4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kematian Mendadak
2.1.1. Definisi Kematian Mendadak Kematian mendadak dapat didefinisikan sebagai kematian alamiah yang tidak terduga dalam jangka waktu yang pendek, kurang lebih 1 jam dari timbulnya gejala atau pada 24 jam tanpa ada gejala terlebih dahulu, yang berakibat fatal (Kwok, 2003; Zipes, 1998). Definisi kematian mendadak menurut World Health Organization (WHO) adalah seseorang yang mati pada 24 jam sejak gejala-gejala timbul,namun pada kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak terduga, dan kematian yang tidakterduga, tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus (Knight, 1991). Menurut Nandy (2001), kematian mendadak adalah kematian yang tidak diketahui apakah disebabkan oleh berbagai jenis trauma, keracunan, kekerasan atau asfiksia, dan kematian terjadi secara tiba-tiba atau dalam waktu 24 jam dari timbulnya gejala terminal. Pengertian mati mendadak sebenarnya berasal dari suddenunexpected natural death yang didalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar). Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian
mendadak
dengan
terminologi
“sudden
natural
unexpected
death”(Hakim, 2010). Kematian natural sendiri adalah kematian yang terjadi oleh karena penyakit alamiah atau kondisi patologis, usia tua, kelemahan, dimana bukan merupakan suatu percobaan kematian dan tidak terjadi secara sengaja (Nandy, 2001). Dari uraian diatas, maka mati mendadak mengandung pengertian sebagai suatu kematian yang tidak terduga, tidak ada unsur trauma dan keracunan, tidak ada tindakan yang dilakukan sendiri yang dapat menyebabkan kematian dan
5
kematian tersebut disebabkan oleh penyakit dengan gejala yang tidak jelas atau gejalanya muncul dalam waktu yang mendadak kemudian korban mati (Rahmawati, 2010).
2.1.2. Epidemiologi Kejadian Kematian Mendadak Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, hal ini seiring dengan kecenderungan terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah yang secara umum menyerang laki-laki lebih sering dibanding dengan perempuan dengan perbandingan 7:1 sebelum menopause, dan menjadi 1:1 setelah perempuan menopause, yang mencapai puncaknya pada usia 45-75 tahun.Di Indonesia, seperti yang dilaporkan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0% (1986) dan 19,0% (1995)(Hakim, 2010).
2.2.Penyakit Penyebab Kematian Mendadak Berdasarkan penyebab yang mendasarinya, kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh, yaitu sistem kardiovaskular, dan sistemnon kardiovaskular termasuk didalamnya adalah sistem respirasi, sistem saraf pusat, sistem gastro-intestinal dan sistem urogenital (Idries, 1997).
2.2.1. Sistem Kardiovaskular a) Penyakit jantung koroner Penyakit pembuluh darah koroner merupakan penyebab kematian terbanyak.Satu dari empat laki-laki dan satu dari lima perempuan meninggal pertahunnya karena penyakit jantung koroner, yang merepresentasikan sekitar setengah kematian akibat penyakit kardiovaskular (Gray, 2005). Kematian akibat penyakit jantung koroner lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita (Reynolds, 2008). Penyakit jantung koroner terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan oksigen bagi jantung yang dapat disebabkan salah
6
satunya
oleh
aterosklerosis
(Burke,
2008).Terjadinya
sklerosis
koroner
dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan (lemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras, diabetes melitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-lain (Gray, 2005). Akibat terjadinya penyempitan atau penebalan, khususnya pada ramus descendens arteri koronaria sinistra, yang merupakan arteri pensuplai darah bagi sistem konduksi jantung (pace maker), menyebabkan berkurangnya suplai darah ketempat tersebut sehingga terjadi hipoksia yang diikuti fibrilasi atrium dan berakhir dengan kematian (Idries,1997). Tabel 2.1. Lokasi Penyempitan Arteri Koronaria Ramus descendens arteri koronaria sinistra
45-64 %
Arteri koronaria dekstra
24-46 %
Arteri circumflexa koronaria sinistra
3-10 %
Pangkal arteri koronaria sinistra
0-10 %
Sumber: Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Sumbatan pada pembuluh darah koroner merupakan awal dari munculnya berbagai penyakit kardiovaskular lain yang dapat menyebabkan kematian, seperti iskemia miokard, infark miokard, fibrilasi ventrikel yang disebabkan oleh kerusakan jaringan nodus atau kerusakan sistem konduksi, dan penyakit lainnya(Idries,1997).
