BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Defenisi Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberikan respon / jawaban di dalam acara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada saat akan berpengaruh atau kecendrungan untuk memberi respon ( Salometo, 2003 ). Toilet training adalah kontrol valunter sfingter anal dan uretra terkadang di capai kira-kira setelah anak berjalan, mungkin antara usia 18 dan 24 bulan. Namun di perlukan faktor psikologis kompleks untuk kesiapan.Anak harus mampu mengenali urgensi untuk mengeluarkan dan menahan eliminasi serta mampu mengomunikasikan sensasi ini kepada orang tua. Selain itu, mungkin ada berbagai motivasi yang penting untuk memuaskan orang tua dengan menahan, dari pada memuaskan diri dengan mengeluarkan eliminasi ( Wong, 2009 ) 2.1.2. Tingkat kesiapan toilet training. Tingkat kesiapan toilet training pada anak ada 2 yaitu, kesiapan fisik, mental dan psikologis, dengan penjelasan yaitu: kesiapan fisik, dimana kesiapan ini biasanya pada usia 18 sampai 24 bulan, mampu tidak mengompol selama 2 jam, jumlah popok yang basah berkurang, tidak mengompol selama tidur siang
7
Universitas Sumatera Utara
8
defekasi teratur, dimana motorik kasar yaitu duduk, berjalan, dan berjongkok, sedangkan motorik halus yaitu membuka pakaian, Ksesiapan mental dimana kesiapan ini mengenai urgensi defekasi atau berkemih, keterampilan komunikasi verbal atau nonverbal untuk menunjukkan saat basah atau memiliki urgensi defekasi atau berkemih, keterampilan koknitif untuk menirukan perilaku yang tepat dan mengikuti perintah. Kesiapan psikologis mengespresikan keinginan untuk menyenangkan orang tua mampu duduk di toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa bergoyang atau terjatuh, keingintahuan mengenai kebiasaan toilet orang dewasa atau kakak. Ketidak sabaran akibat popok yang kotor oleh feses atau basah ingin untuk segera di ganti. ( Wong 2009) 2.1.3 Cara toilet training pada anak Cara latihan toilet training pada anak toddler merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang tua anak, mengingat dengan latihan itu di harapkan anak mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan sehinga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai tumbuh kembang anak. Banyak cara yang di lakaukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan buang air kecil, di antaranya: Teknik lisan, merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada anak dengan kata – kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan buang air besar. Cara ini kadang – kadang merupakan hal biasa yang di lakukan
Universitas Sumatera Utara
9
pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil atau buang air besar dimana dengan lisan ini persiapan psikologis pada anak akan matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar. Sedangakan teknik yang kedua yaitu teknik modeling merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar dengan cara meniru untuk buang air
besar atau memberikan contoh. Cara ini juga dapat di lakukan dengan
memberikan contoh –contoh buang air besar dan buang air kecil atau membiasakan buang air kecil dan besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah apaila contoh yang di berikan salah sehingga akan dapat di perlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan yang salah (Wong 2009) 2.1.4 Tanda yang menunjukkan anak siap untuk melakukan toilet training. Tanda anak siap untuk melakukan toilet training ada 5 yaitu: jika celana atau popok anak bisa tetap kering hingga beberapa jam dalam sehari, jika anak menunjukkan keterkaitan saat kita, ayahnya, atau kakaknya menggunakan toilet, jika anak mempunyai kebiasaan buang air kecil dan buang air besar secara teratur dalam waktu tertentu, misalnya pada waktu pagi,
jika anak bisa
menunjukkan tanda – tanda ingin buang air besar atau buang air kecil, misalnya perut yang berbunyi dan sebagainya,tanda yang kelima jika anak memberikan pada ibu saat popoknya basah ( Sudilarsih F, 2010 ).
