BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Universitas Sumatera Utara
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang psifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan : Eksoskrap, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. Mesoskarp, serabut buah Endoskarp, cangkang pelindung inti Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).
Universitas Sumatera Utara
Kelapa sawit yang dibudidayakn terdiri dari dua jenis: E.guineensis dan E.oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang dari kedua spesies kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E.guineensis memiliki produksi yang sangat tinggi dan E.oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah. Banyak orang sedang menyilangkan kedua spesies ini untuk mendapatkan spesies yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E.oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik. 2.2 Sejarah Singkat Kelapa Sawit Masuk di Indonesia 2.2.1
Daerah Asal Kelapa Sawit Mengenai daerah asal kelapa sawit terdapat beberapa pendapat. Pendapat
pertama menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika, sedangkan pendapat yang kedua menyebut Amerika Selatan sebagai daerah asal. Pendapat pertama didukung oleh alasan-alasan yang sangat kuat. Penyelidikan Zeven (192) terhadap fosil tepung sari (pollen) yang terdapat dalam lapisan-lapisan arkeologis dari zaman Miocene maupun lapisan-lapisan yang lebih muda, memberikan indikasi bahwa kelapa sawit telah tumbuh sejak lama sekali di kawasan Afrika. Selanjutnya catatan-catatan sejarah penjelajahan orang-orang Eropa ke benua Afrika pada abad ke-15 dan ke-16 turut memperkuat pendapat tersebut. Don Mosto dalam penjelajahannya antara tahun 1435 dan 1460 menemukan sejumlah besar pohon hitam di kawasan Afrika Barat. Dalam kisah perjalanan Duarte Peraria disebutkan adanya pohon-pohon kelapa sawit di pantai Liberia dan perdagangan minyak kelapa sawit di Nigeria. Penjelajahan-penjelajahan kemudian oleh pengelana bangsa Portugis, Belanda, dan Inggris juga menyebutkan adanya minyak kelapa sawit dan anggur (wine) kelapa sawit. Sedangkan perjalanan
Universitas Sumatera Utara
Broecke menjelang akhir abad ke16 di antaranya mengemukakan adanya bahanbahan yang diperkirakan berasal dari pohon kelapa sawit. Telaah linguistic juga mendukung pendapat bahwa kelapa sawit berasal dari afrika. Di Suriname misalnya, nama-nama yang dipakai untuk kelapa sawit merupakan modifikasi kata “Afrika” dalam bahasa-bahasa Yoruba, Fanti-Twi, dan Kikongo. Demikian pula nama “dede” yang dipakai di Brazil diperkirakan berasal dari kata “ndende” yang memberikan petunjuk bahwa kelapa sawit dibawa ke benua Amerika dalam abad ke-16 bersama-sama dengan budak belian, dan tumbuh dengan baik di Brazil. Pendapat kedua, yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan, didukung antara lain oleh Cook, yang mengemukakan dua alasan sebagai berikut: (1) Kelapa sawit tumbuh secara alamiah di pantai Brazil, dan (2) Marga-marga palma lainnya kebanyakan berasal dari Amerika Selatan. Tetapi alasan-alasan ini dianggap kurang meyakinkan, karena (1) sifat mudah tumbuh dan cepat berkembang biak memang merupakan karakteristik dari keluarga palma, dan (2) suatu jenis palma yang berasal dari Afrika Selatan, yaitu Jubaeopsis caffra ternyata juga merupakan anggota dari suku (tribe) Cocoinae. 2.2.2
Upaya Pembudidayaan Kelapa Sawit Upaya pembudidayaan kelapa sawit di dunia secara kebetulan pertama-
tama terjadi di Indonesia. Catatan Tesymann menunjukkan bahwa kelapa sawit diintroduksikan ke Indonesia pada tahun 1848. Dari introduksi tersebut empat pohon ditanam di Kebun Raya Bogor, dua di antaranya berasal dari Hortus Botanicus Amsterdam, dan dua lagi dari Reunion atau Mauritius. Diduga keempat
Universitas Sumatera Utara
pohon tersebut berasal dari wilayah pertumbuhan yang sama di benua Afrika, tetapi tiba di Indonesia melalui jalan yang berbeda. Setelah pohon-pohon tersebut menghasilkan, pengamatan Teysman menunjukkan bahwa sebagai penghasil minyak nabati kelapa sawit sawit memang lebih unggul daripada kelapa. Keturunan dari keempat pohon tersebut kemudian ditanam di berbagai daerah di kawasan Nusantara, dengan tujuan untuk memperluas pengenalan kelapa sawit kepada petani. Sebelum tahun 1860 telah dibangun petak-petak pertanaman di Banyumas (Jawa) dan Palembang, dan pada tahun 1875 dibangun perkebunan kelapa sawit di wlayah Deli (Sumatera Utara). Keturunan dari pertanaman kelapa sawit di wilayah Deli inilah (tipe Dura atau bercangkang tebal) yang kelak digunakan untuk merintis pengembangan perkebunan kelapa sawit di temat-tempat lain di kawasan Asia Tenggara maupun kawasan benua Afrika. Kelapa sawit Deli serta keturunannya yng disebar di berbagai daerah, ternyata lebih unggul daripada nenel moyangnya di Afrika. Ukuran buahnya lebih besar, dan potensi bagian mesokarp (bagian yang mengandung minyak kelapa sawit)dari tiap buah juga lebih tinggi. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa seluruh pertanaman kelapa sawit yang bibitnya berasal dari Kebun Raya Bogor sangat seragam. Fakta ini mengundang dua macam interpretasi, yaitu: (a) Keempat pohon inttroduksi yang ditanam di Kebun Raya Bogor berasal dari satu pohon yang sama,atau (b) Seluruh pertanaman yang tersebar di berbagai tempat Indonesia berasal dari hanya salah satu dari keempat pohon introduksi.