b) Infark miokard Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan, dapat menyebabkan terjadinya iskemia miokard. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan infark miokard, yaitu terjadi kerusakan sel yang irreversible serta nekrosis jaringan otot jantung akibat insufisiensi aliran darah. Infark umumnya baru terjadi bila lumen tertutup lebih dari atau sama dengan 70% (Brown C.T, 2005). Efek dari adanya infark yang luas adalah menurunnya fungsi jantung dikarenakan jantung gagal memompa dan jaringan otot yang telah nekrosis tidak
7
dapat berkontraksi. Kematian mendadak dapat disebabkan oleh rupturnya infark miokardium (Knight, 1991).
c) Penyakit katup jantung Penyakit katup jantung sering ditemukan pada kasus kematian mendadak.Penyebab tersering biasanya adalah kalsifikasi stenosis dari katup aorta yang dapat berhubungan dengan kejadian aterosklerosis. Lesi ini sering terjadi pada pria usia lebih dari 60 tahun. Kematian mendadak terjadi oleh karena penyempitan katup yang berakibat menurunnya aliran perfusi koroner (Knight, 1991).
d) Miokarditis Miokarditis adalah radang pada miokardium akibat dari suatu proses infeksi yang ditandai dengan adanya proses eksudasi dan sebukan sel radang. Miokarditis juga dapat timbul akibat demam rematik akut, radiasi, zat-zat kimia, difteri dan obat-obatan.Diagnosis miokarditis pada kasus kematian mendadak ditegakkan melalui pemeriksaan histologi dari jaringan yang diautopsi (Rilantono, 2003).
e) Penyakit arteri Lesi pada arteri yang menjadi penyebab tersering kematian mendadak adalah aneurisma.Aneurisma paling seringterjadi di aorta thoracalis dan aneurisma ateromatous padaaorta abdominalis, yang biasanya terjadi pada lakilaki berusia di atas lima puluh tahun (Knight, 1991). Kematian mendadak dapat terjadi bila aneurisma tersebut ruptur, sehingga dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid. Berdasarkan studi populasi yang dilakukan oleh Universitas Kedokteran Tehran, Iran, dari tahun 2001 sampai 2005, penyebab kematian mendadak dari perdarahan subarachnoid adalah rupturnya aneurisma intrakranial yaitu sebesar 54 % dan terjadi paling banyak pada wanita usia 50 tahun (Sheikhazadi, 2007).
8
f) Tamponade jantung Tamponade jantung merupakan keadaan gawat darurat yang dapat menyebabkan kematian mendadak, dimana terdapat pengumpulan cairan intraperikardium. Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc bila berlangsung cepat dan 1000 cc bila berlangsung lambat dikarenakan pericardium memiliki waktu untuk meregang dan menyesuaikan dengan bertambahnya volum cairan (Rilantono, 2003).
2.2.2. Sistem Non Kardiovaskular 2.2.2.1. Sistem Respirasi Kematian akibat sistem respirasi dapat terjadi akibat dari perdarahan saluran nafas, asfiksia, dan atau pneumotoraks.Perdarahan dapat terjadi akibat tuberkulosa, yang merupakan penyebab kematian tersering di negara yang belum berkembang.Sedangkan asfiksia dapat terjadi pada asma bronkial, bronkiektasis, dan difteri yang dapat juga menyebabkan kematian mendadak dari sistem respirasi (Idries, 1997). a) Bronkiektasis Bronkiektasis adalah dilatasi abnormal dan pelebaran permanen lumen bronkus.Bronkiektasis dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan.Bronkiektasis biasanya dimulai saat anak-anak setelah infeksi saluran pernafasan bawah berulang sebagai komplikasi campak, bronkitis, pertusis, influenza, atau pneumonia (Wilson, 2005). Pelebaran bronkus tersebut dikaitkan dengan adanya perubahan yang terjadi akibat kerusakan dan proses radang dalam dinding bronkus berupa kerusakan elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah (Rahmatullah, 2009; Wilson, 2005). Saluran nafas yang melebar tersebut mengandung sekret yang kental, dan purulen, sehingga tidak jarang menyumbat saluran nafas perifer.Gambaran klinis yang timbul berupa batuk kronik disertai produksi sputum serta adanya hemoptisis.Pelebaran dinding bronkus diikuti dengan peningkatan dan pelebaran
9
pembuluh darah. Ulserasi dari dinding ektasis akan menimbulkan perdarahan ke dalam lumen bronkus yang dapat berakibat kematian (Wilson, 2005).
