BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Jeruk
Tanaman jeruk pada umumnya
berupa pohon atau perdu dan jarang berbentuk
semak. Ciri-cirinya antara lain: •
posisi daun berhadap-hadapan atau berseling, bentuk daun bisa tunggal atau majemuk.
•
Bunga beraturan, berbentuk anak payung, tandan atau malai, kebanyakan berkelamin dua, kelopak bunga berjumlah 4-5 dan berdaun lepas.
•
Buah jeruk termasuk buah sejati tunggal berdaging (hesperidium) yang memiliki tiga lapis kulit buah yaitu: 1. Lapisan luar yang kuat dan mengandung banyak minyak atsiri (flavedo) 2. Lapisan kedua berupa jaringan bunga karang (albedo) 3. Lapisan lebih dalam bentuknya bersekat-sekat, sehingga terdapat beberapa ruangan terdiri atas gelembung-gelembung yang berisi cairan.
Tumbuhan jeruk termasuk genus Citrus, yang terdiri dari dua subgenus,yaitu: 1. Eucitrus merupakan jenis tumbuhan jeruk yang paling luas dibudidayakan orang, karena buahnya enak dimakan. 2. Papeda merupakan jenis tumbuhan jeruk dimana buahnya tidak enak dimakan karena daging buahnya terlalu banyak mengandung asam atau berbau wangi agak keras (Sarwono, 1995).
Universitas Sumatera Utara
6 2.2. Jeruk Manis
Disebut jeruk manis karena memang rasanya manis, tetapi ada juga yang rasanya manis disertai rasa asam sedikit, sehingga bisa menambah rasa segar bila dimakan atau diminum sebagai sari buah. Jeruk manis banyak ditanam di daerah 20-40oLU dan 20-40oLS. Di daerah subtropis, ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 dpl, sedangkan di daerah katulistiwa dapat
ditanam sampai ketinggian 2000 m dpl.
Temperatur optimal pertumbuhannnya antara 25-30oC .
Penampang melintang
penampang membujur
Gambar 2.1. Penampang Jeruk Manis Keterangan: 1. Sekat segmen 2. Endocarp (segmen), mengndung gula dan asam 3. Biji 4. Columella 5. Gelembung kecil berisi cairan manis 6. Exocarp (flavedo/ kulit jeruk), bintik-bintik di dalamnya mengandung cairan minyak berbau khas jeruk. 7. Kelopak 8. Tangkai 9. Navel (pusat), berasal dari daun buah 10. Mesocarp (albedo), bagian kulit bewarna putih, mengandung gula, pectin, vitamin C, dan glukosida (Pracaya, 2000).
Universitas Sumatera Utara
7 2.2.1. Sistematika Tumbuhan Jeruk Manis
Kingdom
:
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
:
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
:
Rosidae
Ordo
:
Sapindales
Famili
:
Rutaceae (suku jeruk-jerukan)
Genus
:
Citrus
Spesies
:
Citrus sinensis L. (http://www.plantamor.com).
Gambar 2.1. Tanaman Jeruk Manis
2.2.2.Kandungan dan Kegunaan Jeruk Manis Jeruk manis mengandung betakarotendan bioflavanoid yang dapat memperkuat dinding pembuluh darah kapiler. Pektinnya juga banyak terdapat dalam buah dan kulit jeruk, manfaatnya membantu menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan meningkatkan kolesterol baik (HDL). Jeruk juga berlimpah kandungan flavanoidnya yang berfungsi sebagai antioksidan menangkap radikal bebas penyebab kanker juga
Universitas Sumatera Utara
8
menghalangi reaksi oksidasi LDL yang menyebabkan darah mengental dan mencegah pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah. Jeruk juga kaya akan kandungan gula
buah
yang
dapat
memulihkan
energi
secara
cepat.
Jeruk
juga
kaya akan serat yang dapat mengikat zat karsinogen di dalam saluran pencernaan. Manfaatnya sembelit, wasir dan kanker kolon bisa dihindari. Jeruk juga kaya akan serat yang dapat memperlancar proses pencernaan.Selain kaya gizi, zat kimia terkandung seperti bioflanid, minyak atsiri limonen, asam sitrat, linalin asetat dan fellandren dipercaya dapat menyembuhkan penyakit batuk, menurunkan demam, dan membuat suara merdu (Prahasta, 2010).
