ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perikoronitis
2.1.1 Definisi Perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga rahang bawah. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di poket perikorona gigi yang sedang erupsi atau impaksi (Mansour and Cox 2006, pp 64-7). Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan perikoronitis adalah mahkota gigi yang erupsi sebagian dan/ atau adanya poket di sekeliling mahkota gigi tersebut, gigi antagonis yang supraposisi, dan oral hygiene yang buruk. (Meurman et al. 2003, pp 834-6). Perikoronitis berhubungan dengan bakteri dan pertahanan tubuh. Jika pertahanan tubuh lemah seperti saat menderita influenza atau infeksi pernafasan atas, atau karena penggunaan obat-obat imunosupresan maka pertahanan tubuh seorang pasien akan lemah dan mempermudah timbulnya perikoronitis. (Hupp et al. 2008, p 155).
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 2.1 Diagram terjadinya perikoronitis (Fragiskos 2007, p 122)
2.1.2 Etiologi Etiologi utama perikoronitis adalah flora normal rongga mulut yang terdapat dalam sulkus gingiva. Flora normal yang terlibat adalah polibakteri, meliputi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. (Sixou et al. 2003, pp 5794-7). Mikroflora pada perikoronitis didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteri-bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona. Perikoronitis juga diperparah oleh trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memparah perikoronitis. (Leung. 1993, pp 1-4).
2.1.2.1 Mikroflora pada Perikoronitis Sixou et al (2003, pp 5794-7) menyatakan bahwa mikroorganisme yang ditemukan pada kasus-kasus perikoronitis adalah bakteri aerob Gram positif coccus seperti Gamella, Lactococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus, aerob Gram
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
positif bacillus seperti Actinomyces, Bacillus, Corynenebacterium, Lactobasillus, dan propionibacterium, aerob gram negative bacillus seperti Capnocytophaga dan Pseudomonas, anaerob gram positif coccus seperti Peptostreptococcus, anaerob gram positif bacillus seperti Bacteroides, Fusobacterium, Leptotrichia, Prevotella, dan Porphyromonas. (Sixou et al. 2003, pp 5794-7). Bakteri-bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona terutama bakteri streptococcus, actinomyces, dan prevotella yang dominan, membuat penderita mengalami kondisi akut (Leung 1993, pp 1-4). Hal ini berkaitan erat dengan patogenesis dimana peradangan terjadi akibat adanya celah pada perikorona yang menjadi media subur bagi koloni bakteri. (Sixou et al. 2003, pp 5794-7).
2.1.4.1 Streptococcus mutans Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil dan tergolong bakteri anaerob fakultatif. Streptococcus mutans memiliki bentuk kokus yang berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam bentuk rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18o-40 oC. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga mulut manusia yang mengalami luka. (Livia C et al. 2012, pp 11-12). Streptococcus mutans membelah dengan satu arah, belahan tersebut cenderung untuk tetap berkoloni dan membentuk rantai kokus. Panjangnya rantai dapat dilihat ketika pengecatan. (Volk and Wheeler. 1990, pp 31-4).
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 2.2 Gambaran Mikroskopis Streptococcus Mutans (Volk dan Wheeler. 1990, p 39 )
Streptococcus mutans dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan menempel pada mukosa ruang perikorona karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya, bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada mukosa serta saling melekat satu sama lain. Dan setelah makin bertambahnya bakteri akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan suasana asam dalam rongga mulut. (Volk dan Wheeler. 1990, pp 31-34). Streptococcus mutans
merupakan
bakteri yang paling dominan peranannya dalam patogenesis perikoronitis.
