24
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Konsep Kualitas Layanan Dalam pemasaran jasa, sangat sulit untuk menilai apa yang didapatkan oleh pelanggan ketika ia memberikan uang kepada penjual jasa, karena jasa bersifat tak terlihat namun dapat dirasakan manfaatnya. Oleh karena itu, pelanggan seringkali menetapkan standar tersendiri untuk jasa yang akan ia beli. Para pelanggan selalu membandingkan antara harapan atau keinginan dengan tingkat persepsi mereka terhadap kualitas pelayanan (Laksana, 2008:88). Goetsch dan Davis (Tjiptono, 2004:51) mendefinisikan “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Di era informasi, kemajuan teknologi berkembang pesat hingga berimbas pada persaingan yang sangat ketat. Perusahaan yang serius bersaing akan selalu up to date mengetahui apa yang menjadi harapan dan keinginan pelanggan.
Dengan
demikian,
perusahaan
juga
harus
senantiasa
memperbaharui kualitas pelayanan demi memenuhi harapan pelanggan yang cepat berubah. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zenthaml (Tjiptono, 2004:13). Service Quality adalah
perbedaan antara harapan dan kenyataan para
pelanggan atas layanan yang mereka terima. Service Quality dapat diketahui
25
dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang benarbenar mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan. Kualitas pelayanan menjadi hal utama yang diperhatikan serius oleh perusahaan dan melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan. Tjiptono (2004:21) mengatakan ada lima macam perspektif kualitas yang berkembang. Kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan. Adapun kelima macam perspektif kualitas tersebut meliputi: 1. Transcendental approach Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas. 2. Product-based approach Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah dan beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
26
3. User-based approach Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. 4. Manufacturing-based approach Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai
kesesuaian/sama
dengan
persyaratan
(conformance
to
requirement). Dalam sektor jasa dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktifitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-based approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable-excellence”. Kualitas dalam perspektif
27
ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy). Tjiptono (2004) juga menambahkan bahwa kualitas yang superior dapat memberikan manfaat antara lain berupa: 1. Loyalitas pelanggan yang lebih besar 2. Pangsa pasar yang lebih besar 3. Harga saham yang lebih tinggi 4. Harga jual yang lebih tinggi 5. Produktifitas yang lebih besar
2.1.2 Dimensi Kualitas Layanan Terdapat lima dimensi dalam kualitas pelayanan (Lupiyoadi, 2013:168), di antaranya : 1. Berwujud (Tangible) Yakni penampilan fasilitas secara fisik, peralatan, keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik. 2. Kehandalan (Reliability) Adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama
28
untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik serta akurasi yang tinggi. 3. Daya Tanggap (Responsiveness) Merupakan suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu tanpa suatu alasan dapat menimbulkan persepsi negatif dalam kualitas pelayanan. 4. Jaminan (Assurance) Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun. 5. Empati (Empathy) Adalah memberikan perhatian tulus dan bersifat pribadi kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
2.1.3 Diskon (Potongan Harga) Sebelum membahas diskon, perlu juga dibahas tentang konsep harga karena tidak dapat dipungkiri bahwa diskon merupakan bagian dari harga yang ditetapkan oleh penjual.
29
1. Konsep Harga Agar dapat sukses dalam memasarkan suatu barang atau jasa, setiap perusahaan harus menetapkan harganya secara tepat. Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lain menyebabkan timbulnya biaya (pengeluaran). Sementara itu, dari sudut pandang konsumen harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bagaimana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa (Tjiptono, 2010:151). Nilai tersebut dapat didefinisikan sebagai rasio antara manfaat yang dirasakan terhadap harga, sebagai berikut : Nilai =
Manfaat yang dirasakan Har ga
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat harga tertentu bila manfaat yang dirasakan konsumen meningkat, maka nilainya akan meningkat pula. Demikian pula sebaliknya. Harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yakni : a. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. b. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas sehingga
30
dapat menimbulkan persepsi yang sering berlaku sekarang bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas tinggi.
