6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Pakar
Sistem pakar adalah sistem perangkat lunak komputer yang menggunakan ilmu, fakta, dan teknik berpikir dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalahmasalah yang biasanya hanya dapat diselesaikan oleh tenaga ahli dalam bidang yang bersangkutan (Kusrini, 2006).
Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-kaidah penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua hal tersebut disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu.
Menurut Efraim Turban (1995), konsep dasar sistem pakar mengandung : keahlian, ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan. Keahlian adalah suatu kelebihan penguasaan pengetahuan di bidang tertentu yang diperoleh dari pelatihan, membaca atau pengalaman. Contoh bentuk pengetahuan yang termasuk keahlian adalah :
a.
Fakta-fakta pada lingkup permasalahan tertentu.
b.
Teori-teori pada lingkup permasalahan tertentu.
c.
Prosedur-prosedur dan aturan-aturan berkenaan dengan lingkup permasalahan tertentu.
d.
Strategi-strategi global untuk menyelesaikan masalah.
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.1
Pemakai Sistem Pakar
Sistem pakar dapat dipakai oleh :
1.
Orang awam yang bukan pakar untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah.
2.
Pakar, sebagai asisten yang berpengetahuan.
3.
Memperbanyak atau menyebarkan sumber pengetahuan yang semakin langka.
Sistem pakar merupakan program yang dapat menggantikan seorang pakar. Alasan mendasar mengapa sistem pakar dikembangkan untuk menggantikan seorang pakar ;
1.
Dapat menyediakan kepakaran setiap waktu dan di berbagai lokasi.
2.
Secara otomatis mengerjakan tugas-tugas rutin yang membutuhkan seorang pakar.
3.
Seorang pakar akan pensiun atau pergi.
4.
Menghadirkan/menggunakan jasa seorang pakar memerlukan biaya yang mahal.
5.
Kepakaran dibutuhkan juga pada lingkungan yang tidak bersahabat (hostile environment).
2.1.2
Ciri-ciri Sistem Pakar
1.
Terbatas pada bidang yang spesifik.
2.
Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak lengkap atau tidak pasti.
3.
Dapat mengemukakan rangkaian alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami.
4.
Berdasarkan pada rule atau kaidah tertentu.
5.
Dirancang untuk dapat dikembangkan secara bertahap.
6.
Outputnya bersifat nasihat atau anjuran.
Universitas Sumatera Utara
8
7.
Output tergantung dari dialog dengan user.
8.
Knowledge base dan inference engine terpisah.
2.1.3
Keuntungan Sistem Pakar
1.
Membuat seorang yang awam dapat bekerja layaknya seorang pakar.
2.
Dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti.
3.
Meningkatkan output dan produktivitas.
4.
Meningkatkan kualitas.
6.
Membuat peralatan yang kompleks lebh mudah karena sistem pakar dapat melatih pekerja yang tidak berpengalaman.
7.
Handal (reliability).
8.
Sistem pakar tidak dapat lelah atau bosan.
9.
Memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang kompleks.
10.
Memungkinkan pemindahan pengetahuan ke lokasi yang jauh serta memperluas jangkauan seorang pakar, dapat diperoleh dan dipakai di mana saja.
2.1.4
Modul Penyusun Sistem Pakar
Suatu sistem pakar disusun oleh tiga modul utama (Arhami, 2005), yaitu :
1.
Modul Penerimaan Pengetahuan (Knowledge Acquisition Mode) Sistem berada pada modul ini, pada saat ia menerima pengetahuan dari pakar. Proses mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan yang akan digunakan untuk pengembangan sistem, dilakukan dengan bantuan knowledge engineer. Peran knowledge engineer adalah sebagai penghubung antara suatu sistem pakar dengan pakarnya.
2.
Modul Konsultasi (Consultation Mode) Pada modul ini sistem berada pada posisi memberikan jawaban atas
Universitas Sumatera Utara
9
permasalahan yang diajukan oleh user, sistem pakar berada dalam modul konsultasi. Pada modul ini, user berinteraksi dengan sistem dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sistem.
3.
Modul Penjelasan (Explanation Mode) Modul ini menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh sistem (bagaimana suatu keputusan dapat diperoleh).
Pengalihan keahlian dari para ahli ke komputer untuk kemudian dialihkan lagi ke orang lain yang bukan ahli, merupakan tujuan utama dari sistem pakar. Proses ini membutuhkan 4 aktivitas yaitu :
a.
Tambahan pengetahuan (dari para ahli atau sumber-sumber lainnya).
b.
Representasi pengetahuan (ke komputer).
c.
