BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karet Alam
Karet alam adalah polimer isoprena (C5H8) yang mempunyai bobot molekul yang besar. Susunannya adalah –CH–C(CH3)=CH–CH2–. Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea brasiliensis adalah bentuk alamiah dari 1,4 poliisoprena. Karet jenis ini memiliki ikatan ganda lebih dari 98% dalam konfigurasi cisnya yang penting bagi kelenturan atau elastisitas poliisoprena. Lebih dari 90% cis –1,4 poliisoprena digunakan dalam industri karet Hevea.
Karet alam adalah salah satu bahan penting yang digunakan secara luas dalam aplikasi teknik. Penggunaannya terutama disebabkan oleh kelembutan alaminya dan kemudahan pembentukannya. Bagaimanapun, bahan pengisi perlu ditambahkan dengan maksud untuk menyiasati sifat-sifat alami yang tidak dikehendaki sehingga didapat suatu produk seperti yang diinginkan (Tarachiwin, 2005).
Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentil pirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4 poliisoprena. Susunan ruang demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal. Adapun rumus bangun dari isoprena, poliisoprena dan cis-1,4 poliisoprene dapat dilihat pada gambar berikut:
CH3
H2C
C
CH
CH2
Gambar 2.1Struktur monomer isoprena
Universitas Sumatera Utara
CH3 CH2
C
CH3 H2 C
C H
H2 C
C
H2 C
C H
n Gambar 2.2 Rumus bangun Poliisoprena
H2C
CH2 C
H3C
*
C H
n
Gambar 2.3 Rumus bangun cis- 1,4 – Poliisoprena (Stevens, 2001).
Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 97% cis 1,4 isoprena dikenal sebagai Havea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 33% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi (Stevens, 2001).
Untuk mengubah sifat fisik dari karet dilakukan proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Suhu adalah faktor yang cukup penting dalam proses vulkanisasi, namun tanpa adanya panas pun karet tetap dapat divulkanisasi. Vulkanisasi karet alam sangat bagus dalam hal berikut : Kepegasan pantul Tegangan putus Ketahanan sobek Fleksibilitas suhu rendah serta daya lengket ke pabrik atau logam
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Sifat Kimia Karet
Hasil utama tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah karet. Apabila hevea segar disentrifugasi pada kecepatan 32000 putaran per menit (rpm) selama 1 jam akan terbentuk 4 fraksi yaitu: 1. Fraksi karet terdiri dari partikel-pertikel karet yang terbentuk bulat dengan diameter 0,05 – 3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap. 2. Fraksi frey wessling Fraksi ini terdiri dari pertikel – partikel frey wessling yang dikemukakan oleh Frey Wessling. Fraksi ini bewarna kuning karena mengandung karotenida. 3. Fraksi serum juga disebut fraksi C (centrifuge cerum) mengandung sebahagian komponen bukan karet yaitu air, protein, karbohidrat dan ion – ion logam. 4. Fraksi bawah terdiri dari partikel – partikel lutoid yang bersifat gelatin mengandung senyawa nitrogen dan ion – ion kalsium serta magnesium (Ompusunggu, 1987).
2.1.2 Sifat Fisika Karet
Sifat fisika karet mentah dapat dihubungkan dengan dua komponen yaitu viskositas dan elastisitas yang bekerja secara serentak. Viskositas diperlukan untuk mengukur ketahanan terhadap aliran (deformasi). Terjadinya aliran pada karet yang disebabkan oleh adanya tekanan/ gaya disebabkan oleh dua hal, yaitu: 1. Terlepasnya ikatan di dalam atau antara rantai poliisoprena seperti terlepasnya benang-benang yang telah dirajut. Hal ini terjadi pada stress yang rendah/kecil 2. Terlepasnya seluruh ikatan rantai poliisoprena dan satu monomer dengan monomer yang lain saling tindih akan membentuk lingkungan yang kristal.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian komponen viskositas adalah irreversible dan dihitung sebagai aliran dingin (cold flow) dari karet mentah, sedangkan elastisitas mengukur energi yang segera dikembalikan oleh karet setelah diberikan input energy kepadanya. Elastisitas menunjukan jarak diantara ujung-ujung rantai poliisoprena.
2.1.3 Jenis-jenis Karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan yang ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah: Bahan olahan karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar) Karet konvensional (RSS, white crepes, dan pale crepe) Lateks pekat Karet bongkah atau block rubber (SIR 5, SIR 10, SIR 20) Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber Karet siap olah atau tyre rubber Karet reklim atau reclaimed rubber (Tim Penulis, 1992).
