BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lensa Kontak 2.1.1. Definisi Lensa kontak adalah sejenis plastik yang tipis dan berkurva yang direka untuk dipakai atas permukaan kornea. Lensa kontak akan menempel pada lapisan air mata yang disebabkan oleh tensi permukaan. Lensa kontak adalah salah satu cara yang efektif dan selamat untuk mengoreksi gangguan refraktif selain kaca mata apabila digunakan dengan cara yang betul dan pengawasan yang rapi. Selain untuk mengoreksi kelainan refraksi, kelainan akomodasi, lensa kontak juga digunakan sebagai terapi dan kosmetik. 2.1.2. Jenis-jenis Lensa Kontak: i.
Hard contact lens atau lensa kontak keras
ii.
Soft contact lens atau lensa kontak lunak
iii.
Rigid gas permeable (RGP) lens
Lensa kontak keras adalah jenis lensa yang pertama dikeluarkan pada tahun 1960-an. Ianya diperbuat daripada sejenis plastik yaitu polymethyl methacrylate (PMMA) di mana sangat tahan lama namun tidak membenarkan oksigen dari udara mancapai kornea secara terus. Apabila mata berkedip, lensa akan tergeser sedikit sehingga oksigen menyerap pada lapisan air mata baru mancapai kornea. Lensa kontak keras adalah kurang menyamankan dan sudah jarang digunakan. Namun masih ada yang memakainya atas faktor harga yang lebih murah dan tahan lama. Lensa kontak lunak terbuat dari bahan plastik yang mengandungi air. Air tersebut membuatkan lensa ini lembut dan fleksibel, serta memungkinkan oksigen terus mencapai kornea. Lebih dari 90% pemakai lensa kontak di Amerika Serikat
Universitas Sumatera Utara
menggunakan lensa jenis ini (Ibrahim, 2007). Lensa kontak lunak terdiri dari beberapa jenis: i)
Extended wear contact lens: diperbuat dari bahan yang bertahan selama 24 minggu.
ii)
Daily disposable lenses: walaupun sedikit mahal, namun mempunyai resiko untuk terkena infeksi adalah rendah.
iii)
Toric contact lenses: mengoreksi astigmatism yang sedang. Ianya tersedia dalam kedua bahan yang keras dan lunak.
Lensa kontak RGP lebih aman dan nyaman berbanding lensa kontak keras dan lunak. Ia terbuat dari plastik yang dikombinasikan dengan bahan lain, seperti silikon dan fluoropolimers. Lensa kontak RGP bersifat mudah dilalui oksigen sehingga kornea dapat berfungsi dengan baik. Pada lensa kontak RGP, oksigen bukan hanya didapat pada saat mata berkedip, tapi juga dari udara bebas yang dapat melalui lensa untuk mencapai kornea. Hal ini menyebabkan lensa kontak RGP lebih nyaman dipakai pada waktu yang lama. Sebelum tahun 1979, lensa kontak harus selalu dilepas pada malam hari. Seiring dengan perkembangan teknologi, ditemukanlah lensa kontak yang dapat dipakai lebih lama, artinya tidak harus dilepas saat tidur malam. Saat ini tersedia lensa kontak yang dapat dipakai 7 hari atau bahkan 30 hari berturut-turut tanpa melepasnya. Bentuk lensa kontak juga bermacam-macam, tergantung pada gangguan penglihatan yang ingin diperbaiki. Beberapa bentuk lensa kontak antara lain adalah : i.
Lensa kontak sferis, berbentuk bundar, digunakan untuk penderita miopia (rabun dekat) atau hiperopia (rabun jauh).
ii.
Lensa kontak bifokal, lensa kontak yang digunakan untuk melihat dekat sekaligus untuk melihat (mirip dengan cara kerja kacamata bifokal). Lensa ini biasanya digunakan untuk
memperbaiki presbiopia,
yaitu
gangguan
penglihatan akibat usia tua.
Universitas Sumatera Utara
iii.
Lensa ortokeratologi, yaitu lensa yang didisain untuk memperbaiki bentuk kornea. Digunakan hanya di malam hari.
2.2. Masalah yang Berkaitan dengan Pemakaian Lensa Kontak Masalah yang ditimbulkan dengan pemakaian lensa kontak tergantung pada beberapa faktor, seperti bahan lensa, modalitas pemakaian, kebersihan lensa, jenis cairan pencuci lensa, tingkat kerelaan pengguna lensa pada pemakaian lensa dan rutin pencuciannya, pemakaian lensa yang berlamaan, tidur tanpa melepaskan lensa, frekuensi penukaran lensa dan kebersihan tempat penyimpanan lensa. Lensa kontak merusak integritas epitel kornea dangan 2 cara: secara langsung, fittingrelated abrasions (Martinez, 1985) dan secara tidak langsung, dengan mengubah fisiologis yang normal dan aktivitas metabolik seluler (Liesegang, 2002).
2.2.1. Trauma yang diinduksi oleh lensa kontak
i. Efek Trauma Lensa Secara Langsung Tight junction yang terdapat di epitel kornea, menjadi pembatas terhadap invasi mikroba patogen. Pemakaian lensa kontak bisa menyebabkan abrasi minor di kornea, di mana menjadi permulaan terhadap infeksi mikroba. Martinez (1985) berpendapat trauma kornea adalah faktor yang paling berperan pada permulaan infeksi Acanthamoeba, berbanding dari faktor imunospresi. Namun begitu, manurut Sharma
(1999),
menjumpai
tiada
perbedaan
antara
kebolehan
perlekatan
Acanthamoeba di epithel kornea pada pemakai lensa kontak yang asimptomatik mahupun yang tidak memakai lensa kontak.
ii. Efek Trauma Lensa Secara Tidak Langsung
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian lensa kontak selalunya dikaitkan dengan hipoksia dan hiperkapnia pada epitel kornea, terutamanya tidur tanpa membuka lensa. Akumulasi karbon dioksida mengubah jalur metabolik yang normal, di mana mengubah struktur mikro di setiap lapisan kornea, seperti mikrokista epitel, penurunan penyimpanan glikogen epitel, akumulasi asam laktat, asidosis di kornea, oedem epitel, penurunan kadar mitosis sehingaa mengakibatkan penipisan sel epitel sentral, hipoasthesia kornea, abrasi mikroskopik, perlepasan sel epitel dan akhirnya menyebabkan ulserasi kornea. Selain itu, perubahan kestabilan dan ketebalan lapisan air mata juga telah di jumpai (Tutt, 2000). Gangguan-gangguan tersebut dapat menggangu mekanisma proteksi okular sehingga terpajan dengan invasi miroba patogen.
2.2.2 Bahan Lensa Kontak, Ionicity, dan Kandungan Air. Bahan dari beberapa pabrik bisa mempengaruhi kemampuan lensa kontak sebagai mechanical host dan membenarkan perlekatan dan pemindahan mikroba ke permukaan kornea. Insidens infeksi Acanthamoeba adalah lebih rendah pada lensa kontak RGP berbanding lensa kontak lunak. Insidens keratitis Acanthamoeba yang rendah ini dijumpai di Belanda di mana sebahagian besar masyarakat Dutch yang memakai lensa kontak jenis RGP (Cheng, 1999). Kilvingston (1990) menunjukkan perlekatan kista Acanthamoeba hanya terjadi pada lensa kontak lunak dan tidak berlaku pada lensa RGP. Namun begitu, perlekatan trofozoit yang signifikan dijumpai pada kasus pemakaian lensa RGP dengan afinitas yang lebih tinggi pada lensa RGP yang terbuat dari bahan silicone acrylate berbanding yang terbuat dari bahan fluoropolymer.(Cohen, 1990). Perlekatan Acanthamoeba yang banyak bergantung pada keadaan yang lebih ionik dan kandungan air yang tinggi menjelaskan kenapa dijumpai perlekatannya lebih tinggi pada pemakaian disposable lens dan extended wear lens berbanding lensa RGP. (Simmonsl, 1996)
2.2.3. Durasi Pemaparan dan Konsentrasi Mikroba
Universitas Sumatera Utara
Kista dan trofozoit Acanthamoeba menunjukkan perlengketan yang segera pada lensa kontak yaitu dalam masa 10 saat setelah pemaparan. (Sharma, 1995). Perlengketan Acanthamoeba pada permukaan lensa meningkat mendadak dengan tempoh pemaparan yang lama dan peningkatan konsentrasi inokulasi mikroba. Kandungan air yang tinggi pada pemakaian lensa kontak pakai buang membantu pengumpulan Acanthamoeba yang lebih banyak padanya dengan menambah masa pemaparan yang cukup lama. (Kelly, 1995). Namun begitu, Sharma (1995) tidak menjumpai sebarang perbedaan pada perlengketan Acanthamoeba pada jenis lensa kontak yang berlainan dengan tempoh pemaparan yang lama. 2.2.4. Deposit Pada Permukaan Lensa. Perlekatan tropozoit dan kista pada lensa kontak dipengaruhi oleh deposit protein di permukaan lensa. Deposit protein di permukaan lensa meningkatkan perlekatan bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa (Butrus, 1990). Deposit lipid dan protein pada permukaan lensa dimediasi oleh struktur kimia dari bahan lensa dan kandungan airnya. Kandungan air yang tinggi dan bahan ionik bagi sesetengah lensa pakai buang membenarkan deposit protein yang lebih tinggi, Fakta ini menerangkan afiniti mikroba patogen seperti Acanthamoeba yang lebih tinggi pada lensa yang telah dipakai berbanding dengan yang masih belum dipakai. Jones (2003) melaporkan endapan lisozim pada kadar yang rendah dan lipid pada kadar yang tinggi yang signifikan pada lensa kontak silikon hidrogel dibandingkan dengan bahan lensa kontak yang lebih berionik. Enzim serine substilin A yang digunakan untuk menyingkirkan protein dijumpai tiada efek cysticidal walaupun setelah terpapar selama 24 jam (Hughes, 2001). Namun, ianya bisa menurunkan bilangan protozoa yang melengket di permukaan lensa setalah dilakukan penyingkiran protein.
2.2.5. Penjagaan Lensa Kontak Secara Mekanikal. Beberapa studi menunjukkan rutin pencucian lensa yang rapi dan bagus dapat menurunkan perlekatan tropozoit dan kista pada permukaan lensa (Sehgal, 2002)
Universitas Sumatera Utara
walaupun ada studi berpendapat cara pencucian tidak memberi afek apapun terhadap perlekatan mikroba (John, 1991). Membilas, mengelap dan menggosok lensa kontak dengan solusi disenfektan lebih baik dari hanya merendam kerana dapat menghindar dan menurunkan perlekatan mikroba pathogen (Niszl, 1996). Studi terbaru menunjukkan penggunan solusi lensa kontak serbaguna pada rutin pencucian secara manual dengan menggosoknya lebih efektif untuk melepaskan lekatan deposit yang longgar dan mikroba patogen dari lensa lunak berbanding dengan hanya membilasnya sahaja. (Cho, 2009).
2.3. Masalah yang Ditimbulkan oleh Pemakai Lensa Kontak
2.3.1 Pemakaian Lensa Kontak yang Berpanjangan Masalah yang berkaitan dengan pemakaian lensa di kornea yang berlamaan bisa terjadi dalam jangka masa panjang pada apapun jenis lensa kontak termasuk yang di desain khas untuk .pemakaian yang lama. Masalah pemakaian yang berlamaan ini dipengaruhi oleh kadar transmisi dan permeabilitas oksigen melalui bahan lensa, jenis lensa, ketebalan lensa, rutin penggantian lensa, pemakaian lensa pakai buang secara berulang, dan tidur malam tanpa melepaskan lensa. Insidens keratitis mikroba dilaporkan lebih rendah pada penggunaan lensa silikon hidrogel dengan permeabilitas terhadap oksigen yang tinggi berbanding lensa lunak yang mempunyai permeabilitas oksigen yang rendah dan digunakan untuk pemakaian yang lama (Holden, 2003). Namun begitu, terkadang ada juga masalah patologis yang dijumpai seperti infiltrasi kornea difus, lesi epitel arcuate superior, konjungtivitis papilla, erosi kornea, penipisian kornea sentral, dan penebalan epitel konjuntiva yang disebabkan oleh percepatan metaplasia yang dijumpai pada pemakaian lensa silikon hidrogel dengan permeabilitas oksigen yang tinggi yang berlamaan . resiko keratitis bakteri yang signifikan tinggi dan insidens komplikasi yang cukup besar seperti neovaskularisasi limbus dan oedema kornea dijumpai pada pengguna yang memakai lensa kontak lebih dari 12 jam setiap hari (Rapkin, 1988).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Tidur Malam Tanpa Melepaskan Lensa Kontak Kornea mendapatkan oksigen secara langsung dari udara apabila kelopak mata terbuka dan dari pembuluh darah di sekitarnya apabila kelopak mata tertutup. Rekaan lensa kontak lunak dan keras yang terbaru didesain sehingga membenarkan penyerapan oksigen pada kornea pada kadar yang mirip pada kondisi kelopak mata terbuka mahupun tertutup (Weissman, 2003). Namun, hipoksia kornea, infiltrasi subepitel, perubahan pada kurvasi kornea, dan pelbagai reaksi inflamasi dilaporkan pada pemakaian lensa kontak pada ketika siklus tidur yang multipel. Masalah yang berkaitan dengan pemakaian lensa kontak saat tidur dan resiko keratitis ulseratif dijumpai tergantung pada jenis lensa yang dipakai. Overnight wear dengan memakai lensa RGP telah dihubungkan dengan hipoksia kornea tingkat lebih tinggi dan oedema epitel, dibandingkan dengan lensa kontak lunak (Lin, 2002). Schein (1994) menyatakan resiko tinggi menyebabkan keratitis mikroba terutama disebabkan oleh pemakaian lensa yang berlamaan sehingga tidur malam tanpa melepaskannya berbanding kurangnya higine lensa. Hipoksia kornea menyebabkan perubahan seperti oedema epitel dan mikrokista tidak dapat dikenal pasti di kalangan overnight wearers dengan tiada perubahan yang signifikan pada kemerahan limbus antara mereka dan bukan pengguna lensa.
2.3.3. Cara Pemakaian Lensa Kontak yang Tidak Teratur Kepatuhan pengguna lensa kontak untuk menuruti cara penjagaan lensa yang betul setelah direkomendasi adalah perlu untuk mengurangkan resiko terkena infeksi mata yang serius. Berenang, menyelam, mandi atau mencuci muka tanpa melepaskan lensa kontak bisa menyebabkan keratitis Acanthamoeba. Peningkatan resiko keratitis Acanthamoeba sebanyak 50 kali lipat pada pengguna lensa kontak pakai buang, kurangnya disenfektan, dan penggunaan chlorine-based solution (Seal, 1999). Bagi mencegah penggunaan cairan yang tidak steril secara persisten pada pengguna lensa yang tidak patuh, Moore (1990) merekomendasi supaya memanaskan cairan
Universitas Sumatera Utara
disenfektan lensa antara 70°C dan 80°C selama 10 menit dan gunakan hidrogen peroksida 5% selama 2-3 jam, 0,001% thimerosal bersama esetat selama 4 jam, 0,005% benzalkonium klorida bersama estatat selama 4 jam, 0,001 chlorhexidine selama 4 jam atau 0,004 chlorhexidine selama 1 jam. Kepatuhan pengguna lensa kontak lebih tercapai dengan pengenalan cairan serbaguna. Cairan serbaguna berfungsi sebagai cairan tunggal yang dapat digunakan untuk pencucian, disenfektan, dan tempat penyimpanan lensa. Cairan serbaguna memberi proteksi antimikroba yang poten dengan kesan toksik dan alergik yang rendah. Lensa kontak lama bisa mengkolonisasi lebih banyak bakteri yang disebabkan oleh robekan setelah pemakaian. Daily disposable lense hanya bisa digunakan untuk sekali pemakaian sahaja, di mana set baru yang steril dibuka pada waktu pagi dan terus dibuang menjelang malam. Untuk tujuan higine, daily disposable lense direkomendasi untuk pengguna lensa yang memiliki resiko untuk terkena infeksi yang tinggi seperti tenaga kerja di rumah sakit. Dart (2008) menyatakan kehilangan penglihatan kurang terjadi pada pengguna disposable lenses berbanding pengguna reusable soft lens walaupun tiada penurunan yang signifikan pada resiko keratitis mikroba pada pengguna daily disposable dan lensa silikon hidrogel. Radford (1995) menyatakan kurangnya kesadaran penjagaan daily disposable lens menyebabkan resiko untuk terkena infeksi adalah tinggi.
