BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Salak Tanaman salak (Zalacca edulis) sefamili dengan kelapa (Palmae), tanaman ini memiliki ciri batang tegak, pelepah daun berduri, tingginya 1,5 - 5 m. Tanaman ini tumbuh baik jika ada pohon penaungnya, cocok dengan iklim yang basah, tidak tahan genangan air, serta memerlukan tanah gembur yang banyak mengandung bahan organik. Tanaman salak adalah tanaman asli Indonesia. Hampir di semua daerah di Indonesia dapat ditumbuhi salak, baik yang telah dibudidayakan maupun yang masih tumbuh liar di hutan. Tanaman salak termasuk tanaman berumah dua. Pada satu tanaman hanya ada satu jenis bunga saja, jantan atau betina (Tjahjadi, 1989). Menurut Tjitrosoepomo (2004), sistematika tanaman salak Sidempuan adalah sebagai berikut : Kingdom
:
Plantae
Divisi
:
Spermatophyta
Sub Divisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Monocotyledoneae
Ordo
:
Arecales/Spadiciflorae
Family
:
Arecaceae/Palmae
Genus
:
Salacca
Spesies
:
Salacca sumatrana Reinw var. Sidempuan.
Salak adalah monokotil, daun-daunnya panjang dengan urat utama kuat seperti pada kelapa yang disebut lidi. Seluruh bagian daunnya berduri tajam. Batangnya pendek, tetapi lama-kelamaan meninggi pula sampai 3m atau lebih dan akhirnya roboh tidak mampu membawa beban mahkota daun yang terlalu berat karena tidak sebanding dengan batangnya yang kecil. Bunga salak ada tiga macam, yakni bunga betina, jantan, dan campuran (sempurna). Bunga jantan terbungkus oleh seludang
Universitas Sumatera Utara
dengan tangkai panjang. Bunga betina terbungkus oleh seludang dengan tangkai pendek. Bunga (seludang) muncul dari ketiak pelepah daun (Sunarjono, 2000). Tanaman salak berasal dari Desa Sibakua dan Hutalambung, Tapanuli Selatan yang dibudidayakan sudah lama, yaitu mulai sekitar tahun 1930. Masyarakat di daerah setempat mempercayai bahwa tanaman salak ini dapat menambah nafsu makan. Buahnya berbentuk bulat telur terbalik cenderung ke bulat. Kulit buahnya bersisik besar dan berwarna cokelat kehitaman. Uniknya, daging buahnya yang tebal berwarna kuning tua dan bersemburat merah. Rasanya manis bercampur asam, berair, dan tidak terasa sepatnya. Bijinya berukuran relatif besar dan berwarna cokelat muda. Ukuran buahnya bervariasi dari kecil sampai besar (Pracaya, 2002). Secara umum penampakan salak Padang Sidempuan lebih kekar dan lebih besar dari salak jenis lainnya. Salak Padang Sidempuan dicirikan dengan bentuk batang, pelepah dan helaian daun yang besar dan kokoh. Dari jauh dengan melihat letak susunan daun dan ukurannya, kita dapat menentukan bahwa itu salak jenis Padang Sidempuan. Ciri utamanya daunnya dapat dilihat pada daun paling ujung dari pelepah yang bentuknya sangat lebar, sedangkan daun di bagian lainnya mengarah ke samping atau tegak lurus terhadap posisi pelepah daun. Ciri khas dari salak Padang Sidempuan ini terletak pada ukuran pelepah dan durinya, letak anak daun terhadap pelepah serta daun yang paling ujung dari pelepah, warna daging buah dan rasanya serta bentuk bunga jantannya (Anarsis, 1999).
2.2 Penyakit Tanaman Salak Penyakit jamur putih merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada tanaman salak. Pada pelepah terdapat warna putih, atau putih kemerah-merahan sampai merah jambu, berbentuk seperti jala. Kadang-kadang dijumpai juga pada spatha bunga betina yang baru mekar, terutama pada cuaca yang sangat lembab. Pada bunga yang terserang biasanya jamur membentuk payung. Sedangkan pada buah, biasanya buah tidak busuk, buah tetap berkembang tetapi agak terhambat. Yang menjadi masalah pada buah adalah penampakan buah yang tidak menarik. Buah menjadi putih-putih dan jika dijual sering tidak laku. Tetapi isi buah tetap baik dan enak dimakan.