2.1.4 Standart Indonesia Rubber (SIR)
Ketentuan tentang SIR didasarkan pada ketentuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan SK No.143/KP /V /69. Yang berlaku mulai 18 Juni 1969 menetapkan ketentuan-ketentuan SIR sebagai berikut : 1. Standart Indonesia Rubber (SIR) adalah karet alam yang dikeluarkan dari daerah-daerahyang termasuk dalam lingkungan Negara Repoblik Indonesia. 2. Standart Indonesia Rubber (SIR) yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan (balok) dengan ukuran (28x6.5) dalam inci. Bongkahanbongkahan yang telah dibungkus dengan plastik polietilena, tebalnya 0,03 mm, dengan titik pelunakan kurang dari 1800 C, berat jenis 0,92 dan bebas dari segala bentuk pelapis (couting). Pengepakan selanjutnya dapat dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dalam kantung kertas/krapt 4 ply atau dalam bentuk pallet seberat 0,5 ton atau 1 ton. 3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International Standart of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book). 4. Standart Indonesia Rubber (SIR) terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam bentuk SIR harus disertai dengan penetapan nilai Plasticity Retention Index (PRI) dengan menggunakan tanda huruf : “H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80. “M” untuk PRI antara 60 – 79. “S” untuk PRI antara 30 – 59. Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan dimasukkan dalam SIR. 5. Warna karet tidak menjadi bagian dalam spesifikasi teknis. 6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan pada Departeman Perdagangan. Oleh Departeman Perdagangan akan diberikan tanda pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah, untuk setiap pabrik yang diusahakan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan contoh-contoh hasil produksi kepada balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian Perkebunan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh kedua balai tersebut untuk mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu Produksi 7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang dikeluarkan/disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian. 8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambing SIR dan
menurut
ketentuan-ketentuan
yang diberikan
oleh
Departemen
Perdagangan. Eksport dari karet bongkah yang tidak memenuhi syarat-syarat SIR di atas akan dilarang.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Karet Alam SIR 10
Karet alam SIR 10 berasal dari koagulan (lateks yang mudah menggumpal) atau hasil olahan seperti lum, sit angin, getah keping, sisa dan lain-lain, yang diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.
Langkah-langkah dalam proses pengolahan karet alam SIR 10 yaitu dengan pemilihan bahan bakuyang baik, koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa, dan lain-lain). Kemudian dilakukan pembersihan dan pencampuran. Proses pengeringan dilakukan selama 10 hari sampai 20 hari. Kemudian dilakukan proses peremahan, pengemasan bandela (setiap bandela 33 kg atau 35 kg) dan karet alam SIR 10 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987).
2.2 Kompatibilitas Campuran Polimer
Kompatibilisasi campuran polimer dapat didefinisikan sebagai : 1. Campuran dari polimer pada skala molekul tertentu 2. Kesesuaian campuran polimer yang sifatnya diinginkan 3. Kesesuaian campuran polimer yang menunjukkan satu fasa ketika digabung (Bhatnagar, 2004).
Kebanyakan
paduan
polimer
memperlihatkan
sistem
yang tidak
bercampur, bukan hanya pada komposisi campuran tetapi juga bergantung sekali pada ukuran partikel fasa terdispersi, dan juga interaksi antara komponen campuran. Banyak pasangan polimer, bukan hanya tidak bercampur tetapi juga tidak sesuai (Buthaina, 2010). Kompatibiliser yang ditambahkan sebelum pencampuran
disebut
dengan
kompatibilisasi
secara
fisika
sedangkan
kompatibilisasi yang terjadi pada reaksi antar muka disebut kompatibilisasi reaktif (Peter, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Kompatibilisasi berguna untuk : 1. Mengurangi energi antarmuka dan memperbaiki adhesi antara fase dengan mengumpulkan pada batas layar, sehingga memperkecil fase dispersi ukuran partikel 2. Memperoleh dispersi yang baik selama campuran 3. Menstabilkan dispersi yang baik terhadap agglomeration (penumpukan) selama berlangsungnya proses 4. Mencapai suatu morfologi yang seimbang yang akan memberikan tegangan halus yang ditransfer dari satu fase ke fase yang lain dan digunakan untuk menahan gangguan (kerusakan) tegangan yang lebih besar (Bukit, 2011).
2.2.1 Monomer Glisidil Metakrilat
Monomer glisidil metakrilat (GMA) mengandung dua gugus, yaitu gugus epoksi dan gugus vinil. Adanya kedua gugus ini dapat memberikan kebebasan pada penggunaan GMA dalam mendesain polimer.
Epoksida merupakan senyawa eter cincin tiga. Suatu cincin epoksida tidak memiliki sudut ikatan sp3 sebesar 1090 tetapi memilki sudut antar inti sebesar 600 sesuai dengan persyaratan cincin tiga. Orbital yang membentuk ikatan cincin tidak dapat mencapai tumpang tindih maksimal, oleh karena itu cincin epoksida mengalami tegangan (strained). Polaritas ikatan-ikatan C-O bersama-sama tegangan cincin ini mengakibatkan reaktivitas epoksida yang tinggi dibandingkan reaktivitas eter lainnya.
