BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Suhu Tubuh Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Pada kondisi tubuh yang ekstrim selama melakukan aktivitas fisik, mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan relatif konstan. Suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Fluktuasi suhu permukaan ini, suhu yang dapat diterima berkisar dari 36oC atau 38oC. Fungsi jaringan dan sel tubuh paling baik dalam rentang suhu yang relatif sempit (Perry, 2005). Regulasi suhu adalah suatu pengaturan kompleks dari suatu proses dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Manusia pada dasarnya secara fisiologis digolongkan sebagai makhluk berdarah panas atau homoteral. Organisasi homoteral mempunyai temperatur tubuh konstan walaupun suhu lingkungan berubah. Hal ini karena ada interaksi secara berantai yaitu pembentukan panas dan kehilangan panas. Kedua proses ini aktivitasnya diatur oleh susunan saraf yaitu hipotalamus. Reseptor suhu yang paling penting dalam mengatur suhu tubuh. Banyak neuron peka terhadap panas khususnya yang terletak pada area preoptika hipotalamus. Neuron ini meningkatkan pengeluaran impuls bila suhu meningkat dan mengurangi impuls yang keluar bila suhu turun. Selain neuron ini reseptor lain yang peka terhadap suhu adalah reseptor suhu kulit termasuk reseptor dalam lainnya yang juga menghantarkan isyarat terutama isyarat dingin ke susunan syaraf pusat panas untuk membantu mengontrol suhu tubuh (Gabriel, 1998).
2.1.1 Demam Demam merupakan keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu normal. Demam merupakan istilah umum, sedangkan istilah yang biasa digunakan adalah pireksia atau hipertemia. Apabila suhu tubuh sangat tinggi (mencapai sekitar 41oC), disebut hiperpireksia. Individu yang mengalami demam dikatakan dalam keadaan febril (febris) dan individu yang tidak mengalami demam disebut afebril (afebris). Peningkatan suhu 37,5-38oC pada manusia dikatakan mengalami kenaikan suhu subfebril atau kenaikan suhu tubuh ringan. Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh lebih dari 37,2oC pada pukul 00.00-12.00 WIB dan lebih dari 37,7oC pada pukul 12.00-00.00 WIB. Suhu tubuh yang dianggap normal pada manusia adalah antara 36,1-37,7oC (Tamsuri, 2006). Demam muncul karena kapasitas produksi panas lebih besar dari pada pengeluaran panas tubuh itu sendiri. Demam merupakan meningkatnya set point dari suhu tubuh. Terjadi ketika ada stimuli pada monosit makrofag yang sesuai, sel-sel ini menghasilkan sitokin pirogenik, yang menyebabkan peningkatan setpoint lewat efeknya di hipotalamus. Sitokin-sitokin tersebut termasuk interleukin-1, faktor nekrosis tumor, gama interferon dan interleukin-6. Kenaikan suhu menyebabkan peningkatan produksi panas yang lain misalnya menggigil. Suhu tubuh pada demam yang dipicu sitokin jarang melebihi 41,1oC kecuali jika terdapat kerusakan struktural di hipotalamus. Hipertemia yang tidak dimediatori oleh sitokin terjadi saat produksi panas metabolisme tubuh atau panas lingkungan yang berlebihan melebihi kapasitas kehilangan panas normal atau ketika terjadi kegagalan kehilangan panas. Meningkatnya suhu tubuh melebihi 41,1oC akan sangat membahayakan karena dapat menyebabkan kerusakan otak irreversibel (Tierny, dkk, 2004).