2.2.3. Komposisi Minyak atsiri Kulit Jeruk Manis
Kulit buah segar mengandung sekitar 0,8% minyak atsiri dengan komponen utama sebagai berikut (Agusta, 2000) : 1. α-pinena (1,59%), 2. β-pinena (7,29%), 3. β-mirsena (4,59%), 4. Oktanal (0,70%), 5. Limonena (82,06%), 6. Osimene (0,14%), 7. 4-Thujanol (0,06%), 8. 1Oktanol(0,13%), 9. β-Linalool (1,61%), 10. α-limonena diepoksida (0,04%), 11. 1,3,5Tris
(Metilena) sikloheptana (0,04), 12.
trans-p-2,8-Mentadien-1-ol
(0,05),
Sitronellal (0,13), 14. 4-Metil-1-(1-Metiletil)-3-sikloheksen-1-ol (0,17), 15.
13. α-
Terpineol (0,30), 16. trans-Piperitol (0,04), 17. n-Dekanal (o,18), 18. Β-Sitronello l(0,13), 19. Karvona (0,05), 20. Perillal (0,06), 21. Nonanal (0,03), 22. Elemena (0,14), 23. α-Kariofilena (0,06), 24. 1 aR-(1aα,7α,7aα, 7bα)-1a,2,3,5,6,7,7a,7bOktahidro-1,1,7,7a-tetrametil-1H-siklopropana naftalena (0,09),25. α-Farnesena(0,06), 26. α-Elemena (0,21), 27. Germakrena B (0,07).
Universitas Sumatera Utara
9 2.2.4. Limonene 1-metil-4-(1-methylethenyl)-sikloheksena, C
10
H
16,
dan densitas 0,8411 g/cm³,
C= 88,16% dan H=11,84%, dan dengan massa molekul relatif 136,24 g/mol.
Struktur molekul dari limonen (The merck index, 1976). Limonene merupakan cairan bening
hidrokarbon diklasifikasikan sebagai
terpen siklik yang memiliki bau yang kuat dari jeruk, digunakan dalam sintesis kimia sebagai prekursor untuk sebagai pelarut dan pembersih. Limonene adalah terpen yang relatif stabil dan dapat disuling tanpa dekomposisi, meskipun pada suhu yang tinggi itu terurai membentuk isoprene . mudah teroksidasi di udara lembab untuk menghasilkan carveol dan carvone .
2.3. Minyak Atsiri
Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut dalam pelarut polar. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut minyak atsiri. Misalnya dalam bahasa inggris disebut essential oils, etherial oils dan volatile oils. Dalam bahasa Indonesia disebut minyak terbang atau minyak kabur karena minyak atsiri mudah menguap apabila dibiarkan begitu saja dalam keadaan terbuka.
Minyak atsiri mengandung campuran pelik dari bahan-bahan hayati, termasuk didalamnya ialah aldehid, alkohol, ester, keton dan terpen. Bahan-bahan ini
Universitas Sumatera Utara
10
kemungkinan merupakan sisa metabolisme tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk menjalankan peran ganda, seperti menarik serangga perusak.
Minyak atsiri dari beraneka ragam tanaman menghasilkan aroma yang berbeda, bahkan satu jenis tumbuhan yang sama bila ditanam di tempat yang berlainan mampu menghasilkan aroma yang berbeda. Iklim, keberadaan tanah, sinar matahari, cara pengolahan tidak hanya mempengaruhi rendemen minyak atsiri tetapi berpengaruh pula pada aromanya (Ruslan, 1987).
2.3.1. Komposisis Kimia Minyak atsiri
Pada umunya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1. Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen 2. Hidrokarbon teroksigenasi
A. Golongan Hidrokarbon Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur karbon (C), dan Hidrogen (H). Jenis Hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen.
B. Golongan Hidrikarbon Teroksigenasi Komponen kimia dari golongan ini terbentuk dari unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam
Universitas Sumatera Utara
11 molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua. Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen (Ketaren, 1985).
2.3.2. Sumber Minyak atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk famili Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, rutaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Umbelliferae dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizoma (Ketaren, 1985).