Gugus vinil dan epoksi dalam GMA dapat difungsionalisasi, ini berarti kedua gugus tersebut dapat bereaksi dengan berbagai macam monomer dan molekul fungsional. Fungsionalisasi kedua gugus ini dapat menberikan karakterisasi tambahan pada GMA. Secara umum, fungsionalisasi gugus vinil dapat memberikan manfaat tambahan berupa peningkatan kekuatan terhadap
Universitas Sumatera Utara
oksidasi sedangkan reaksi pada gugus epoksi dapat meningkatkan ketahanan terhadap asam. O H2C
C C
O
H2 C
H C
CH2 O
CH3
Gambar 2.4 Struktur Glisidil Metakrilat ( Laine,2007)
2.2.2 Kopolimerisasi Cangkok
Kopolimerisasi cangkok monomer vinil untuk memodifikasi sifat permukaan polimer dasar telah banyak dilakukan untuk mendapatkan gugus-gugus fungsi tertentu dan memberikan kekuatan mekanik yang baik. Ada tiga metode umum untuk mempreparasi kopolimer-kopolimer cangkok yaitu: 1. Monomer
dipolimerisasi
dalam
hadirnya
suatu
polimer
dengan
percabangan yang terjadi akibat adanya transfer rantai 2. Monomer dipolimerisasi dalam hadirnya polimer yang memiliki gugusgugus fungsional reaktif atau letak-letak yang biasa diaktifkan misalnya, oleh radiasi 3. Dua polimer yang memilki gugus-gugus fungsional reaktif direaksikan bersama (Steven, 2001).
2.2.2.1 Grafting Glisidil Metakrilat Ke dalam Karet Alam
Proses grafting atau kopolimerisasi cangkok digunakan sebagai kompatibilitas pada proses pencampuran suatu polimer bertujuan untuk meningkatkan pencampuran dari perbedaan sifat yang tidak bercampur, mengurangi phasa antar
Universitas Sumatera Utara
permukaan kedua polimer dan meningkatkan kekuatan mekanik. Kopolimer dalam bentuk in situ menunjukkan fase dispersi yang lebih efisien mengikuti titik leleh campuran.
Glisidil metakrilat (GMA) tergrafting sering digunakan sebagai zat kompatibilitas yang reaktif pada campuran poliester. Hal ini dikarenakan gugus epoksi dari GMA dapat bereaksi dengan gugus karbonil atau hidroksil dari poliester (Su, 2009).
Modifikasi karet alam dengan glisidil metakrilat sehingga menghasilkan zat kompatibilitas karet alam tergrafting GMA diharapkan mampu meningkatkan dispersi bahan pengisi yang berupa montorillonit kedalam karet alam. Adapun mekanisme polimerisasi terjadi pada gambar 2.5
1. Dekomposisi Inisiator O
O
C
O
O
O 2
C
C
O
H2 C
OH
radikal BPO
Benzoil Peroksida
2. Inisiasi Pembentukan karet alam radikal O C
O C H
+ BPO radikal
C H
C CH3
C H2
C
C H
+
CH3
karet alam radikal
karet alam
Universitas Sumatera Utara
Pembentukkan monomer radikal O
O C
O
C
+ H2C
O
C
CH3
BPO radikal
H2 C
O
C H
CH2
GMA
O
O
C
H2 C
O
C
O
C
H2 C
O
C H
CH2
GMA radikal
CH3
Penyerangan karet alam radikal terhadap monomer C H
C
CH3
C H C H
CH3
karet alam radikal +
C
O
CH H2C
O H2C
C
C
O
C
H2 C
O
C H
O
C
H2 C
O
CH3
C H
CH3
CH2
CH2
NR-g-GMA
GMA
2. Propagasi Homopolimerisasi pada monomer
O C
O O
H2 C
C
O
O
C
O
H2 C
C H
CH2 + H2C
GMA radikal
CH3
C
O
C
O
CH3
CH2
O O
H2 C
O C
C H
GMA
O C
H2 C
C H
CH2 O
O
H2 C
C
n
CH2
CH3
C
C
CH3
O
O
H2 C
C H
CH2
p-GMA radikal
Universitas Sumatera Utara