2.1.4.2 Actinomyces Actinomyces termasuk genus bakteri yang banyak ditemukan pada operkulum perikoronitis. Actinomyces juga banyak ditemukan dalam gigi karies, pada poket
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. Menurut Lall tahun 2010, actinomyces termasuk mikroflora yang pertumbuhannya lambat dan termasuk bakteri gram positif yang belum bisa diisolasi. Mikroflora ini banyak berhubungan dengan infeksi oral dan cervicofacial. Actinomyces merupakan bakteri yang cukup berperan dalam patogenesis penyakit periodontal. (Lall, Shehab, Valenstein. 2010, pp 1-4)
Gambar 2.3. Gambaran Mikroskopis Actinomyces .(Lall, Shehab, Valenstein 2010, p 2)
2.1.4.3 Prevotella Prevotella merupakan genus bakteri yang banyak ditemukan pada operkulum penderita perikoronitis. Prevotella adalah organisme anaerobik
yang umumnya
ditemukan pada infeksi rongga mulut. Prevotella juga termasuk jenis bakteri yang berperan dalam penyakit periodontal. (Eduaro and Mario. 2005, p 2)
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 2.4 Gambaran Mikroskopis Prevotella (Eduaro and Mario. 2005, p 2)
2.1.3 Patogenesis Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara operkulum dengan mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia, bagian dari dental follicle, yang berhubungan dengan rongga mulut melalui celah membentuk pseudopoket (Guiterrez and Perez. 2004, pp 120-5). Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada poket antara operkulum dan gigi impaksi. Operkulum tidak dapat dibersihkan dari sisa makanan dengan sempurna sehingga sering mengalami infeksi oleh berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama mikroflora subgingiva yang membentuk koloni di celah tersebut. Kebersihan rongga mulut yang kurang, sehingga terdapat akumulasi plak, dapat mendukung berkembangnya koloni bakteri (Bataineh et al.
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2003, pp 227-31). Menurut Keys dan Bartold (2000, pp 114-8) infeksi tersebut dapat bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam dan melibatkan spasia jaringan lunak. Perikoronitis juga diperparah dengan adanya trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memperparah perikoronitis (Topazian. 2002, p 142).
2.1.4 Gejala Klinis Gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian, rasa sakit pada waktu mengunyah makanan, merupakan gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita perikoronitis (Samsudin dan Mason. 1994, p 32). Bau mulut yang tidak enak akibat adanya pus dan meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejalagejala klinis yang tersebut di atas.
Gambar 2.6 .Mahkota Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Tertutup sebagian oleh operkulum yang berwarna kemerahan dan bengkak. (Fragiskos. 2007, p 122)
Pada beberapa kasus dapat ditemukan ulkus pada jaringan operkulum yang terinfeksi akibat kontak yang terus menerus dengan gigi antagonis. Apabila
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat sehingga infeksi menyebar ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis yang lebih serius berupa limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi yang terinfeksi (Laine et al. 2003 pp 227-8).
2.1.4 Klasifikasi Perikoronitis secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu perikoronitis akut, perikoronitis subakut, dan perikoronitis kronis (Topazian. 2002, pp 142-4).
2.1.4.1 Perikoronitis Akut Perikoronitis akut diawali dengan rasa sakit yang terlokalisir dan kemerahan pada gingiva. Rasa sakit dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar mulut. Pada pemeriksaan klinis pada daerah yang terinfeksi, dapat terlihat gingiva yang kemerahan dan bengkak, disertai eksudat, dan terasa sakit bila ditekan. Gejala meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, dan kelenjar limfe yang dalam, pembengkakan wajah, dan eritema, edema dan terasa keras selama palpasi pada operkulum gigi molar, malaise, bau mulut, eksudat yang purulen selama palpasi. Demam akan terjadi apabila tidak diobati. Umumnya serangan akut dapat menyebabkan demam dibawah 38,5°C, selulitis, dan ketidaknyamanan. Pada inspeksi biasanya ditemukan akumulasi plak dan debris akibat pembersihan yang sulit dilakukan pada pseudopoket sekitar gigi yang erupsi sebagian. Trismus dapat terjadi pada perikoronitis akut. (Shepherd and Brickley. 1994, pp 620-1)
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.1.4.2 Perikoronitis Subakut Perikoronitis subakut ditandai dengan timbulnya rasa kemeng/nyeri terus menerus pada operkulum tetapi tidak ada trismus ataupun gangguan sistemik. (Shepherd and Brickley. 1994, pp 620-1)
2.1.4.3 Perikoronitis Kronis Perikoronitis kronis ditandai dengan rasa tidak enak yang timbul secara berkala. Rasa tidak nyaman dapat timbul apabila operkulum ditekan. Tidak ada gejala klinis yang khas yang menyertai perikoronitis kronis. Pada gambaran radiologi bisa didapatkan resorpsi tulang alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang interdental di antara gigi molar kedua dan molar ketiga menjadi atrisi dan menghasilkan poket periodontal pada distal gigi molar kedua (Laine et al. 2003, pp 227-8).