b) Abses paru Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, dan umumnya terjadi pada usia tua dikarenakan terdapat peningkatan insidensi penyakit periodontal dan prevalensi aspirasi (Rasyid, 2009).
c) Pneumotoraks Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara didalam rongga pleura.Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik.Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder, dimana dikatakan primer jika penyebabnya tidak diketahui dan sekunder jika terdapat penyakit paru yang melatarbelakangi seperti TB paru, emfisema, dan bronkitis kronis.Pneumotoraks traumatik dibagi atas pneumotoraks traumatik iatrogenik dan bukan iatrogenik (Hisyam, 2009). Pneumotoraks lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan 5:1. Pneumotoraks spontan primer banyak dijumpai pada pria usia 20 sampai 40 tahun yang sebelumnya terlihat sehat.Pneumotoraks spontan dapat terjadi sebagai penyebab kematian.Umumnya terjadi karena ruptur dari bulla emfisema.Pneumotoraks juga dapat terjadi akibat adanya mekanisme ventil, dimana udara yang masuk tidak dapat keluar lagi dari dalam rongga pleura. Penderita menderita sesak napas yang berat, tekanan intrapleural meningkat sangat tinggi, terjadi kolaps paru dan penekanan pada mediastinum, termasuk jantung, venous return juga terganggu. Akibatnya selain terjadi gangguan pernapasan juga terjadi gangguan pada sirkulasi jantung yang berakibat pada kematian (Rahmawati, 2010).
10
d) Tuberkulosa Paru (TB paru) Merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.Berdasarkan data WHO, terdapat 10-12 juta penderita TB paru yang dapat menularkan penyakitnya.Angka kematian TB paru mencapai tiga juta kematian per tahun.Sebagian besar kasus TB paru dan kematiannya terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Diantaranya 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Di Indonesia sendiri prevalensi TB menempati urutan ke-3 tertinggi setelah China dan India (Amin, 2009). Gambaran klinis yang berkaitan dengan TB paru dan sering adalah batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada dan hemoptisis.Penyebab kematian pada infeksi TB paru adalah hemoptisis masif dari ceverna tuberculosis (Price, 2005).
e) Asma bronkial Kematian mendadak dapat terjadi pada saat serangan asma bronkial.Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernafasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gangguan pernafasan.Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antar individu.Beberapa diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran nafas, keletihan, perubahan cuaca, makanan, atau obat (Hisyam, 2009). Aritmia
berperan
terhadap
penyebab
kematian
terutama
pada
dewasa.Aritmia dapat terjadi oleh karena peningkatan hipokalemia dan terjadinya pemanjangan segmen QT akibat penggunaan ß2 agonis dosis tinggi.Kematian juga terjadi oleh karena asfiksia yang disebabkan keterbatasan aliran udara dan menurunnya tekanan parsial oksigen dialveoli, sehingga oksigen dalam peredaran darah juga menurun (hipoksemia). Sebaliknya terjadi resistensi karbondioksida, sehingga kadar karbondioksida dalam peredaran darah meningkat. Hal ini menyebabkan rangsangan pada pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi (Hisyam, 2009).
11
Pada otopsi, penderita asma bronkial yang meninggal, didapatkan perubahan-perubahan sebagai berikut: (1) Perubahan patologis (a) Overdistensi dari kedua paru, (b) Paru tidak kolaps waktu kavum pleura dibuka, (c)Dalam bronkus sampai bronkus terminalis didapatkan gumpalan eksudat yang menyerupai gelatin. (2) Perubahan histopatologis (a) Hipertrofi otot bronkus, (b) Edema mukosa bronki, (c) Kerusakan epitel permukaan mukosa, (d) Penebalan nyata dari membran basalis, (e) Infiltrasi eosinofil dalam dinding bronki (McFadden, 2005). Dengan begitu, kepastian mati mendadak akibat serangan asma memerlukan pemeriksaan histologi dan biokimia (toksikologi) dengan baik (McFadden, 2005).