2.1.2 Penyebab Demam
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan dapat berasal dari eksogen ataupun endogen (Jeffrey, 1994). Pirogen endogen yaitu zat penimbul demam yang dihasilkan oleh makrofag atau sel lainnya dalam respons terhadap infeksi atau terhadap peristiwa yang diinduksi imunitas yang dimediasi sel, termasuk interleukin-1 dan faktor nekrosis tumor. Sedangkan pirogen eksogen adalah agen penimbul demam yang berasal dari eksternal. Sumber utama pirogen endogen adalah fagosit mononuklear dan produk sel mononuklear. Selanjutnya, produk sel-sel ini digolongkan sebagai sitokin pirogen. Sitokin pirogen akan dialirkan oleh peredaran darah dari tempat terjadinya peradangan ke sistem saraf pusat. Sitokin pirogen akan berikatan dengan reseptor membran plasma. Mekanisme kerjanya meliputi induksi fosfolipase, yang kemudian menyebabkan pelepasan asam arakhidonat dari fosfolipase membran. Sebagai akibatnya, kadar prostaglandin meningkat, terutama prostaglandin E2 kemudian berdifusi ke dalam daerah hipotalamus preoptik/anterior dan mencetuskan demam (Dorland, 2000). Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam suatu respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun (Lubis, 2009). Hipotalamus
adalah
pusat
integrasi
utama
untuk
memelihara
keseimbangan energi dan suhu tubuh. Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh. Dengan demikian hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai penyesuaian-penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumit dalam mekanisme penambahan dan pengurangan suhu sesuai dengan keperluan untuk mengoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari patokan normal. Hipotalamus terus menerus mendapat informasi mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor-reseptor khusus yang peka terhadap suhu yang disebut termoreseptor. Termoreseptor perifer memantau suhu kulit di seluruh tubuh dan menyalurkan informasi
mengenai perubahan suhu permukaan ke hipotalamus. Suhu inti dipantau oleh termoreseptor sentral yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta di susunan saraf pusat dan organ abdomen (Sherwood, 2001). Hipotalamus mampu berespon terhadap perubahan suhu darah sekecil 0.01ÂșC. Tingkat respon hipotalamus terhadap penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara cermat, sehingga panas yang dihasilkan atau dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan suhu ke normal (Sherwood, 2001). Di hipotalamus diketahui terdapat 2 pusat pengaturan suhu. Regio posterior diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks-refleks yang memperantarai produksi panas dan konservasi panas. Regio anterior yang diaktifkan oleh rasa hangat memicu refleks-refleks yang memperantarai pengurangan panas (Ganong, 2002). Pemberian kompres hangat memberikan sinyal ke hipotalamus menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Hal ini menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali.
2.1.3 Mekanisme Demam Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam, keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat antara lain aspirin. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali dengan pelepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin seperti interleukin-1 (IL-1) yang memacu pelepasan prostaglandin (PG) yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Selain itu, prostaglandin E2 (PGE2) terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus (Sulistia, 1995).
2.2 Antipiretik
Demam merupakan suatu keadaan yang sering menimbulkan kecemasan, stres, dan fobia tersendiri. Ketika demam seringkali melakukan upaya-upaya untuk menurunkan demam, salah satu upaya yang sering dilakukan untuk menurunkan demam adalah pemberian obat penurun panas/antipiretik seperti parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (Soedibyo, 2006). Antipiretik
merupakan
golongan
obat
yang
dipergunakan
untuk