Grafting kopolimerisasi CH3 C H
C
O
CH H2C
C
O
O
C
H2 C
O
CH3
H2 C
H C
H2 C
O
H2 C
C
C H
CH2
GMA
C H O
CH2
C
O
C
n CH3
H2 C
O
O
C
C
C
CH3
NR-g-GMA O
HC
C
CH2 + H2C
C H
O
CH3
O H2 C
H C
CH2
NR-p-GMA radikal (rantai panjang)
CH3
3. Transfer ikatan dalam bentuk makroradikal Transfer pada karet O
O C
H2 C
O
C H
O C
H2 C
O
C
n
CH2
CH3
C
C
O
C CH3
C
O
H2 C
C H
CH2
P-GMA radikal
C H
+
C
C H2
CH3
NR-H
O O
H2 C
O H2 C
O
CH3 O
O C
CH2
n
CH2
H C
C H
CH2 O C
CH3 O
O
H2 C
p-GMA
+ C H
CH2
C H
C
C H
CH3
Karet alam radikal
Universitas Sumatera Utara
transfer pada karet O
O
C
HC
H2 C C
H C
C
H2 C C H O
O
H2 C C
C
n CH3
CH3
CH2 O
H2 C
H C
C H2
CH3
NR-H
H2 C
O
H2 C
C
H C
C H O
CH2
C
O
O H2 C
H C
C H
CH2 +
C
NR-p-GMA rantai panjang
n CH3
C
O
C
C
C H
+
CH2
NR-p-GMA radikal (rantai panjang)
CH3
O
HC
H2 H C C
O
CH3
C H
CH3
CH3
Karet alam radikal
Homopolimerisasi
C H2 C
C
H2 C
O
n
CH2
C
CH3
C H
C
CH2
C
H2 C
O
C H
H2 C
CH2
P-GMA radikal
CH3 O
O
H2 C
C H
+
O
C
n
CH2
CH3
C
CH2 O C
CH3 O
H2 C
O
C H
CH2
P-GMA radikal
O
O H2C
O
O
O
O
C H
H2C
O
C CH3
H2 C
H2C
CH
H2 C
C
CH2
H2 C
C
C
O
CH3
O
CH3
O
C
H2 C
n
C
C
H C
CH2
O H2 C
*
O
n O
O
CH3
C
O
H2 C
CH
CH2
p-GMA O
4. Terminasi Grafting homopolimerisasi
Universitas Sumatera Utara
O C
HC
C
H C
O
H2 C C
H2 C C H O
H2 C C
n CH3
O
O
CH3
C
CH2
C
O
H2 H C C
CH2
HC
CH3
O
H2 C CH3
C
H2 C
C
C H O
H2C
H2 C
O
C
O
H2 H C C
CH2
NR-g-GMA radikal
CH3
O H C
H2C
O O
H2 C
H C
H C
C
H2 C
C
H2 C
CH H2 3 C
O
C
O
CH3
O
O
CH2
C
CH3 H C
CH3
C
n CH3
H2 C C
CH2
O
C
HC
H2 C C
H C
C
n
CH3 NR-g-GMA radikal
H2 C
H2 C C H O
O
O
O
H C
O
+
CH2 CH3
n
C
CH
NR-g-GMA
O
Gambar 2.5 Mekanisme Polimerisasi (Eddiyanto, 2007)
2.3 Monmorillonit
Montmorilonit merupakan kelompok mineral filosilikat yang paling banyak menarik perhatian. Montmorillonit memiliki sifat seperti tanah liat, dimana pada X-Ray ditunjukkan dari kaolin dan bisa dibentuk dari mineral dengan partikel koloidal tertutup pada strukturnya. Sangat lembut, berwarna putih dan abu-abu menjadi merah rose dan kebiru-biruan (Dana, 1960).
Montmorillonit termasuk mineral tanah liat dari t-o-t, lapisan silikat dari kedua dioktahedral dan trioktahedral. Karakteristik yang dapat dimengerti dari bilangan grup ini adalah kemampuannya untuk mengabsorpsi molekul air dimana dapat meningkatkan kemampuannya pada strukturnya (Hurlbut, 1962).
Silikat yang paling umum digunakan untuk meningkatkan secara dramatis pada sifat-sifat seperti mekanik dan termal melebihi sifat polimer murninya adalah montmorilonit. Silikat ini menunjukkan kemampuannya mengalami ekspansi
Universitas Sumatera Utara
(swelling). Kemampuan montmorilonit dalam meningkatkan sifat-sifat polimer sangat ditentukan oleh derajat pendispersian silikat ini dalam matriks polimer, tetapi sifat hidrofil dari permukaan montmorilonitmenghalangi proses ini.
Montmorilonitmurni
dapat
dimanfaatkan
dalam
berbagai
bidang
penggunaan, seperti kertas fotokopi tanpa karbon, adsorben selektif, pengobatan, membran, organoclay, polymeric clay, pillared clay, nanoclay produksi katalis (Vaccari,1998).
