5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIV-AIDS 2.1.1. Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus),
yaitu sejenis
virus
yang
menyebabkan AIDS.HIV menyerang sel CD4 yaitu salah satu jenis sel darah putih dalam tubuh.Dengan semakin sedikitnya sel CD4, kemampuan sistem kekebalan yang melindungi tubuh dari infeksi juga semakin rendah (Spritia, 2009). AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik (Budimulja dan Daili, 2008).
2.1.2.Etiologi AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV. Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (National Institute of Health, USA 1984) menemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetik maupun antigenik. HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan dengan HIV-1 (Duarsa, 2011). HIV adalah retrovirus yang mampu mengkode enzim khusus, reverse transcriptase, yang memungkinkan DNA ditranskripsikan dari RNA. Sehingga HIV dapat menggandakan gen mereka sendiri, sebagai DNA, di dalam sel inang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
(hospes) seperti limfosit helper CD4. DNA virus bergabung dengan gen limfosit dan hal ini adalah dasar dari infeksi kronis HIV. Penggabungan gen virus HIV pada sel inang ini merupakan rintangan berat untuk pengembangan antivirus terhadap HIV. Bervariasinya gen HIV dan kegagalan manusia (sebagai hospes) untuk
mengeluarkan
antibodi
terhadap
virus
menyebabkan
sulitnya
pengembangan vaksinasi yang efektif terhadap HIV (Murtiastutik, 2008).
2.1.3.Patogenesis HIV masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan sekret vagina.HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA. Bilamana virus masuk ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcyptase yang dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. HIV cenderung menyerang sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag.Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 kemudian mengadakan replikasi menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. HIV juga mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur replikasi maupun pertumbuhan virus yang baru. Salah satu gen tersebut ialah tat yang dapat mempercepat replikasi virus sedemikian hebatnya sehingga terjadi penghancuran limfosit T4 secara besar-besaran yang akhirnya menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh (Duarsa, 2011).
2.1.4. Tanda dan Gejala Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun, dapat terlihat sehat dari luar dan biasanya tidak mengetahui bahwa dirinya sudah terinfeksi HIV.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Gejala awal infeksi HIV sama dengan gejala serangan penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti: demam tinggi, malaise, flu, radang tenggorokan, sakit kepala, nyeri perut, pegal-pegal, sangat lelah dan terasa meriang. Setelah beberapa hari sampai sekitar dua minggu kemudian gejalanya hilang dan masuk ke fase laten (fase tenang disebut juga fase inkubasi). Beberapa tahun sampai sepuluh tahun kemudian baru muncul tanda dan gejala sebagai penderita AIDS (Miedzinski, 1992). Tanda dan gejala AIDS yang utama diantaranya: diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih dari 1 minggu, berat badan menurun drastis, dan demam tinggi lebih dari 1 bulan. AIDS juga memiliki gejala tambahan berupa infeksi yang tidak kunjung sembuh pada mulut dan kerongkongan; kelainan kulit dan iritasi (gatal); pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuh seperti di bawah telinga, leher, ketiak, lipat paha; pucat dan lemah; gusi sering berdarah; depresi; hilang daya ingat; dan berkeringat waktu malam hari (National Institute of Health, 2009).
2.1.5. Penularan Infeksi HIV Menurut Nettleman (2013), proses penularan HIV bisa terjadi dengan beberapa cara : 1. Melalui hubungan seksual yang tidak aman dengan seseorang yang terinfeksi HIV. 2. Melalui jarum suntik yang terkontaminasi dengan cairan dari orang yang terinfeksi HIV. 3. Penularan dari ibu yang menderita HIV ke anaknya sewaktu kehamilan, persalinan, maupun menyusui. Ibu yang terinfeksi HIV juga menghasilkan air susu ibu (ASI) yang mengandung virus HIV yang dapat menginfeksi bayi. Ibu yang telah menderita HIV sebelum atau selama kehamilan mempunyai resiko untuk menginfeksi bayi melalui pemberian ASI sekitar 15%.Jika ibu menderita HIV setelah melahirkan, maka ibu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
mempunyai resiko untuk menginfeksi bayi melalui pemberian ASI sekitar 29% (WHO, 2007). 4. Mendapat transfusi darah yang telah terkontaminasi HIV. 5. Melalui transplantasi organ atau jaringan dari penderita HIV.
