BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep-konsep yang terkait dengan penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: 1. Pendidikan kesehatan praoperasi 1.1.
Pendidikan kesehatan
1.2.
Keperawatan praoperasi
1.3.
Pengkajian keperawatan praoperasi
1.4.
Diagnosa keperawatan praoperasi
1.5.
Intervensi keperawatan praoperasi
2. Tanda vital 2.1.
Tekanan darah
2.2.
Denyut nadi
2.3.
Pernapasan
2.4.
Suhu
Universitas Sumatera Utara
1. Pendidikan Kesehatan Praoperasi 1.1. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat. Sama halnya dengan proses pembelajaran pendidikan kesehatan memiliki tujuan yang sama yaitu terjadinya perubahan perilaku yang dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah sasaran pendidikan, pelaku pendidikan, proses pendidikan dan perubahan perilaku yang diharapkan (Setiawati, 2008). Tujuan
pendidikan
kesehatan
dalam
keperawatan
adalah
untuk
meningkatkan status kesehatan, mencegah timbul penyakit dan bertambahnya masalah kesehatan, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. 1.2. Keperawatan Praoperasi 1.2.1. Pengertian Keperawatan
perioperatif
adalah
istilah
yang
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang
digunakan
untuk
berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Kata ”perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif. Masing-masing dari fase ini dimulai dan berakhir pada waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah, dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang
Universitas Sumatera Utara
luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standart praktik keperawatan. Fase praoperasi dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik atau di rumah, menjalani wawancara praoperatif, dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan (Brunner & Suddart, 2002). Fase intraoperatif dimulai ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Tahap ini berakhir ketika pasien dipindahkan ke post anesthesia care unit (PACU) atau yang dahulu disebut ruang pemulihan (recovery room, RR). Dalam tahap ini, tanggung jawab perawat terfokus pada kelanjutan dari pengkajian fisiologis, psikologis, merencanakan dan mengimplementasikan intervensi untuk keamanan dan privasi pasien, mencegah infeksi luka, dan mempercepat penyembuhan. Termasuk intervensi keperawatan yang spesifik adalah memberi dukungan emosional ketika anastesia dimulai (induksi anastesia) dan selama prosedur pembedahan berlangsung, mengatur dan mempertahankan posisi tubuh yang fungsional, mempertahankan asepsis, melindungi pasien dari bahaya arus listrik (dari alat-alat yang dipakai seperti electrocautery), membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, menjamin ketepatan hitungan kasa dan instrumen, membantu dokter bedah, mengadakan komunikasi dengan keluarga pasien dan anggota tim kesehatan yang lain. Fase pascaoperatif dimulai dengan pemindahan pasien ke PACU dan berakhir pada waktu pasien dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam kegiatan perawatan adalah mengkaji perubahan
Universitas Sumatera Utara
fisik dan psikologis; memantau kepatenan jalan napas, tanda-tanda vital, dan status neurologis secara teratur; mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit; mengkaji secara akurat serta haluaran dari semua drain (Baradero, dkk., 2009). 1.2.2. Pertimbangan khusus pasien bedah Pembedahan adalah suatu pengalaman yang unik untuk setiap pasien, bergantung pada faktor psikososial dan fisiologis yang ada. Sekalipun pembedahan tersebut dianggap minor oleh tenaga kesehatan profesional, perlu diingat bahwa pembedahan apapun selalu dianggap sebagai sesuatu yang besar oleh pasien dan keluarganya. Pembedahan termasuk suatu stresor yang bisa menimbulkan stres fisiologis (respon neuroendokrin) dan stres psikososial (cemas dan takut). Pembedahan juga menimbulkan stres sosial yang mengharuskan keluarga beradaptasi terhadap perubahan peran. Perubahan peran ini bisa sementara atau permanen (Baradero, dkk., 2009). (1) Respon neuroendokrin. Pada dasarnya pembedahan yang akan dilaksanakan dapat memicu respon neuroendokrin. Respon terdiri dari sistem saraf simpati dan respon hormon yang berfungsi melindungi tubuh dari ancaman cidera. Respon sistem saraf simpati dengan vasokontriksi berguna untuk mempertahankan tekanan darah agar cukup aliran darah ke jantung dan otak. Kenaikan cardiak output dan pengurangan aktifitas gastrointestinal berguna untuk mempertahankan tekanan darah, namun memiliki efek negatif: anoreksia, nyeri akibat gas dan konstipasi. Pada respon hormonal, peningkatan sekresi glukokortikoid (corteks adrenal) menyebabkan retensi sodium untuk peningkatan
Universitas Sumatera Utara
volume darah: katabolisme protein dan lemak untuk penyembuhan menyebabkan peningkatan energi, tersedianya asam amino
sehingga efek
negatifnya
menyebabkan penurunan berat badan, kemungkinan pembentukan trombus, kenaikan sekresi ADH menyebabkan peningkatan volume darah, namun bisa memungkinkan kelebihan cairan. Efek sistemik dari respon neuroendokrin tampak pada perubahan yang kompleks dalam tubuh. Manifestasi
perubahan fisiologis antara lain: denyut
jantung meningkat, tekanan darah meningkat, suplai darah ke otak dan organ vital meningkat, suplai darah ke gastrointestinal dan motilitas gastrointestinal menurun, produksi asam lambung meningkat, kecepatan pernapasan meningkat, glukosa darah meningkat, diaforesis dan piloereksi, dilatasi pupil, agregasi trombosit (Baradero, dkk., 2009). (2) Respons psikologis. Ansietas (cemas) merupakan respon adaptif yang normal terhadap stres karena pembedahan. Pasien yang akan dioperasi biasanya menjadi agak gelisah dan takut. Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang tidak tampak jelas, tetapi kadangkala dapat terlihat dalam bentuk lain. Pasien yang gelisah dan takut akan sering bertanya, walaupun pertanyaannya telah dijawab sebelumnya (Oswari, 2005). Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat ketakutan antara lain: Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan, Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan pasien: (a) takut nyeri setelah pembedahan; (b) takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image); (c) takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti); (d) takut mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama; (e) takut menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas; (f) takut mati saat dibius/ tidak sadar lagi; (g) takut gagal operasi. Menurut Robby (2009) ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernapasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Selain itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan tersebut, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien dan faktor pendukung (support system). (3) Respons sosial. Terjadi perubahan pada peran dan fungsi pasien yang akan dibedah. Perubahan ini bisa sementara atau permanen. Rutinitas hidup keluarga dapat juga terganggu. Karena itu, harus ada yang menemani pasien di rumah sakit. Misalnya: pasien seorang ibu dengan anak kecil, untuk sementara anak harus diasuh orang lain; jika individu yang bekerja, harus meninggalkan pekerjaannya. Di samping mengambil alih fungsi dan perannya, keluarga juga harus memberi dukungan psikologis kepada pasien. Semua ini dapat
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan stres pada keluarganya, yang dapat juga ditimbulkan oleh ketidakpastian mengenai hasil pembedahan (Baradero, dkk., 2009). 1.2.3. Informed consent Hak pasien untuk menentukan intervensi pembedahan
yang akan
dilaksanakan dilindungi oleh proses informed consent. Izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum suatu pembedahan dilakukan, izin ini untuk melindungi pasien terhadap pembedahan yang lalai dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi kepentingan semua pihak yang terkait, perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik. Tanggung jawab perawat adalah untuk memastikan bahwa informed consent telah didapat secara sukarela dari pasien oleh dokter. Sebelum pasien menandatangani formulir consent, ahli bedah harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang apa yang akan diperlukan dalam pembedahan. Ahli bedah juga harus menginformasikan pasien tentang alternatif-alternatif yang ada, kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, menimbulkan kecacatan, ketidakmampuan, dan pengangkatan bagian tubuh, juga tentang apa yang diperkirakan terjadi pada periode pascaoperasi awal dan lanjut (Brunner & Suddart, 2001). Klien yang menolak pembedahan atau tindakan medis lainnya harus diinformasikan tentang apapun konsekuensi bahayanya. Jika klien terus menolak, penolakan harus ditulis, ditandatangani, dan disaksikan. Orang tua biasanya wali legal dari klien anak-anak dan dengan demikian ada orang yang menandatangani format persetujuannya. Dalam beberapa hal, misalnya jika klien tidak sadar,
Universitas Sumatera Utara
persetujuan tindakan diperolah dari seseorang yang secara legal disahkan untuk memberikan persetujuan atas nama klien. Jika orang yang cedera telah diumumkan secara legal tidak mampu, persetujuan harus diperoleh dari wali legal orang tersebut (Potter & Perry, 2005).
1.3. Pengkajian Keperawatan Praoperasi 1.3.1. Riwayat keperawatan Pengumpulan data subjektif praoperasi meliputi usia, alergi (iodin, medikasi, lateks, larutan antiseptic), obat dan zat yang digunakan, tinjauan sistem tubuh, pengalaman pembedahan yang dulu dan yang sekarang, latar belakang kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan, agama), dan psikososial (Yenichrist, 2008). 1.3.2. Pemeriksaan fisik dan sirkulasi Perawat melakukan pemeriksaan “head to toe” (dari kepala sampai ke ibu jari kaki). Schrock, T. (1995) mengatakan sistem jantung dan pernapasan harus mendapat perhatian yang seksama. Perawat tidak boleh mengabaikan denyut nadi perifer, pemeriksaan rektal, dan pelvis. Pada tahap preoperatif, data objektif dikumpulkan dengan dua tujuan, yaitu memperoleh data dasar untuk digunakan sebagai pembanding data pada tahap intraoperatif dan tahap pascaoperatif dan mengetahui
masalah
potensial
yang
memerlukan
penanganan
sebelum
pembedahan dilaksanakan. Kelainan yang ditemukan (suhu meningkat, batuk, rales, bradikardi, hipertensi, dan sebagainya) harus didokumentasikan dan segera
Universitas Sumatera Utara
dilapor ke dokter bedah dan ahli anastesi untuk evaluasi selanjutnya. Pembedahan dapat ditunda sesuai beratnya kelainan yang ditemukan (Baradero, dkk., 2009). 1.3.3. Pemeriksaan penunjang Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bias menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi dan diagnostik seperti: foto thoraks, abdomen, USG, CT scan, MRI, renogram, cytoscopy, mammografi, colon in loop, EKG, ECHO, Electro Enchelophalo Grafi. Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah seperti: hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit, ureum, kreatinin. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum dioperasi. Pemeriksaan kadar gula darah (KGD), yaitu untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalam rentang normal atau tidak. Khususnya untuk proses anastesi, biasanya dibutuhkan berbagai macam pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan
masa
perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, hemoglobin, protein darah dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG (Rondhianto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
1.4. Diagnosis Keperawatan Praoperasi Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien praoperasi, meliputi: a. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan tidak ada informasi mengenai rutinitas perioperatif. b. Cemas yang berhubungan dengan perubahan citra tubuh, perubahan status kesehatan, financial, tidak terlindung oleh asuransi. c. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan prosedur bedah, anastesia, sedasi, dan banyaknya sekresi. d. Resiko perubahan perfusi perifer, thrombosis vena profunda yang berhubungan dengan statis vena, peningkatan pembekuan darah. e. Resiko infeksi yang berhubungan dengan persiapan kulit yang tidak adekuat, luka terkontaminasi. f. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan rasa cemas dan lingkungan.