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian penyakit ini biasanya dilakukan dengan memotong bagian yang terserang, kemudian dibakar. Usaha ini dilakukan hanya untuk mengurangi sumber penyakit (Anarsis, 1999). Penyakit rebah kecambah sering muncul pada tunas yang baru muncul dari biji. Pada kecambah yang terserang dapat dijumpai benang-benang putih dan titik-titik putih sampai coklat seperti pasir. Akibat serangan penyakit ini daun menjadi patah, jika tidak cepat dibongkar dari persemaiannya maka bibit akan mati. Penyebab penyakit ini sama dengan penyebab penyakit busuk buah. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan membuat tempat persemaian yang baik. Gunakan tanah yang bebas dari penyebab penyakit rebah kecambah. Tempat bekas terjangkit penyakit ini harus dibiarkan sampai beberapa waktu dan dibakar untuk menghilangkan bibit penyakitnya (Anarsis, 1999).
2.3 Faktor-Faktor Lingkungan Pendukung Pertumbuhan Tanaman Salak Terdapat beberapa faktor yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman salak, salah satunya adalah faktor fisik atau lingkungan dan faktor kimia. Yang termasuk faktor fisik adalah suhu atau temperatur tanah, kelembaban tanah, sedangkan faktor kimianya adalah pH dan unsur-unsur hara yang terdapat di dalam tanah.
2.3.1 Temperatur Tanah Tanaman salak sesuai bila ditanam di daerah berzona iklim Aabcd, Babc dan Cbc. A berarti jumlah bulan basah tinggi (11-12 bulan/tahun), B: 8-10 bulan/tahun dan C : 5-7 bulan/tahun. Salak akan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata per tahun 200-400 mm/bulan. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah. Berarti salak membutuhkan tingkat kebasahan atau kelembaban yang tinggi. Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup 50-70%, karena itu diperlukan adanya tanaman peneduh. Suhu yang paling baik antara 20-30°C. Salak membutuhkan kelembaban tinggi, tetapi tidak
Universitas Sumatera Utara
tahan genangan air (www.iptek.net.id/ind/warintek/html, diakses tanggal 22 Agustus 2008). Temperatur tanah merupakan faktor yang mengatur pertumbuhan akar terutama pada awal dan akhir dari siklus pertumbuhan tanaman. Tanah dengan suhu yang tinggi atau rendah dapat membatasi pertumbuhan akar. Kebutuhan suhu optimum bagi pertumbuhan akar umumnya lebih rendah dibandingkan dengan suhu bagi pertumbuhan pucuk. Suhu permukaan tanah yang langsung terkena sinar matahari cukup tinggi dan sering menimbulkan kerusakan pada akar dan pangkal batang. Pada tanaman apel dan pir ditemukan bahwa pertumbuhan akar optimal pada suhu tanah 16oC kemudian pertumbuhan akan menurun pada suhu 25oC (Islami & Utomo, 1995). Temperatur tanah mempengaruhi aktivitas jasad renik dalam tanah. Hal ini terbatas pada temperatur dibawah 10oC. Tingkat aktivitas optimum bagi jasad hidup tanah terjadi pada temperatur antara 18oC-30oC. Bakteri dapat memfiksasi nitrogen dari udara dengan baik yaitu pada keadaan panas atau tanah agak kering. Temperatur lapisan tanah atas mengalami perubahan selama 24 jam dalam suatu hari, dan perubahan ini tergantung pada musim. Sedangkan lapisan tanah bawah sampai kedalaman satu meter tidak banyak mengalami perubahan. Perubahan temperatur ini bergantung pada banyaknya panas yang diterima dari matahari. Hal ini banyak dipengaruhi oleh keadaan cuaca, bentuk daerah dan keadaan tanah (Sarief, 1986). Menurut Hanafiah (2005), temperatur (suhu) adalah suatu sifat tanah yang sangat penting, secara langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman, dan juga terhadap kelembaban, aerasi, struktur, aktivitas mikrobial dan enzimatik, dekomposisi