HIV tidak dapat ditularkan melalui cairan tubuh lainnya seperti air liur, air mata. HIV juga tidak dapat ditularkan hanya dengan berjabat tangan, pelukan, ciuman di bibir, kontak sosial sehari-hari sewaktu kerja, di sekolah , atau dimanapun, air atau udara misalnya bersin, batuk, berenang di kolam bersama penderita HIV, barang-barang seperti handuk, pakaian, sabun dan serangga seperti gigitan nyamuk atau serangga lainnya (PubMed Health, 2012).
2.1.6. Pencegahan Penularan HIV/AIDS Pencegahan HIV/AIDS berdasarkan PubMed Health (2012) dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut: 1. Pencegahan dalam hubungan seksual dapat dilakukan dengan mengadakan hubungan seksual dengan jumlah pasangan yang terbatas, memilih pasangan seksual yang mempunyai risiko rendah terhadap infeksi HIV, dan mempraktikkan seks yang aman yakni menggunakan kondom secara tepat dan konsisten selama melakukan hubungan seksual. 2. Pencegahan penularan melalui darah dapat dilakukan dengan menghindari transfusi darah yang tidak jelas asalnya, sebaiknya dilakukan skrining setiap donor darah yang akan menyumbangkan darahnya dengan memeriksa darah tersebut terhadap antibodi HIV. Selain itu, hindari pemakaian jarum bersama seperti jarum suntik, tindik, tato atau alat lain yang dapat melukai kulit. Penggunaan alat suntik dalam sistem pelayanan kesehatan juga perlu mendapatkan pengawasan ketat agar setiap alat suntik dan alat lainnya yang dipergunakan selalu dalam keadaan steril. Petugas kesehatan yang merawat penderita AIDS hendaknya mengikuti universal precaution
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
seperti memakai pakaian pelindung, masker, dan kacamata. Semua petugas kesehatan diharapkan berhati-hati dan waspada untuk mencegah terjadinya kontak langsung dengan darah penderita. 3. Pencegahan penularan dari ibu ke anak dapat dilakukan dengan cara antara lain sewaktu hamil dengan mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV), dan pada saat menyusui menghindari pemberian ASI yakni dengan memberikan susu formula.
2.2. Kondom 2.2.1.Pengertian Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting susu. Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya penambahan spermisida) maupun sebagai aksesoris aktivitas seksual. Standar kondom dilihat dari ketebalan, pada umumnya standar ketebalan adalah 0,02 mm (Saifuddin dkk, 2010).
2.2.2.Sejarah Ilustrasi yang tertua mengenai kondom ditemukan di Mesir sejak lebih dari 3000 tahun.Tetapi sangat sulit untuk mendapat gambaran bagaimana bentuk kondom pada masa Mesir kuno tersebut.Kemungkinan mereka menggunakan kondom
ketika
melakukan
hubungan
seksual
ataupun
alasan
upacara
keagamaan.Beberapa waktu kemudian, orang Romawi membuat kondom dari jaringan otot tentara korban peperangan.Kondom yang tertua ditemukan di istana Dudley dekat Birmingham, England.Kondom yang terbuat dari ikan dan usus hewan telah dijumpai sejak tahun 1640.Kemungkinan digunakan untuk mencegah penularan penyakit seksual selama terjadi perang antara Oliver Cromwell dan King Charles I. Kondom dari karet diproduksi secara besar-besaran setelah tahun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
1844, ketika Charles Goodyear mematenkan pembuatan vulkanisasi dari karet.Kondom tersebut hanya digunakan untuk satu kali pemakaian dan kondom yang terbuat dari usus domba masih dapat dijumpai (Lubis, 2008).
2.2.3. Cara Kerja dan Manfaat Menurut Saifuddin dkk (2010) cara kerja kondom adalah: 1. Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi wanita. 2. Mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu pasangan ke pasangan lain (khusus kondom yang terbuat dari lateks dan vinil).
Menurut Glasier dan Gebbie (2012) manfaat dari kondom yaitu: 1. Efektif apabila digunakan secara benar dan konsisten. 2. Tersedia luas, murah, dan sering diberikan secara gratis. Tidak ada persyaratan untuk berkonsultasi dengan petugas kesehatan. 3. Mudah digunakan dan tanpa disertai efek samping lokal atau sistemik. 4. Tingkat proteksi yang sangat tinggi terhadap IMS, termasuk infeksi HIV. Pada uji in vitro, kondom lateks yang utuh tidak dapat ditembus oleh organisme yang ditularkan melalui hubungan seks temasuk virus (Feldblum, 1998). 5. Perlindungan terhadap karsinoma dan penyakit pramaligna serviks. 6. Peningkatan kemampuan seksual pada sebagian pasien dengan ejakulasi dini.