Inferensi pengetahuan.
d.
Pengalihan pengetahuan ke user. Pengetahuan yang disimpan di komputer disebut dengan nama basis
pengetahuan. Ada 2 tipe pengetahuan, yaitu : fakta dan prosedur (biasanya berupa aturan). Salah satu fitur yang harus dimiliki oleh sistem pakar adalah kemampuan untuk menalar. Jika keahlian-keahlian sudah tersimpan sebagai basis pengetahuan dan sudah tersedia program yang mampu mengakses basis data, maka komputer harus dapat diprogram untuk membuat inferensi. Proses inferensi ini dikemas dalam bentuk motor inferensi (inference engine). Sebagian besar sistem pakar komersial dibuat dalam bentuk rule-based systems, yang mana pengetahuannya disimpan dalam bentuk aturan-aturan.
Fitur
lainnya
dari
sistem
pakar
adalah
kemampuan
untuk
merekomendasi. Kemampuan inilah yang membedakan sistem pakar dengan sistem konvensional.
2.1.5 Struktur Sistem Pakar
Komponen utama pada struktur sistem pakar (Hartati, 2008) meliputi :
Universitas Sumatera Utara
10
1.
Basis Pengetahuan (Knowledge base). Basis pengetahuan merupakan inti dari suatu sistem pakar, yaitu berupa representasi pengetahuan dari pakar. Basis pengetahuan tersusun atas fakta dan kaidah. Fakta adalah informasi tentang objek, peristiwa, atau situasi. Kaidah adalah cara untuk membangkitkan suatu fakta baru dari fakta yang sudah diketahui.
2.
Mesin Inferensi (Inference Engine). Mesin inferensi berperan sebagai otak dari sistem pakar. Mesin inferensi berfungsi untuk memandu proses penalaran terhadap suatu kondisi, berdasarkan pada basis pengetahuan yang tersedia. Di dalam mesin inferensi terjadi proses untuk memanipulasi dan mengarahkan kaidah, model, dan fakta yang disimpan dalam basis pengetahuan dalam rangka mencapai solusi atau kesimpulan.
Dalam prosesnya, mesin inferensi menggunakan strategi penalaran dan strategi pengendalian. Strategi penalaran terdiri dari strategi penalaran pasti (Exact Reasoning) dan strategi penalaran tak pasti (Inexact Reasoning). Strategi pengendalian berfungsi sebagai panduan arah dalam melakukan prose penalaran. Terdapat tiga teknik pengendalian yang sering digunakan, yaitu forward chaining, backward chaining, dan gabungan dari kedua tehnik pengendalian tersebut.
3.
Basis Data (Database). Basis data terdiri atas semua fakta yang diperlukan, dimana fakta-fakta tersebut digunakan untuk memenuhi kondisi dari kaidah-kaidah dalam sistem. Basis data menyimpan semua fakta, baik fakta awal pada saat sistem mulai beroperasi, maupun fakta-fakta yang diperoleh pada saat proses penarikan kesimpulan sedang dilaksanakan. Basis data digunakan untuk menyimpan data hasil observasi dan data lain yang dibutuhkan selama pemrosesan.
4.
Antarmuka Pemakai (User Interface).
Universitas Sumatera Utara
11
Fasilitas ini digunakan sebagai perantara komunikasi antara pemakai dengan sistem.
2.1.6
Orang yang Terlibat dalam Sistem Pakar
1.
Pakar (domain expert), yaitu seorang ahli yang dapat menyelesaikan masalah yang sedang diusahakan dipecahkan oleh sistem.
2.
Pembangun
pengetahuan
(knowledge
engineer)
yaitu
seorang
yang
menerjemahkan pengetahuan seorang pakar dalam bentuk deklaratif sehingga dapat digunakan oleh sistem pakar. 3.
Pengguna (user) yaitu seseorang yang berkonsultasi dengan system untuk mendapatkan saran yang disediakan oleh pakar.
4.
Pembangun sistem (system engineer) yaitu seorang yang membuat antarmuka pengguna, merancang bentuk basis pengetahuan secara deklaratif dan mengimplementasikan mesin inferensi.
2.1.7
Kategori Masalah Sistem Pakar
Masalah-masalah yang dapat diselesaikan dengan sistem pakar di antaranya :
1.
Interpretasi. Membuat kesimpulan atau deskripsi dari sekumpulan data mentah.
2.
Prediksi. Memproyeksikan akibat-akibat yang dimungkinkan dari situas-situasi tertentu.
3.
Diagnosis. Menentukan sebab malfungsi dalam situasi kompleks yang didasarkan pada gejala-gejala yang diamati.