2.3.1. Struktur Montmorillonit
Montmorillonite memiliki bentuk seperti lembaran, dimensinya antara panjang dan lebar dapat dihitung hanya satu nanometer. Berikut ini adalah rumus struktur dari monmorillonit: M+y(Al2-yMgy)(Si4) O10(OH)2 * nH2O (www.nanocor.com)
Gambar 2.6 Struktur Bangun Montmorillonit (Beyer, 2002) Struktur kristal lempung adalah dua dimensi lapisan yaitu atom silica (lapisan silica) bentuk tetrahedral dan atom aluminiun (lapisan Al) dalam bentuk oktahedral. Tetrahedral silika terikat sebagai SiO6(OH)4 sedangkan oktahedral Al berikatan secara Van der Waals (fisik) membentuk lapisan alumino-silikat karena
Universitas Sumatera Utara
kondisi terjadinya bentonit, memungkinkan terjadinya substitusi Si oleh Al (bentuk tetrahedral ), menyebabkan mineral lempung kekurangan muatan negatif (-) yang dinetralisir oleh logam alkali dan alkali tanah. Ion logam tersebut berada diantara lapisan, sehingga dapat dipertukarkan dengan ion lain menyebabkan bentonit mempunyai sifat penukar ion (Zhu, 1996). 2.3.2 Sifat –Sifat Montmorillonit
Montmorillonit memiliki kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk di interkalasi dengan senyawa organik membentuk material komposit organik-anorganik. Selain itu mineral ini juga mempunyai kapasitas penukar kation yang tinggi sehingga ruang antar lapis montmorillonit mampu mengakomodasi kation dalam jumlah yang besar serta menjadi montmorillonit sebagai material yang unik. Na-montmorilonit memiliki kandungan Na+ yang besar pada antar lapisnya. Selain itu memiliki sifat mudah mengembang bila direndam dalam air dan akan terbentuk suspensi bila didispersikan ke dalam air. Untuk Camontmorilonit, kandungan Ca2+ dan Mg2+ relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kandungan Na+. Ca-montmorilonit memiliki sifat sedikit menyerap air dan jika didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap atau tidak terbentuk suspensi. Oleh karena itu, Na-montmorilonit sering disebut dengan montmorilonit mengembang dan Ca-montmorilonit disebut dengan montmorilonit tidak mengembang (Riyanto, 1994).
2.4 Surfaktan
Surfaktan atau dalam bahasa Inggris disebut Surfactant (surface active agent) adalah zat yang mempunyai kemampuan untuk menunrunkan tegangan
Universitas Sumatera Utara
permukaan sistem tersebut jika diberikan dalam konsentrasi rendah. Struktur surfaktan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian ekor dan kepala. Bagian ekornya ialah bagian hidrofobik atau tidak suka air, yang artinya dibutuhkan energi yang besar untuk melakukan kontak dengan air. Bagian ekor ini terbentuk dari rantai karbon, yang sifatnya jika makin panjang makin baik untuk menangkap kotoran non polar. Bagian kepala merupakan bagian yang hidrofilik atau menyukai air, yang artinya tidak diperlukan energi besar untuk melakukan kontak dengan air (Salanger, 2002). Struktur surfaktan diperlihatkan pada gambar 2.7 Bagian Kepala (Hidrofilik)
Bagian Ekor (Hidrofobik)
Gambar 2.7 Surfaktan
Muatan yang terkandung pada kepala surfaktan menentukan jenis surfaktan itu sendiri. Jenis-jenis surfaktan : 1.
Anionik – membawa muatan negatif, contoh: Sodium Dodechyl Sulfate (SDS) CH3(CH2)11OSO3-Na+, Natrium Stearat CH3(CH2)16COO-Na+ dan Sodium Dodhecyl Benzene Sulfonate (SDBS) C12H25C6H4SO3-Na+.
2.
Kationik – membawa muatan positif, contoh : Dodesilamin Hidroklorida, [CH3(CH2)11NH+Cl-.
3.
Zwitterionik – membawa muatan positif dan negatif, contoh: Dodesil Betain, CH3(CH2)11NHCH2CH2COOH.
4.
Non-ionik tidak bermuatan, contoh: Tergitol, C9H19C6H4O(CH2-CH2O)40H, Polistilen Laurel eter dan C12H25O(C2H4O)8H.
2.4.1 Cetiltrimetilammonium Bromida
Universitas Sumatera Utara
Br
H3C N H3C
CH3 CH3
Gambar 2.8 Senyawa Cetiltrimetiammonium Bromida (CTAB)
-
Nama zat
: Cetiltrimetilammonium Bromida
-
Formula
: C19H42BrN
-
Berat molekul
: 364,45 g/mol
2.4.1.1 Sifat Fisika Dan Kimia CTAB Sifat fisika dan kimia dari CTAB dapat dilihat dari data dibawah ini: -
Tampilan
: serbuk
-
Warna
: putih
-
Rentang titik lebur
: 237-243°C
-
Kelarutan dalam air
: larut (https://www.sigmaaldrich.com/)
2.5 Modifikasi Montmorillonit
Lempung tanah liat biasanya mengandung muatan positif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation. Muatan ini berasal dari satu atau lebih dari berbagai reaksi yang berbeda.