1.5. Intervensi Keperawatan Praoperasi 1.5.1. Penyuluhan Tujuan penyuluhan praoperasi adalah: memenuhi kebutuhan individu tentang pengetahuan praoperasi; meningkatkan keamanan pasien; meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisiologis; meningkatkan keikutsertaan pasien dan keluarga dalam perawatannya; meningkatkan kepatuhan terhadap instruksi yang telah dijelaskan. Penyuluhan preoperasi dilakukan dahulu dalam satu atau dua hari
Universitas Sumatera Utara
sebelum pembedahan. Riset menunjukkan bahwa penyuluhan praoperasi dikaitkan dengan penurunan tingkat kecemasan, ambulansi yang cepat, dan keikutsertaan dalam aktivitas perawatan diri. Informasi penting yang perlu dijelaskan kepada pasien adalah prosedur praoperasi, pembedahan itu sendiri, dan apa yang diharapkan dari pembedahan. Kebanyakan pasien merasa kecemasannya menjadi lebih ringan apabila ia mengetahui apa tujuan pemeriksaan, dan prosedur praoperasi yang akan dilaksanakan (Baradero, dkk., 2009). Materi penyuluhan praoperasi antara lain: informed consent; skrining praoperasi (laboratorium, uji diagnostik,
riwayat
keperawatan,
pengkajian
fisik);
rutinitas
praoperasi
(pencukuran, persiapan kulit, pemeriksaan tanda-tanda vital, penggunaan pakaian praoperasi dan pelepasan perhiasan); status puasa; medikasi praoperasi; pemindahan ke ruang tunggu di kamar operasi (lamanya menunggu, lamanya prosedur pembedahan); rutinitas di unit pasca anastesia; adanya slang intravena, kateter foley, slang nasogastrik, drain, luka insisi; rutinitas praoperasi (latihan batuk efektif, napas dalam, mobilisasi di tempat tidur dan pergerakan sendi). 1.5.2. Peningkatan kenyamanan Pembedahan mengakibatkan rasa cemas karena dikaitkan dengan takut akan sesuatu yang belum diketahui, nyeri, perubahan citra tubuh, perubahan fungsi tubuh, kehilangan kendali dan kematian. Joint Commision on Accreditation of Health Care Organizations (JCAHO) menyatakan bahwa perawat profesional mempunyai tanggung jawab membantu pasien dan keluarganya atau orang yang penting untuk mengidentifikasi sumber rasa cemas dan
membantu
mereka
memakai mekanisme koping yang efektif. Tingkat cemas yang dialami pasien
Universitas Sumatera Utara
akan mempengaruhi kemampuannya untuk mengerti instruksi praoperasi. Cemas ringan bisa mempertajam penangkapan penjelasan, tetapi cemas berat bisa membuat pasien tidak mampu menangkap instruksi yang diberikan (Baradero, dkk., 2009). Pemberdayaan pasien dengan memulihkan kemampuannya dalam mengendalikan situasi dapat mengurangi rasa cemas. Dengan melibatkan pasien untuk mengambil keputusan atau berpartisipasi dalam perawatannya akan membuat pasien merasa bisa mengendalikan situasi. Pasien juga bisa dibantu dalam memilih kegiatan atau latihan yang bisa mengurangi rasa cemas. Misalnya, memilih dan mendengarkan lagu-lagu (terapi musik), relaksasi progresif, imajinasi terbimbing, dan sebagainya. Menurut Rodhianto (2008) selain itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasannya , seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung. 1.5.3. Pemeliharaan fungsi paru Penyuluhan
praoperasi ternasuk
menjelaskan
pada
pasien
tentang
pentingnya latihan napas dalam dan batuk efektif. Napas dalam dapat memperbaiki oksigenasi, mengeluarkan anestetik inhalan yang tertinggal dalam paru, mencegah kolaps alveolar yang bisa menimbulkan atelektasis. Batuk efektif dapat mengeluarkan sekresi yang bisa menghambat saluran pernapasan, ketika dilakukan napas dalam sebelum batuk, refleks batuk dirangsang. Jika pasien tidak dapat batuk secara efektif, pneumonia hipostatik dan komplikasi paru lainnya dapat terjadi. Latihan ini perlu dijelaskan dan didemonstrasikan, kemudian pasien diminta untuk mendemonstrasikan kembali sebelum pembedahan. Pemberian
Universitas Sumatera Utara
penyuluhan pada pasien setelah pembedahan ternyata tidak efektif karena efek anastesi, rasa nyeri dan rasa tidak nyaman bisa menganggu konsentrasi pasien (Brunner & Suddarth, 2001). Latihan napas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Meletakkan tangan di atas perut, menghirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat, kemudian menahan napas beberapa saat (3-5 detik), secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Latihan ini dilakukan berulang kali (15 kali) dan dua kali sehari preoperatif. Sedangkan teknik batuk efektif dapat dilatih dengan cara: pasien condong ke depan dari posisi semifowler, sarankan untuk menjalin jari-jari tangan dan diletakkan melintang di atas insisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien napas dalam seperti cara napas dalam (3-5 kali), segera lakukan batuk spontan, harus dipastikan rongga pernapasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap insisi. Teknik ini dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk (Rondhianto, 2008). Selain latihan napas dalam dan batuk efektif, dapat juga diberikan latihan gerak sendi. Latihan gerak sendi merupakan hal yang sangat penting bagi pasien