serasah/sisa tanaman dan ketersediaan hara-hara tanaman. Temperatur tanah sangat mempengaruhi aktivitas mikrobial tanah. Aktivitas ini sangat terbatas pada temperatur dibawah 10oC, laju optimum aktivitas biota tanah yang menguntungkan terjadi pada temperatur 18 30oC, seperti bakteri pengikat pada tanah berdrainase baik. Nitrifikasi berlangsung optimum pada temperatur sekitar 30oC. Pada temperatur di atas 30oC, lebih banyak unsur K tertukar dibebaskan ketimbang pada temperatur yang lebih rendah, sehingga penyerapannya oleh akar menjadi meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Temperatur tanah juga dipengaruhi oleh warna tanah, kandungan air, dan bobot volume tanah. Permukaan tanah yang berwarna terang mempunyai suhu permukaan tanah yang lebih rendah dibandingkan dengan permukaan tanah yang gelap. Bobot volume tanah akan mempengaruhi ruang pori tanah, sehingga akan menentukan kelancaran difusi gas. Tanah yang mempunyai bobot volume tinggi, apalagi jika ruang porinya berukuran sangat kecil, akan menyebabkan difusi gas terhambat sehingga cenderung mempunyai suhu yang lebih tinggi (Islami & Utomo, 1995).
2.3.2 Kelembaban Tanah Bilamana curah hujan itu mencapai permukaan tanah maka seluruh atau sebagiannya akan diabsorbsi ke dalam tanah. Bagian yang tidak diabsorbsi akan menjadi limpasan permukaan (surface runoff). Kapasitas infiltrasi curah hujan dari permukaan tanah ke dalam tanah sangat berbeda-beda yang tergantung pada kondisi tanah di tempat bersangkutan. Permeabilitas tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur butir-butir tanah. Tetapi perbedaan tekstur dan struktur menetukan juga kapasitas menahan kelembaban tanah. Oleh karenanya, maka hubungan antara kelembapan tanah dan infiltrasi akan dikemukakan lebih dahulu (Sosrodarsono & Takeda, 1978). Dapat ditegaskan, bahwa tanpa adanya air di dalam tanah, suatu jenis tanaman apapun tidak mungkin dapat tumbuh dan berkembang, demikian pula semua makhluk hidup di dalam tanah. Air mutlak sangat dibutuhkan oleh tanaman demi pertumbuhan dan perkembangannya. Peranan air bagi tanaman antara lain sebagai pengangkut hara tanaman dari tanah ke tempat fotosintesis, mengedarkan hasil fotosintesa dan metabolisme, mempertahankan ketegangan sel tanaman, dengan demikian maka berlangsungnya berbagai mekanisme dalam tubuh tanaman dapat tetap terjamin, menjamin keberlangsungan fotosintesa karbohidrat (Sutedjo & Kartasaputra, 1988). Pada kelembaban yang rendah, tanah akan keras dan bergumpal-gumpal karena perekatan antara partikel-partikel kering tanah, bila tanah pada keadaan ini diolah (dibajak) maka akan timbul bongkahan-bongkahan tanah. Bila kelembaban tanah ditingkatkan, maka molekul-molekul air ditingkatkan pada permukaan partikel-
Universitas Sumatera Utara
partikel tanah dan menurunkan bentuk gumpalan dan pengolahan tanah memberikan hasil yang optimum. Kemudian bila air ditambah, kohesi lapisan air di sekitar partikel tanah akan meningkat, menyebabkan tanah menjadi lekat dan plastis. Tanah akan mudah melumpur pada keadaan ini (Yunus, 2004). Menurut Hanafiah (2005), air merupakan komponen utama tubuh tanaman, bahkan hampir 90% sel-sel tanaman dan mikrobia terdiri dari air. Air yang diserap tanaman di samping berfungsi sebagai komponen sel-selnya, juga berfungsi sebagai media reaksi pada hampir seluruh proses metabolismenya yang apabila telah terpakai diuapkan melalui mekanisme transpirasi, yang bersama-sama dengan penguapan dari tanah sekitarnya (evaporasi) disebut evapotranspirasi. Kadar air tanah sama dengan masukan air yang dikurangi dengan kehilangan air pada tanaman.