2.3.3. Kegunaan Minyak atsiri
Kegunaan Minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri seperti ( Rochim, 2009) :
1. Di Farmasi dan kesehatan Bidang kesehatan minyak atsiri digunakan sebagai aroma terapi. Aroma yang muncul dari minyak atsiri dapat menimbulkan efek menenangkan yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai terapi psikis. Dengan memanfaatkan aroma terapi, psikis dibuat lebih tenang dan rileks. Selain menenangkan, zat aktif dalam minyak atsiri juga sangat membantu proses penyembuhan karena memiliki sifat anti radang, antifungi, antiserangga, afrodisiak, anti-inflamasi, antiflogistik dan dekongestan.
Universitas Sumatera Utara
12
2. Kosmetik Dalam hal perawatan kecantikan, minyak atsiri juga digunakan sebagai campuran bahan kosmetik. Kehadiran minyak atsiri dapat memberikan aroma khas pada produk. Beberapa produk kosmetik yang membutuhkan peran atsiri untuk memperkuat efeknya yaitu: parfum, sabun, pasta gigi, sampo, lotion, dan deodoran.
3. Makanan Pada makanan, minyak atsiri ditambahkan sebagai penambah aroma dan penambah rasa. Dalam pembuatan makanan olahan, tak jarang bahan yang digunakan hanya sedikit menggunakan bahan utama. Oleh sebab itu, kehadiran minyak atsiri dapat memperkuat aroma dan rasa sehingga produk makanan serasa memiliki cita rasa yang tak kalah dengan produk aslinya.
2.4. Cara Memproduksi Minyak Atsiri
Minyak atsiri dapat diproduksi melalui beberapa metode, namun sebagian besar minyak atsiri diperoleh melalui penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), ekstraksi dengan lemak dingin (enfleurasi), ekstraksi dengan lemak panas (maserasi), dan pengepresan (pressing).
2.4.1. Penyulingan
Dalam tanaman minyak atsiri terdapat dalam kelenjar minyak atau pada bulubulu kelenjar. Minyak atsiri hanya akan keluar setelah uap menerobos jaringanjaringan tanaman yang terdapat dalam permukaan. Biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat, maka untuk mempercepat proses difusi sebelum melakukan penyulingan terlebih dahulu bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotongpotong atau digerus. Pemotongan atau penggerusan merupakan upaya mengurangi ketebalan bahan hingga difusi terjadi. Peningkatan difusi akan mempercepat penguapan dan penyulingan minyak atsiri. Peristiwa terpenting yang terjadi dalam proses penyulingan dengan metode hidrodestilasi ini adalah terjadinya difusi minyak
Universitas Sumatera Utara
14 atsiri dan air panas melalui membran bahan yang disuling, terjadinya hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri dan terjadinya dekomposisi yang disebabkan oleh panas. Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga macam penyulingan yaitu:
a. Penyulingan dengan air Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Oleh sebab itu sering disebut penyulingan langsung.
b. Penyulingan dengan Uap Pada prinsipnya, penyulingan ini sama dengan penyulingan langsung hanya saja air pengisi uap tidak diisikan secara bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap yang kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.
c. Penyulingan dengan Air dan Uap Bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaanya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony, 2000).
Dalam tanaman minyak atsiri terdapat dalam kelenjar minyak dan akan keluar setelah
hidrodifusi dimana uap menerebos jaringan tanaman. Proses difusi
berlangsung sangat lambat sehingga untuk mempercepat sebelum penyulingan dilakukan bahan harus diperkecil dengan dipotong atau digerus.
Penyimpanan bahan tanaman sebelum dipotong sering menyebabkan lepasnya minyak atsiri, biasanya hilangnya minyak atsiri oleh penguapan relatif sedikit tetapi
Universitas Sumatera Utara
14
sering disebabkan oleh oksidasi dan resinifikasi. Minyak atsiri pada jaringan tanaman sering hilang karena pemanasan setelah bahan dipanen. Bagian tanaman dengan kandungan air yang tinggi dapat kehilangan kandungan minyak atsiri dalam jumlah besar pada saat dikeringkan pada keadaan terbuka, tetapi memang ada sejumlah tanaman yang kehilangan minyak atsiri yang sedikit. Pada hakekatnya penguapan melalui dinding jaringan tanaman tidak langsung terjadi karena melepaskan minyak atsiri ini pertama-tama minya atsiri harus dibawa ke permukaan tamnaman melalui hidrodifusi.
