BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tembakau Tembakau adalah termasuk genus Nicotiana yang mengandung lebih dari 60 spesies dan merupakan famili Solanaceae ( golongan terung-terungan ). Nicotiana adalah suatu spesies yang berkembang sangat luas seperti Nicotiana Tabacum dan Nicotiana Rustica. Nicotiana Tabacum memiliki warna daun yang berubah dari hijau, kuning kecoklatan dimana bunganya memiliki tangkai yang pendek dan kuat. Bunganya mempunyai 5 (lima) benang sari, 1 (satu) putik dan berkembang biak sendiri. Nicotiana Rustica merupakan tanaman tahunan yang memiliki tangkai yang lebih kecil, ukurannya tinggi, batangnya banyak dan daunnya lebar, sangat tebal dan berat. Daun dari tanaman tembakau memiliki nilai ekonomi yang sangat, dimana daun hasil panen digunakan untuk bahan pengisi dan sebagai sumber insektisida (nikotin)
( Akehurst B.C,
1968). Tanaman tembakau dalam perkembangannya memperlihatkan banyak perbedaan morfologi yang nyata, terutama mengenai perkembangan batang dan daun. 2.1.1Morfologi Tanaman Tembakau Daun :Daun tembakau bentuknya bulat panjang, ujungnya meruncing, tepi pinggirannya licin dan bertulang sirip. Proses penuaan (pemasakan) daun biasanya dimulai dari bagian ujungnya baru kemudian disusul bagian bawahnya. Hal ini diperhatikan oleh perubahan warna daun dari hijau – kuning– coklat. Batang :Umumnya memiliki batang yang tegak dengan tinggi sekitar 2,5 meter.Batangnya berwarna hijau dan hampir seluruhnya ditumbuhi bulu-bulu halus bewarna putih. Bunga :Termasuk bunga majemuk yang berbentuk malar, masing-masing seperti terompet dan mempunyai bagian-bagian seperti terompet dan mempunyai bagian-bagian berikut kelopak bunga, mahkota bunga, bakal buah dan kepala putik.
Universitas Sumatera Utara
:Biji tembakau sangat kecil sehingga dalam 1 cm3 dengan berat kurang lebih 0,5
Biji
gram berisi sekitar 6000 butir biji. 2.1.2 Sistematika Tanaman Tembakau Sistematika tanaman tembakau (Nicotiana tabacum linn) sebagai berikut : -
Devisio
: Spermatophyta
-
Sub Devisio
: Angiospermae
-
Kelas
: Dicotyledoneae
-
Sub Kelas
: Sympetalae
-
Ordo
: Pelemeniales
-
Famili
: Solonaceae
-
Genus
: Nicotiana
-
Species
: Nicotiana tabacum linn (Anonim, 1993).
2.2. Senyawa Alkaloida Senyawa alkaloida adalah senyawa alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklis nya. Senyawa alkaloid yang terdapat pada tumbuhan sekitar 5500 jenis telah diketahui. Tidak ada satupun istilah alkaloid yang memuaskan,
tetapi pada umumnya alkaloid
mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tak bewarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar. Uji sederhana, tetapi yang sama sekali tidak sempurna , untuk alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah .misalnya, alkaloid kuinina adalah zat yang dikenal paling pahit dan pada konsentrasi molar 1X10-3 memberikan rasa pahit yang berarti (Harbone.J.B, 1973).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Klasifikasi Senyawa Alkaloida Klasifikasi senyawa alkaloida didasarkan pada sifat dari gugus yang mengandung atom N pada cincin tertutup yang didapat pada struktur dasar molekulnya, maka alkaloida digolongkan atas 7 kelas menurut Robinson yaitu :
1. golongan fenil etil amin
C
C
N
2. golongan Piridin
N
3. golongan Pirolidin
N
4. golongan Pirolidin-piperidin (Nikotin)
Universitas Sumatera Utara
N
N
NH
5. golongan Quinolin
N
6. golongan Isoquinolin
N
7. golongan Phenantrene NH
(Karrer.P, 1950)