Universitas Sumatera Utara
sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pergerakan setelah operasi akan mempercepat rangsang peristaltik usus, menghindari penumpukan lendir pada saluran pernapasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Selain itu akan memperlancar sirkulasi untuk mencegah statis vena dan menunjang fungsi pernapasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range Of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri. 1.5.4. Pencegahan infeksi Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan diantaranya pasien dipuasakan dan dapat juga dengan pemberian enema. Enema biasanya diberikan untuk pembedahan pada gastrointestinal, pelvis, perineal, atau perianal. Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paruparu) dan menghindari kontaminasi feses di area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan dan dapat juga memberi visualisasi yang baik untuk dokter bedah. Persiapan kulit juga sangat penting dilakukan untuk mengurangi resiko infeksi luka setelah pembedahan. Menurut Baradero (2009) beberapa rekomendasi persiapan kulit antala lain; (a) daerah yang akan dibedah dan daerah sekitarnya harus bersih. Kegiatan membersihkan kulit ini bisa dilakukan dengan mandi dan mencuci kulit di kamar pasien atau
Universitas Sumatera Utara
mencuci kulit dan segera memberi agens antimikroba di kamar operasi. (b) daerah yang akan dibedah harus dikaji sebelum kulit disiapkan. Trauma kulit pada area pembedahan memungkinkan mikroorganisme berkembang di tempat tersebut. Apabila perlu mencukur rambut, gunakan kliper elektrik atau krim depilatori daripada pencukur pisau. Pencukuran rambut dilakukan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Pengosongan kandung kemih juga dilakukan dengan pemasangan kateter. Selain untuk mencengah infeksi, diperlukan untuk mengobservasi keseimbangan cairan. 1.5.5. Persiapan akhir pembedahan Pada tahap akhir praoperatif, perawat bertanggung jawab atas kesiapan dan keamanan pemindahan pasien ke ruang bedah. Semua barang milik pasien harus diidentifikasi dan diamankan. Pasien memakai pakaian rumah sakit khusus untuk pembedahan, semua pakaian pribadi dilepas, apabila pasien memakai cat kuku (kutek), cat kuku harus dihapus agar dapat mengkaji pengisian kapiler dengan akurat, melepas perhiasan, kaca mata, semua prostesis (gigi, bola mata, tangan/kaki palsu) diidentifikasi dan diamankan. Perawat harus memeriksa apakah pasien menggunakan gigi palsu. Gigi palsu yang tidak dilepas bisa membahayakan saluran napas karena bisa menghambat saluran napas apabila terlepas ketika induksi anestesi. Obat-obat premedikasi. Sebelum premedikasi diberikan, perawat harus memeriksa kembali apakah formulir informed consent telah diisi dan
Universitas Sumatera Utara
ditandatangani. Formulir informed consent diletakkan paling depan pada status pasien. Tujuan dari premedikasi adalah mengurangi rasa cemas dan memberikan sedatif atau hipnotik, mengurangi sekresi saliva dan sekresi gaster, mengurangi nyeri dan rasa tidak nyaman (narkotik). Obat-obat premedikasi yang diberikan biasanya adalah agens anti ansietas (diazepam, midazolan, lorazepam), narkotik (morfin, meperidine), anti kolinergik (atropin, glikopirolat). Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya diberikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca operasi 2-3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1 gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien (Robby, 2009). Premedikasi dapat diberikan ”on call to the O.R” (kamar operasi memberi tahu untuk diberikan premedikasi) atau dapat juga diberikan di kamar operasi sebelum induksi anastesi. Setelah premedikasi diberikan, pasien tidak boleh lagi turun dari tempat tidur. Daftar periksa praoperasi (checklist praoperatif), adalah ringkasan persiapan pasien
sebelum
didokumentasikan.
pembedahan. Data
ini
bisa
Tanda-tanda dijadikan
vital sebagai
preoperasi
harus
data
untuk
dasar
mengidentifikasi perubahan yang dapat timbul pada tahap intraoperasi dan pascaoperasi. Apabila kateter folay tidak dipasang, pasien diminta untuk berkemih, dan jumlah urine dicatat pada statusnya. Pasien dipindahkan ke kamar operasi bersama dengan statusnya yang lengkap dan dokumen lain yang diperlukan (Baradero, dkk., 2009).