Minyak atsiri yang dihasilkan dari bagian tanaman yang basah maupun yang kering menunjukkan perbedaan yang cukup besar baik sifat fisika kimia maupun komposisi kimia yang terkandung. Selama pelayuan dan pengeringan, membran sel berangsur-angsur akan pecah dan cairan bebas melakukan penetrasi dari satu sel ke sel yang lain hingga membentuk senyawa yang mudah menguap. Daun nilam yang dipanen dalam keadaan segar hampir tidak berbau, namun bau akan timbul bila daun dikeringkan (Lutony, 2000).
2.4.2. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap
Prinsip dari ekstraksi ini adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air. Adapun pelarut menguap yang digunakan diantaranya heksana, alkohol dan aseton. Pelarut menguap akan berpenetrasi ke dalam jaringan bahan baku dan melarutkan minyak bahan lainnya.
2.4.3. Ekstraksi dengan Lemak Dingin
Metode enflurage adalah metode penarikan minyak atsiri yang dilekatkan pada media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri
Universitas Sumatera Utara
15
sampai beberapa hari atau minggu. Caranya dengan menaburkan bunga di hamparan lapisan lilin dalam sebuah baki besar dan ditumpuk-tumpuk menjadi satu tumpukan yang saling menutup rapat sehingga dihasilkan lilin yang berbau harum yang dikenal sebagai pomade, selanjutnya pomade dikerok dan diekstraksi menggunakan etanol seperti ekstraksi biasa.
2.4.4. Pengepresan
Metode pengepresan merupakan metode penarikan minyak atsiri dari kulit buah jeruk yaitu dengan pemberian tekanan untuk mengepres kulit jeruk sehingga minyak yang terkandung di dalamnya keluar, Cara ini sangat sederhana dan dalam hal tertentu memberikan hasil yang memuaskan seperti aroma yang alami.
Isolasi dengan pengepresan mempunyai beberapa kesulitan karena dinding yang didalamnya terdapat kantung minyak atsiri sebagian besar terdiri dari sesulosa dan pektin berupa koloid sehingga dengan metode ini maka minyak bergabung dengan koloid. Masalah ini adalah salah satu hambatan dalam memproduksi minyak bermutu baik dengan menggunakan mesin tekan (Guenther, 1987).
2.5. Analisis Komponen Minyak Atsiri
Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang rumit karena kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan berbagai tipe, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Kendala yang dihadapi pada saat menganalisis komponen penyusun minyak atsiri adalah hilangnya sebagian komponen selama proses preparatif dan berlangsungnya proses analisis sejak ditemukannya kromatografi gas, kendala dalam analisis komponen minyak atsiri ini mulai dapat diatasi, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat akhirnya dapat melahirkan gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda dan saling melengkapi yaitu gabungan dari kromatografi gas dan spektrometri massa (GC-MS).
Universitas Sumatera Utara
16
Pada GC-MS, kedua alat dihubungkan dengan suatu interfase. Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Analisis dengan GCMS merupakan metode yang cepat dan akurat untuk memisahkan campuran yang rumit (Agusta, 2000).
2.5.1. Kromatografi
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran dimana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fase. Fasa gerak yang membawa cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara selektif. Kromatografi memiliki keuntungan yakni merupakan metode pemisahan yang cepat dan mudah serta menggunakan
peralatan yang murah dan sederhana sehingga
campuran yang kompleks dapat dipisahkan dengan mudah dan membutuhkan campuran cuplikan yang sangat sedikit (Sastrohamidjojo, 1985).
Pemisahan secara kromatografi ditentukan oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh cuplikan yang akan dianalisis yaitu ( Willet, 1987) : - Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan). - Kecenderungan molekul untuk melarut pada permukaan serbuk halus (adsorpsi). - Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian)
2.5.2. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah suatu proses dengan mana suatu campuran menjadi komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melewati suatu lapisan serapan yang stasioner (Vogel, 1994).
Universitas Sumatera Utara
17
Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat, yang diukur mulai saat penyuntikan sampai terjadi elusi ( Gritter, 1991).