2.3.3 pH Tanah Penentuan pH tanah dalam klasifikasi dan pemetaan tanah diperlukan selain untuk menaksir lanjut tidaknya perkembangan tanah juga diperlukan dalam penggunaan tanahnya, terutama untuk tanah pertanian. Pada umumnya tanah yang telah berkembang lanjut dalam daerah iklim basah mempunyai pH tanah yang rendah. Makin lanjut umurnya makin asam tanah. Sebaliknya tanah di daerah beriklim kering penguapan menyebabkan tertimbunnya unsur-unsur basa di permukaan tanah karena besarnya evaporasi dibandingkan dengan presipitasi, sehingga makin lanjut umur tanah makin tinggi pH nya. Akan tetapi, pada umumnya di daerah kering jarang ditemukan tanah yang senantiasa tetap pada tempatnya mengingat angin yang senantiasa bertiup sebagai akibat perubahan iklim yang besar (Darmawijaya, 1992). Keasaman tanah (pH) dapat juga menentukan kelakuan dari unsur-unsur hara tertentu karena pH dapat mengendapkan atau membuatnya tersedia. Misalnya, gejala klorosis pada tanaman didapatkan pada tanaman dengan pH tinggi. Sehingga tanaman kekurangan besi (Fe) yang disebabkan karena terjadinya pengendapan besi, yang tidak dapat dihisap oleh tanaman. Pengaruh pH tanah terhadap pertumbuhan tanaman kelihatannya tidak langsung. Baik yang disebabkan karena berkurangnya kemampuan unsur-unsur hara tertentu atau disebabkan karena kelarutan unsur-unsur hara tertentu sehingga menimbulkan pengaruh yang meracun (Islami & Utomo, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya reaksi tanah menyatakan keadaan unsur basa dalam tanah. Tanah asam banyak mengandung ion H yang dapat ditukar, sedang tanah alkalis kaya akan unsur-unsur basa yang dapat ditukar. pH tanah hanya merupakan ukuran intensitas keasaman tanah, bukan kapasitas jumlah unsur hara. Biasanya nilai pH yang lebih besar dari 7 menunjukkan adanya karbonat-karbonat Ca dan atau Mg yang bebas. Tanah yang mempunyai nilai pH lebih tinggi dari 8,5 hampir selalu mengandung sejumlah Na yang dapat ditukarkan. Adanya CaCO3 yang bebas dapat ditentukan dengan penetesan HCl 10%. Pemercikan akan berarti adanya kadar Ca. Kadar Mn dapat pula ditentukan dengan pengamatan pemercikan oleh penetesan H2O2 20% (Darmawijaya, 1992). Menurut Islami & Utomo (1995), keasaman tanah (pH) dapat juga mempengaruhi pertumbuhan akar. Meskipun masing-masing tanaman menghendaki kisaran pH tertentu, tetapi kebanyakan tanaman tidak dapat hidup pada pH yang sangat rendah (dibawah 4,0) dan sangat tinggi (diatas 9,0). Karena pada pH tersebut merupakan kondisi yang beracun bagi pertumbuhan akar tanaman. Pada pH disekitar netral (7,0) didapatkan pertumbuhan akar yang baik.