Universitas Sumatera Utara
2. Tanda Vital Pengukuran yang paling sering dilakukan oleh praktisi kesehatan adalah pengukuran tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu dan saturasi oksigen. Sebagai indikator dari status kesehatan, ukuran-ukuran ini menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural, dan endokrin tubuh. Karena sangat penting, maka disebut dengan tanda vital. Banyak faktor seperti suhu lingkungan, latihan fisik, dan efek sakit yang menyebabkan perubahan tanda vital, kadangkadang di luar batas normal. Pengukuran tanda vital memberi data untuk menentukan status kesehatan klien yang lazim (data dasar), seperti respons terhadap stres fisik dan psikologis, terapi medis dan keperawatan, perubahan tanda vital, dan menandakan perubahan fungsi fisiologis. Perubahan pada tanda vital dapat juga menandakan kebutuhan dilakukannya intervensi keperawatan dan medis (Potter & Perry, 2005). 2.1. Tekanan Darah 2.1.1. Fisiologi Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung. Tekanan sistemik atau arteri darah, tekanan darah dalam sistem arteri tubuh adalah indikator yang baik tentang kesehatan kardiovaskuler. Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena perubahan tekanan. Darah mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanannya rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan darah sistolik. Pada saat ventrikel relaks, darah yang tetap dalam arteri
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan tekanan diastolik atau minimum. Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang mendesak dinding arteri setiap waktu. Unit standar untuk pengukuran tekanan darah adalah milimeter air raksa (mmhg). Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vaskuler perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri. Curah jantung adalah volume darah yang dipompa jantung (volume sekuncup) selama 1 menit (frekuensi jantung): Curah jantung = Frekuensi jantung x Volume sekuncup Tekanan darah (TD) bergantung pada curah jantung dan tahanan vaskuler perifer: Tekanan darah = curah jantung x tahanan vaskular perifer 2.1.2. Faktor yang mempengaruhi Usia. Tingkat normal tekanan normal darah bervariasi sepanjang kehidupan. Meningkat pada masa anak-anak. Tingkat tekanan darah anak-anak atau remaja dikaji dengan memperhitungkan ukuran tubuh dan usia (Task Force on Blood Pressure Control in Children, 1987). Tekanan darah bayi berkisar antara 65115/42-80. Tekanan darah normal anak usia 7 tahun adalah 87-117/48-64. Tekanan darah dewasa cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia. Standar normal untuk remaja yang tinggi dan diusia baya adalah 120-80. Namun, National High Blood Pressure Education Program (1993) mendaftarkan <130/<85 merupakan nilai normal yang dapat diterima. Tabel 1. Tekanan darah normal rata-rata Usia Bayi baru lahir (300 g)
Tekanan darah (mmhg) 40 (rerata)
1 bulan
85/54
1 tahun
95/65
Universitas Sumatera Utara
6 tahun
105/65
10-13 tahun
110/65
14-17 tahun
120/75
Dewasa tengah
120/80
Lansia
140/90
Tabel 2. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah Faktor
Efek
Kecemasan,
ketakutan, Stimulasi saraf simpatetik meningkatkan tekanan
nyeri, dan stres emosi
darah karena peningkatan frekuensi denyut jantung dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.
Jenis kelamin
Setelah pubertas, karena variasi hormonal tekanan darah pada anak laki-laki meningkat; setelah menopause tekanan darah pada wanita meningkat.
Obat-obatan
Tekanan darah diturunkan dengan anti hipertensi dan agen diuretik, anti aritmia tertentu, analgesik narkotik dan anastetik umum.
Ras
Frekuensi hipertensi lebih tinggi pada urban Amerika Afrika daripada Amerika Eropa.
Obat-obatan •
Diuretik
•
Bloker adrenergik
Menurunkan tekanan darah beta- Menghalangi respon penerimaan saraf simpatetik, mengurangi frekuensi denyut jantung dan curah jantung
•
Vasodilator
Mengurangi tahanan pembuluh perifer
•
Variasi diurnal
Tekanan darah secara umum meningkat sepanjang pagi dan siang dan menurun selama sore sampai malam
hari;
secara
individu
tekanan
darah
bervariasi secara bermakna. 2.1.3. Pengukuran
Universitas Sumatera Utara
Adapun alat yang digunakan antara lain: sphygmomanometer air raksa lengkap dengan manset, stetoskop, antiseptik. Persiapan pasien dapat dilakukan dengan
menjelaskan tentang
perlunya pemeriksaan tekanan darah dan
menjelaskan bahwa lengan akan dipasang manset yang bila dipompa akan menekan, sehingga terasa tidak enak/ kesemutan. Cara pemeriksaan meliputi: pemeriksa mencuci tangan. Menyarankan pasien untuk membuka bagian lengan atas yang akan diperiksa, sehingga tidak ada penekanan pada arteri brachialis. Posisi pasien bisa berbaring, setengah duduk atau duduk yang nyaman dengan lengan bagian volar di atas. Kemudian memasang manset yang sesuai dengan ukuran lengan pasien. Pemasangan manset melingkar pada lengan tempat pemeriksaan setinggi jantung, dengan bagian bawah manset 2-3 cm di atas fossa kubiti dan bagian balon karet yg menekan tepat diatas arteri brachialis. Pemeriksa harus memastikan pipa karet tidak terlipat atau terjepit manset.
Pasien dapat diistirahatkan sedikitnya 5 menit sebelum
pengukuran dan perlu dipastikan pasien merasa santai dan nyaman. Manset dihubungkan dengan sphymomanometer air raksa , posisi tegak dan level air raksa setinggi jantung. Kemudian pemeriksa meraba denyut arteri brachialis pada fossa kubiti dan arteri radialis dengan jari telunjuk dan jari tengah (untuk memastikan tidak ada penekanan). Penting diperhatikan bahwa mata pemeriksa harus sejajar dengan permukaan air raksa (agar pembacaan hasil pengukuran tepat). Menutup katup pengontrol pada pompa manset, stetoskop digunakan masuk tepat ke dalam telinga pemeriksa, dan meraba denyut arteri brachialis. Pemeriksa memompa manset sampai denyut arteri brachialis tidak teraba lagi, kemudian dapat dipompa
Universitas Sumatera Utara
lagi sampai 20-30 mmhg (tetapi tidak lebih tinggi, sebab akan menimbulkan rasa sakit pada pasien, rasa sakit akan meningkatkan tensi). Pemeriksa meletakkan kepala stetoskop di atas arteri brachialis. Katup pengontrol dapat dilepaskan secara pelan-pelan sehingga air raksa turun dengan kecepatan 2-3 mmhg per detik atau 1 skala per detik. Perlu dipastikan tinggi air raksa saat terdengar detakan pertama arteri brachialis (korotkoff I), detakan tersebut adalah tekanan sistolik. Memastikan tinggi air raksa pada saat terjadi perubahan suara yang tiba-tiba melemah (korotkoff IV), suara tersebut adalah tekanan diastolik. Pemeriksa dapat melepaskan stetoskop dari telinga pemeriksa dan manset dari lengan pasien dan membersihkan earpiece dan diafragma stestokop dengan desinfektan. Apabila ingin melakukan pemeriksaan ulang dapat dilakukan setelah minimal 30 detik. Hasil pemeriksaan dapat dicatat dan diinformasikan pada pasien. 2.2. Denyut Nadi 2.2.1. Anatomi fisiologi Aliran darah mengaliri tubuh dalam sirkuit yang kontinu. Impuls elektris berasal dari noduls sinoatrial (AV) berjalan melalui otot jantung untuk menstimulasi kontraksi jantung. Pada setiap kontraksi ventrikel, darah yang masuk ke aorta sekitar 60-70 ml (volume sekuncup). Pada setiap ejeksi volume sekuncup, dinding aorta berdistensi, menciptakan gelombang denyut yang dengan cepat berjalan melalui bagian akhir arteri. Gelombang denyut bergerak 15 kali lebih cepat melalui aorta dan 100 kali lebih cepat melalui arteri kecil daripada volume darah yang diejeksikan. Pada saat nadi mencapai arteri perifer, dapat dirasakan dengan mempalpasi arteri dengan ringan pada dasar tulang atau otot.
