17
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) 2.1.1 Karakteristik Ikan Lele Dumbo Ikan Lele termasuk dalam jenis ikan air tawar dengan ciri – ciri tubuh yang memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak memiliki sisik, mulut besar, warna kelabu sampai hitam. Di sekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar dan mandibula dalam, masing-masing terdapat sepasang kumis. Hanya kumis bagian mandibula yang dapat digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele dumbo berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian samping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip tunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil lele dumbo tidak beracun (Suyanto 2007). Lele juga memiliki alat pernafasan tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada siripsirip dadanya. Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut yang tergolong ke dalam marga dan suku yang berbeda (Ariidae). Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Bahkan ikan lele bisa hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan selokan pembuangan. Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat gelap. Di alam, ikan lele memijah pada musim penghujan.(www.fishbase.org) Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1985. Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, antara lain lebih mudah dibudidayakan dan dapat dipijahkan sepanjang tahun, fekunditas telur yang besar serta mempunyai kecepatan tumbuh dan efisiensi pakan yang tinggi. Ikan lele dumbo dicirikan oleh jumlah sirip punggung, sirip dada , sirip perut, sirip anal dan jumlah sungut 4 pasang, dimana 1 pasang diantaranya lebih besar dan panjang. Perbandingan antara panjang standar terhadap tinggi badan adalah 1:5-6 dan perbandingan antara panjang standar
Universitas Sumatera Utara
18
terhadap panjang kepala 1:3-4. Ikan lele dumbo memiliki alat pernapasan tambahan berupa aborescen yang merupakan kulit tipis, menyerupai spons, yang dengan alat pernapasan tambahan ini ikan lele dumbo dapat hidup pada air dengan kondisi oksigen yang rendah.
Gambar 1. Kelamin jantan dan betina ikan lele (Clarias sp.) C B F
D [ 2
A
3
E 1
Gambar 2.Ikan lele dumbo (Clarias sp.) 1 A D
: Panjang Standar : Mandibular Barbel : Sirip Pectoral
2 : Panjang Kepala B : Maxilaris Barbel E : Sirip Verbral
3 : Tinggi Badan C : Sirip Perut F : Sirip Caudal
Klasifikasi ikan lele dumbo Filum Kelas Subkelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies
: : : : : : : :
Chordata Pisces Teleostei Ostariophysi Siluroidae Clariidae Clarias Clarias sp.
(SNI 01- 6484.1 – 2000)
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.2 Komposisi Gizi Ikan Lele Dumbo Protein yang terdapat dalam ikan merupakan protein yang amat penting dan istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein konsumsi tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein dalam pola makan. Ikan lele selain mengandung gizi yang penting seperti protein juga mengandung asam amino esensial seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Komposisi Gizi pada Ikan Lele Zat Gizi Protein Lemak Mineral Karbohidrat Air Sumber : Vaas 1985 dalam Astawan 2008
Jumlah (%) 17.7 4.8 1.2 0.3 76
Tabel 2. Kandungan Asam Amino Esensial pada Ikan Lele Asam Amino Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Treonin Valin Triptophan Sumber : Astawan 2008
Jumlah (%) 6.3 2.8 4.3 9.5 10.5 1.4 4.8 4.8 4.7 0.8
Selain itu jika dibandingkan dengan bahan pangan dari daging merah (red meat) seperti daging sapi dan ayam, kandungan gizi dalam ikan lele lebih sehat karena selain berprotein tinggi juga rendah akan lemak dan kolesterol. Sebagai contoh dalam 100 gram ikan lele mempunyai kandungan protein 20% sedangkan kandungan lemaknya hanya 2 gram, jauh lebih rendah dibandingkan daging sapi sebesar 14 gram apalagi daging ayam 25 gram. (Warta Pasar Ikan, 2009) 2.1.3 Peluang Pasar Ikan Lele Dumbo Ikan Lele Dumbo walaupun memiliki tempat tersendiri di masyarakat, namun harga penjualannya tergolong rendah. Hal ini dapat diantisipasi dengan cara pengolahan yang tepat untuk meningkatkan nilai produksinya, dan salah satu cara
Universitas Sumatera Utara
20
yagn sering digunakan adalah mengolah ikan Lele Dumbo menjadi ikan asap. Sebelum diolah menjadi ikan asap (salai) harga jual ikan Lele hanya berkisar antara Rp.15.000 – Rp.25.000, sedangkan setelah pengolahan menjadi ikan salai harga ikan lele dapat menjangkau hingga Rp.85.000 per kilogramnya. (Warta Pasar Ikan, 2009) 2.2 Asap Cair 2.2.1 Komposisi Kimia Asap Cair Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. (Darmaji, 2002). Komposisi senyawa kimia yang terkandung di dalam asap cair adalah sebagai berikut : - Senyawa