2. Tujuan Penetapan Harga Menurut Tjiptono (2010:152), pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu :
a. Tujuan berorientasi pada laba Seperti menyatakan
halnya bahwa
pemahaman penetapan
teori harga
ekonomi
klasik
diorientasikan
yang untuk
menghasilkan laba yang tinggi (maksimisasi laba). Oleh sebab itu ada perusahaan yang menggunakan pendekatan target laba, yaitu tingkat laba yang sesuai atau yang diharapkan sebagai sasaran laba. b. Tujuan berorientasi pada volume Tujuan ini biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan. c. Tujuan berorientasi pada citra Citra perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Untuk membentuk dan mempertahankan citra prestisius, perusahaan dapat menetapkan harga tinggi. Sementara itu harga rendah juga dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu
31
(image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu. d. Tujuan Stabilisasi harga Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka. Kondisi tersebut yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industriindustri yang produknya sangat terstandarisasi.
3. Diskon (potongan harga) Ada beberapa penyesuaian khusus terhadap harga, salah satunya adalah diskon atau biasa disebut potongan harga. Menurut Tjiptono (2010:166) diskon merupakan potongan harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli sebagai penghargaan atas aktivitas tertentu dari pembeli yang menyenangkan bagi penjual. Aktivitas tertentu tersebut misalnya perilaku pembelian berulang oleh para pelanggan yang loyal, hal ini tentu akan menyenangkan penjual karena produk atau jasa yang ia tawarkan dianggap baik oleh pelanggan. Dalam kaitannya dengan harga, diskon tentu dapat mengurangi harga sehingga pelanggan merasa mendapat harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga normal. Di perusahaan jasa, diskon tersebut dapat diberikan kepada pelanggan yang menghargai waktu. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa waktu merupakan komoditas utama bagi
32
sejumlah orang, dan bagi orang atau perusahaan yang menawarkan jasa dengan pelayanan berbeda kepada setiap individu, tetapi mempunyai keterbatasan waktu, mereka akan memperhitungkan biaya terhadap waktu yang digunakan dalam mencari suatu jasa (Yazid, 2005:216). Penyedia jasa pun juga dapat memperoleh manfaat ketika pelanggan mau datang sesuai dengan waktu yang telah disepakati sebelumnya, yakni dapat mengatur gelombang kedatangan pelanggan sehingga tidak terjadi penumpukan pada jam-jam tertentu. Penentuan harga jasa juga dapat digunakan untuk melipatgandakan pendapatan dengan cara menerapkan harga yang lebih mahal pada saat ramai (peak load pricing) karena biaya yang ditanggung perusahaan lebih tinggi ketika masa sibuk dibandingkan dengan masa sepi (Lupiyoadi, 2013:145), atau bisa juga dengan cara memberi diskon pada saat sepi guna menarik pelanggan agar biaya yang dihasilkan bisa merata. Sebagai contoh di sebuah restoran bahkan bisa memberikan diskon hingga 50% selain di jam makan dengan tujuan agar restoran tersebut senantiasa terlihat ramai. Dalam hubungannya dengan loyalitas, harga juga bisa dijadikan sebagai faktor penentu loyalitas pelanggan namun sebuah kesalahan apabila kita menganggap pelanggan yang loyal selalu memberikan lebih banyak keuntungan daripada pelanggan yang sekali bertransaksi. Pada sisi biaya, tidak semua jenis jasa menanggung pengeluaran atas promosi besar untuk menarik pelanggan baru. Pada sisi penerimaan, pelanggan
33
yang loyal mungkin tidak menghabiskan lebih banyak uang daripada pelanggan yang sesekali datang, dan dalam banyak kasus, mereka bahkan mengharapkan diskon harga (Lovelock, 2010:78). Meski begitu, pelanggan yang loyal perlu dipertahankan karena sifat pembeliannya yang berulang dan kemampuannya untuk menarik pelanggan baru bagi perusahaan.
2.1.4 Loyalitas Pelanggan Perilaku pembelian ulang kerapkali dihubungkan dengan loyalitas merek (brand loyalty). Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya. Bila loyalitas merek mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, maka perilaku pembelian ulang semata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali. Pembelian ulang dapat merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih. Selain itu pembelian ulang dapat pula merupakan hasil dari upaya promosi yang terus menerus dalam rangka memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli kembali merek yang sama. Bila tidak ada dominasi pasar dan upaya promosi intensif, pelanggan sangat mungkin beralih merek. Sebaliknya, pelanggan yang setia pada merek tertentu cenderung terikat pada merek tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya.