2.2.4. Jenis Kondom Menurut Glasier dan Gebbie (2012), tersedia beragam tipe kondom: 1. Sebagian besar kondom terbuat dari karet lateks halus dan berbentuk silinder bulat (garis tengah sekitar 3,0-3,5 cm, panjang 15-20 cm, tebal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
0,03-0,08 mm) dengan satu ujung yang polos atau berpentil dan tepi bulat di ujungnya yang terbuka. Kondom dikemas secara individual, digulung sampai ke tepi, dan disegel secara kedap udara dalam kertas timah impermeabel. Apabila kemasan terbuka atau robek, maka kondom di dalamnya cepat rusak (Free et al.,1996). 2. Selama bertahun-tahun, hanya tersedia satu ukuran tetapi sekarang diketahui adanya kebutuhan kondom berukuran lebih besar dan lebih kecil dan keduanya saat ini sudah tersedia. 3. Sebagai usaha untuk meningkatkan akseptabilitas, juga diperkenalkan variasi yang berpelumas, mengandung spermisida, berwarna, memiliki rasa, beraroma, dan bertekstur. 4. Tersedia kondom alergi, yang terbuat dari karet lateks dengan rendah residu dan tidak dipralubrikasi, bagi mereka yang mengalami hipersensitivitas. 5. Kondom yang lebih tebal dan melebihi Standar Inggris dipasarkan terutama untuk hubungan intim per-anus pada pria homoseks untuk memberikan perlindungan tambahan terhadap infeksi HIV. 6. Saat ini banyak tersedia kondom yang dibuat dari poliuretan (di Inggris dijual dengan nama dagang Avanti). Kondom ini memiliki ketebalan kira-kira sama dengan kondom lateks tetap lebih sedikit menyebabkan konstriksi dan tidak dirusak oleh pelumas berbahan dasar minyak. Pada studi yang membandingkan kondom plastik dengan kondom lateks, sebagian besar pria pemakai lebih menyukai sensitivitas yang diberikan oleh kondom poliuretan walaupun angka kebocoran klinis random ini secara bermakna lebih tinggi daripada angka untuk kondom lateks (Frezieres et al., 1998). Kondom jenis ini sangat cocok bagi orang yang alergi terhadap karet lateks tetapi secara bermakna lebih mahal daripada kondom lateks. 7. Juga tersedia kondom yang terbuat dari usus domba (Fourex). Walaupun penampilannya tidak bagus, namun sensitivitas kondom ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
lebih baik dibandingkan kondom lateks tetapi efektivitasnya terhadap IMS belum diketahui. Menurut Lubis (2008), kondom lateks dirancang mempunyai permeabilitas membran yang dapat menghambat lewatnya organism dalam berbagai ukuran seperti spermatozoa dengan diameter 0,003mm (3000 nm) dan juga pathogen penyakit seksual seperti N. gonorrhoeae (800nm), C trachomatis (200 nm), HIV (125 nm) dan Hepatitis B (40 nm). Team FDA yaitu Carey dan kawan, mengadakan penelitian dilaboratorium untuk mengetahui cairan tubuh yang dapat melewati
permeabilitas
membran
kondom
lateks
dengan
menggunakan
fluorescing plastic mikro-spheres dengan diameter 110 nm, yang hampir sama dengan ukuran virus HIV. Dari 89 kondom lateks yang diteliti, 29 kondom mengalami kebocoran pada kondom, tetapi peneliti memperkirakan bahwa penggunaan kondom dapat menurunkan risiko terpapar dengan HIV sebanyak 10.000 kali lipat.Carey menyimpulkan bahwa kondom lateks merupakan perlindungan yang sangat dapat dipercaya terhadap HIV tetapi tidak seluruhnya dapat menyingkirkan risiko tersebut.
2.3. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu: 1.
Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
2.
Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3.
Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4.
Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5.
Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponenkomponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada.
6.
Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.4. Sikap Menurut Notoatmodjo (2010), sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Menurut Berkowitz (1972) dalam Azwar (2011) sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sikap tersusun dari tiga komponen yakni komponen kognitif, afektif, dan konatif (Azwar, 2011). Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.Komponen konatif atau perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Inkonsistensi pada salah satu komponen ini akan menyebabkan ketidakselarasan yang berdampak pada perubahan sikap seseorang (Azwar, 2011). Sikap
seseorang
dipengaruhi
oleh
banyak
faktor
dalam
proses
pembentukannya. Azwar (2011) menyatakan bahwa ada beragam faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA