BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Lipan (Squilla mantis )
Udang lipan (Squilla matis) merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam kelas Krustase. Panjanag udang ini mencapai 30-35 cm. Jenis udang ini memiliki varietas yang beraneka warna, mulai dari warna gelap, coklat hingga yang berwarna terang seperti Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Udang Lipan Morpologi : Kingdom
: Anninula
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
Sub Kelas
: Malacostacea
Ordo
: Stomapoda
Famili
: Squilla mantis
Genus
: Harpiosquilla
Spesies
: Harpiosquilla raphidea
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kitin
Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi-β-(1→4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C8H13NO5)n yang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 40% O. Struktur kitin menyerupai struktur selulosa dan hanya berbeda pada gugus yang terikat di posisi atom C-2. Gugus pada C-2 selulosa adalah gugus hidroksil, sedangkan pada C-2 kitin adalah gugus N-asetil (-NHCOCH3, asetamida)
CH2OH
CH2OH
O O *
O O
OH NH
O
OH n
COCH3
NH COCH3
Gambar 2.1 Struktur kitin
Di alam, kitin dikenal sebagai polisakarida yang paling melimpah setelah selulosa. Kitin umumnya banyak dijumpai pada hewan avertebrata laut, darat, dan jamur dari genus Mucor, Phycomyces, dan Saccharomyces. Keberadaan kitin di alam umumnya terikat pada protein, mineral, dan beragai macam pigmen. Sebagian besar kelompok Crustacea, seperti udang lipan, udang dan lobster, merupakan merupakan sumber utama kitin komersial. Di dunia, kitin diproduksi secara komerisal 120 ribu ton per tahun. Kitin yang berasal dari udang lipan dan udang sebesar 39 ribu ton (32,5%) dan dari jamur 32 ribu ton (26,7%) (Knorr,1991).
Kitin yang terdapat pada kulit ini masih terikat dengan protein, CaCO3, pigmen dan lemak. Berbagai teknik dilakukan untuk memisahkannya, tetapi melalui tiga tahapan yaitu demineralisasi dengan HCl encer, deproteinisasi dengan NaOH encer (setelah tahap ini diperoleh kitin) dan selanjutnya deasetilasi kitin menggunakan NaOH pekat (Brine,1984 dan Shahidi et al., 1999)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Spesifikasi Kitin Komersil Parameter
Ciri
Ukuran partikel
Serpihan sampai serbuk
Kadar air (%)
≤ 10,0
Kadar abu (%)
≤ 2,0
N-deasetilasi (%)
≥ 15,0
Kelarutan dalam: •
Air
Tidak larut
•
Asam encer
Tidak larut
•
Pelarut organic
Tidak larut
•
LiCl2 / dimetilasetamida
Sebagian larut
Enzim pemecah
Lisozim dan kitinase
(Sugita, 2009)
Kitin merupakan bahan yang tidak beracun dan bahkan mudah teruai secara hayati (biodegradable). Bentuk fisiknya berupa padatan amorf yang berwarna putih dengan kalor spesifik 0,373 ± 0,03 kal/g/oC. Kitin hapir tidak larut dalam air, asam encer, dan basa, tetapi larut dalam asam format, asam metanasulfonat, N,Ndimetilasetamida yang mengandung 5% litium klorida, heksaflouroisopropil alkohol, heksafluoroaseton dan campuran 1,2-dikloroetana-asam trikloroasetat dengan nisbah 35:65 (%v/v). Asam mineral pekat seperti H2SO4, HNO3, dan H3PO4 dapat melarutkan kitin sekaligus menyebabkan rantai panjang kitin terdegradasi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil (Sugita, 2009).
2.3 Kitosan
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme.