Universitas Sumatera Utara
Nadi adalah aliran darah yang menonjol pada arteri perifer yang dapat diraba. Jumlah denyut yang terjadi dalam satu menit adalah kecepatan nadi (Potter & Perry, 2005). 2.2.2. Karakter nadi (1) Frekuensi.
Pada
saat
mengkaji
nadi,
pemeriksa
harus
mempertimbangkan perbedaan faktor yang mempengaruhi frekuensi nadi, seperti: perubahan postur (berdiri atau duduk) menyebabkan perubahan frekuensi nadi karena perubahan volume darah dan aktivitas simpatik, latihan fisik jangka pendek, demam, panas, nyeri akut, ansietas, hemoragi dan penyakit yang mengakibatkan oksigenisasi buruk akan dapat meningkatkan frekuensi nadi. Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi penurunan frekuensi nadi antara lain: hipotermia, nyeri berat atau kronis dan posisi berbaring (Potter, 1996). Tabel 3. Frekuensi jantung normal Usia
Frekuensi jantung (denyut/menit)
Bayi
120-160
Toddler
90-140
Prasekolah
80-110
Usia sekolah
75-100
Remaja
60-90
Dewasa
60-100
(2) Irama. Secara normal irama merupakan interval reguler yang terjadi antara setiap denyut nadi atau jantung. Interval yang di sela oleh denyut di awal
Universitas Sumatera Utara
atau di akhir atau tidak ada denyut menandakan irama yang tidak normal atau disritmia. (3) Kekuatan. Kekuatan atau amplitudo dari nadi menunjukkan volume darah yang diejeksikan ke dinding arteri pada setiap kontraksi jantung dan kondisi sistem pembuluh darah arterial yang mengarah pada nadi. Secara normal, kekuatan nadi tetap sama pada setiap denyut jantung. Kekuatan nadi dapat dikelompokkan atau digambarkan dengan kuat, lemah, berurutan atau bersamaan. 2.2.3. Pengukuran Persiapan alat untuk pemeriksaan denyut nadi antara lain: alat pengukur waktu (jam tangan dengan jarum detik, stop watch), buku catatan nadi (kartu status) dan alat tulis. Menjelaskan pada pasien perlunya pemeriksaan yang akan dilakukan dan tetap mempertahankan posisi rileks dan nyaman. Cara pemeriksaan: terlebih dahulu pemeriksa mencuci tangan, meminta pasien untuk menyingsingkan baju yang menutupi lengan bawah. Pada posisi duduk, tangan diletakkan pada paha dan lengan ekstensi. Pada posisi tidur terlentang, kedua lengan ekstensi dan menghadap atas. Selanjutnya melakukan palpasi ringan arteri radialis dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah, melakukan palpasi sepanjang lekuk radial pada pergelangan tangan dan pemeriksa merasakan denyut arteri radialis dan irama yang teratur, serta menghitung denyut tersebut selama satu menit, kemudian informasikan ke pasien dan mencatat hasil pemeriksaan pada buku (Wulandari, 2009).
2.3. Pernapasan
Universitas Sumatera Utara
Pernapasan adalah mekanisme tubuh menggunakan pertukaran udara antara atmosfir dengan darah serta darah dengan sel. Pernapasan termasuk ventilasi (pergerakan udara masuk dan keluar dari paru), difusi (pergerakan oksigen dan karbondioksida antar alveoli dan sel darah merah) dan perfusi (distribusi sel darah merah ke dan dari kapiler paru). 2.3.1. Anatomi fisiologi Mekanisme pernapasan melibatkan otot-otot inspirasi dan ekspirasi. Pada inspirasi, impuls dari pusat respirasi ke saraf frenik di diafragma merangsang kontraksi diafragma. Bersamaan dengan kontraksi diafragma, organ abdomen ke bawah dan ke depan dan tulang-tulang iga ke atas dan ke luar untuk memungkinkan pengembangan paru. Pada ekspirasi, suatu proses pasif, paru-paru, dinding dada, organ abdominal dan diafragma kembali ke posisi rileks. Tabel 4. Kontraksi saat inspirasi dan ekspirasi Struktur Diafragma
Inspirasi Kontraksi (tampak datar)
Ekspirasi Relaksasi (melengkung ke atas)
Tulang iga(costae) Bergerak ke atas dan
Bergerak ke bawah dan
ke luar
ke dalam
Tulang dada
Bergerak ke luar
Bergerak ke dalam
Rongga dada
Membesar
Mengecil
Paru-paru
Mengembang
Mengempis
2.3.2. Faktor yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
(1) Olahraga meningkatkan frekuensi dan kedalaman untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk menambah oksigen. (2) Nyeri akut meningkatkan frekuensi dan kedalaman sebagai akibat dari stimulasi simpatik. Klien dapat menghambat dan membebat pergerakan dinding dada jika nyeri pada area dada atau abdomen, napas akan menjadi dangkal. (3) Ansietas meningkatkan frekuensi dan kedalaman sebagai akibat stimulasi simpatik. (4) Merokok kronik mengubah jalan arus udara paru, mengakibatkan peningkatan frekuensi. (5) Anemi, penurunan kadar hemoglobin menurunkan jumlah pembawa O2 dalam darah. Individu bernapas dengan lebih cepat untuk meningkatkan penghantaran O2. (6) Posisi tubuh, postur tubuh yang lurus dan tegak, meningkatkan ekspansi penuh paru. Posisi yang bungkuk dan telungkup mengganggu pergerakan ventilasi. (7) Medikasi, analgesik narkotik dan sedatif menekan frekuensi dan kedalaman. Amfetamin dan kokain dapat meningkatkan frekuensi dan kedalaman. (8) Cedera batang otak. Cedera pada batang otak mengganggu pusat pernapasan dan menghambat frekuensi dan irama pernapasan. 2.3.3. Karakter pernapasan Frekuensi pernapasan. Parawat mengobservasi inspirasi dan ekspirasi penuh pada saat menghitung frekuensi ventilasi dan pernapasan. Frekuensi pernapasan bervariasi sesuai dengan usia. Frekuensi pernapasan normal turun sepanjang hidup. Alat monitor pernapasan yang membantu pengkajian perawat adalah monitor apnea. Alat tersebut menggunakan led yang dikaitkan pada dinding dada klien yang merasakan gerakan.Tidak adanya gerakan dinding dada diterjemahkan oleh monitor sebagai apnea dan mencetuskan alarm.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Frekuensi pernapasan rata-rata normal Usia
Frekuensi (x/menit)
Bayi baru lahir
35-40
Bayi (6 bulan)
30-50
Toddler (2 tahun)
25-32
Anak-anak
20-30
Remaja
16-19
Dewasa
12-20
Kedalaman pernapasan dikaji dengan mengobservasi derajat penyimpangan atau gerakan dinding dada. Perawat menggambarkan secara subjektif gerakan ventilator sebagai dalam, normal dan dangkal. Pernapasan yang dalam melibatkan ekspansi penuh paru dengan ekshalasi penuh. Pernapasan dangkal bila udara yang melewati paru hanya sedikit kuantitasnya dan pergerakan ventilator sulit untuk dilihat. Irama pernapasan juga harus diperhatikan. Dengan bernapas normal interval reguler terjadi setelah setiap siklus pernapasan. Perawat harus dapat menetapkan interval waktu setelah setiap siklus pernapasan, irama pernapasan teratur atau tidak. 2.3.4. Pengukuran Persiapan alat terdiri dari: alat pengukur waktu (jam, stopwatch), buku dan pena. Persiapan pasien yaitu menjelaskan pentingnya pemeriksaan frekuensi napas dan menyarankan posisi pasien berbaring, kecuali dalam kondisi tertentu. Cara pemeriksaan dengan menempatkan satu telapak tangan pasien di atas dada, pemeriksa merasakan gerakan napas dengan memegang tangan pasien atau
Universitas Sumatera Utara
dengan melihat gerakan dada/tangan yang naik turun. Gerakan naik (inhalasi) dan turun (ekhalasi) dihitung 1 frekuensi napas. Kemudian menghitung frekuensi napas selama satu menit dan menginformasikan hasil pemeriksaan dan mencatat pada status. Pengukuran saturasi oksigen arteri. Perkembangan terakhir dari alat yang dapat diandalkan, oksimeter nadi, memungkinkan pengukuran tidak langsung terhadap saturasi oksigen pada dasar data tanda vital klien. Oksimeter nadi adalah alat dengan dioda pemancar cahaya (LED) dan foto detektor yang dihubungkan dengan kabel ke oksimeter. LED memancarkan cahaya gelombang panjang yang diserap oleh molekul hemoglobin yang dioksigenasi dan dideoksigenasi. Cahaya yang direfleksikan dari molekul hemoglobin diproses oleh oksimeter, yang menghitung saturasi nadi (SpO2), SpO2 taksiran yang dapat diandalkan terhadap SaO2. Pengukuran SpO2 dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi cahaya dari pulsasi arteri perifer. Kesadaran terhadap faktor-faktor ini memungkinkan interpretasi akurat perawat terhadap pengukuran SpO2 abnormal (Potter & Perry, 2005).