A. Gas Pembawa
Tangki gas bertekanan tinggi berlaku sebagai sumber gas pembawa. Pada Kromatografi gas suhu tetap selama analisis. Suatu pengatur tekanan digunakan untuk menjamin tekanan yang seragam pada pemasuk kolom sehingga diperoleh laju aliran gas yang tetap. Gas yang biasa dipakai ialah hidrogen, helium, dan nitrogen. Gas pembawa haruslah mempunyai sifat (McNair and Bonelli, 1988) : 1. Lembam untuk mencegah intaraksi dengan cuplikan atau pelarut (fase diam) 2. Dapat meminimumkan difusi gas 3. Mudah didapat 4. Murni 5. Cocok untuk detektor yang digunakan
A. Sistem Injeksi
Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik, biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan sendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu maksimum. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, 1999).
Dalam pemisahan dengan GLC cuplikan harus dalam bentuk fase uap. Gas dan uap dapat dimasukkan secara langsung. Tetapi kebanyakan senyawa organik berbentuk cairan dan padatan. Hingga dengan demikian senyawa yang berbentuk cairan dan padatan pertama-tama harus diuapkan. Ini membutuhkan pemanasan sebelum masuk dalam kolom (Madbardo, 2010)
Universitas Sumatera Utara
18 B. Kolom
Kolom bagi sebuah kromatografi gas sangat penting, dapat diibaratkan sebagai jantung kromatografi gas karena pemisahan komponen-komponen sampel terjadi di dalam kolom. (Mulja, 1995).
Kolom dapat dibuat dari tembaga, baja tahan karat, aluminium atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus, melengkung ataupun gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang. Ada dua macam kolom yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kapiler banyak digunakan untuk menganalisis komponen minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh kelebihan kolom tersebut yang memberikan hasil analisis dengan daya pisah tinggi dan sekaligus memiliki sensitivitas yang tinggi ( Agusta, 2000).
C. Penyangga padat
Penyangga padat menyediakan permukaan lembam yang luas dan seragam tempat penyebaran fase cair. Beberapa sifat penyangga yang diperlukan adalah: 1. Lembam (mencegah penjerapan) 2. daya tahan remuknya tinggi 3. permukaannya luas 4. Bentuknya teratur dan ukurannya seragam. Dalam perdagangan ada dua jenis Chromosorb dasar yang digunakan
yaitu
Chromosorb P (pink,merah jambu) dan Chromosorb W (white, putih) (McNair and Bonelli, 1988).
D. Fase Diam
Fase diam disaputkan pada permukaan dalam medium, seperti tanah diatome dalam kolom atau dilapiskan pada dinding kapiler. Berdasarkan sifatnya fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit polar, semipolar dan sangat polar.
Universitas Sumatera Utara
19
Berdasarkan sifat miyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar, untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom dengan fase diam yang bersifat sedikit polar. Jika dalam analisis minyak atsiri digunakan kolom yang lebih polar, sejumlah puncak yang dihasilkan menjadi lebar ( tidak tajam) dan sebagian puncak tersebut juga membentuk ekor. Begitu juga dengan garis dasarnya tidak rata dan terlihat bergelombang. Bahkan kemungkinan besar komponen yang bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama sekali ( Agusta, 2000).
E. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis . Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom. Kondisi analisis minyak atsiri tertentu tidak selalu dapat memberikan hasil yang memuaskan jika diterapkan pada minyak atsiri lainnya.
F. Detektor
Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan dari kolom secara terus-menerus, cepat, akurat, dan dapat melakukan pada suhu yang lebih tinggi. Detektor harus dapat dipercaya dan mudah digunakan. Fungsi umumnya mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan kromatogram.
Detektor yang umum digunakan: a.
Detektor hantaran panas (Thermal Conductivity Detector_ TCD)
b.
Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector_ FID)
c.
Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector _ECD)
d.
Detektor fotometrik nyala (Falame Photomertic Detector _FPD)
e.
Detektor nyala alkali
f.
Detektor spektroskopi massa
Universitas Sumatera Utara
20 Detektor yang peka terhadap senyawa organik yang mengandung fosfor adalah FID, ECD, dan FPD. Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector – ECD). Pada penetapan ini, digunakan detektor penangkap elektron. Detektor ini merupakan modifikasi dari FID yaitu pada bagian tabung ionisasi. Dasar dari ECD ialah terjadinya absorbsi oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap elektron bebas (senyawa-senyawa elektronegatif). Dalam detektor gas terionisasi oleh partikel yang dihasilkan dari 3H atau
63
Ni. Detektor ini mengukur kehilangan sinyal ketika
analit terelusi dari kolom kromatografi. Detektor ini peka terhadap senyawa halogen, karbonil terkoyugasi, nitril, nitro, dan organo logam, namun tidak peka terhadap hidrokarbon, ketone, dan alkohol.