Universitas Sumatera Utara
CH2OH
CH2OH
O O*
O O
OH NH2
O
OH n
NH2
Gambar 2.2 Struktur Kitosan
Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi 85-93%. Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak, sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu, proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dpat memperluas bidang aplikasinya. Tabel 2.2 Spesifikasi Kitosan Komersil Parameter
Ciri
Ukuran partikel
Serpihan sampai serbuk
Kadar air (%)
≤ 10,0
Kadar abu (%)
≤ 2,0
Warna larutan
Tidak berwarna
N-deasetilasi (%)
≥ 70,0
Kelas viskositas (cps) •
Rendah
< 200
•
Medium
200799
•
Tinggi pelarut organic
8002000
•
Sangat tinggi
˃ 2000
(Sugita, 2009)
Universitas Sumatera Utara
Kitosan telah digunakan di berbagai bidang industri seperti industri makanan aditif, kosmetik, material pertanian, dan untuk anti bakterial. Kitosan juga sering digunakan sebagai adsorben pada ion logam transisi dan spesies organik. Hal ini disebabkan oleh adanya gugus amino (-NH2) dan gugus hidroksil (-OH) dari rantai kitosan yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkoordinasi dan bereaksi (Juang, 2002).
Tabel 2.3 Aplikasi dan fungsi kitosan di berbagai bidang Bidang aplikasi I.
Pengolahan limbah
Fungsi − Bahan
koagulasi/flokulasi
untuk
limbah cair − Penghilangan
ion-ion
metal
dari
limbah cair II.
Pertanian
− Dapat menurunkan kadar asam sayur, buah dan ekstrak kopi − Sebagai pupuk − Bahan antimicrobakterial
III.
Industri tekstil
− Serat tekstil − Meningkatkan ketahanan warna
IV.
Bioteknologi
− Bahan-bahan immobilisasi enzim
V.
Fotografi
− Melindungi film dari kerusakan
(Robert, 1992)
2.4 Lemak Lemak hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh , sedangkan lemak cair atau yang biasa disebut minyak mengandung asam lemak tidak jenuh (Poedjiadi,2002)
Universitas Sumatera Utara
Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut lemak, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu,lemak babi, lemak sapi. Lemak nabati yang berbentuk cair dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu: (a) dryng oilI yang akan membentuk lapisan keras bila mongering di udara.; (b) semi drying oil seperti minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak bunga matahari; dan (c) non drying oil misalnya minyak kelapa dan minyak kacang tanah.
2.5 Kolesterol
Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh, otak, syaraf, ginjal, limpa, hari dan kulit yang disebut “endogeneous cholesterol” sedangkan “exogeneous choloesterol”, bersumber dari kuning telur, ikan, udang,sapi, kambing, dan lemak hewan lainnya. Konsentrasi total kolesterol dalam plasma darah berkisar 180 – 250 mg/100 ml (Suhardjo dan Kusharto 1987). Adapun struktur kimia dari kolesterol disajikan pada gambar 2.5.
Gambar 2.3 Struktur Kolesterol (Sampaio et al.2006)
Kolesterol dapat larut dalam pelarut lemak, misalnya eter, kloroform, benzene dan alkohol panas. Apabila terdapat dalam konsentrasi tinggi, kolesterol mengkristal yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, dan mempuntai titik lebur 150151oC. Endapan lemak apabila terdapat dalam pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah karena dinding pembuluh darah menjadi makin tebal. Hal ini juga mengakibatkan berkurangnya kelenturan pembuluh darah, maka aliran darah akan terganggu dan untuk mengatasi gangguan ini jantung harus memompa darah lebih keras (Poedjiadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.6 Spektroskopi IR dan FTIR
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik (REM). Interaksi yang terjadi dalam spektroskopi inframerah ini merupakan inteaksi dengan REM melalui absorbsi radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spectrum elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan glombang mikro. Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya sebuah electron ke orbital dengan energy yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energy untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya mengakibatkan membesarnya amplitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain (Sudarmadji, 1989).
Analisa kuantitatif dari spektroskopi FTIR dapat dilakukan berdasarkan spektra inframerah yang dihasilkan, salah satu contohnya adalah penentuan derajat deasetilasi dari kitin dan kitosan menggunakan persamaan Domszy dan Roberts (Sugita,2009).