4.
Desain. Menentukan konfigurasi komponen-komponen sistem yang cocok dengan tujuan-tujuan kinerja tertentu yang memenuhi kendala-kendala tertentu.
5.
Perencanaan. Merencanakan serangkaian tindakan yang akan dapat mencapai sejumlah tujuan dengan kondisi awal tertentu.
Universitas Sumatera Utara
12
6.
Debugging dan repair. Menentukan dan menginterpretasikan cara-cara untuk mengatasi malfungsi.
7.
Instruksi. Mendeteksi dan mengoreksi defisiensi dalam pemahaman domain subjek.
8.
Pengendalian. Mengatur tingah laku suatu environment yang kompleks.
9.
Selection. Mengidentifikasi pilihan terbaik dari sekumpulan kemungkinan.
10.
Simulation. Pemodelan interaksi antara komponen-komponen sistem.
11.
Monitoring. Membandingkan hasil pengamatan dengan kondisi yang diharapkan.
2.1.8
Metode Inferensi
Komponen ini mengandung mekanisme pola sistem dan penalaran yang digunakan oleh pakar dalam menyelesaikan suatu masalah. Metode inferensi adalah program yang memberikan metedologi untuk penalaran tentang informasi yang ada dalam basis pengetahuan dan dalam workplace, dan untuk memformulasikan kesimpulan (Turban, 1995).
Terdapat dua pendekatan untuk mengontrol inferensi, yaitu pelacakan dari belakang (Backward chaining) dan pelacakan dari depan (forward chaining).
2.1.8.1 Pelacakan ke belakang (Backward Chaining)
Pelacakan ke belakang adalah pendekatan yang dimotori oleh tujuan (goaldriven). Dalam pendekatan ini pelacakan dimulai dari tujuan, selanjutnya dicari aturan yang memiliki tujuan tersebut untuk kesimpulannya. Selanjutnya proses pelacakan menggunakan premis untuk aturan tersebut sebagai tujuan baru dan mencari aturan lain dengan tujuan baru sebagai kesimpulannya. Proses berlanjut sampai semua kemungkinan ditemukan (Kusumadewi, 2003). Gambar berikut menunjukan proses backward chaining.
Universitas Sumatera Utara
13
Observasi A
aturan R1
fakta C Aturan R3
Observasi B
aturan R2
fakta D
tujuan 1 Aturan R2
Gambar 2.1. Contoh Backward Chaining
2.1.8.2 Pelacakan ke depan (forward chaining)
Pelacakan ke depan adalah pendekatan yang dimotori data (data-driven). Dalam pendekatan ini pelacakan dimulai dari informasi masukan, dan selanjutnya mencoba menggambarkan kesimpulan. Pelacakan dari depan, mencari fakta yang sesuai dengan bagian IF dari aturan IF-THEN. Gambar berikut menunjukkan proses forward chaining.
Observasi A
aturan R1
fakta C
kesimpulan Aturan R3
Observasi B
aturan R2
fakta D
kesimpulan 2 Aturan R2
Fakta E
Gambar 2.2 Contoh Forward Chaining
2.1.9
Teknik Representasi Pengetahuan.
Representasi pengetahuan adalah suatu teknik untuk merepresentasikan basis pengetahuan yang diperoleh ke dalam suatu skema/diagram tertentu sehingga dapat diketahui relasi/hubungan antara suatu data dengan data yang lain. Teknik ini membantu knowledge engineer dalam memahami struktur pengetahuan yang akan dibuat sistem pakarnya.
Terdapat beberapa teknik representasi pengetahuan yang biasa digunakan
Universitas Sumatera Utara
14
dalam pengembangan suatu sistem pakar (Nugroho, 2008), yaitu :
1.
Rule-Based Knowledge Pengetahuan direpresentasikan dalam suatu bentuk fakta (facts) dan aturan (rules). Bentuk representasi ini terdiri atas premise dan kesimpulan.
2.
Frame-Based Knowledge Pengetahuan direpresentasikan dalam suatu bentuk hirarki atau jaringan frame.
4.
Object-Based Knowledge Pengetahuan direpresentasikan sebagai jaringan dari objek-objek. Objek adalah elemen data yang terdiri dari data dan metoda (proses).
5.
Case-Base Reasoning Pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk kesimpulan kasus (cases).
2.2
Ilmu Faraidh (Pembagian Warisan)
Ilmu faraidh adalah ilmu yang mempelajari tentang perhitungan dan tata cara pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan hukum Islam. Ilmu faraidh merupakan salah satu disiplin ilmu di dalam Islam yang sangat utama untuk dipelajari. Dengan menguasai ilmu faraidh, maka kita dapat mencegah perselisihanperselisihan dalam pembagian harta warisan (Baharun, 2007).