menurunkan suhu tubuh bila demam. Cara kerja antipiretik antara lain dengan melebarkan pembuluh darah di kulit, sehingga terjadi pendinginan darah oleh udara luar. Sebagian obat antipiretik juga merangsang berkeringat. Penguapan keringat turut menurunkan suhu badan. Kerja obat antipiretik adalah mempengaruhi bagian otak yang mengatur suhu badan. Bagian ini terletak di dasar otak (Suradikusumah, 2007). Pemakaian obat sintetik sangat banyak digunakan masyarakat, karena obat tersebut mudah didapatkan. Apabila obat sintetetik dikonsumsi secara berkepanjangan akan menyebabkan suatu efek menurut jenis obat sintetik yang dikonsumsi tersebut. Salah satu contoh obat sintetik verapamil yang memiliki efek pada jantung yang tidak diinginkan seperti konstipasi, kelelahan, dan kegelisahan. Obat antipiretik sintetik yang sering digunakan masyarakat yaitu parasetamol. Parasetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik. Parasetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan (demam) yang disebabkan infeksi atau penyebab lainnya. Parasetamol aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, sehingga dapat menimbulkan overdosis, baik sengaja atau tidak sengaja. Efek dari parasetamol apabila dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan paru-paru, hati, dan ginjal (Katzung, 2001). Penelitian yang telah di lakukan pada tanaman sebagai antipiretik dengan menggunakan tanaman oleh Ermawaty (2010), bahwa ekstrak daun pare (Momordica charantia.) terhadap tikus putih (Rattus novergicus) mempunyai efek antipiretik, tetapi tidak jauh berbeda dibanding parasetamol. Sheila, dkk., (2010), menyatakan bahwa hasil uji efek antipiretik ekstrak daun pepaya pada tikus Wistar (Rattus novergicus) yang diamati selama 120
menit, dapat memberikan efek antipiretik, tetapi antipiretiknya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan parasetamol. Menurut Lisdiyanti (2010) ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dapat digunakan sebagai obat antipiretik pada mencit (Mus musculus) betina yang diinduksi demam menggunakan pepton 12,5%. Efek antipiretik ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang paling efektif digunakan untuk menurunkan suhu rektal mencit demam paling optimal. Ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki efek antipiretik lebih cepat dibandingkan dengan parasetamol. Kalay, dkk., (2014) menyatakan bahwa ekstrak etanol daun Prasman (Eupatorium triplinerve) mempunyai efek antipiretik terhadap tikus (Rattus novergicus), tetapi tidak jauh berbeda dengan perlakuan Parasetamol. Dengan demikian, ekstrak etanol daun prasman juga dapat menurunkan suhu rektal tikus.
2.3 Tanaman Kapulaga Tanaman kapulaga berasal dari pegunungan Malabar, pantai barat India. Tanaman ini laku di pasar dunia, sehingga banyak ditanam di Srilanka, Thailand dan Guatemala, sedangkan di Indonesia, kapulaga mulai dibudidayakan sejak tahun 1986. Tanaman kapulaga tergolong dalam herba dan membentuk rumpun, sosoknya seperti tumbuhan jahe dan dapat mencapai ketinggian 2-3 meter dan tumbuh di hutan-hutan yang masih lebat (Sinaga, 2008).
A
B
Gambar 2.1. Tanaman Kapulaga (A) dan Rimpang Kapulaga (B)
Kapulaga di daerah Sumatera dikenal dengan nama roude cardemon (Aceh), kalpulaga (Melayu), pelage puwar (Minangkabau), di Jawa dikenal dengan nama palago (Sunda), kapulaga (Jawa), Kapulaga (Madura), dan kapolagha (Bali). Di Sulawesi dikenal dengan nama kapulaga (Makassar) dan gandimong (Bugis) (Maryani, 2003). Kapulaga merupakan tanaman tahunan berupa perdu dengan tinggi 1,5 m, berbatang semu, buahnya berbentuk bulat, membentuk anakan berwarna hijau. Mempunyai daun tunggal yang tersebar, berbentuk lanset, ujung runcing dengan tepi rata.Pangkal daun berbentuk runcing dengan panjang 25-35 cm dan lebar 1012 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau (Maryani, 2003). Batang kapulaga disebut batang semu, karena terbungkus oleh pelepah daun yang berwarna hijau, bentuk batang bulat, tumbuh tegak, tingginya sekitar 1-3 m. Batang tumbuh dari rizome yang berada di bawah permukaan tanah, satu rumpun bisa mencapai 20-30 batang semu, batang tua akan mati