Modifikasi permukaan clay penting dilakukan untuk dapat terbentuknya misibilitas dan dispersi dari clay sehingga didapat sifat-sifat yang diinginkan. Melakukan modifikasi organik terhadap lapisan clay yang anorganik juga harus diperhatikan, pada keadaan murni, lapisan silikat hanya larut dengan polimer hidrofilik, seperti polietilena oksida atau polivinil alkohol. Untuk membuat lapisan silikat larut dengan matriks polimer lainnya, adalah dengan mengubah permukaan lapisan silikat yang hidrofil menjadi organofilik, sehingga
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan terjadinya interklasi dengan berbagai polimer (Charu, S., 2008). Umumnya hal ini didapat dilakukan reaksi pertukaran ion dengan surfaktan kationik termasuk dengan senyawa Cetiltreimetilammonium Bromida (CTAB) pada gambar 2.9
Gambar 2.9 Skema Proses Interklasi Pada Montmorillonit Dengan CTAB (Kishore, 2012)
2.6 Komposit
Komposit polimer merupakan perpaduan antara dua atau lebih bahan yang mempunyai jenis dan mempunyai sifat yang berbeda serta sifat akhir komposit yang berbeda dengan sifat polimer penyusunnya. Komposit yang tersusun dari bahan polimer sebagai matrik dan bahan anorganik sebagai pengisi atau filler yang dicampurkan kedalam matrik, akan menghasilkan komposit dengan sifat akhir yang sangat tergantung pada karakterisktik polimer dan pengisi serta sifat adhesi antar muka matrik pengisi yang menentukan kompatibilitas komposit serta distribusi zat pengisi dalam matrik (Ari, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Pencampuran dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dengan berbagai variasi seperti komposisi bahan, temperatur pencampuran dan lainnya. Ada tiga jenis poliblen polimer komersil yaitu polimer sintetik dengan polimer sintetik, polimer sintetik dengan polimer alam dan polimer alam dengan polimer alam. Proses pencampuran dapat digolongkan menjadi dua jenis, yakni: a.
Blending kimia yaitu menghasilkan suatu kopolimer yang ditandai dengan terjadinya ikatan-ikatan kovalen antar polimer-polimer penyusunnya.
b.
Blending fisik yaitu blending atas dua jenis polimer atau lebih yang strukturnya berbeda yang menghasilkan suatu poliblen. Dengan demikian dalam poliblen ini tidak terjadi ikatan kovalen antar komponenkomponennya. Interaksi yang terjadi dalam sistem ini dapat berupa ikatan hidrogen, interaksi dipol-dipol dan ikatan Van der Waals (Bandrup, 1975).
2.6.1 Nanokomposit
Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui penggabungan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer. Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat mekanik, termal, elektrik dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro ataupun mikropartikelnya. Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan nanopartikel organik atau anorganik pada matriks polimer. Nanopartikel dapat berupa material tiga dimensi berbentuk sferis atau polihedral seperti silika, material dua dimensi berupa padatan berlapis seperticlay, grafit dan hidrotalsit ataupun nanofiber satu dimensi seperti nanotube.
Polimer nanokomposit biasanya merupakan bahan penggabungan antara polimer dan bahan komposit sebagai penguat (reinforcement), seperti silika, zeolit dan montmorillonit (MMT). Reinforcement yang digunakan biasanya juga sebagai pengisi (filler) pada matriks polimer. Antara karet alam dan MMT mempunyai sifat yang berbeda. Untuk mempersatukan kedua bahan yaitu karet alam yang bersifat nonpolar dan MMT yang bersifat polar dibutuhkan zat pemersatu yang biasa disebut kompatibilitas. Kompatibilitas yang biasa digunakan adalah zat yang
Universitas Sumatera Utara
identik dengan matriks polimer serta dapat mengikat filler itu sendiri. Bahan kompatibilitas yang sering digunakan dalam pembuatan polimer nanokomposit adalah PP-g-MA. Kompatibilitas memegang peranan penting dalam proses compounding. Peran kompatibilitas sama seperti peran emulsifier dalam teknologi emulsi. Kompatibilitas yang paling banyak digunakan adalah kopolimer baik tipe blok maupun grafting (Liza, 2005).
Pada sistem konvensional, sebagai penguat polimer digunakan filler dengan ukuran mikron. Biasanya filler dalam ukuran mikro tidak dapat menghasilkan produk yang baik, karena pendispersiannya yang tidak merata di dalam matriks polimer. Polimer nanokomposit merupakan alternatif yang lebih menjanjikan dibandingkan system konvensional. Pola pendispersian filler di dalam matriks polimer terdiri dari dua tipe, yaitu: a.
Mikrokomposit Pada matriks polimer jika polimer tidak dapat memenuhi ruang (interkelasi) di antara lapisan silikat. Mikrokomposit ini memiliki sifat yang sama dengan komposit konvensional.
b.
Nanokomposit Jika salah satu atau beberapa rantai polimer masuk (menyisip) di antara lapisan silikat maka terbentuk struktur interkelasi. Nanokomposit yang dihasilkan mempunyai struktur multi layer yaitu alternasi polimer dan lapisan silika. Struktur eksfoliasi atau delaminasi terbentuk jika lapisan silikat seluruhnya terdispersi di dalam matriks polimer. Konfigurasi dimana nanokomposit tersebar di dalam matriks polimer menghasilkan perubahan yang signifikan dalam sifat gas barrier, heatdeflection temperature, dimensi dan ketahanan api karena terjadi interaksi yang maksimum antara polimer dan clay (Manias dkk, 2000; Wang dkk.,2004).
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Bahan Kompon
1.