Rukun-rukun waris ada 3 (Syuja‘, 2001), yang mana jika salah satu dari rukun waris ini tidak ada maka tidak akan terjadi pembagian warisan. Diantaranya adalah :
1.
Adanya pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia yang meninggalkan sejumlah harta dan peninggalan lainnya yang dapat diwariskan.
2.
Adanya ahli waris, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
Universitas Sumatera Utara
15
3.
Adanya harta warisan, yaitu harta peninggalan milik pewaris yang ditinggalkan ketika ia wafat. Harta warisan ini dapat berbagai macam bentuk dan jenisnya, seperti uang, emas, perak, kendaraan bermotor, asuransi, komputer, peralatan elektronik, binatang ternak (seperti ayam, kambing, domba, sapi, kerbau, dan lain-lain), rumah, tanah, sawah, kebun, toko, perusahaan, dan segala sesuatu yang merupakan milik pewaris yang di dalamnya ada nilai materinya.
Syarat-syarat waris ada 3, diantaranya adalah :
1.
Telah meninggalnya pewaris baik secara nyata maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal oleh hakim, karena setelah dinantikan hingga kurun waktu tertentu, tidak terdengar kabar mengenai hidup matinya). Hal ini sering terjadi pada saat datang bencana alam, tenggelamnya kapal di lautan, dan lain-lain.
2.
Adanya ahli waris yang masih hidup secara nyata pada waktu pewaris meninggal dunia.
3.
Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti, termasuk kedudukannya terhadap pewaris dan jumlah bagiannya masing-masing.
Ada 3 sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris, diantaranya adalah : 1.
Memiliki ikatan kekerabatan secara hakiki (yang ada ikatan nasab murni atau ikatan darah), seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya.
2.
Adanya ikatan pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah legal yang telah disahkan secara syar'i antara seorang laki-laki dan perempuan. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris. Bagaimana bisa ada hak waris, sedangkan pernikahannya itu sendiri adalah tidak sah.
Universitas Sumatera Utara
16
3.
Al-Wala (Ali, 1995), yaitu terjadinya hubungan kekerabatan karena membebaskan budak. Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia yang merdeka. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, dengan syarat budak itu sudah tidak memiliki satupun ahli waris, baik ahli waris berdasarkan ikatan kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan.
Terdapat 15 ahli waris laki-laki (Arsyad, 1979), yaitu :
1.
Anak laki-laki.
2.
Cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
3.
Ayah.
4.
Kakek (bapak dari ayah) dan laki-laki generasi di atasnya
5.
Saudara laki-laki sekandung.
6.
Saudara laki-laki seayah.
7.
Saudara laki-laki seibu.
8.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
9.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
10.
Paman sekandung (saudara laki-laki sekandung ayah).
11.
Paman seayah (saudara laki-laki seayah ayah).
12.
Anak laki-laki dari paman sekandung.
13.
Anak laki-laki dari paman seayah.
14.
Suami.
15.
Laki-laki yang memerdekakan budak, baik budak laki-laki maupun budak perempuan.
Terdapat 10 ahli waris perempuan (Arsyad, 1979), yaitu :
1.
Anak perempuan.
2.
Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki. Mencakup pula cicit perempuan dari keturunan cucu laki-laki, dimana cucu laki-laki tersebut
Universitas Sumatera Utara
17
berasal dari keturunan anak laki-laki. Begitu pula keturunan perempuan yang seterusnya kebawah, yang penting mereka berasal dari pokok yang laki-laki yang tidak tercampuri unsur wanita. 3.
Ibu.
4.
Nenek (ibu dari ayah).
5.
Nenek (ibu dari ibu).
6.
Saudara perempuan sekandung.
7.
Saudara perempuan seayah.
8.
Saudara perempuan seibu.
9.
Istri.
10.
Perempuan yang memerdekakan budak, baik budak laki-laki maupun budak perempuan.
Pengelompokan ahli waris :
1.
Kelompok Ashhabul Furudh, yaitu kelompok ahli waris yang pertama kali diberi bagian harta warisan. Mereka adalah orang-orang yang telah ditentukan bagiannya dalam Al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma' secara tetap.
2.
Kelompok Ashobah, yaitu kelompok ahli waris yang menerima sisa harta warisan setelah dibagikan kepada ashhabul furudh. Bahkan, jika ternyata tidak ada ashabul furudh serta ahli waris lainnya, ia berhak mengambil seluruh harta peninggalan yang ada. Begitu juga, jika harta waris yang ada sudah habis dibagikan kepada ashabul furudh, maka merekapun tidak mendapat bagian.