Universitas Sumatera Utara
10
Namun, adakalanya orang tua
harus menunggu waktu yang tepat untuk
mengajarkan anak untuk Toilet Training. Jagan memaksakan anak bertoilet training jika anak sedang dalam tertekan atau stres, seperti pada keadaan tersebut yaitu kehadiran adik bayi baru dalam keluarga, pola pengasuhan baru dari kita, kita atau baby sister nya,baru saja pindah dari bayinya ke tempat tidur, saat pindah rumah, ada masalah dalam keluarga, saat ada anggota keluarga yang sakit (Sudilarsih F, 2010) 2.1.5 Program stimulasi dalam toilet training Menurut Wong (2009 ) program stimulasi toilet training usia mulai 1-2,5 tahun sampai usia 3,5-4 tahun yaitu: Usia anak 1 – 2,5 tahun , perilaku anak yaitu, mampu untuk duduk, jalan dan berdiri, bisa jalan maju dan mundur, menaiki kursi, menahan buang air kecil sampai 2 jam, mampu menyatakan keinginan untuk berkemih, kegiatan orang tua yaitu, kaji perilaku dan aspek psikologis yang menunjukkan kesiapan anak dalam toilet training, ajarkan pada anak untuk buang air kecil
pada waktu yang rutin (pada saat bangun, setelah makan,
sebelum tidur), dampingi anak pada saat di toilet, mulai belajarkan anak untuk memakai celana, jangan lagi menggunakan pampers, pergunakan kata-kata konsisten yang menandakan keinginan untuk berkemih, berikan pujian bila anak berhasil dalam toilet training, hindari pemberian hukuman atau pemaksaan. Anak usia 3 tahun, perilaku anak, hilangnya kebiasaan mengompol, mampu duduk sendiri atau jongkok di toilet. Kegiatan orang tua yaitu, ajarkan kepada anak untuk berkemih sebelum tiur, jangan berikan minuman yang
Universitas Sumatera Utara
11
berlebihan sebelum tidur, ajarkan kebiasaan untuk menggunakan toilet di banding menggunakan “potty chair”. Anak usia 3 – 3,5 tahun, perilaku anak, mampu berkemih sambil berdiri (pada laki-laki), mampu mencuci tangan sendiri. Kegiatan orang tua, ajarkan pada anak laki-laki untuk berkemih sambil berdiri terutama oleh ayahnya, ajarkan kebersihan diri sesudah berkemih. Anak usia 3,5 – 4 tahun, perilaku anak, berusaha untuk cebok sendiri walaupun gagal, mampu utuk memakai atau melepas baju sendiri, mampu mengguyur toilet setelah digunakan, mampu menjaga kebersihan diri dalam berkemih, kegiatan orang tua, tawarkan untuk menggunakan tissue atau dicebok setelah berkemih, ajarkan cara mencebok yang benar, gunakan baju yang mudah dipakai
dan
dilepaskan,
ingatkan
untuk
mengguyur
toilet
setelah
digunakan,berikan kebebasan untuk membersihkan dirinya setelah berkemih. 2.1.6. Cara bagi ibu untuk melatih anak melakukan toilet training. Cara bagi ibu untuk melatih anak melakukan toilet training ,ada beberapa
cara
bagi ibu untuk melatih anak toilet training yaitu: Tetaplah
berpikir positif pada si kecil. Jadikan acara ganti popok menjadi saat yang menyenangkan, berikan pujian pada saat si kecil saat si kecil bisa menahan pipis atau buang air besarnya hingga ke toilet. Jangan terburu – buru,tidak ada salah nya memulainya agak telat, justru semakin besar usianyaanak semakin mudah di ajarkan menggunakan toilet. Belajar menggunakan toilet sama seperti kemampuan laiannya yang sedang di pelajari si kecil. Jadi, wajar jika anak beberapa kali gagal terlebih
Universitas Sumatera Utara
13
dahulu sebelum akhirnya berhasil.pakaian yang mudah di buka, agar pada saat waktunya buang air kecil anak mudah membuka sendiri bajunya. Jangan memaksakan anak untuk duduk di toilet, karena sikap memaksakan justru akan membuat mereka kesal dan tidak akan membuatnya belajar lebih cepat. Ajaklah anak saat memilih toilet tnya.Beberapa anak takut mendengar suara toilet flusbing atau tidak suka melihat pup nya di flusbhing. Toilet training untuk malam hari lebih sulit di bandingkan siang hari. Usahakan untuk tidak marah saat anak sesekali masik mengompol Berilah kepercyaan pada anak bahwa lain waktu pasti bisa melakukannya ( sudiralsih F,2010) 2.1.5 Dampak Toilet raining Dampak toilet training adalah seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anak nya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentive dimana anak cenderung bersifat keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat di lakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air kecil atau besar, atau melarang anak saat berpergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara – gar, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari – hari (Wong, 2009).