2.3.4 Unsur Hara Tanaman Salak Tanaman menyerap (mengabsorbsi) berbagai unsur hara yang tersedia di dalam tanah melalui akar. Akan tetapi ternyata banyak pula yang mampu mengambilnya melalui daun, batang atau organ-organ lain tanaman, sebagai misal dalam hal ini penyemprotan daun atau bagian atas tanaman untuk menambah N, FE, Zn, Cu, Mo. Unsur hara yang merupakan zat makanan untuk tanaman dibagi dalam 2 golongan yaitu unsur hara makro, yang terdiri dari zat arang, oksigen, hidrogen, nitrogen, fosfat, kalium, kapur, magnesium dan belerang. Unsur hara mikro yang terdiri dari zat borium, khlor, kuningan, besi, mangan, molibden, dan seng yang kadang-kadang masih diperlukan juga Si, Na dan Co (Sutedjo & Kartasaputra, 1988). Pemupukan nitrogen (N) kelihatannya mempergiat perakaran yang lebih dalam dan lebih banyak. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan luas daun sehingga lebih banyak hasil asimilasi yang dipergunakan untuk pertumbuhan akar. Unsur Fosfor (P) dapat memacu pertumbuhan akar. Hal ini didapatkan yang dipupuk
Universitas Sumatera Utara
dengan fosfor, ternyata mempunyai akar yang lebih banyak yang dibandingkan dengan tanaman yang tanpa dipupuk. Hal ini mungkin disebabkan ketersediaan fosfor akan
meningkatkan
laju
fotosintesis
yang
selanjutnya
akan
meningkatkan
pertumbuhan akar. Pertumbuhan akar akan meningkat setelah terjadi peningkatan pertumbuhan pucuk (Islami & Utomo, 1995). Kapasitas tanah untuk menyediakan unsur-unsur hara tersebut merupakan masalah edapologi, yang dalam hal ini apabila tanah tidak mampu menyediakannya, haruslah diterapkan pemberian pupuk, baik pupuk anorganis, organis, kompos dan lainnya, karena ketidaklengkapan dari zat makro dan mikro dapat mengakibatkan hambatan bagi pertumbuhan tanaman, pengembangbiakan dan produktivitasnya. Tanaman memerlukan C, O, H, N, P dan S dalam jumlah banyak yang terutama untuk membangun jaringan. Sedangkan Fe, Mg, Zn, Cu, Bo dan biasanya juga Mo yang walaupun diperlukan dalam jumlah yang sedikit adalah penting untuk pembentukan enzim (Sutedjo & Kartasaputra, 1988). Unsur hara disebut esensial bagi tanaman bila : (1) kekurangan unsur hara tersebut tidak memungkinkan tanaman untuk menyelesaikan pertumbuhan baik vegetatif maupun reproduktif, (2) Kekurangan suatu unsur hara esensial memperlihatkan gejala yang spesifik dan hanya dapat dicegah dan diperbaiki dengan unsur hara itu, (3) unsur hara esensial secara langsung terlibat dalam pemenuhan nutrisi tanaman dan tidak mudah mengoreksi kekurangan akibat kondisi dalam tanah atau media (www.iel.ipb.ac.id/sac/hibah/2002/agrostologi/ketersediaanunsurhara.html, diakses tanggal 8 September 2008).
2.4 Enzim PO (Peroksidase) dan PPO (Polifenol Oksidase) pada Tanaman Salak 2.4.1 Enzim PO (Peroksidase) Peroksidase (PO) adalah enzim oksido reduktase yang merupakan partikel yang ada pada tanaman. Enzim ini membawa beberapa isozim yang ditemukan pada pelarut, tulang ionik dan secara kovalen merupakan bentuk pengikatan. Bentuk dan distribusinya
kemungkinan
berhubungan
pada
perbedaan
fungsi
fisiologi.
Penambahan dari aktivitas enzim PO telah dianggap sebagai respon metabolik dibawah pengaruh kondisi stres pada tanaman termasuk akibat logam berat. Pada
Universitas Sumatera Utara
dinding sel (pengikat) tanaman, aktivitas enzim PO memainkan peran pada penstabilan produksi dan deposisi dari lignin pada jaringan tanaman. Pada dinding primer yang non lignin, enzim PO mungkin melibatkan rantai dari asam sinamik seperti asam ferulik, produksi dari implikasi penambahan dari adhesi sel pada jaringan parenkim (Santandrea et al., 2000). Peroksidase adalah enzim yang ada dimana saja pada tanaman khususnya pada aktivitas fisiologinya, dengan fungsi yang berhubungan dengan perubahan morfogenik pada divisi sel, pertumbuhan dan diferensiasi. Aktivitas dari peroksidase pada jaringan tanaman terdistribusi pada industri pembuatan makanan seperti gandum. Aktivitas peroksidase juga menunjukkan untuk memberi perlindungan pada jaringan hewan yaitu mekanisme oksidatifnya. Pada reaksi fenomena pencoklatan pada jaringan tanaman adalah respon fisiologi dari polimer yang spesifik yang dapat diisolasi dari permukaan yang rusak terhadap infeksi patogen (Omidiji et al., 2006). Pencoklatan enzimatis pada buah dan sayuran dapat menyebabkan dampak yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan perubahan selama dipetik, diproses dan disimpan. Reaksi ini dihasilkan kebanyakan oleh polifenol oksidase (PPO) dan peroksidase (POD). Kedua enzim mengkatalisis lebih dari satu reaksi dan sejumlah substrat; pencoklatan atau penghitaman adalah bersifat prinsip dan menghasilkan konsekuensi, tetapi perubahan warna, rasa dan hilangnya nutrisi juga sering terjadi. Bagaimanapun, pencoklatan ini berpotensi pada beberapa tanaman secara langsung pada tingkat fenol, atau kombinasi dari aktivitas enzimatik (PPO dan PO) dan fenol (Cano et al., 1997).