3.
Kelompok Ashhabul Furudh atau Ashobah, yaitu kelompok ahli waris yang pada kondisi tertentu bisa menjadi ashhabul furudh atau bisa juga menjadi ashabah.
4.
Kelompok Ashhabul Furudh dan Ashobah, yaitu kelompok ahli waris yang pada kondisi tertentu bisa menjadi ashhabul furudh, bisa juga menjadi ashabah, dan bisa juga sebagai gabungan dari keduanya, yaitu sebagai ashhabul furudh dan ashabah secara sekaligus dalam satu waktu.
Universitas Sumatera Utara
18
2.2.1
Ashhabul Furudh
2.2.1.1 Ashhabul Furudh Yang Mendapat Bagian Setengah
Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan setengah (1/2) dari harta waris peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya dari golongan perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut adalah :
1.
Suami
2.
Anak perempuan
3.
Cucu perempuan keturunan anak laki-laki, cicit perempuan keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah
4.
Saudara perempuan sekandung
5.
Saudara perempuan seayah
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.
Seorang suami berhak untuk mendapatkan setengah harta warisan, dengan syarat apabila istrinya tidak mempunyai anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut ataupun dari bekas suaminya yang terdahulu. Selain anak, mencakup pula keturunan istri seterusnya yang tidak terselingi oleh perempuan, yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, cicit lakilaki keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, cicit perempuan keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
2.
Anak perempuan kandung (bukan anak tiri ataupun anak angkat) mendapat bagian setengah harta peninggalan pewaris, dengan dua syarat :
-
Anak perempuan itu adalah anak tunggal.
-
Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki, baik yang berasal dari ibu anak perempuan tersebut maupun dari istri pewaris yang lain. Dengan
Universitas Sumatera Utara
19
kata lain anak perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki satu pun.
3.
Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat bagian setengah, dengan tiga syarat :
-
Pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
-
Ia adalah cucu perempuan tunggal.
-
Ia tidak mempunyai saudara laki-laki, yakni cucu laki-laki yang lain dari keturunan anak laki-laki, baik dari keturunan ayahnya maupun dari keturunan pamannya yang lain.
4.
Saudara perempuan sekandung akan mendapat bagian setengah harta warisan, dengan tiga syarat :
-
Ia tidak mempunyai saudara laki-laki sekandung lainnya.
-
Ia hanya seorang diri, yakni tidak ada saudara perempuan sekandung lainnya.
-
Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan (anak, cucu, cicit, dan seterusnya), baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan, dengan syarat tidak tercampur unsur perempuan di dalamnya.
5.
Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian setengah dari harta warisan peninggalan pewaris, dengan empat syarat :
-
Ia tidak mempunyai saudara laki-laki seayah lainnya.
-
Ia hanya seorang diri, yakni tidak ada saudara perempuan seayah lainnya.
-
Pewaris tidak mempunyai saudara perempuan sekandung dan saudara laki-laki sekandung.
-
Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan (anak, cucu, cicit, dan seterusnya), baik keturunan laki-laki
Universitas Sumatera Utara
20
ataupun keturunan perempuan, dengan syarat tidak tercampur unsur perempuan di dalamnya.
2.2.1.2 Ashhabul furudh yang Mendapat Bagian Seperempat
Ashhabul furudh yang berhak mendapat seperempat (1/4) bagian dari harta peninggalan pewaris hanya ada dua, yaitu suami dan istri. Rinciannya sebagai berikut:
1.
Seorang suami berhak mendapat bagian seperempat bagian dari harta peninggalan istrinya dengan syarat apabila istrinya mempunyai anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut ataupun dari bekas suaminya yang terdahulu. Selain anak, mencakup pula keturunan istri seterusnya yang tidak terselingi oleh perempuan, yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, cucu perempuan keturunan anak lakilaki, cicit laki-laki keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, cicit perempuan keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
2.
