaha mikro dan kecil. Dalam rangka meningkatkan akses permodalan bagi usaha mikro, Pemerintah telah memfasilitasi dukungan perkuatan permodalan melalui Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM), yang dilakukan dengan pola konvensional dan syariah. Perkuatan permodalan P3KUM ditujukan untuk memberdayakan usaha skala mikro melalui Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi (KSP/USP-Koperasi). 20 - 10
Kegiatan itu untuk memfasilitasi keperluan modal kerja bagi anggota yang memiliki kegiatan usaha produktif. Sejak tahun 2005 s.d. 2007, telah memfasilitasi sebanyak 1.976 KSP/USP dan 1.634 Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah (KJKS/UJKS) yang tersebar di 33 Propinsi/DI yang dikelola dengan pola perguliran. Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor . 99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir pada Kementerian Negara/Lembaga yang diterbitkan pada bulan Juli 2008, pelaksanaan kegiatan dana bergulir ini akan dilakukan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Untuk mengembangkan dan meningkatkan akses permodalan khususnya bagi wanita wirausaha skala mikro, mulai tahun 2006 Pemerintah telah memfasilitasi dukungan permodalan melalui Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (Perkassa) kepada 196 Koperasi Wanita dengan dukungan permodalan yang dikelola dengan pola perguliran. Pelaksanaan program ini juga dilanjutkan pada tahun 2007 dan telah dialokasikan bagi 247 Koperasi Wanita. Dalam rangka percepatan peningkatan akses pembiayaan UMKM dan Koperasi telah diluncurkan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada November 2007. Program KUR ini adalah kredit/pembiayaan dengan pola penjaminan bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak, tetapi tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan perbankan. Banyak KUKM yang sesungguhnya memiliki potensi usaha yang layak, tetapi tidak memenuhi persyaratan teknis perbankan. Untuk itu pada tahun 2007, Pemerintah telah meningkatkan kapasitas perusahaan penjaminan dengan menambahkan penyertaan modal negara sebesar Rp1,45 triliun, dengan perincian Rp850 miliar untuk PT Askrindo dan Rp600 miliar untuk Perum Sarana Pengembangan Usaha (perum Jamkrindo). Dengan adanya peningkatan modal tersebut, kapasitas perusahaan penjaminan dalam menjamin Program KUR minimal sebesar Rp14,5 triliun. Pelaksanaan Program KUR melibatkan instansi-instansi yang secara lintas sektoral melakukan pemberdayaan UMKM dan koperasi dengan mengikutsertakan 6 bank pelaksana (Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan 20 - 11
Bank Syariah Mandiri) serta Perum Jamkrindo dan PT Askrindo sebagai lembaga penjamin. Pada dasarnya Program KUR ini dapat diakses oleh semua sektor usaha di seluruh Indonesia. Tingkat bunga KUR, yaitu 24 persen efektif per tahun untuk kredit setinggi-tingginya Rp5 juta dan 16 persen efektif per tahun untuk kredit lebih besar dari Rp5 juta sampai dengan Rp500 juta. KUR dapat disalurkan secara langsung, yaitu dari bank ke nasabah UMKM dan koperasi, dan tidak langsung dengan melibatkan kerja sama antara bank pelaksana KUR dan lembaga keuangan lainnya, seperti BPR, LKM, Koperasi, BMT, Lembaga Perkreditan Desa (LPD), dan lain-lain. Skema penyaluran tidak langsung memungkinkan perluasan jangkauan penyaluran KUR, terutama bagi bank-bank penyalur yang memiliki keterbatasan jaringan di pelosok perdesaan. Realisasi program KUR sampai dengan akhir Juni 2008 adalah senilai Rp8.377,9 miliar untuk 916.527 debitur dengan rata-rata kredit senilai Rp9,14 juta. Kegiatan sertifikasi hak atas tanah di berbagai daerah dilakukan untuk memfasilitasi pengusaha mikro dan kecil agar dapat menyediakan agunan tanah bersertifikat. Selama kurun waktu 2005—2007, jumlah usaha mikro dan kecil (UMK) yang telah memperoleh bantuan sertifikasi tanah adalah 35.517 orang. Bagi usaha mikro dan kecil di sektor agribisnis, seperti petani, peternak, dan nelayan, yang pada umumnya masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan tambahan permodalan. Lembaga keuangan bank belum dapat memberikan pinjaman karena pada umumnya usaha mikro dan kecil tidak bankable. Oleh karena itu, diperlukan dukungan program perkuatan kepada usaha mikro dan kecil untuk dapat memenuhi kebutuhan permodalannya. Permodalan ini disalurkan melalui koperasi simpan pinjam (KSP) yang bergerak di sektor agribisnis. Sejak tahun 2005 dan 2007 telah diberikan dukungan dana perkuatan usaha sebesar Rp165.7 juta kepada 292 koperasi/KSP di sektor agribisnis. Dalam meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi, pemeringkatan koperasi menjadi suatu alat penilaian untuk mengetahui terhadap kondisi dan kinerja koperasi secara objektif dan transparan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang dapat menggambarkan tingkat kualitas dari suatu koperasi. Pemeringkatan 20 - 12