fenol
diduga
berperan
sebagai
antioksidan
sehingga
dapat
memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu dan bahan lainnya, kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol. (Girard, 1992). Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugusgugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987) - Senyawa – senyawa asam yang mempunyai sifat sebagai anti bakteri seperti asam asetat, asam propionat, butirat dan valerat. (Girard, 1992) - Senyawa – senyawa polisiklik aromatis yang terbentuk pada saat proses pirolisis termasuk benzo(a)pirena, pembentukan senyawa polisiklik aromatis ini tergantung pada beberapa hal yaitu temperatur, lama pirolisis, kelembaban udara dan kandungan udara dalam kayu. (Girard, 1992) 2.2.2 Tingkat Keamanan Konsumsi Asap Cair Asap cair banyak digunakan sebagai pengganti pengawet pada beberapa jenis makanan seperti daging dan ikan disebabkan oleh selain harganya yang jauh lebih murah daripada pengawet sintetik, asap cair juga mudah dibuat dan mempunyai efek
Universitas Sumatera Utara
21
anti mikrobial yang cukup baik. Tetapi di samping itu apakah asap cair aman untuk dikonsumsi? Untuk mengetahui tingkat keamananan asap cair telah dilakukan pengujian oleh Soesanto Mangkoewidjojo et al melalui penentuan lethal concentration 50 (LC50) pada ikan atau pengujuian lethal dose 50 (LD50) pada hewan mamalia seperti kelinci, tikus, dan mencit. Penetapan LD50 adalah penetapan kemampuan toksik suatu bahan kimia secara akut yang menyebabkan kematian hewan coba hingga mencapai 50% melalui pemberian secara oral. Toksisitas akut dapat didefinisikan sebagai kejadian keracunan akibat pemaparan bahan toksik dalam waktu singkat, Biasanya dapat dihitung dengan nilai LC50 dan LD50. Nilai ini didapatkan melalui proses statistik dan berfungsi mengukur angka relatif toksisitas akut bahan kimia. Uji ini dapat dilakukan menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, unggas, ikan, hewan invertebrata dan tumbuhan vaskuler serta alga. Sementara untuk uji LD50 dianjurkan menggunakan tikus, mencit, dan kelinci. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa gejala klinis yang tampak pada mencit yang mendapat perlakuan dosis tinggi diantaranya peningkatan aktivitas, peningkatan pernafasan, mencit tampak meregangkan badan dan beristirahat di sudut kandang. Pada akhirnya mencit menutup mata dan terlihat tenang. Kelompok perlakuan dengan dosis lebih tinggi menunjukkan mencit mengalami kematian setelah periode kritis (3jam) sementara mencit pada kelompok lainnya mati pada periode antara 24-48 jam. Hasil LD50 asap cari grade 2 dengan metode reed-muench diperoleh dosis 7848 ± 191,069. Dosis ini menunjukan bahan asap cair grade 2 dinyatakan relatif tidak toksik.
2.3 Uji Biokima Metabolisme, Identifikasi dan Karakterisasi Bakteri Metabolisme adalah segala proses reaksi kimia yang terjadi dalam sel hidup mulai dari bersel satu sampai bersel banyak. Metabolisme terbagi dua yaitu anabolisme yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: - Pembentukan molekul besar dari molekul kecil - Membutuhkan energi - Prosesnya berupa reduksi
Universitas Sumatera Utara
22
Sedangkan katabolisme memiliki ciri – ciri sebagai berikut : - Penguraian molekul besar menjadi molekul kecil - Menghasilkan energi - Prosesnya berupa oksidasi (Wirahadikusumah, 1985) Tujuan dilakukannya uji biokima terhadap metabolisme bakteri adalah untuk menentukan karakteristik kultural dari mikroorganisme untuk membantu dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasikan organisme tersebut dalam kelompok taksonominya. Dengan prinsip ketika suatu mikroorganisme ditumbuhkan dalam beberapa jenis media, maka mikroorganisme tersebut akan menunjukkan suatu perbedaan secara makroskopik dalam pertumbuhannya. Perbedaan inilah yang disebut dengan karakteristik kultural, yang digunakan sebagai dasar dalam membagi mikroorganisme dalam taksonominya masing – masing. Karakteristik kultural ditentukan dengan mengkulturisasi mikroorganisme pada nutrient agar miring dan agar plate, dalam nutrient broth, dan nutrient gelatin. (Cappucino, 1996) Menurut
Cappucino
(1996),
mikroorganisme
perlu
dipisahkan
dan