34
Menurut Fornell dalam Margaretha (2004:297), loyalitas merupakan fungsi dari kepuasan pelanggan, rintangan pengalihan, dan keluhan pelanggan. Pelanggan yang puas akan dapat melakukan pembelian ulang pada waktu yang akan datang dan memberitahukan kepada orang lain atas apa yang dirasakan. Berdasarkan definisi klasik dari Jacoby & Kyner (1973), loyalitas merek memiliki sejumlah karakteristik : 1. Bersifat bias (non-randum) 2. Merupakan respon behavioral (berupa pembelian) 3. Diekspresikan sepanjang waktu 4. Diekspresikan oleh unit pengambil keputusan 5. Unit pengambil keputusan mengekspresikan loyalitas merek berkenaan dengan satu atau lebih alternatif merek dalam serangkaian merek 6. Merek merupakan fungsi dari proses-proses psikologis (pengambilan keputusan, evaluatif)
Berdasarkan definisi tersebut, ada tiga kategori pembeli setiap merek tertentu pada waktu tertentu: 1. Non-loyal repeat purchasers 2. Loyal repeat purchasers 3. Opportunitas purchases yang membeli satu merek atas dasar faktor situasional seperti diskon.
35
Menurut Sheth dan Mittal (2004) dalam Tjiptono (2010:387), loyalitas konsumen adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok (perusahaan), berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang
konsisten. Sedangkan menurut Griffin
(2005:31) loyalitas adalah orang-orang yang melakukan pembelian berulang-ulang, membeli antar lini produk dan jasa, mereferensikan kepada orang lain, dan menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. Loyalitas berbeda dengan kepuasan yang merupakan sikap, loyalitas dapat didefinisikan dari perilaku pembeli. Menurut Oliver (1999) loyalitas pelanggan adalah komitmen untuk bertahan secara mendalam dengan melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali dengan produk yang diminati secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perilaku berpindah. Loyalitas pelanggan juga didefinisikan sebagai niat (intention) pelanggan untuk tetap bertahan menggunakan layanan dari penyedia layanan berdasarkan pengalaman masa lalu dan harapan masa datang (Lee & Cunningham, 2001) Ada beberapa karakteristik pelanggan yang loyal menurut Griffin (1996), di antaranya : 1. Melakukan pembelian secara teratur 2. Membeli di luar lini produk atau pelayanan 3. Merekomendasikan kepada orang lain 4. Menunjukkan ketahanan dari daya tarik pesaing.
36
2.1.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu telah membahas tentang pengaruh antara ketiga variabel yang ada dalam penelitian ini, meskipun ketiga variabel tersebut tidak dibahas di dalam satu penelitian tetapi paling tidak telah memberikan kesimpulan yakni bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat yang telah disebutkan. Seperti adanya pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan baik secara parsial maupun simultan dengan variabel lain serta pengaruh diskon terhadap loyalitas pelanggan baik secara parsial maupun simultan dengan variabel lain. Tetapi tidak ditemukan penelitian terdahulu yang meneliti kedua variabel bebas tersebut (kualitas pelayanan dan pemberian diskon) terhadap loyalitas pelanggan secara bersamaan. Bila dilihat dari tahun penelitian yang berbeda sekitar 3 hingga 4 tahun dengan penelitian ini serta objek penelitian yang berbeda, maka penelitian yang dijadikan referensi tersebut sangat relevan dan dapat dijadikan pedoman guna menentukan hipotesis bagi penelitian ini, karena hal tersebut dapat dijadikan sebagai pembeda dan pembanding terhadap penelitian ini. Selain mempunyai kesamaan variabel penelitian, juga terdapat kesamaan metode penelitian dengan menggunakan analisis regresi linier berganda
yang
umum
digunakan
pada
penelitian-penelitian
sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :
37
Tabel 1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
Judul
Variabel Penelitian
Alat
Hasil Penelitian
Analisis Lia Erlian Sari Analisis Pengaruh 1. Variabel Dependen : Regresi Kualitas Pelayanan Linier (2011) Loyalitas Pelanggan Jasa Restoran Berganda 2. Variabel Independen : Terhadap Loyalitas Kualitas Pelayanan Pelanggan Sakana Japanese Restaurant di Delonix Hotel Karawang
Variabel kualitas pelayanan berpengaruh positif rendah terhadap loyalitas pelanggan adapun pengaruhnya sebesar 15,76%
Winarni Setyorini (2011)
Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Hotel Mahkota Di Pangkalan Bun
1. Variabel Dependen : Loyalitas Pelanggan
Regresi Linier Berganda
Variabel kualitas pelayanan berpengaruh secara positif terhadap variabel dependen yakni loyalitas pelanggan
Nicolas Manurung (2009)
Pengaruh Diskon, Biaya Iklan dan Uang Muka Terhadap Penjualan Sepeda Motor Pada Dealer Sepeda Motor di Tanjungpinang
1. Variabel Dependen : Penjualan
Regresi Linier Berganda
Variabel Diskon, Biaya Iklan, serta Uang muka berpengaruh positif terhadap Penjualan baik secara parsial maupun simultan
Riri Amalas Yulita (2010)
Pengaruh Produk, 1. Variabel Dependen : Regresi Diskon, Perbandingan Linier Loyalitas Pelanggan Program Kompetitor Berganda dan Kegiatan Campuss 2. Variabel Intervening : Nilai Produk Community Telkomsel terhadap Nilai Produk 3. Variabel Independen : serta dampaknya Produk, Diskon, terhadap Loyalitas Perbandingan Pelanggan. (Penelitian Program Kompetitor, untuk pelanggan Kegiatan Campuss simPATI di Wilayah Community kota Bandung)
Variabel Produk, Diskon, Perbandingan Program Kompetitor, serta kegiatan Campuss Community berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap Loyalitas Pelanggan melalui variabel Nilai Produk
2. Variabel Independen : Kualitas Pelayanan
2. Variabel Independen : Diskon, Biaya Iklan, Uang Muka
38
2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan teori serta penelitian terdahulu, maka dapat disusun suatu rerangka pemikiran sebagai berikut :
Kualitas Layanan (X1)
Loyalitas Pelanggan (Y)
Pemberian Diskon (X2)
Keterangan : X1
= Variabel bebas (Kualitas Layanan)
X2
= Variabel bebas (Pemberian Diskon)
Y
= Variabel terikat (Loyalitas Pelanggan)
= Pengaruh secara parsial
1. Penelitian ini hendak menganalisa pengaruh antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat, dimana yang menjadi variabel bebas adalah kualitas layanan (X1) dan pemberian diskon (X2) serta variabel terikat adalah loyalitas pelanggan (Y). Di dalam variabel kualitas layanan terdapat 5 dimensi yang bisa dijadikan indikator untuk menilai kualitas
39
layanan yakni berwujud, kehandalan, daya tanggap, jaminan, serta empati. Sedangkan untuk variabel diskon dipilih 3 macam yang saat ini diterapkan di AUTO 2000 cabang Sungkono Surabaya, yakni diskon bagi pelanggan yang menghargai waktu dengan melakukan booking service di waktu tertentu, kemudian diskon pada saat sepi yang diberikan bagi pelanggan yang melakukan booking service di atas pukul 1 siang dimana kedatangan pelanggan sangat jarang di waktu tersebut, selanjutnya diskon bagi pelanggan loyal diberikan kepada pemegang kartu anggota Astraworld sebagai bentuk perlakuan khusus yang diberikan kepada pembeli mobil di jaringan Astra Group. 2. Penelitian ini menganalisa pengaruh variabel kualitas layanan (X1) dan pemberian diskon (X2) secara bersama terhadap loyalitas pelanggan (Y). 3. Setelah diketahui kedua pengaruh di atas, kemudian akan diteliti juga pengaruh variabel yang dominan terhadap loyalitas pelanggan.
2.3 Perumusan Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka yang berupa landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat disajikan hipotesis sebagai berikut: H1 : Kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan H2 : Pemberian diskon berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan H3 : Kualitas layanan berpengaruh dominan terhadap loyalitas pelanggan