koperasi bertujuan untuk mengetahui kinerja koperasi pada periode tertentu. Penetapan peringkat kualifikasi koperasi mendorong koperasi agar menerapkan prinsip-prinsip koperasi dan kaidah bisnis yang sehat. Hasil pemeringkatan kepada 10.016 koperasi di 182 kab/kota pada 33 propinsi/DI adalah (1) 4 koperasi atau 0,04 persen masuk ke dalam penilaian sangat berkualitas; (2) 2.592 Koperasi atau 25,3 persen masuk ke dalam penilaian berkualitas; dan (3) 5.322 Koperasi atau 53,2 persen masuk ke dalam penilaian cukup berkualitas. Sisanya sebesar 20,9% belum dapat memenuhi kriteria tersebut. Dalam rangka perkuatan permodalan bagi koperasi sivitas akademika (kosika), Pemerintah telah memberikan bantuan modal kepada 10 Unit kosika yang tersebar di 10 propinsi pada tahun 2007. Perkuatan Permodalan bagi kosika akan dapat dirasakan memberikan manfaat bagi 1.250 orang anggota koperasi. Khusus dalam rangka pemulihan usaha KUKM di daerah pascagempa, Pemerintah telah memberikan bantuan melalui (1) perkuatan permodalan kepada 17 koperasi di Provinsi Jawa Barat, 30 koperasi di Yogyakarta; (2) bantuan sarana produksi bagi 18 unit koperasi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakarta; (3) pengembangan 8 sentra kerajinan di Yogyakarta kulit, kayu, batu taman, batik, pandai besi; dan (4) bantuan sarana niaga bagi 4 koperasi di Jawa Tengah dan Yogyakarta. III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Berlandaskan kondisi objektif dan isu strategis yang berkembang, beberapa tindak lanjut untuk memberdayakan koperasi dan UMKM perlu dilakukan, khususnya hal-hal sebagai berikut. 1)
Menindaklanjuti Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai landasan yang kuat dalam memberdayakan UMKM pada masa mendatang, untuk menjadikan UMKM menjadi tangguh, kuat dan mandiri, serta lebih mendapat jaminan kepastian hukum. Untuk itu, diperlukan beberapa peraturan pelaksanaan, baik berupa peraturan presiden maupun peraturan pemerintah. 20 - 13
2)
Memperluas akses bagi koperasi dan UMKM kepada sumber modal melalui (a) pengembangan produk dan jasa pembiayaan bukan bank; (b) peningkatan skim penjaminan kredit khususnya untuk mendukung kebutuhan modal investasi, termasuk penyediaan kebijakan dan strategi nasional; dan (c) penyusunan kebijakan dan strategi nasional pengembangan LKM yang menyeluruh dan terpadu.
3)
Khusus terkait dengan KUR, tindak lanjutnya, adalah (a) penyempurnaan pelaksanaan penyaluran KUR mikro; (b) perluasan bank pelaksana penyaluran KUR; dan (c) peningkatan skema linkage yang melibatkan lembaga keuangan mikro (LKM) dan KSP/USP dalam penyaluran KUR.
4)
Pengembangan jaringan antar LKM/KSP dan kerja sama antar-LKM/KSP perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan kualitas manajemen, dan informasi sehingga tercipta jaringan yang akan mendorong LKM/KSP tumbuh dan berkembang.
5)
Melakukan pembimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola LKM serta pelatihan fasilitator budaya/motivasi usaha dan teknis manajemen usaha mikro untuk meningkatkan kinerja pengelola LKM dan motivasi/budaya usaha mikro.
6)
Memasyarakatkan kewirausahaan dan mengembangkan sistem insentif bagi wirausaha baru, termasuk yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/izin usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan, dan informasi pasar.
7)
Mengembangkan jaringan produksi pemanfaatan teknologi informasi, kelompok dan jaringan antar-UKM serta jaringan antara UKM dan usaha usaha.
8)
Melakukan terobosan (rintisan) untuk mengembangkan sentrasentra produksi di daerah terisolasi dan tertinggal/perbatasan. Tindak lanjut ini diperlukan agar masyarakat atau sentra-sentra
20 - 14
dan distribusi melalui pengembangan usaha dalam wadah koperasi besar melalui kemitraan
produksi di daerah tertinggal/perbatasan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi lokal tiap-tiap daerah.
20 - 15