dan diganti oleh batang muda yang tumbuh dari rizoma lain (Sumardi, 1998). Kapulaga berbunga majemuk, berbentuk bonggol yang terletak di pangkal batang dengan panjang kelopak bunga 12,5 cm di kepala sari terbentuk elips dengan panjang 2 mm, tangkai putik tidak berbulu, dan berbentuk mangkok. Mahkota berbentuk tabung dengan panjang 12,5 mm, berwarna putih atau putih kekuningan. Mahkota berbuah kotak dengan biji kecil berwarna hitam (Maryani, 2003). Buahnya berupa buah kotak,terdapat dalam tandan kecil-kecil dan pendek. Buah bulat memanjang, berlekuk, bersegi tiga, agak pipih, kadang-kadang berbulu, berwarna putih kekuningan atau kuning kelabu.Buah beruang 3, setiap ruang dipisahkan oleh selaput tipis setebal kertas.Tiap ruang berisi 5-7 biji kecilkecil, berwarna coklat atau hitam, beraroma harum yang khas. Dalam ruang bijibiji ini tersusun memanjang 2 baris, melekat satu sama lain (Sinaga, 2008). Buah tersusun rapat pada tandan, terdapat 5-8 buah pada setiap tandannya. Bentuk buah bulat dan beruang tiga, setiap buah mengandung 14-16 biji dan kulit buah berbulu halus. Panjang buah mencapai 10-16 mm (Sumardi, 1998). Kedudukan taksonomi kapulaga menurut Backer dkk. (1968), sebagai berikut
:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Liliopsida
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Amomum
Jenis
: Amomum compactum
2.3.1 Kandungan Kimia Kapulaga Buah Kapulaga mengandung minyak atsiri dengan komposisi yaitu sineol, terpineol, borneol. Kadar sineol dalam buah lebih kurang 12%. Biji kapulaga mengandung 3-7% minyak atsiri yang terdiri atas terpineol, terpinil asetat, sineol, alfa borneol, dan beta kamfer. Disamping itu biji juga mengandung lemak, protein, kalsium oksalat dan asam kersik. Penyulingan biji diperoleh minyak atsiri yang disebut Oleum cardamomi yang digunakan sebagai stimulus dan pemberi aroma. Rimpang kapulaga disamping mengandung minyak atsiri, juga mengandung saponin, flavonoida dan polifenol (Sinaga, 2008).
2.3.2 Kegunaan Kapulaga Rimpang kapulaga sering digunakan untuk menghilangkan bau mulut, untuk obat batuk, dan menurunkan panas (sebagai anti-piretikum). Rimpang yang dikeringkan kemudian digiling, lalu direbus minuman ini sekaligus dapat mengobati sakit panas dalam (Sinaga, 2008). Pemanfaatan kapulaga sebagai bahan aromatik, karminatif (mengurangi gas dalam perut atau mengurangi perut kembung), mengobati batuk, mulut berbau, dan gatal tenggorokan. Buah keringnya dipergunakan sebagai rempahrempah, misalnya dalam bumbu kari dan bumbu kue. Minyak atsiri dari biji kapulaga digunakan sebagai penyedap, gula-gula, parfum, dan obat-obatan. Serta dipakai sebagai bahan baku pemuatan oil of cardamon yang dijual lagi sebagai penyedap minuman botol dan makanan kaleng (Fachriyah dan Sumardi, 2007). Menurut Haryanto (2006), Air rebusan batang digunakan sebagai obat menurunkan panas (demam). Buahnya dipergunakan untuk bahan penyedap dan
penyegar makanan dan minuman. Buah kapulaga berkhasiat sebagai obat batuk, amandel, haid tidak teratur, mulas, tenggorokan gatal, radang lambung, demam, bau tubuh, bau mulut, sesak nafas, dan influenza.
2.4 Leukosit Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Di dalam darah mencit (Mus musculus) didapati jumlah leukosit rata-rata 12.10015.900 sel/mm3, neutrofil 1.870-2.460 sel/mm3, eosinofil 290-410 sel/mm3, basofil 60-100 sel/mm3, limfosit 8.700-12.400 sel/mm3, monosit 300-550 sel/mm3 (Kusumawati, 2004). Sel darah putih memiliki bentuk yang berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu (pseudopodia). Mempunyai berbacam-macam inti sel, sehingga dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya bening (tidak berwarna). Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari golongan sel ini adalah jenis golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan limfosit B, monosit dan makrofag, serta golongan yang bergranula, yaitu eosinofil, basofil, dan neutrofil (Handayani, 2008). Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar prekursor (Effendi, 2003).