%DD = 1- [(A1665 / A3450) x 1/1,33] x 100% dimana: A1665 = absorbansi pada bilangan gelombang 1665 cm-1 A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1 1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A1665 / A3450 untuk kitosan dengan asetilasi penuh
2.7. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah sebuah teknik untuk memisahkan suatu zat yang mudah menguap dengan cara melewatkan aliran gas pada suatu fase yang tidak bergerak
Universitas Sumatera Utara
(stationary phase). Pemisahan ini berdasarkan sifat-sifat penyerapan isi kolom untuk memisahkan komponen sampel yang berbentuk gas. Isi kolom yang biasa digunakan untuk keperluan ini adalah silica gel, saringan molekul dan arang. Sampel yang dianalisis dapat berbentuk gas, cair maupun padat, namun cair dan padat harus terlebih dahulu diubah menjadi bentuk gas dengan cara pemanasan. (Sudjadi, 1986).
Selanjutnya percobaan kromatografi Tsweet dilanjutkan oleh C.Dhere pada tahun 1911 dalam usahanya memisahkan zat warna karoten. Usaha ini lebih jauh dilanjutkan di Amerika oleh L.S. Palmer pada tahun 1914 sehingga dia berhasil dengan baik memisahkan α, β, dan γ karoten di Universitas Missouri. (Mulja,M., Suharman., 1995).
2.7.1. Sistem Peralatan Kromatografi Gas
Diagram skematik peralatan Kromatografi Gas ditunjukkan oleh gambar di bawah ini dengan komponen utama adalah: kontrol dan penyedia gas pembawa; ruang suntik sampel; kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik; sistem deteksi dan pencatat (detector dan recorder); serta komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data
Perekam
Gerbang suntik ik
Kolom
Detektor
Pengendali aliran Tangki gas pembawa
Kromatogram
Gambar 2.4 Skematis Alat Kromatografi Gas
Universitas Sumatera Utara
(Mc.Nair, Bonelli, 1988)
A. Gas Pembawa
Faktor yang menyebabkan suatu senyawa dapat bergerak melalui kolom Kromatografi Gas ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas melalui kolom. Aliran gas dipaparkan dengan dua peubah, aliran yang diukur dengan ml/menit dan penurunan tekanan antara pangkal dan ujung kolom, sifat gas yang pasti, biasanya merupakan hal sekunder yang ditinjau dari segi pemisahannya, tetapi mungkin ada pengaruh kecil pada daya pisah. Pemilihan gas pembawa sampai taraf tertentu bergantung pada detektor yang dipakai: hantar bahang, ionisasi nyala, tangkap elektron, atau khas tehadap unsur. Walaupun agak kurang baik biasanya dipakai helium. Sebuah Kromatografi Gas biasanya dipasang dengan suatu gas pembawa, detektor pengionan tertentu memerlukan argon, gas yang sangat besar kerapatannya dan alirannya lebih lambat (penurunan tekanan lebih besar) biasanya nitrogen dipakai dengan detektor ionisasi nyala walaupun gas lain memang dapat dipakai. (Roy J. Gritter., 1991).
B. Sistem injeksi
Komponen Kromatografi Gas yang utama selanjutnya adalah ruang suntik atau inlet. Fungsi dari ruang suntik ini adalah untuk mengantarkan sampel ke dalam aliran gas pembawa. Berbagai macam jenis inlet dan teknik pengantar sampel telah tersedia. Penyuntikan sampel dapat dilakukan secara manual atau secara otomatis (yang dapat menyesuaikan jumlah sampel).
Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubangyang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan biasanya10-15oC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap segera setelah sampel disuntikkan. Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat sedikit bahkan sampai 0,01 μl, karenanya berbeda dengan kolom
Universitas Sumatera Utara
kemas yang memerlukan 1-100 μl sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit dilakukan jika sampel yang disuntikkan terlalu kecil (pada kolom kapiler), maka ditempuh suatu cara untuk mengecilkan ukuran sampel setelah penyuntikan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik pemecah suntikkan (split injection). (Abdul,R., 2007).
C. Kolom
Aliran gas selanjutnya menemui kolom, yang diletakkan dalam oven bertemperatur konstan. Ini adalah jantung instrumentasi tersebut, tempat dimana kromatografi dasar berlangsung. Kolom-kolom memiliki variasi dalam hal ukuran dan bahan isian. Ukuran yang umum adalah sepanjang 6 kaki dan berdiameter dalam 1/4 inci, terbuat dari tabung tembaga atau baja tahan karat; untuk menghemat ruang, bisa dibentuk U agar gulungan spiral. Tabung itu diisi dengan suatu bahan padat halus dengan luas permukaan besar yang relatif inert. Namun padatan itu sebenarnya hanya sebuah penyangga mekanik untuk cairan, sebelum diisi kedalam kolom, padatan tersebut diimpregnasi dengan cairan yang diinginkan yang berperan sebagai fase stasioner sesungguhnya. Cairan ini harus stabil dan nonvolatile pada temperature kolom, dan harus sesuai dengan temperatur tertentu.
D. Detektor
Setelah muncul dari kolom itu, aliran gas lewat melalui sisi lain detektor. Maka elusi zat terlarut dari kolom yang direkam secara elektrik. Laju aliran gas pe,bawa adalah hal yang penting, dan biasanya pengukur aliran untuk itu tersedia. Mungkin ada kutup pengatur lain pada ujung keluaran sisitem, walaupun secara normal gas-gas yang muncul dialirkan keluar pada tekanan atmosfer. Karena pekerjaan laboratorium secara terus menerus terpapar oleh uap senyawa-senyawa yang terkromatografi yang mungkin tak baik waluapun kadarnya biasanya kecil, maka ventilasi pada keluaran instrument harus diperhatikan. Ketentuan bisa dibuat untuk menjebak zat terlarut yang dipisahkan setelah muncul dari kolom jika hal ini dibutuhkan untuk penyelidikan lebih lanjut. (Underwood, 1999).
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Pemakaian Kromatografi Gas
Dalam Kromatografi Gas untuk mengikuti reaksi, senyawa dilewatkan melalui zona reaksi dalam sistem tertutup antara tempat injeksi sampel dengan detektor. Reaksi berlangsung setelah melalui tempat injeksi sampel. Reaksi seharusnya berlangsung seketika dan hasil reaksi mempunyai waktu retensi normal, yaitu 8-10 detik. Pengambilan suatu komponen senyawa dengan gugus tertentu juga dapat dilakukan dengan membubuhkan dalam kolom kromatografi, suatu reagen yang relatif untuk menahan komponen tersebut. Untuk perbandingan dua kolom dengan instrumen pencatat dapat dimanfaatkan. Senyawa dapat diubah menjadi bentuk lain dengan beda waktu retensi, misalnya dengan melewatkan H2O pada CaC2 dapat terbentuk CH≡CH asetilena. (Khopkar, 2003). Kromatografi Gas sebagai instrumen untuk analisis fisiko-kimia menduduki posisi yang sangat penting dan banyak dipakai, apa sebabnya : 1. Aliran fase mobil (gas) sangat terkontrol dan kecepatannya tetap. 2. Sangat mudah terjadi pencampuran uap sampel ke dalam aliran fase mobil. 3. Pemisahan fisik terjadi di dalam kolom yang jenisnya banyak sekali, panjang, dan temperaturnya dapat diatur. 4. Banyak sekali macam detektor yang dapat dipakai pada kromatografi gas (saat ini dikenal 13 macam detektor) dan tanggap detektor adalah proporsioanal dengan jumlah tiap komponen yang keluar dari kolom. 5. Kromatgrafi gas sangat mudah digabung dengan instrumen fisio-kimia yang lainnya, contoh: FT-IR/MS.
Kelima hal tersebut di atas telah melebarkan wawasan atau jangkauan pemakaian Kromatografi gas yang sampai saat ini dikenal secara luas dan sangat banyak dibutuhkan dalam analisis fisiko-kimia.(Mulja, M., Suharman., 1995).
Universitas Sumatera Utara