2. 4. Suhu 2.4.1. Fisiologi Suhu tubuh merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas dari tubuh ke lingkungan. Produksi panas yang dihasilkan tubuh antara lain berasal dari: Metabolisme dari makanan (Basal Metabolic Rate), olahraga, shivering atau kontraksi otot skelet, peningkatan produksi hormon
Universitas Sumatera Utara
tiroksin
(meningkatkan
metabolisme
seluler),
proses
penyakit
infeksi,
termogenesis kimiawi (rangsangan langsung dari norepinefrin dan efinefrin atau dari rangsangan langsung simpatetik). Sedangkan hilangnya panas tubuh terjadi melalui beberapa proses yaitu: Radiasi adalah pemindahan panas dari satu benda ke benda lain tanpa melalui kontak langsung, misalnya orang berdiri di depan lemari es yang terbuka. Konduksi adalah pemindahan panas dari satu benda ke benda lainnya melalui kontak langsung, misalnya kontak langsung dengan es. Konveksi adalah pemindahan panas yang timbul akibat adanya pergerakan udara, misalnya udara yang berdekatan dengan badan akan menjadi hangat. Evaporisasi adalah pemindahan panas yang terjadi melalui proses penguapan, misalnya pernafasan dan perspiration dari kulit. Misalnya keringat meningkatkan pengeluaran panas tubuh. Suhu tubuh terjaga konstan meskipun adanya perubahan kondisi lingkungan. Hal ini disebabkan karena adanya proses pengaturan suhu melalui negatif feedback system (mekanisme umpan balik). Organ pengatur suhu yang utama adalah hipotalamus. Untuk regulasi panas tubuh diperlukan konsentrasi sodium dan kalsium yang cukup, terutama di dalam dan di sekitar hipotalamus posterior (Allau, 2009). 2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh yaitu antara lain: (1) Umur, bayi yang baru lahir sangat dipengaruhi keadaan lingkungan sekitarnya, maka harus dilindungi dari perubahan iklim yang dapat berubah dengan cepat. Anakanak mempunyai suhu yang lebih labil dari pada orang dewasa.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Suhu normal Umur
Suhu (Celcius)
Suhu (Fahrenheit)
36,1-37,7
97-100
2 tahun
37,2
98,9
12 tahun
37
98,6
Dewasa
36
96,8
Bayi baru lahir
(2) Aktifitas tubuh. Aktifitas otot dan proses pencernaan sangat mempengaruhi suhu tubuh. Pada pagi hari jam 04.00-06.00 suhu tubuh paling rendah, sedangkan sore hari sekitar jam 16.00-20.00 yang paling tinggi, perubahan suhu berkisar antara 1,1-1,6°C. (3) Jenis Kelamin. Wanita lebih efisien dalam mengatur suhu internal tubuh daripada pria, hal ini disebabkan karena hormon estrogen dapat meningkatkan jaringan lemak. Meningkatnya progesteron selama ovulasi akan meningkatkan suhu wanita sekitar 0,3-0,5°C, sedangkan estrogen dan testosteron dapat meningkatkan Basal Metabolic Rate. (4) Perubahan emosi. Emosi yang meningkat akan menambah kadar adrenalin dalam tubuh sehingga metabolisme meningkat dan suhu tubuh menjadi naik. (5) Perubahan Cuaca, Iklim, atau musim mempengaruhi evaporasi, radiasi, konveksi, konduksi, sehingga mempengaruhi metabolisme dan suhu tubuh. (6) Makanan, minuman, rokok, dan lavemen dapat merubah suhu oral, misalnya minum air es dapat menurunkan suhu oral sekitar 0,9°C. Untuk itu dianjurkan mengukur suhu oral sekitar 30 menit setelah makan, minum atau merokok, sedangkan temperatur rektal diukur setelah 15 menit melakukan lavemen/ enema.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Pengukuran Secara umum pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer kaca (glass thermometers). Skala yang sering digunakan adalah termometer skala celcius (centigrade) yang mempunyai skala dengan titik beku air 0 derajat celcius dan titik didih 100 derajat celcius, juga digital termometer yang mempunyai kepekaan tinggi dan waktu pemeriksaan hanya beberapa detik, banyak dipakai pada kondisi kegawatan. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan di beberapa tempat yaitu di mulut, anus, ketiak dan telinga. Masing- masing tempat mempunyai variasi suhu yang berlainan. Suhu rektal biasanya berkisar 0,4°C lebih tinggi dari suhu oral dan suhu aksila lebih rendah 0,6°C dari pada oral. Pengukuran suhu aksila dianggap paling mudah dan aman, namun kurang akurat. Penggunaan sering dilakukan pada; anak, pasien dengan radang mulut, pasien yang bernapas dengan mulut atau menggunakan alat bantu napas. Persiapan peralatan antara lain; pemeriksa mencuci tangan, menyiapkan tissue atau lap bersih, buku, alat tulis dan sebuah handuk bersih untuk membersihkan keringat pasien. Persiapan pasien meliputi; menjaga privasi pasien dengan tirai atau pintu tertutup, menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya pemeriksaan suhu aksila dan melepaskan baju pasien dan bagian lain ditutup dengan selimut. Cara pemeriksaan yaitu pemeriksa memegang termometer pada bagian ujung yang tumpul. Sebelum penggunaan perlu dibersihkan dengan soft tissue atau mencuci dalam air dingin bila disimpan dalam desinfektan serta membersihkan dengan lap bersih. Ujung termometer yang tumpul dipegang dengan ibu jari dan jari kedua,
Universitas Sumatera Utara
tingkat air raksa diturunkan sampai angka 35 derajat celsius, kemudian membuka lengan pasien dan mersihkan keringat pasien dengan handuk yang kering/ tissue. Selanjutnya termometer ditempelkan di ketiak,
lengan diturunkan dan
menyilangkan lengan bawah pasien ke atas dada, sedangkan pada anak-anak pemeriksa dapat memegang tangan klien dengan lembut. Pemeriksa dapat membiarkan selama 5-10 menit untuk hasil yang baik. Kemudian termometer diangkat dan dibersihkan dengan tissue/lap bersih dengan gerak rotasi. Pembacaan hasil pemeriksaan harus dengan cara, tingkat air raksa sejajar dengan mata pemeriksa. Setelah hasil diketahui tingkat air raksa diturunkan 0°C. Kemudian termometer dikembalikan ke tempat penyimpanan. Pemeriksa dapat mencuci tangan dan menginformasikan hasil ke pasien dan mencatat hasil pemeriksaan pada buku (Wulandari, 2009).
Universitas Sumatera Utara