diidentifikasi disebabkan oleh beberapa alas an seperti : 1. Penentuan patogenitas yang menyebabkan penyakit 2. Seleksi dan isolasi dari strain bakteri fermentatif diperlukan untuk produksi industri alkohol, pelarut, vitamin, asam organik, antibiotik, dan enzim 3. Isolasi dan pengembangan dari jenis mikroorganisme yang sesuai untuk pembuatan dan peningkatan rasa serta kualitas dalam beberapa bahan makanan tertentu seperti yogurt, keju dan susu 4. Perbandingan dari aktivitas biokimia untuk tujuan taksonomi
2.3.1 Penentuan Karakterisasi Bakteri Dalam menentukan karakterisasi mikroorganisme, akan lebih baik jika berpegangan pada pengujian yang memberikan hasil paling konstan dan memiliki daya reproduksibilitas tinggi. Sayangnya hampir semua pengujian dipengaruhi oleh faktor yang sulit dikontrol dan belum ada yang dapat memberikan metode standart yang jelas. (Cowan, 1974)
Universitas Sumatera Utara
23
Beberapa hal yang ditunjukkan oleh mikroorganisme seperti pigmen yang berwarna terang dapat saja menjadi karakteristik beberapa spesies bakteri, namun pigmen dapat saja menyesatkan. Walaupun belum diterima secara menyeluruh namun banyak ahli taksonomi sekarang mendukung teori Adansonian yang menyatakan bahwa setiap karakter harus diberikan bobot yang sama, hubungan antara strain dapat dihitung dan dinyatakan dengan berdasarkan kepada kesamaan karakter tersebut. (Sneath, 1957), atau dengan membandingkan hasil positif dan hasil negatif. (Hill et al, 1991). Beberapa dari uji penentuan karakterisasi yang digunakan adalah sebagai berikut : - Uji pewarnaan Gram pewarnaan ini termasuk dalam pewarnaan differensial yang membutuhkan paling sedikit tiga reagen kimia yang digunakan secara berurutan pada ulasan yang difiksasi menggunakan panas. Pewarnaan ini bertujuan untuk membedakan bakteri kedalam kelompok Gram negatif dan Gram positif. - Uji media selektif dan Media diferensial dimana media selektif adalah media yang digunakan untuk mengisolasi kelompok bakteri secara spesifik. Media ini mengandung senyawa kimia yang menghambat pertumbuhan bakteri lain sementara pertumbuhan bakteri lain tetap berjalan. Sedangkan media diferensial adalah media yang digunakan untuk membedakan secara morfologi dan biokimia dalam kelompok organisme yang berkaitan. Media ini mengandung senyawa kimia yang jika diikuti oleh inokulasi atau inkubasi maka akan menghasilkan perubahan pada penampakan pertumbuhan bakteri atau media yang mengelilingi koloni yang menghasilkan perbedaan, misalnya MacConkey Agar, Mannitol Salt Agar. - Uji gelatin ditujukan untuk mengetahui kemampuan enzim ekstraselular bakteri untuk menguraikan protein hasil hidrolisa kolagen menjadi asam amino. Di bawah temperatur 25o C, gelatin akan berbentuk solid sedangkan di atas temperatur 25o C gelatin akan berbentuk cair. Setelah mengalami degradasi oleh enzim gelatinase, protein akan membentuk asam amino yang walaupun disimpan dalam suhu 4oC tidak akan menjadi solid. - Uji fermentasi karbohidrat untuk menentukan kemampuan mikroorganisme mendegradasi dan memfermentasikan karbohidrat yang diikuti oleh pembentukan gas atau asam atau keduanya.
Universitas Sumatera Utara
24
- Uji Triple Sugar Iron Agar bertujuan untuk membedakan antara anggota enterobacteriaceae dengan kelompok lain dari bakteri basilus dalam usus, dimana semua bakteri basilus Gram negatif akan dapat memfermentasi glukosa dengan menghasilkan asam. Pembagian ini didasarkan pada perbedaan pola fermentasi pada karbohidrat dan pembentukan hidrogen sulfida. - Uji IMViC yang terdiri atas beberapa uji sebagai berikut : uji pembentukan indol, uji metil merah, uji Voges Preskauer, dan uji sitrat.semua pengujian ini bertujuan untuk membedakan kelompok dalam family enterobacteriaceae yang merupakan bakteri gram negatif, tidak membentuk spora dimana jenis yang termasuk dalam family ini adalah bakteri patogen, patogen okasional, dan flora normal. - Uji hidrogen sulfida untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme untuk menghasilkan hidrogen sulfida dari senyawa seperti asam amino yang mengandung sulfur atau senyawa sulfur anorganik. - Uji katalase untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam mendegradasi hidrogen peroksida dengan menghasilkan enzim katalase. - Uji oksidase untuk mengetahui dan membedakan bakteri berdasarkan pada aktivitas oksidasi sitokromnya. (Cappucino, 1996)
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat - Alat a.
Cawan petri
b. Jarum ose lurus
Universitas Sumatera Utara