Universitas Sumatera Utara
14
2.2 Usia Toddler 2.2.1. Defenisi Toddler adalah periode usia 12 sampai 36 bulan. Masa ini merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak berusia mencari tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana cara mengontrol orang lain melalui prilaku temper tantrum, negativism,dan keras kepala. Meskipun bisa menjadi saat yang sangat menantang bagi orang tua dan anak karena masing – masing belajar untuk mengetahui satu sama lain dengan lebih baik, masa ini merupakan periode yang sangat penting untuk pencapaian perkembangan dan pertumbuhan intelektual (Wong, 2009). 2.2.2 Perkembangan dan pertumbuhan pada usia tiddler yaitu: Perkembangan dan pertumbuhan pada usia
toddler ada 9 yaitu:
Perkembangan biologis, perkembangan motorik kasar dan halus, perkembangan psikososial, perkembangan rasa autonomi, perkembangan kognitif, spiritual, citra tubuh, seksualitas, dan peerkembangan sosial dengan penjelasannya yaitu: Perkembangan biologis ,pertumbuhan melambat selama masa toddler. Ratarata pertambahan berat badan adalah 1,8 sampai 2,7 kg per tahun, berat rata- rata usia 2 tahun adalah 12 kg. berat badan menjadi empat kali berat badan baru lahir pada usia 2 setengah tahun. Perkembangan motorik kasar dan halus, keterampilan motorik kasar mayor selama masa toddler adalah perkembangan lokomosi. Antara usia 2- 3 tahun
Universitas Sumatera Utara
15
posisi tegak dengan dua kaki menunjukkan peningkatan koordinasi dan keseimbangan. Perkembangan psikososial dimana Toddler di hadapkan pada penguasaan beberapa tugas penting.Apabila kebutuhan untuk membentuk dasar kepercayaan telah terpuaskan, mereka siap meninggalkan ketergantungan memiliki kontrol, mandiri dan anatomi. Perkembangan ras autonomi, Menurut erikson, tugas perkembangan pada masa toddler adalah menguasai sensasi autonomi sementara mengatasi sensasi ragu dan malu. Perkembangan kognitif, Periode 12 sampai 24 bulan adalah kelanjutan dari dua tahap akhir fase sensori motor. Selama masa ini proses kognitif berkembang cepat terkadang tampak mirip dengan pemikiran orang dewasa. perkembangan spiritual dimana Toddler hanya memiliki ide yang samar tentang tuhan dan pelajaran agama karena proses kognitif mereka yang masih belum matang. Namun, rutinitas seperti mengucapkan doa sebelum makan atau tidur bisa sangat penting dan menenangkan. Perkembangan citra tubuh dimana menjelaskan tentang Perkembangan citra tubuh hampir beriringan dengan perkembangan kognitif.Dengan meningkatnya motorik, toddler mulai mengenali kegunaan bagian tubuh dan secara bertahap mempelajari namanya. Perkembangan seksualitas, tepat ketika toddler mengesplorasi lingkungan, mereka juga mengesplorasi tubuh dan menemukan bahwa menyentuh beberapa
Universitas Sumatera Utara
16
bagian tubuhnya dan menemukan bahwa menyentuh beberapa bagian tubuh tertentu terasa nikmat. Sedangkan perkembangan yang terakhir yaitu menyatakan tentang 12 Perkembangan sosial dimana Tugas mayor periode toddler adalah diferensiasi
diri dan orang lain, terutama ibu. Proses diferensiasi terdiri dari dua fase yaitu: perpisahan, kemunculan anak dari kesatuan simbosis ibunya, dan individualisasi, pencapaian tersebut yang menandai asumsi anak mengenai karakteristik individual mereka di dalam lingkungan (Wong, 2009).
Universitas Sumatera Utara