Universitas Sumatera Utara
Upaya pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dirintis oleh Adrian
Hallet
berkebangsaan
Belgia
yang
mempunyai
pengalaman
pembudidayaan kelapa sawit di Afrika. Pada tahun 1911 ia membangun perkebunan kelapa sawit pertama dalam skala besar di Sungai Liput (pantai timur Aceh) dan Pulu Raja (Asahan) dengan menggunakan benih dari Deli. Pada tahun 1914 perkebunan ini telah mencapai luas 3.250 ha, tetapi penanaman selanjutnya mengalami stagnasi karena pecahnya Perang Dunia I dan kurangnya informasi mengenai pasar maupun cara-cara pengolahan yang lebih maju. Bersama dengan rintisan oleh A.Hallet, seorang berkebangsaan Jerman bernama Karl Valentine Theodore Schadt, adalah pelopor pembudidayaan tanaman kelapa sawit di kebun Tanah Itam Ulu di wilayah konsesi Deli. Upaya pengembangan kelapa sawit selanjutnya di Indonesia cukup pesat. Pada tahun 1925 di pulau Sumatera telah ditanam 39.000 ha, dan pada tahun 1938 seluas 114.000 ha. (Mangoesoekarjo, S, 2003). 2.3 Ekologi Kelapa Sawit Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak factor, baik factor dari luar maupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi factor lingkungan, genetis, dan factor teknis-agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, factor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Akan dibahas faktor lingkungan yang meliputi iklim dan tanah.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1
Faktor Iklim Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utara selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 m dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin. a. Curah hujan Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Namun,yang terpenting adalah tidak terjadi deficit air sebesar 250 mm. Bila tanah dalam keadaan kering, akar tanaman sulit menyerap mineral dari dalam tanah. Table 2.1 Klasifikasi Defisit Air Tahunan Pada Budidaya Kelapa Sawit Klasifikasi (mm)
Keterangan
0-150
Optimum
150-250
Masih sesuai (favourable)
250-350
Intermediary
350-400
Limit
400-500
Kritis (marginal)
>500
Tidak sesuai (unfavourable)
Universitas Sumatera Utara
b. Sinar Matahari Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran amat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. c. Suhu Selain curah hujan dan sinar matahari yang cukup, tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum sekitar 24-28°𝐶 untuk tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18°𝐶 dan tertinggi 32 °𝐶 . Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah. d. Kelembapan udara dan angin Kelembapan udara dan angin adalah factor yang penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang kering menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi kelembapan, dan dalam waktu lama mengakibatkan tanaman layu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembapan adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2
Tanah Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti
podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol. Ada dua sifat utama tanah sebagai media tumbuh, yaitu sifat kimia dan sifat fisik tanah. a. Sifat fisik tanah Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 20-60%, debu 10-40%, dan liat 20-50. Tanah yang kurang cocok adalah tanah berpasir dan tanah gambut tebal. Topografi yang dianggap cukup baik untuk tanaman kelapa sawit adalah areal dengan kemiringan 0-15°. Hal iniakan memudahkan pengangkutan buah dari pohon ke tempat pemungutan hasil atau dari perkebunan ke pabrik pengolahan. b. Sifat kimia tanah Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi kandungan hara mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Kelapa sawit dapat tumbh pada pH tanah antara 4,0-6,5, sedangkan pH optimumnya adalah 5-5,5. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsure hara yang tinggi, dengan C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1%.