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Sifat-sifat dari Senyawa Alkaloida 1. Bersifat basa karena mengandung atom nitrogen di dalam inti heterosiklik 2. Dapat bereaksi dengan asam-asam anorganik encer menghasilkan garam-garam yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut organik 3. Sebagai basa bebas dapat larut dalam pelarut organik, sedang dalam bentuk garam dapat larut dalam air 4. Umumnya memberikan efek fisiologis pada hewan dan manusia, sehingga sering digunakan sebagai obat-obat tradisionil 5. Secara umum senyawa alkaloida bersifat optis aktif sehingga dapat dipakai untuk memisahkan senyawa-senyawa yang rasemis 6. Umumnya mengandung atom nitrogen yang berkedudukan tertier pada sistem cincinnya
2.2.3 Senyawa-senyawa Alkaloida dalam Tembakau Golongan alkaloida ini mempunyai cincin piridin dalam struktur dasarnya sehingga termasuk golongan pirolidin-piridin. Alkaloida-alkaloida dalam daun tembakau adalah;
a.Nikotin
N N
CH3 Rumus molekul : C10H14N2 Berat molekul
: 162,23
b. Nornikotin
Universitas Sumatera Utara
N H
N
Rumus molekul : C9H12N2 Berat molekul
: 148,23
c.Anabasin
N N
H
Rumus molekul : C10H13N2 Berat molekul
: 161,23
(Fergusson.N.M, 1956)
2.3 Ekstraksi Pelarut Ekstraksi dengan air atau dalam suasana asam, alkohol atau air-alkohol untuk pembuatan ekstrak cair, biasanya dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa alkaloida ekstrak dari bahan yang diekstraksi,akan tetapi banyak juga senyawa-senyawa yang bukan alkaloid ikut terekstraksi. Hal ini disebabkan oleh pelepasan sejumlah besar dari pigmen, bahanbahan yang dapat tersabunkan dan bahan-bahan resin yang sulit untuk tersaring setelah teremulsi. Walaupun ekstraksi dengan air cukup sesuai bila diikuti dengan metode pemurnian secara kromatografi, ekstraksi dengan pelarut organik lebih disukai apabila pemurnian dilakukan dengan ekstraksi klasik cair-cair. Pemilihan pelarut atau campuran pelarut pada ekstraksi alkaloida tergantung pada pertimbangan berikut: 1. Sifat fisik dan kimia dari alkaloida yang diekstraksi. Hal ini terpenting untuk ekstraksi yang efisien adalah koefisien partisi alkaloida diantara pelarut yang dipilih dan campuran air yang bersifat basa pada alkaloida tereksraksi.
Universitas Sumatera Utara
2. Adanya sifat dasar dari bahan yang terektraksi. Sangat diperlukan bahwa bahanbahan yang ikut terekstraksi ke dalam pelarut organik jumlahnya kecil. 3. Keselektifan pelarut.pelarut yang dipilih disesuaikan dengan sifat-sifat senyawa yang akan diekstraksi sehingga mengekstraksi satu atau lebih campuran alkaloida. 4. Metode ekstraksi. Tergantung pada metode yang digunakan maka diperlukan pelarut yang lebih ringan atau lebih berat atau pelarut yang memiliki titik didih rendah. Penggunaan kloroform sebagai pelarut organik lebih luas digunakan karena memiliki titik didih rendah dan berat jenis yang lebih besar dari air. Akan tetapi kerugian dengan menggunakan pelarut ini adalah sangat mudah menguap sehingga diperlukan lebih banyak jumlahnya, sedangkan pelarut eter memiliki ketercampuran dengan air relatif tinggi (Higuchi&Hansen, 1961). Ekstraksi pelarut merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur KD =
C1 C2
KD adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang merupakan tetapan keseimbangan yang merupakan kelarutan relatif dari suatu senyawa terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur.C1 dan C2 adalah kadar senyawa terlarut didalam pelarut 1 dan pelarut 2. Sering sekali sebagi pelarut pertama adalah air sedangkan pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Dengan demikian ion anorganik atau senyawa organik polar sebahagian besar akan terdapat dalam fasa air, sedangkan senyawa organik nonpolar sebahagian besar terdapat dalam fasa organik.