f) Karsinoma bronkogenik Karsinoma bronkogenik atau karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas primer saluran nafas yang berciri khas adanya proses keratinisasi dan pembentukanbridge intraseluler. Karsinogen dalam kasus karsinoma bronkogenik sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Bahan aktif yang dianggap karsinogen
dalam
asap
rokok
adalah
polonium
210
dan
3,4
–
benzypyrene.Karsinoma bronkogenik mempunyai prognosis buruk sehingga mortalitasnya pun sangat tinggi (Amin, 2009).
12
2.2.2.2. Sistem Saraf Pusat Pada dewasa muda kematian mendadak terjadi oleh karena ada kelainan pada susunan saraf pusat, adalah pecahnya aneurisma serebri, yang dapat diketahui lokasinya bila pemeriksaan atas pembuluh darah otak (circulus willisi) dikerjakan dengan teliti; di mana pemeriksaan akan ditandai dengan adanya perdarahan subarachnoid (Idries, 1997). Pada penderita hipertensi, pecahnya arteri lenticulostriata merupakan penyebab kematian yang tersering, biasanya didahului oleh sakit kepala, pusing, mual, dan kemudian penderita dapat jatuh (Idries, 1997).
2.2.2.3. Sistem Gastrointestinal a) Penyakit pada esofagus dan lambung Kematian akibat penyakit pada esofagus dan lambung sering ditimbulkan dengan adanya perdarahan yang terjadi pada organ tersebut.Kematian dapat disebabkan oleh varises esofagus yang ditemukan pada penderita sirosis hati dengan hipertensi portal.Pada penderita sirosis hati dekompensata terjadi hipertensi portal dan timbul varises esofagus yang suatu waktu mudah pecah, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang masif.Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis.Kematian dapat terjadi akibat pecahnya varises esofagus sehingga terjadi perdarahan kedalam sistem pencernaan (Hadi, 2002). Perforasi tukak lambung juga dapat menyebabkan kematian mendadak, khususnya yang terjadi setelah seseorang meminum alkohol atau menelan obat yang dapat mengiritasi lambung, misalnya aspirin.Obat tersebut termasuk golongan salisilat yang menyebabkan iritasi pada mukosa lambung sehingga mudah terjadinya erosi atau tukak yang akut.Luka pada daerahlambung lebih sering menyebabkan hematemesis. Sedangkanluka pada duodenum akan menyebabkan melena. Hematemesisdan melena sendiri akan memicu timbulnya syok hipovolemikdan dapat berujung pada kematian (Hadi, 2002).
13
b) Penyakit pada usus halus, usus besar, dan pankreas Terjadinya gangren usus yang disebabkan oleh strangulasi hernia dan torsi (puntiran) yang disebabkan oleh perlengketan peritoneum dapat menjadi kondisi yang fatal dan dapat menyebabkan kematian mendadak. Kondisi lain yang dapat menyebabkan kematian mendadak terjadi pada perforasi megakolon toksik (Idries, 1997). Megakolon toksik adalah dilatasi dari semua bagian kolon sampai mencapai diameter transversal lebih dari 6 cm yang diukur pada pertengahan kolon transversum disertai dengan timbulnya toksisitas sistemik.Megakolon toksik ini terjadi sebagai komplikasi dari setiap reaksi inflamasi dari kolon seperti kolitis ulserativa, kolitis granulomatosa, kolitis pseudomembranosa, tifus abdominalis, disentri basiler, kolera, dan infiltrasi limfoma pada kolon. Terjadinya dilatasi sebagai hasil dari kerusakan lapisan otot oleh karena inflamasi yang menyebabkan tidak adanya tonus dan peristaltik, kemudian segmen kolon ini akan berdilatasi secara pasif oleh isi kolon seperti gas, eksudat, dan tinja. Kematian akibat megakolon toksik cukup tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Binder, dkk.(1974) bahwa mortalitas apabila terjadi perforasi pada megakolon toksik adalah sebesar 82 % (Hadi, 2002).