Seorang istri akan mendapat bagian seperempat bagian dari harta peninggalan suaminya dengan syarat apabila suaminya tidak mempunyai anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak itu dari rahim istri tersebut ataupun dari istri-istri dan bekas istrinya yang terdahulu. Selain anak, mencakup pula keturunan suami seterusnya yang tidak terselingi oleh perempuan, yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, cicit laki-laki keturunan cucu laki-laki dari anak lakilaki, cicit perempuan keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah. Satu hal yang harus kita fahami, yang dimaksud dengan "istri mendapat seperempat" adalah berlaku untuk seluruh istri yang dinikahi oleh suami yang meninggal tersebut, dimana mereka belum bercerai dengan suaminya tersebut. Dengan kata lain, sekalipun seorang suami meninggalkan istri lebih dari satu, maka mereka tetap mendapat seperempat harta peninggalan suami mereka secara bersekutu dengan dibagi sama rata didalam
Universitas Sumatera Utara
21
1/4 bagian tersebut. Jadi, baik suami meninggalkan seorang istri ataupun empat orang istri, bagian mereka tetap seperempat dari harta peninggalan, dibagi sama rata sesuai dengan jumlah istri.
2.2.1.3 Ashhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperdelapan
Ashhabul furudh yang berhak memperoleh bagian seperdelapan (1/8) hanyalah istri. Istri, baik seorang maupun lebih akan mendapatkan seperdelapan dari harta peninggalan suaminya secara bersekutu bersama istri-istri suaminya yang lain (yakni dibagi sama rata diantara mereka dari 1/8 bagian tersebut), dengan syarat apabila suaminya tersebut mempunyai anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, baik anak itu dari rahim istri tersebut ataupun dari istri-istri dan bekas istrinya yang terdahulu.
Selain anak, mencakup pula keturunan suami seterusnya yang tidak terselingi oleh perempuan, yakni cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, cicit laki-laki keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, cicit perempuan keturunan cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
Satu hal yang harus kita fahami, yang dimaksud dengan "istri mendapat seperdelapan" adalah berlaku untuk seluruh istri yang dinikahi oleh suami yang meninggal tersebut, dimana mereka belum bercerai dengan suaminya tersebut. Dengan kata lain, sekalipun seorang suami meninggalkan istri lebih dari satu, maka mereka tetap mendapat seperdelapan harta peninggalan suami mereka secara bersekutu dengan dibagi sama rata didalam 1/8 bagian tersebut. Jadi, baik suami meninggalkan seorang istri ataupun empat orang istri, bagian mereka tetap seperempat dari harta peninggalan, dibagi sama rata sesuai dengan jumlah istri.
Universitas Sumatera Utara
22
2.2.1.4 Ashhabul furudh yang Mendapat Bagian Dua per Tiga
Ashhabul furudh yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3) dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita, yaitu :
1.
Dua anak perempuan (kandung) atau lebih.
2.
Dua orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
3.
Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih.
4.
Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.
Dua anak perempuan (kandung) atau lebih itu tidak mempunyai saudara lakilaki, yakni anak laki-laki dari pewaris.
2.
Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki akan mendapatkan bagian dua per tiga, dengan persyaratan sebagai berikut :
-
Pewaris tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki atau perempuan.
-
3.
Pewaris tidak mempunyai cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
Dua saudara perempuan sekandung (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan persyaratan sebagai berikut :
-
Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.
-
Dua saudara perempuan sekandung (atau lebih) itu tidak mempunyai saudara laki-laki sebagai ashabah.
-
Pewaris tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
23
4.
Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) akan mendapat bagian dua per tiga dengan syarat sebagai berikut :
-
Bila pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.
-
Kedua saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara lakilaki seayah.
-
Pewaris tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, atau saudara sekandung (baik laki-laki maupun perempuan).
-
Tidak ada saudara laki-laki sekandung, baik jumlahnya satu orang atau lebih, karena mereka menjadi penghalang hak waris mereka.
-
Tidak ada saudara perempuan sekandung lebih dari satu orang. Namun jika jumlah saudara perempuan sekandungnya hanya satu orang, maka mereka mendapatkan hak waris, yakni 1/6 bagian dibagi sama rata diantara mereka (bersekutu).
2.2.1.5 Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Bagian Sepertiga
Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan warisan sepertiga (1/3) bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara seibu atau lebih (baik laki-laki ataupun perempuan). Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.
Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat :
-
Pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
-
Pewaris tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki maupun perempuan), baik saudara itu sekandung, seayah ataupun seibu. Namun jika jumlah saudara tersebut hanya satu orang saja, atau bahkan tidak ada satupun saudara, maka ibu mendapat sepertiga.
Universitas Sumatera Utara
24
-
Khusus untuk masalah umariyatain, yakni ketika ibu mewarisi bersama sama dengan suami atau istri dari pewaris dan juga ayah, maka ibu mendapatkan bagian sepertiga dari sisa setelah dibagikan kepada suami atau istri tersebut. Dengan kata lain, ibu tidak mendapat sepertiga bagian dari harta warisan secara utuh, melainkan sepertiga dari sisa setelah diberikan kepada suami atau istri tersebut.