2.4.2 Enzim PPO (Polifenol Oksidase) Polifenol oksidase adalah gugus prostetik yang menyebabkan reaksi pencoklatan enzimatik pada produk buah dan sayuran. Pencoklatan tidak diinginkan tidak hanya karena reaksi yang memproduksi rasa. Sejumlah besar angka yang dipelajari untuk mencegah pencoklatan, termasuk perlakuan dengan menggunakan agen, keasaman, agen kelat, senyawa kimia lain dan panas. Penggunaan sulfur dioksida telah cukup sukses, tetapi telah terbatas reaksinya akan menyebabkan persentasi rendah dari populasi (Oszmianski & Lee, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Pada buah dan sayuran, pencoklatan terjadi pada reaksi polifenol oksidasi. Pencoklatan oksidatif dikatalisis oleh Polifenol Oksidase (PPO, monofenol, dihidroksi fenilalanin, oksigen oksidoreduktase). Ketika produk segar dirusak oleh terjadinya pencoklatan oksidatif, dan ini merupakan masalah ekonomi untuk produsen dan konsumen. Polifenol oksidase, yang tersusun atas enzim tembaga, mengkatalisis daerah aerob oksidatif dari monofenol menjadi o-difenol yang diikuti dengan dehidrogenasi menjadi o-quinon. PPO biasanya terdistribusi pada tanaman dan mikroorganisme dan banyak peneliti tertarik pada isolasi PPO dari berbagai sumber seperti pisang, apel Amasya, buah kiwi, daun selada, pir, kelapa, biji coklat, dan minyak (Yagar & Sagiroglu, 2000). Pada sel tanaman utuh, PPO dan substrat fenoliknya dipisahkan secara fisik pada kloroplas dan vakuola, demikian juga oksidasi dari fenolik dan bahkan pencoklatan enzimatik. Gangguan pada sel karena dilukai oleh pembongkaran sel selama perubahan tersebut memberi kontak PPO dengan fenolik dan terjadilah pencoklatan enzimatik. Pada buah termanifestasi sebagai warna coklat pada bagian daging dan epidermis. Tingkat dari PPO dan fenolik mampu mengubah perkembangan buah dan reaksi perubahan warna dapat terjadi sebagai kerusakan potensial yang disebabkan oleh enzim pencoklatan (Vela et al., 2000). Polifenol oksidase adalah komponen enzim tembaga yang terdistribusi pada kerajaan tumbuhan. PPO secara luas akan menyebabkan pencoklatan pada buah dan sayuran, yang mana sering merupakan keadaan yang merugikan bagi penjualan. Banyak pekerjaan telah dibawa oleh bahan kimia dan teknologi makanan untuk mencegah reaksi PPO. Katalisis enzim oleh dua reaksi yang berbeda yang dihasilkan oleh molekul oksigen. Tipe reaksi yang pertama adalah hidroksilasi dari monofenol menjadi o-difenol, sering disebut dengan monofenolase atau kresolase. Tipe yang kedua dari reaksi oksidasi adalah oksidasi o-difenol menjadi o-quinon, sering disebut sebagai o-difenolase atau katekolase. Jika aktivitas terakhir dihadirkan, persiapan enzim dari beberapa tanaman sering mengakibatkan aktivitas kresolase (Klapp et al., 1990).
Universitas Sumatera Utara