Analisis kuantitatif didasarkan pada luas puncak atau tinggi puncak. Jumlah puncak ang terdapat pada kromatogram menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam cuplikan sedangkan luas peak menunjukkan konsentrasi komponn. Penentuan luas puncak dapat dilakukan dengan mengalikan tinggi puncak dengan lebarnya pada setengah tinggi (Hendayana, 1994)
2.6. Penyimpanan Minyak Atsiri
Pada proses penyimpanan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan oleh berbagai proses, baik secara kimia maupun fisika. Biasanya kerusakan disebabkan oleh reaksireaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi, polimerisasi, hidrolisis ester dan interaksi gugus fungsional. Proses tersebut diaktivasi oleh panas serta adanya oksigen, kelembaban, serta dikatalisis oleh cahaya dan beberapa kasus kemungkinan dikatalisis oleh logam.
Sebelum penyimpanan minyak atsiri harus dibebaskan dari air, karena air merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan minyak atsiri. Penghilangan air dapat dilakukan dengan menambahkan natrium sulfat anhydrous, disusul dengan pengocokan, kemudian didiadamkan beberapa lama, kemudian disaring. Kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Penyimpanan minyak dalam jumlah kecil sangat baik
Universitas Sumatera Utara
21
dilakukan memakai botol atau gelas berwarna gelap, sedangkan dalam jumlah yang besar disimpan dalam drum yang dilapisi dengan timah atau bahan yang tidak bereaksi dengan minyak atsiri. Penyemprotan gas karbondioksida atau nitrogen ke dalam drum sebelum ditutup akan menghilangkan gas oksigen dari permukaan minyak, sehingga minyak terlindungi dari kerusakan akibat oksidasi (Guenther, 1987).
2.7. Uji Kualitas Minyak Atsiri
Untuk mengetahui karakteristik minyak atsiri yang dihasilkan terdapat beberapa uji yang dilakukan, uji inilah yang menentukan tingkat kelayakan minyak disebut murni atau sebaliknya. Uji yang dilakukan seperti:
1. Berat Jenis
Nilai berat jenis (densitas) minyak atsiri merupakan perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak. Berat jenis sering dihubungkan dengan berat komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung didalam minyak, semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya, berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi (Rochim, 2009).
2. Indeks bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam zat tersebut pada suatu suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias mnyak lebih besar. Menurut Guenther nilai indeks bias juga dipengaruhi oleh air dimana semakin banyak kandungan airnya, semakin kecil nilai indeks biasnya. Hal ini karena sifat air yang mudah membiaskan cahaya yang
Universitas Sumatera Utara
22 datang. Jadi, minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang lebih besar lebih bagus dibandingkan dengan nilai indeks bias yang kecil (Rochim, 2009).
3. Putaran Optik
Sifat optik minyak atsiri ditentukan dengan menggunakan alat polarimeter. Nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary) jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan. Pengukuran parameter ini sangat menentukan kemurnian suatu minyak (Rochim, 2009). . 4. Bilangan Asam
Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi kualitas, diantaranya mengubah bau khas minyak atsiri. Adanya sebagian komposisi minyak atsiri yang kontak dengan udara atau berada pada kondisi lembab mengakibatkan munculnya reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisasi oleh cahaya. Akibatnya terbentuklah asam. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid, dapat membentuk golongan aldehid, dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga menambah nilai bilangan asam minyak atsiri. Selain kontak langsung dengan udara, proses oksidasi juga dapat disebabkan oleh tekanan dan temperatur yang tinggi pada proses menghasilkan minyak (Rochim, 2009).
5. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Bilangan Penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak atau lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek mempunyai berat molekul relatif kecil dan harga bilangan penyabunan yang besar.
Universitas Sumatera Utara
23 6. Kelarutan dalam Alkohol Telah diketahui bahwa alkohol mempunyai gugus OH-. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther yang menyatakan bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung di dalamnya. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut dibandingkan minyak atsiri yang mengandung terpen, semakin rendah pula daya larutnya atau semakin sukar larut. Hal tersebut disebabkan senyawa terpen takteroksigenasi merupakan senyawa non polar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin bagus (Rochim, 2009).
Universitas Sumatera Utara