Universitas Sumatera Utara
Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu untuk Mg 0,4-1,0 me/100 gram, sedangkan k 0,15-1,20 me/100 gram. 2.4 Varietas Kelapa Sawit `
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-
varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau berdasarkan warna kulit buahnya. 2.4.1
Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
1. Dura Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relative tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. 2. Psifera Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup
tinggi,
sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Psifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini. 3. Tenera Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Psifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-
Universitas Sumatera Utara
perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60-96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relative lebih kecil. 4. Macro Carya Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali. 2.4.2
Berdasarkan warna kulit buah
1. Nigrescens Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam di perkebunan. 2. Virescens Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. 3. Albescens Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Proses Pengolahan Sawit PKS pada umumnya mengolah bahan baku berupa tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit CPO (Crude
Palm Oil) dan inti sawit
(kernel). Proses pengolahan buah kelapa sawit yang ada pada PKS PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung terdapat pada beberapa stasiun, yaitu : 1. Stasiun Penerimaan Buah a. Weighbridge (timbangan) Timbangan berfungsi untuk menimbang buah yang masih dalam truck yang akan masuk ke dalam pabrik sekaligus untuk menimbang produksi yang diangkut keluar pabrik. Penimbangan ini bertujuan untuk mengetahui berat TBS yang akan diproses didalam pabrik, jumlah TBS dapat diketahui dari selisih berat bruto. Penimbangan dilakukan pada saat truk berisi buah. Kapasitas timbangan di pabrik kelapa sawit PT. Multimas Nabati Asahan adalah maksimal ± 50 ton. b. Sortasi Sortasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memisahkan TBS yang berkualitas baik dengan TBS yang berkualitas buruk, dengan tujuan untuk menentukan kualitas TBS yang diterima sesuai konfirmasi dengan harga beli (Form A), sesuai estimasi rendemen sortasi setelah di sortir (Form B), serta estimasi rendemen dari manajer (Form C).
Universitas Sumatera Utara
c. Loading Ramp Loading ramp adalah tempat penimbunan Tandan Buah Segar (TBS) setelah buah disortasi. Buah yang telah dimasukkan kedalam hopper akan dikirim ke dalam setiap lori, hopper di PKS MNA mempunyai jumlah keseluruhan 52 pintu yang dibuka tutup dengan system hidrolik, terdiri dari 3 line yaitu sebelah kiri 14 pintu, kanan 14, dan depan 24 yang mempunyai sudut kemiringan peronnya 45º. 2. Stasiun Sterilizer Dalam sterilizer buah yang direbus dalam sterilizer matang normalnya 95 menit. Suhu steam pemanas dalam sterilizer yaitu 140ºC. Fungsi dari perebusan adalah : Menonaktifakn enzim-enzim lipase yang dapat menyebabkan kenaikan Asam Lemak Bebas (ALB) atau FFA (Free Fatty Acid). Memudahkan pelepasan berondolan dari janjangan sampai lapisan terdalam. Melunakkan brondolan untuk memudahkan pemisahan daging buah dengan nut di digester. Melunakkan daging buah agar memudahkan proses pengutipan minyak dari daging buah. Mengurangi kadar air pada nut sehingga memudahkan saat pemecahan nut.