2.2.2.4.Sistem Urogenital Penyakit pada ginjal dan sistem urinaria jarang menimbulkan kematian mendadak.Kondisi dimana pasien menderita gagal ginjal akut dapat menjadi penyebab kematian mendadak pada sistem ini.Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis yang memiliki ciri penurunan laju filtrasi glomerulus yang cepat, azotemia, dan gangguan homeostasis elektrolit, cairan, dan asam basa.Angka kematian pada gagal ginjal akut cukup tinggi yaitu sekitar 25 % hingga 60 % (Knight, 1991). Adanya kematian mendadak pada wanita usia subur harus diperhatikan sebagai komplikasi dari kehamilan. Rupturnya kehamilan ektopik dapat menyebabkan
kematian
mendadak
intraperitoneal (Knight, 1991).
oleh
karena
terjadinya
perdarahan
14
2.3. Autopsi Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan luar dan dalam untuk kepentingan pendidikan, hukum dan ilmu kesehatandengan tujuan merumuskan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
interpretasi
atas
penemuan-penemuan
tersebut,
menerangkan
penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian(Amir, 2004).
2.3.1. Jenis Autopsi Berdasarkan tujuannya, autopsi dibagi atas: 1) Autopsi Anatomi Autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran untuk mengetahui susunan jaringan dan organ tubuh.Dalam autopsi ini digunakan mayat yang tidak dikenal siapa keluarganya atau kerelaan tertulis dari seseorang yang merelakan tubuhnya dipakai untuk pendidikan (Amir, 2004). 2) Autopsi Klinik Autopsi yang dilakukan pada penderita yang meninggal setelah dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk menentukan proses patologis yang terdapat dalam tubuh korban, menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisis kesesuaian antara diagnosis klinis dengan diagnosis postmortem, perjalanan penyakit dan sebagainya. Autopsi klinik ini dilakukan dengan persetujuan keluarga mayat tersebut atau apabila tidak ada keluarga terdekat yang datang ke rumah sakit dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam (Amir, 2004). 3) Autopsi Forensik Autopsi forensik dilakukan atas permintaan yang berwenang untuk membantu penegak hukum melakukan penyidikan terhadap mayat yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas, keracunan, kematian mendadak dan kematian yang tidak diketahui sebabnya. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk membantu identifikasi korban, mengetahui sebab pasti, mekanisme dan lama kematian, mengumpulkan dan memeriksa barang bukti untuk penentuan identitas pelaku kejahatan, serta
15
membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum. Autopsi forensik harus dilakukan sedini mungkin, lengkap, oleh dokter sendiri dan seteliti mungkin (Amir, 2004).
2.3.2. Pemeriksaan Mayat 1)Pemeriksaan Luar Pemeriksaan bagian luar tubuh korban seperti pakaian dan benda-benda yang dipakai, identitas korban, tanda-tanda khusus, warna kulit, rambut, perkiraan usia, mata, bagian wajah, leher, dada, perut, ekstremitas, alat kelamin dan tandatanda kekerasan/luka (Amir, 2004). 2) Pemeriksaan Dalam Pemeriksaan dengan membuka semua rongga tubuh korban, yaitu rongga kepala, dada, perut dan panggul.Organ tubuh yang diperiksa dimulai dari lidah, tonsil, kelenjar gondok, kerongkongan (esofagus), batang tenggorok (trakea), tulang lidah, rawan gondok (kartilago tiroidea), rawan cincin (kartilago krikoidea), arteri karotis interna, kelenjar timus, paru-paru, jantung, aorta torakalis, aorta abdominalis, anak ginjal (kelenjar suprarenalis), ginjal, ureter, kandung kencing, hati, kandung empedu, limpa, kelenjar getah bening, lambung, usus halus, usus besar, otak besar, otak kecil, batang otak, dan alat kelamin dalam (Amir, 2004). 2.3.3. Kepentingan Autopsi Pada kasus kematian mendadak, sangat perlu mendapat perhatian terhadapkeadaan korban sebelum kematian, mengingat kemungkinan dalam kematian mendadak tersebut terdapat unsur kriminal, atau kematian tersebut berhubungan dengan kelalaian perbuatan orang lain.Apakah korban baru menjalankan
aktivitas,
atau
sewaktu
istirahat
sehabis
melakukan
aktivitas.Keadaan lingkungan tempat kejadian perkara juga harus dijadikan perhatian, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian (Amir, 2004; Rahmawati, 2010).