2.4. Teknik Pemakaian Lensa Kontak yang Aman Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemakai lensa kontak (Chang, 2006, Tajunisah, 2008 dalam Amy, 2006): i.
Selalu cuci tangan sebelum menyentuh lensa kontak.
ii.
Cuci dan disenfeksi lensa kontak setiap kali setelah pemakaian.
iii.
Tempat penyimpanan lensa kontak dicuci dan dibiarkan kering setiap hari. Seminggu sekali, tempat lensa kontak didisinfeksi dengan air mendidih. Gantilah tempat penyimpanan lensa kontak secara teratur.
Universitas Sumatera Utara
iv.
Ikutilah petunjuk perawatan lensa kontak yang diberikan oleh dokter mata anda.
v.
Buanglah cairan yang telah dipakai dengan segera, janganlah digunakan untuk kedua kalinya.
vi.
Janganlah menggunakan cairan saline yang dibuat sendiri.
vii.
Jangan menyimpan lensa kontak dalam cairan yang tidak steril sperti air keran atau air distilasi.
viii. ix.
Jangan memakai lensa kontak yang rusak atau sudah lama. Periksalah mata anda secara teratur (minimal setahun sekali).
2.5. Komplikasi Lensa Kontak Perubahan fisiologis terjadi pada kornea setelah pemakaian lensa kontak. Antaranya adalah kerusakan epitel, stroma, dan endotel serta gangguan pada permukaan okular. Komplikasi yang muncul bisa dari ringan sehingga ke parah. Beberapa gejala awal yang sering dijumpai adalah red eye, tight lens syndrome, hipoksia dan keratitis mikroba. Gangguan-gangguan ini biasanya disebabkan oleh penjagaan lensa kontak yang jelek. Red eye adalah merupakan, infiltrat pada kornea dan menyebabkan acute red eye. Antara simptomnya adalah ketidaknyamanan dan sensasi benda asing. Perawatannya selalu hanya mengurangi pemakaian lensa kontak sehingga sembuh secara total dalam masa 2 minggu. Selalunya tiada pengobatan yang dipreskripsi. Tight lens syndrome terjadi apabila lensa kontak telah kering dan tidak melekap pada kornea dengan sebaiknya sehingga menekan kuat kornea. Lensa tidak lagi akan tergeser apabila mata berkedip sehingga menurunkan kadar oksigen yang dapat diambil pada kornea. Gejala yang muncul adalah iritasi, nyeri, pandangan yang kabur, dan fotofobia. Antibiotik topikal dan steroid serta agen siklopedik akan dipreskripsi. Edema kronik selalu berhubungan dengan penggunaan extended wear contact lens. Pada kasus ini munculnya mikrokista epitel, peningkatan ketebalan stroma dan
Universitas Sumatera Utara
neovaskularisasi. Simptom dari edema kronik adalah lebih ringan berbanding edema akut kerana tiada keluhan nyeri dan gangguan penglihatan yang terjadi adalah minimal.
2.6. Keratitis 2.6.1. Definisi Keratitis Keratitis adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang menyelimuti bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea. (Kaiser, 2005)
2.6.2. Etiologi Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkan keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex, tipe I. Selain itu penyebab lain adalah, kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik.
Tabel 2.1: Mikroorganisma patogen keratitis ________________________________________________________________ Virus
Herpes Simles Virus Adenoviruses Varicella Zoster Virus
Universitas Sumatera Utara
________________________________________________________________ Bakteri
Staphylococcus spp. Sreptococcus spp. Neisseria Gonorrhea Enterobacteriaceaae Pseudomonas spp Bacillus spp. Mycobacterium spp. Chlymydia Trochomatis Treponema Pallidum
________________________________________________________________ Jamur
Candida spp. Aspergillus spp. Fusarium Scalani
________________________________________________________________ Protozoa
Acanthamoeba spp.