2.3.1 Interaksi dalam Distribusi Cair-Cair Distribusi suatu senyawa diantara dua fasa cair yang tidak bercampur tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fasa, yaitu struktur molekul. Angka banding distribusi adalah ukuran kuantitatif relatif dan interaksi-interaksi ini. Interaski molekul di bedakan dengan asal dan kekuatan interaksi bolak-balik dari karakter fisik utama merupakan cara pendekatan dari kenaikan kekuatan : 1. Interaksi dispersi
Universitas Sumatera Utara
2. Interaksi orientasi dwikutub dan induksi 3. Ikatan Hidrogen atau interaksi pemberi-penerima elektron 4. Ikatan ionik dan dwikutub atau ion lain. Biasanya tidak mungkin membuat penafsiran kuantitatif pengaruh dari semua faktor pada distribusi suatu senyawa terlarut dalam sistim cair-cair. Penafsiran penting sering dibuat dengan dasar pembahasan kualitatif yang mempertimbangkan karakter lipofil senyawa terlarut dan daya interaksi spesifik (Sudjudi, 1989).
2.4 Senyawa Nikotin Pada tahun 1828 Pooselt dan Reimann berhasil mengisolasi nikotin dari daun tembakau. Nikotin atau β-pyridyl-α-methyl pyrolidin adalah salah satu dari kelompok besar senyawasenyawa bersifat basa yang disebut alkaloida dan terdapat dalam tumbuhan Nicotiana Tabacum Linn. Selain nikotin dalam daun tembakau, juga terdapat alkaloida dalam jumlah yang lebih kecil yaitu N-metilanabasin, N-metilpirolidin, nornikotin, anabasin dan beberapa jenis alkaloida-alkaloida lain. +
-H+ N :
+ HCl
ClN
N
CH3 nikotin yang terikat dengan asam malat dan asam sitrat
H
N
CH3
NaOH N N
nikotin
+
NaCl
+
H2O
CH3
Nikotin merupakan alkaloid utama dalam daun tembakau yang aktif sebagai insektisida dan terdapat dengan kadar 2 – 8 % bergantung paada spesiesnya. Nornikotin dan anabasin merupakan alkaloid yang sangat mirip dengan nikotin, yang ditemukan juga dalam daun tembakau dan ikut serta menjadikan tingginya aktivitas insektisida (Matsumura.F, 1989).
2.5 Penentuan Nikotin secara Spektrofotometri
Universitas Sumatera Utara
Metode yang paling sederhana dalam penentuan kadar nikotin dalam tembakau dengan cara Spektrofotometri UV pada panjang gelombang 260 nm, dimana ekstrak nikotin diperoleh dengan merendam daun tembakau dalam air, dengan penambahan HCl 0,1 N stuktur nikotin akan terprotonasi pada cincin pirolidinnya. Dalam keadaan terprotonasi, nikotin dapat dihidrolisa dengan basa. Kadar nikotin yang diperoleh diuji kestabilannya dengan penambahan HCl 0,1 N untuk melihat pengaruh pH, dengan penyimpanan dalam beberapa hari.perubahan kadar terjadi diukur dengan cara Spektrofotometri UV pada panjang gelombang 260 nm (Simatupang.L, 1997).