2.
Kemudian saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, akan mendapat bagian sepertiga dengan syarat sebagai berikut :
-
Bila pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki ataupun perempuan), juga tidak mempunyai ayah atau kakek.
-
Jumlah saudara yang seibu itu harus dua orang atau lebih. Cara membaginya adalah dibagi secara sama rata, dimana mereka semua bersekutu didalam 1/3 bagian.
2.2.1.6 Ashhabul Furudh yang Mendapat Bagian Seperenam
Adapun asbhabul furudh yang berhak untuk mendapatkan bagian seperenam (1/6) ada tujuh orang, yaitu :
1.
Ayah
2.
Kakek sahih (bapak dari ayah)
3.
Ibu
5.
Cucu perempuan keturunan anak laki-laki
6.
Saudara perempuan seayah
7.
Nenek
8.
Saudara seibu (baik laki-laki ataupun perempuan)
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
25
1.
Seorang ayah akan mendapat bagian seperenam bila pewaris mempunyai anak, baik anak laki-laki atau anak perempuan.
2.
Seorang kakek sahih (bapak dari ayah) akan mendapat bagian seperenam bila pewaris mempunyai keturunan yang tidak tercampur unsur wanita di dalamnya, seperti anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki, cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah, dengan syarat ayah pewaris tidak ada.
Yang dimaksud dengan kakek disini adalah bapaknya ayah, bapaknya kakek, dan seterusnya keatas tanpa terselingi oleh unsur wanita. Harap di ingat, bahwa kakek tidak dapat menghalangi hak waris saudara sekandung dan seayah. Namun, kakek dapat menghalangi hak waris saudara seibu, baik lakilaki maupun perempuan.
3.
Ibu akan memperoleh seperenam bagian dari harta yang ditinggalkan pewaris, dengan dua syarat :
-
Bila pewaris mempunyai anak laki-laki atau perempuan atau cucu lakilaki keturunan anak laki-laki.
-
Bila pewaris mempunyai dua orang saudara atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun perempuan, baik sekandung, seayah, ataupun seibu. Jadi yang dimaksud dengan “beberapa saudara” adalah dua orang saudara atau lebih.
4.
Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki seorang atau lebih akan mendapat bagian seperenam, apabila yang meninggal (pewaris) mempunyai satu anak perempuan. Dalam keadaan demikian, anak perempuan tersebut mendapat bagian setengah, dan cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki pewaris mendapat seperenam, sebagai pelengkap/penyempurna dua per tiga.
Universitas Sumatera Utara
26
5.
Saudara perempuan seayah satu orang atau lebih akan mendapat bagian seperenam, apabila pewaris mempunyai seorang saudara perempuan sekandung. Hal ini sama hukumnya dengan keadaan jika cucu perempuan keturunan anak laki-laki bersamaan dengan adanya seorang anak perempuan. Jadi, bila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan seorang saudara perempuan sekandung dan seorang saudara perempuan seayah atau lebih, maka saudara perempuan seayah mendapat bagian seperenam sebagai penyempurna dari dua per tiga. Sebab ketika saudara perempuan kandung memperoleh setengah bagian, maka tidak ada sisa kecuali seperenam yang memang merupakan hak saudara perempuan seayah.
6.
Saudara laki-laki atau perempuan seibu akan mendapat bagian masing-masing seperenam bila mewarisi sendirian, dengan syarat pewaris tidak mempunyai pokok (yakni ayah, kakek dan seterusnya) dan tidak pula cabang (yakni anak, cucu, cicit dan seterusnya yang berasal dari pokok yang laki-laki).
7.
Nenek, baik nenek yang berasal dari pihak ayah maupun dari pihak ibu akan mendapatkan bagian seperenam, dengan syarat pewaris tidak lagi mempunyai ibu. Seperenam bagian itu dibagikan secara rata kepada mereka.
2.2.2
Ashobah
Ashobah yaitu kelompok ahli waris yang menerima sisa harta warisan setelah dibagikan kepada ashhabul furudh. Jika ternyata tidak ada ashabul furudhserta ahli waris lainnya, maka ashabah ini berhak mengambil seluruh harta peninggalan yang ada. Begitu juga, jika harta waris yang ada sudah habis dibagikan kepada ashabul furudh, maka para ashabah ini tidak mendapat bagian, kecuali untuk anak dan ayah yang selalu mendapat bagian, karena ia merupakan penghalang terkuat bagi ahli waris lainnya.
Secara umum, ashabah terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
27
1.