Bahan pemvulkanisasi Belerang atau sulfur merupakan bahan pemvulkanisasi tertua dalam proses pembuatan barang jadi karet. Belerang menjadi jembatan antara rantai-rantai molekul karet sehingga terbentuk ikatan secara tiga dimensi. Reaksi ini mengubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang bersifat yang bersifat elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan (curing/cure), dan molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked) dirujuk sebagai vulkanisasi karet (rubber vulcanite) (Liang, 2004).
2.
Bahan pencepat ( accelerator) Bahan ini berfungsi untuk membantu mengontrol waktu dan temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat diperbaiki sifat vulkanisasi karet. Beberapa jenis bahan pempercepat antara lain: -
Bahan pempercepat organik seprti: Mercapto Benzhoatiazole Disulfhida, Marcapto Banzhoathizole, Tetra metil Thiura Disulfarat.
-
Bahan
pempercepat
anorganik
seperti:
karbonat,
Timah
hitam,
magnesium dan lain-lain (Mark dan Erman,2005). 3.
Bahan pengiat (activator) Bahan ini berfungsi sebagai bahan pengaktifan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan pempercepat. Baham pengiat umum yang biasa digunakan adalah kombinasi antara ZnO dan asam stearat.
4.
Bahan Antidegradasi (antidegradant) Penambahan bahan antidegradasi ini bertujuan untuk melindungi barang jadi karet dari serangan oksigen dan ozon. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara tersebut dapat menurunkan sifat fisik atau bahkan menimbulkan retakretak di permukaan barang jadi karet.
5.
Bahan Pengisi Bahan pengisi merupakan bahan terbanyak kedua setelah karet dalam suatu kompon karet. Oleh sebab itu bahan ini sangat berperan dalam
Universitas Sumatera Utara
mengendalikan sifat barang jadi karet atau biaya produksi pembuatan barang jadi karet. Bahan pengisi terbagi atas dua yaitu: -
Menguatkan (reinforcing filler) Bahan pengisi ini bertujuan untuk meningkatkan kekerasan, antara lain untuk meningkatkan kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan sobek (tear strength) dan ketahanan kikis (abrasion resistance).
-
Tidak menguatkan (nonreinforcing filler) Bahan pengisi ini bertujuan menekan biaya produksi kompon (Buana, 2009).
2.7 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer
Karakterisasi yang akan dilakukan dalam penelitian kali ini yaitu meliputi pengujian ukuran partikel dengan menggunakan Particel Size Analyser (PSA), pungujian bobot molekul dengan menggunakan viskositas Mooney, Pengujian terhadap gugus fungsi dengan menggunakan Spektroskopi Infra Merah (FT-IR), Pengujian ketahanan termal dengan menggunakan Thermal Gravimetry Analyzer (TGA) dan analisa permukaan dengan menggunakan Scanning Elektron Microscopy (SEM).
2.7.1 Particle Size Analyzer Analisis ukuran partikel adalah sebuah sifat fundamental dari endapan suatu partikel yang dapat memberikan informasi tentang tentang asal dan sejarah partikel tersebut. Distribusi ukuran juga merupakan hal penting seperti untuk menilai perilakugranular yang digunakan oleh suatu senyawa atau gaya gravitasi. Diantara senyawa-senyawa dalam tubuh hanya ada satu partikel yang berkarakteristik dimensi linear. Partikel irregular memiliki banyak sifat dari beberapa karakteristik dimensi linear.
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan partikel secara modern umumnya menggunakan analisis gambar atau beberapa jenis penghitung partikel. Gambar didapatkan secara tradisional dengan mikroskop elektron atau untuk partikel yang lebih kecil menggunakan SEM (James & Syvitski, 1991).
Penyinaran sinar laser pada analisis ukuran partikel dalam keadaan tersebar. Pengukuran distribusi intensitas difraksi cahaya spasial dan penyebaran cahaya dari partikel. Distribusi ukuran partikel dihitung dari hasil pengukuran. Difraksi sinar laser analisis ukuran partikel meliputi perangkat laser untuk mennghasilkan sinar laser ultraviolet sebagai sumber cahaya dan melekatkan atau melepaskan flourescent untuk mengetahui permukaan photodiode array yang menghitung distribusi intensitas cahaya spasial dan penyebaran cahaya selama terjadinya pengukuran (Totoki, 2007).
Partikel Ukuran Analyzer adalah alat yang mampu mengukur partikel distribusi ukuran emulsi, suspensi dan bubuk kering. Hal ini dapat melakukan berbagai analisis dalam penggunaan operasi yang sangat ramah lingkungan. Keunggulannya antara lain : 1. Akurasi dan reproduksibilitas berada dalam ±1% 2. Mengukur berkisar dari 0,02 nm sampai 2000 nm 3. Dapat digunakan untuk pengukuran distribusi ukuran partikel emulsi, suspensi dan bubuk kering (Hossaen, 2000).