2.5.1 Spektrofotometer Spektrofotometer merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam analisis kimia kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya antara lain: 1. Dapat digunakan secara luas dalam berbagai pengukuran kuantitatif untuk senyawa-senyawa organik 2. Kepekaannya tinggi karena dapat mengukur dalam satuan ppm 3. Sangat selektif, bila suatu komponen X akan diperiksa dalam suatu campuran dengan mengetahui panjang gelombang maksimum hanya komponen X yang mengabsorbsi cahaya tersebut 4. Lebih teliti karena hanya mempunyai persen kesalahan 1-3 % bahkan mempunyai persen kesalahan 0,1% 5. Mudah dan cepat, hal ini terutama sangat bermanfaat untuk pengukuran cuplikan dalam jumlah besar (Day&Underwood, 1983). Apa bila sinar polikromatis (sinar yang terdiri dari beberapa panjang gelombang) dilewatkan melalui suatu larutan, maka sinar dengan panjang gelombang yang lain dilewatkan dari larutan (Ewing.G.W, 1985). Intensitas warna adalah salah satu faktor utama dalam penentuan konsentrasi suatu analit secara spektrofotometri. Pada analisa spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisa spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Radiasi dapat berinteraksi dengan spesies kimia, dan kita akan memperoleh informasi tentang spesies molekul zat tersebut, sehingga mengakibatkan beberapa panjang gelombang dari energi dapat diabsorbsi sedangkan panjang gelombang yang lain tidak ada (Srobel.H.A, 1973).
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Hukum Bouger dan Lambert Lambert (1760) mengemukakan hubungan antara intensitas warna dari larutan apabila dilalui seberkas sinar. Hukum yang sama telah dikemukakan oleh Bouger (1929). Menurut Lambert dan Bouger, kekuatan transmisi suatu larutan berkurang secara geometrik (eksponensial) dengan pertambahan konsentrasi larutan tersebut. Secara matematis hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut: T = a-b Dimana;
T = transmitansi a = konstanta karakteristik dari larutan dan panjang gelombang b = jarak yang ditempuh sinar di dalam larutan
persamaan ini dapat ditunjukkan secara logaritma : P
- log T = - log
Po
=a.b 2.5.3 Hukum Beer Beer mengemukakan hukum hubungan antara besarnya transmitansi dan konsentrasi pada tahun 1852. Hukum ini menyatakan bahwa intensitas dari transmitansi sinar oleh larutan menurun secara geometrik (eksponensial). Hal ini dapat dituliskan sebagai : T = a-c Dimana
T = transmitansi a = konstanta karakteristik dari larutan dan panjang gelombang c = konsentrasi
persamaan ini dapat dinyatakan dalam bentuk logaritma sebagai berikut : - log T = - log
P Po
=a.c 2.5.5 Hukum Lambert-Beer Kombinasi Hukum Bouger – Lambert dan Beer dapat digabungkan sehingga diperoleh : It = Io. 10-€.b.c Atau :
Universitas Sumatera Utara
Io Log =
=
€.b.c
It
Sehingga :
A=
Atau dalam keadaan lain dapat dituliskan : A = a.b.c Dimana : A = Absorbansi € = koefisien ekstingsi a = absorbsivitas b = tebal larutan yang dilalui sinar c = konsentrasi (mg/L) atau mol/L Tebal larutan yang dilalui oleh sinar (b) dan konsentrasi (c) adalah faktor yang sangat menentukan bagi harga absorbansi sehingga harus ditunjukkan secara jelas. Apabila konsentrasi dalam prosedur analisa dinyatakan dalam mol/L (molar), maka absorbansi dapat dinyatakan dengan koefisien ekstingsi molar (€). Akan tetapi bila konsentrasi dinyatakan dalam mg/L maka absorbansi dinyatakan dengan absorbsivitas (a) (Kenner&Busch,1979).
2.6 Pestisida Pestisida digunakan petani untuk memberantas hama-hama pengganggu dan mencegah timbulnya tumbuhan baru yang dapat mengganggu tanaman. Sebutan pestisida seakan-akan hanyalah racun untuk membunuh hama dan penyakit tanaman, padahal pengertian pestisida semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk : a. Memberantas dan mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagianbagian tanaman atau hasil pertanian. b. Memberantas tanaman pengganggu c. Mematikan atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman d. Memantikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan e. Memberantas atau mencegah hama-hama air Walaupun demikian, pestisida ini memiliki suatu dampak ekologis yang harus diperhitungkan dalam strategi pengelolaan hama.