Universitas Sumatera Utara
3. Stasiun Tippler Tippler adalah alat bantu untuk menuangkan lori yang berisi TBS masak. Penuangan tippler dilakukan minimal tiga tahap untuk mencapai putaran penuh 200º. Rata-rata penuangan satu lori memerlukan waktu 6-8 menit. 4. Stasiun Digesting (Pelumatan Buah) Digester merupakan tank silinder tegak yang berfungsi untuk melumatkan buah setelah proses perebusan. Digester digerakkan oleh electromotor. Suhu dalam digester yaitu 90-95ºC. Jumlah digester di PKS PT. MNA ada 7 buah dengan volume 3,5 ton. Adapun tujuan dari pelumatan di digester adalah : Melumatkan daging buah Mengepres struktur jaringan pericap dan pembukaan sel dimana minyak yang terkandung didalamnya. 5. Stasiun Press Berfungsi untuk mengepres fruit yang sudah tercacah oleh digester yang digerakkan oleh electromotor. Kapasitas 15 ton/jam dengan tekanan 38-42 ampere. Tujuan pengepresan adalah memperkecil kehilangan minyak dalam fruit, sehingga kehilangan minyak akan lebih rendah. 6. Stasiun Pemurnian/Klarifikasi Pada dasarnya campuran minyak, air dan kotoran akan selalu terbentuk pelapisa larutan yang terjadi sebagai akibat perbedaan berat jenis farksi berat akan turun ke bawah sementara farksi ringan akan naik ke atas. Pada stasiun ini terdiri dari beberapa unit alat pengolahan untuk memurnikan minyak yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Sandtrap Tank Sandtrap tank adalah alat untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak yang akan dialirkan ke vibrating screen. Fungsinya adalah untuk menangkap pasir dengan cara mengendapkan dan untuk mempermudah pemisahan minyak dan pasir tangki. Dengan suhu minyak kasar 90-95ºC. Dengan suhu 95ºC bertujuan untuk mempermudah pemisahan antara minyak dan kotoran pada sandtrap tank. b. Vibrating Screen Fungsinya untuk menyaring kembali padatan (pasir, fiber) yang tidak tertangkap di sandtrap tank. Vibrating screen terdiri dari double deck saringan kawat dengan ukuran 20 mesh dan 30 mesh. Cara kerjanya dengan bergetar dengan gerakan beraturan sehingga padatan yang tersaring langsung bergerak kearah dinding pembatas yang langsung terhubung ke bottom conveyor, sedangkan minyak akan dialirkan ke crude oil tank 1. c. Crude Oil Tank 1 dan 2 Crude oil tank 1 (COT 1) merupakan bak penampungan minyak kasar dan mengendapkan kembali pasir, kotoran dan sludge yang lolos dari vibrating screen. Bak ini dilengkapi dengan pipa pemanas injeksi. Suhu yang digunakan pada COT 1 berkisar antara 80-95ºC. Crude oil tank 2 adalah tempat penampungan sludge under flow dari CST sebelum masuk ke sand cyclone. Di COT 2 juga terjadi pemanasan 80-95ºC menggunakan steam injeksi.
Universitas Sumatera Utara
d. Continous Settling Tank (CST) Minyak dari COT dipompakan ke CST, tujuan CST untuk memisahkan minyak dengan suhu 90-95ºC, sludge berdasarkan berat jenisnya. Setelah terjadi pemisahan, minyak yang berada pada bagian atas dialirkan secara over flow yang dikutip melalui skimmer menuju oil tank, sedangkan lumpur (sludge) yang masih mengandung minyak pada bagian bawah dialirkan secara under flow ke COT 2. e. Oil Tank Fungsi dari oil tank adalah untuk tempat penampungan minyak sementara sebelum dialirkan ke vacuum dryer. Dalam oil tank juga terjadi pemanasan dengan steam coil dan injeksi dengan suhu 80-85ºC. Dengan tujuan untuk mengurangi kadar air. f. Vacuum Dryer Berfungsi untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam minyak dengan suhu 80-85ºC, di sini minyak disemprotkan dengan menggunakan nozzle sehingga campuran minyak dan air tersebut akan pecah, hal ini akan mempermudah pemisahan air di dalam minyak. Vacuum dryer mempunyai tekanan vacuum minus 680-760 mmH. g. Storage Tank Minyak dari vacuum dryer di pompakan ke storage tank. Di PKS MNA terdapat 2 tank sebagai penampungan hasil akhir dari pemurnian minyak
Universitas Sumatera Utara
sebelum dipompakan ke refinery. Dengan suhu 50ºC dengan kapasitas 500 Mt. 2.6 Crude Oil Tank (COT) Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikelpartikel dari tempurung dan serabut serta 40-45% air. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar kemudia dialirkan ke dalam tangki minyak kasar (Crude Oil Tank) dan setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO). Sedangkan sisa olahan yang berupa lumpur, masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil minyak sawitnya. 2.7 Kadar minyak, zat menguap dan kotoran Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Dengan proses diatas, kotoran-kotoran yang berukuran besar memang bisa disaring. Akan tetapi, kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang-layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan prinsip kerja yang berdasarkan perbedaan berat jenis.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengempaan, minyak sawit kasar dipompa dan dialirkan ke dalam tangki pemisah melalui pipa. Kurang lebih 30 menit kemudian, minyak sawit kasar telah dapat dijernihkan dan menghasilkan 80% minyak jernih. Hasil endapan berupa minyak kasar kotor yang dikeluarkan dari tangki pemisah bersama air panas yang bersuhu 95ºC dengan perbandingan1:1, diolah pada sludge centrifuge. Sedangkan minyak yang jernih diolah pada purifier centrifuge.
Universitas Sumatera Utara