(Kaiser , Medical Microbiology,Thieme. 2005)
2.6.3. Patofisiologi Gangguan dari epitel kornea utuh dan atau lapisan air mata yang abnormal memudahkan mikroorganisma masuk ke dalam stroma kornea, di mana mereka dapat berkembang biak dan menyebabkan ulserasi. Faktor virulensi dapat memulai invasi mikroba, atau molekul efektor sekunder dapat membantu proses infeksi. Banyak bakteri mengeluarkan beberapa adhesins pada struktur fimbriated dan nonfimbriated yang mungkin membantu dalam perlekatan mereka di sel kornea. Selama tahap awal, epitel dan stroma yang sudah rusak oleh infeksi akan membengkak dan mengalami nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) pada awalnya mengelilingi ulkus dan penyebab nekrosis lamellae stroma.
Universitas Sumatera Utara
Difusi
produk
inflamasi
(termasuk
sitokin)
posterior
memunculkan
pencurahan sel inflamasi ke ruang anterior sehingga menghasilkan hipopion. Toksin bakteri yang berbeda-beda dan enzim (termasuk elastase dan protease basa) dapat diproduksi selama infeksi kornea, membantu perusakan zat kornea. Kelompok umum yang paling bertanggung jawab untuk keratitis bakteri adalah sebagai
berikut:
Streptococcus,
Pseudomonas,
Enterobacteriaceae
(termasuk
Klebsiella, Enterobacter, Serratia, dan Proteus),dan spesis Staphylococcus. Infeksi yang diinduksi oleh lensa kontak sering ditemui berkaitan dengan Pseudomonas aeruginosa. Keratitis Pseudomonas aeruginosa bisa menyebabkan perforasi kornea sehingga kehilangan penglihatan. Sumber utama infeksi bakteri adalah cara pembersihan lensa kontak yang jelek higine yang rendah. Jenis infeksi yang diinduksi oleh lensa kontak yang lain adalah infiltrat kornea steril, keratitis acanthamoeba, dan keratitis jamur. Infiltrat kornea steril terjadi pada pengguna lensa kontak yang sensitip pada bahan preservatif yang digunakan dalam cairan lensa kontak. Antara simptomnya adalah kepedihan, kegatalan, nyeri dan sekret. Keratitis Acanathamoeba dijumpai terutamanya pada pemakai lensa kontak yang memakai lensa kontak lunak setiap hari dan membuat solusi saline sendiri. Ianya ditemukan juga pada orang yang berenang tanpa melepaskan lensa kontak. Ini kerana Acanthamoeba ialah protozoa patogen yang terdapat di air yang tercemar, tanah, debu dan udara. Keratitis jamur sering muncul pada lensa kontak hidrogel dengan kandungan air yang tinggi pada lingkungan yang lembap. Gambarannya adalah seperti infiltrat abu-abu pada bagian superfisial dan dihubungkan dengan lesi satelit dan inflamasi. Sampai dengan 20% dari kasus keratitis jamur (terutama kandidiasis) yang parah dan disertai dengan koinfeksi bakteri (Lopez, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Mortalitas / Morbiditas Dalam kasus peradangan yang parah, ulkus dalam dan abses stroma dapat bersatu, mengakibatkan penipisan kornea dan peluruhan stroma terinfeksi. Proses ini mungkin membuat beberapa komplikasi berikut: Leukoma kornea: pembentukan jaringan parut dengan kehadiran vaskularisasi
i.
kornea mungkin merupakan manifestasi akhir dari suatu keratitis bakteri. Leukoma kornea yang dihasilkan mungkin memerlukan operasi kornea untuk rehabilitasi visual, tergantung pada lokasi dan kedalaman keterlibatan stroma (termasuk keratektomi fototerapeurik atau penetrasi keratoplasti ). Perforasi kornea: Ini adalah salah satu komplikasi yang paling ditakuti dari
ii.
keratitis bakteri yang dapat mengakibatkan endophthalmitis sekunder dan kemungkinan kehilangan mata. Menurut World Health Organization (WHO), kelainan kornea adalah penyebab major kebutaan, menduduki tempat kedua setelah katarak (Lopez, 2010).
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Tindakan pemakaian lensa kontak
Kemungkinan resiko terjadinya
Universitas Sumatera Utara