Universitas Sumatera Utara
Dampak lingkungan penggunaan pestisida berkaitan dengan sifat dasar terhadap efektivitasnya sebagai pestisida yaitu : 1. Pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk makhluk bukan sasaran, sampai batas tertentu bergantung pada faktor fisiologis dan ekologis 2. Banyak pestisida perlu tahan terhadap degradasi lingkungan sehingga dapat tahan dalam daerah yang diberi perlakuan dan keefektifannya dapat diperkuan. Sifat ini dapat memberikan pengaruh jangka panjang dalam ekosistem alamiah. Menurut fungsinya, pestisida dapat dibagi atas beberapa bagian yaitu : insektisida, herbisida, fungisida, dll. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa mematikan serangga dan nikotin termasuk salah satu jenis insektisida alami (Connel&Miller,1995).
2.6.1 Senyawa Nikotin sebagai Insektisida Senyawa nikotin digunakan sebagai insektisida karena memiliki daya racun yang cukup tinggi. Daya racun yang cukup tinggi itu di sebabkan karena nikotin mempunyai 2 atom N pada struktur cincin heterosikliknya menyebabkan senyawa nikotin dalam reaksinya bersifat basa dan oleh sebab itu dengan asam membentuk garam nikotin bersifat non volatile ( stabil). Hubungan struktur dan aktivitasnya juga mempengaruhi daya racun dari senyawa nikotin, dalam hal ini isomer optik dari strukturnya menunjukkan perbedaan aktivitas. Aktivitas dari senyawa-senyawa tersebut akan hilang dan berkurang bila nitrogen dihilangkan maupun mengalami perubahan posisi. Jadi pengaruh dari nitrogen sangat menentukan aktivitas senyawa nikotin tersebut. Dalam keadaan murni senyawa nikotin mempunyai daya racun yang tinggi jika dibandingkan dengan daya racun insektisida nikotin hidroklorida atau nikotin sulfat. Nikotin sebagai bahan dasar insektisida digunakan dalam bentuk campuran yaitu sebagai larutan dalam air yang mengandung 40% nikotin dan sebagai garam sulfat sehingga dikenal dengan Black Leaf 40. Sebagai insektisida kontak nikotin masuk ke dalam tubuh serangga melalui spirakel dalam sistem trakea. Uap dari nikotin menembus dinding tubuh serangga dan dilarutkan dengan cepat serta menembus jaringan vital dan menyebabkan paralisis terhadap sistem saraf serangga. Walaupun tekanan uap dari nikotin rendah pada temperatur kamar, semua
Universitas Sumatera Utara
nikotin itu dapat aktif bahkan dalam konsentrasi uap yang rendah dapat bersifat insektisida (Siswandono&Soekardjo,1995).
2.6.2 Pengaruh Nikotin terhadap Lingkungan Spesies dan makhluk hidup dalam lingkungan alamiah berbeda sekali dalam kepekaan terhadap pestisida apapun. Perbedaan dalam tanggapan ini berarti bahwa suatu pestisida dapat menghilangkan individu yang rentan dari suatu populasi atau suatu spesies yang rentan dari suatu komunitas makhluk hidup. Nikotin merupakan racun yang bekerja cepat, terutama pada ganglia otonom. Disini nikotin melakukan efeknya mula-mula sebagai stimulan kemudian sebagai depresan, yang mengakibatkan kelumpuhan dan kegagalan fungsi organ penting. Nikotin sangat toksis terhadap mamalia setelah terhirup atau terkena pada kulit karena zat ini mudah terserap dari kulit. Untuk manusia, dosis letal median ( MLD) kira-kira 60 mg dan sebanyak 40 mg menyebabkan gejala-gejala berat. LD –
50
oral untuk tikus sebesar 30 mg/kg untuk bentuk
garam atau bentuk basa (Willian O.F, 1995).
Universitas Sumatera Utara