2.7.2 Spektroskopi Infra Merah Fourier Transform
Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan “Fourier transform” dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19. Michelson telah mendapat informasi spektrum dari suatu berkas radiasi dengan mengamati interferogram yang diperoleh dari interfemeter tersebut. Fellet (1970) juga telah menggunakan perhitungan Fourier
Universitas Sumatera Utara
transform pada spektrofotometer dalam bidang astronomi. Dua variasi instrumental dari spektroskopi inframerah (IR) yaitu metode dispertif yang memiliki prisma atau kisi untuk mendispersikan radiasi IR dan metode Fourier transform (FT) yang menggunakan prinsip interferometri. Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat. Karena instrument ini memiliki komputer yang terdedikasi, maka memiliki kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum.
FT-IR bermanfaat dalam meneliti paduan-paduan polimer. Sementara paduan yang tidak dapat bercampur memperlihatkan suatu spektrum IR yang merupakan superposisi dari spektrum homopolimer, spektrum paduan yang dapat bercampur adalah superposisi dari tiga komponen, dua spektrum homopolimer dan satu spektrum interaksi yang timbul dari interaksi kimia atau fisika antara homopolimer (Steven, 2001).
Sampel yang digunakan untuk analisa dapat berupa padat cair dan gas. Metoda penyiapan untuk polimer antara lain melarutkan polimer ke dalam suatu pelarut seperti karbon bisulfida, karbon tetra klorida atau kloform, pembuatan film transparan dan metode pellet Kbr.
Hubungan kuantitatif
antara konsentrasi (C) dan adsobsi (A) pada
spektroskopi infra merah diberikan oleh persamaan Lambert – Beer : A=εCL
(2.1)
Keterangan: ε = Absorbsifitas molar L = Tebal sampel (jarak yang ditempuh sinar IR yang menembus sampel)
Hubungan intensitas radiasi, absorbansi (A) didefenisikan sebagai :
A = log lo/l
(2.2)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: lo = Intensitas radiasi sebelum melewati sampel l = Intensitas radiasi setelah melewati sampel
Untuk mengukur serapan gugus dari serapan spektrum infra merah digunakan cara dasar tangen. Seperti terlihat pada gambar 2.10 dengan menggunakan metode garis AC, maka harga lo adalah panjang BE dan I = DE, sehingga harga absorbansi adalah : BE
A = log
(2.3) DE
Hal ini dilakukan mengingat transmisi 100% tidak pernah dicapai karena adanya serapan dari medium (serapan latar belakang). 100
Transmitans (%)
A
B
Serapan
C
Latar belakang
D E 0 Bilangan gelombang (cm-1)
Gambar 2.10 Pengukuran absorbansi dan transmitasi dan spektrum IR
Universitas Sumatera Utara
2.7.3
Uji Sifat Mekanik
Sifat mekanis biasanya biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt) menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang F σt = maks Ao
(2.4)
selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, Ao/A = l/lo, dengan l dan lo masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Bila didefenisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula (ε = Δl/lo) maka diperoleh hubungan
𝐴=
Ao (l + ε)
(2.5)
Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan- regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis
bahan
yang
lunak,
keras,
kuat,
lemah,
rapuh
atau
liat
(Wirjosentono,1995).
Universitas Sumatera Utara
Tegangan putus
Tegangan
Perpanjangan Lumer
Kuat tarik
Tegangan lumer
Regangan
Gambar 2.11 Kurva tegangan regangan bahan polimer
2.7.4 Pengujian Kestabilan Termal
Pengujian kestabilan bahan polimer dengan menggunakan Thermogravimetri Analysis (TGA) merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju berat dari material sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksikan stabilitas termalnya pada temperatur mencapai 1000 0C. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi.
Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang kontinyu. Sampel yang digunakan, dengan berat beberapa milligram, dipanaskan pada laju konstan, berkisar antara 1-20
0
C/menit,
mempertahankan berat awalnya (Wi) sampai mulai terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi biasanya berlangsung pada range suhu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2.7.5 Analisa Morfologi
Analisa morfologi dengan menggunakan Scanning electron microscopy (SEM) merupakan suatu alat yang dapat menggambarkan bentuk suatu bayangan pada permukaan suatu benda, struktur permukaan dari pada benda yang diuji yang berfungsi untuk mempelajari struktur pemukaan itu secara langsung.
Pada dasarnya alat ini berkerja dengan menggunakan sinyal yang dihasilkan dari elektron yang untuk dipantulkan atau dengan kata lain berkas sinar elektron sekunder. SEM menggunakan prinsip scanning dengan prinsip utamanya ialah suatu berkas elektron diarahkan dari satu titik ke titik yang lain pada permukaan suatu spesimen.
Jika seberkas elektron ditembakan pada suatu permukaan spesimen maka sebagian dari pada elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagian yang lainnya akan diteruskan. Jika permukaan spesimen ditembakkan tidak rata, banyak lekukan, lipatan ataupun lubang – lubang maka tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan jika ditangkap oleh detektor akan diteruskan ke layar dan akan diperoleh gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi (Nur, 1997).
Universitas Sumatera Utara