Ashabah nasabiyah (karena nasab). Ashabah nasabiyah atau ashabah senasab ini adalah mereka yang menjadi kerabat si mayit dari laki-laki yang tidak diselingi antara dia dan pewaris oleh seorang perempuan, seperti anak, ayah, saudara sekandung atau saudara seayah dan paman sekandung atau paman seayah. Termasuk di dalamnya anak perempuan apabila ia menjadi ashabah dengan saudara laki-lakinya, saudara perempuan sekandung atau seayah yang menjadi ashabah karena bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, dan lain sebagainya. Ashabah nasabiyah ini terbagi lagi menjadi tiga macam, yaitu :
-
Ashabah bin nafs (menjadi ashabah dengan dirinya sendiri, dan nasabnya tidak tercampur unsur wanita)
-
Ashabah bil ghair (menjadi ashabah karena yang lain)
-
Ashabah ma'al ghair (menjadi ashabah bersama-sama dengan yang lain)
2.
Ashabah sababiyah (karena sebab). Jenis ashabah yang kedua ini disebabkan memerdekakan budak. Seorang bekas tuan (pemilik budak) dapat menjadi ahli waris bekas budak yang dimerdekakannya apabila budak tersebut tidak mempunyai keturunan dan kerabat lainnya.
2.2.2.1 Ashabah bin Nafsi
Ashabah bin nafsi adalah laki-laki yang nasabnya kepada pewaris tidak tercampuri atau diselingi oleh kaum wanita. Jadi ashabah bin nafs ini harus dari kalangan lakilaki, sedangkan dari kalangan wanita hanyalah wanita pemerdeka budak. Ashabah bin nafs ini terdiri dari 4 arah, yaitu :
1.
Arah anak (furu’), yakni anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah.
Universitas Sumatera Utara
28
2.
Arah ayah (ushul), yakni ayah, kakek shahih, dan generasi seterusnya ke atas, yang pasti hanya dari pihak laki-laki.
3.
Arah saudara laki-laki, yakni saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung dan generasi seterusnya ke bawah, dan anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan generasi seterusnya ke bawah. Jadi arah ini hanya terbatas pada saudara laki-laki sekandung dan yang seayah, termasuk keturunan mereka, namun hanya yang laki-laki. Adapun saudara laki-laki yang seibu tidak termasuk ashabah disebabkan mereka termasuk ashhabul furudh.
4.
Arah paman, yakni paman sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari paman sekandung dan generasi seterusnya ke bawah, anak laki-laki dari paman seayah dan generasi seterusnya ke bawah.
2.2.2.2 Ashabah bil Ghair
Ashabah bil ghair hanya terbatas pada empat orang ahli waris yang kesemuanya wanita, yaitu :
1.
Anak perempuan, baik seorang ataupun lebih, akan menjadi ashabah bila bersamaan dengan anak laki-laki (saudara laki-lakinya).
2.
Cucu perempuan keturunan anak laki-laki, baik seorang ataupun lebih, akan menjadi ashabah bila berbarengan dengan cucu laki-laki keturunan anak lakilaki, baik ia saudara laki-lakinya atau anak laki-laki pamannya.
3.
Saudara perempuan sekandung, baik seorang ataupun lebih, akan menjadi ashabah bila bersama saudara laki-laki sekandung (saudara laki-lakinya).
4.
Saudara perempuan seayah, baik seorang ataupun lebih, akan menjadi ashabah bila bersamaan dengan saudara laki-laki seayah (saudara laki-lakinya).
Universitas Sumatera Utara
29
Ketentuan pembagian untuk ashabah bil ghair adalah bagian laki-laki dua kali lipat bagian perempuan.
2.2.2.3 Ashabah Ma'al Ghair
Ashabah ma'al ghair ini khusus bagi para saudara perempuan sekandung maupun saudara perempuan seayah apabila mewarisi bersamaan dengan kelompok furu’ dari pihak perempuan, yakni anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, dan generasi seterusnya ke bawah, dimana mereka (anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki dan generasi seterusnya ke bawah tersebut) tidak mempunyai saudara laki-laki.
Maka dalam hal ini, saudara perempuan sekandung ataupun saudara perempuan seayah akan menjadi ashabah. Jenis ashabah ini di kalangan ulama dikenal dengan istilah ashabah ma'al ghair. Adapun saudara laki-laki seibu dan saudara perempuan seibu tidak berhak menjadi ahli waris bila pewaris mempunyai anak perempuan. Bahkan anak perempuan pewaris menjadi penggugur hak saudara (laki-laki atau perempuan) seibu sehingga tidak dapat menjadi ashabah.
Universitas Sumatera Utara