2.1.5 Terapi Terapi dari perikoronitis bervariasi, tergantung dari keparahan, komplikasi sistemik, dan kondisi gigi yang terlibat. Terapi umum dilakukan pada penderita perikoronitis adalah terapi simptomatis, antibiotika, dan bedah. Berkumur dengan air garam hangat dan irigasi dengan larutan H2O2 3% di daerah pseudopoket merupakan terapi perikoronitis yang bersifat lokal. Terapi simtomatis dilakukan dengan pemberian analgetik yang adekuat untuk mengurangi rasa sakit. Analgetik yang sering diberikan adalah golongan anti inflamasi non steroid atau golongan opioid ringan apabila pasien mengeluh rasa sakit yang berat (Soelistiono. 2005 pp 13-24).
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Terapi antibiotika dilakukan untuk mengeleminasi mikroflora penyebab perikoronitis. Antibiotika diberikan kepada penderita pada fase akut yang supuratif apabila tindakan bedah harus ditunda (Martin, Kanatas, Hardy. 2005 pp 327-30). Terapi bedah meliputi operkulektomi dan odontektomi yang dilakukan setelah fase akut reda, tergantung dari derajat impaksi gigi (Blakey, White, Ofenbacher. 1996 pp 1150-60). Prognosis dari perikoronitis baik apabila penderita dapat menjaga kebersihan rongga mulutnya.
2.2
Dressing Agent
2.2.1
Definisi Dressing agent adalah salah satu pilihan terapi yang cepat meredakan rasa
sakit dan memberikan efek anti inflamasi. Dressing agent Alvogyl® yang diproduksi oleh Septodont Company adalah dressing agent dengan komposisi dari beberapa bahan aktif antara lain butamben, iodoform, eugenol, penghawar, minyak zaitun, sodium lauryl sulfate, spearmint oil, purified water, dan kalsium karbonat. Eugenol sebagai analgesik, Butamben sebagai analgesik, dan Iodoform sebagai anti-mikroba (Soukaina et al. 2011, pp 149-150)
2.2.2 Komposisi 2.2.2.1 Komposisi Utama Butamben 25,70g, Iodoform 15,80 g, Eugenol 13,70 g
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1. Butamben 25,70 g Senyawa butamben dalam dressing agent bermanfaat sebagai analgesik. Butamben adalah anestesi lokal yang digunakan dalam suspensi epidural untuk jangka panjang penekanan selektif dari transmisi sinyal nyeri pada tulang belakang dan sebagai pengobatan nyeri berupa salep pada kulit (Beekwilder. 2006, p 141). Butamben digunakan secara topikal sebagai lokal anestesi, pada kulit dan mukosa membran untuk analgesik yang efektif. Topikal anestesi mempunyai rentang rata-rata 30 menit hingga satu jam (Kolesnikov. 2003, p1). 2. Iodoform 15,80 g Senyawa iodoform dalam dressing agent bermanfaat sebagai tindakan antimikroba. Iodoform juga bermanfaat untuk mengurangi resiko adanya infeksi dan inflamasi pada penyembuhan luka (Jones et al. 2003, p 883)
3. Eugenol 13,70 g Senyawa Eugenol dalam dressing agent bermanfaat sebagai analgesik. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa eugenol dan senyawa fenol lainnya mempunyai efek antioksidan dan efek anti inflamasi, dengan menghambat sintesa prostaglandin dan kemotaksis neutrophil. Selain itu, antioksidan fenol dapat menghambat nuclear factor-B (NF-B) yang aktivasinya diinduksi oleh tumor necrozing factor (TNF) dan memblok cyclooksigenase (COX)-2, ekspresi pada lipopolysaccharide (LPS) kemudian menstimulasi makrofag. TNF, diketahui sebagai mediator inflamasi dan karsinogenesis pada beberapa proses patologis dengan
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mengaktivkan NF-B, yaitu faktor penting yang meregulasi respon inflamasi dan ekspresi sitokin pada inflamasi. TNF menstimulasi aktivitas sel pada otot polos, dan berperan dalam proses inflamasi. COX-1 pada hampir seluruh sel, dan COX-2 diinduksi oleh growth factors, sitokin, dan LPS melalui aktivasi NF-B pada beberapa varian sel (Magalheas et al. 2010, p 845).
2.2.2.2 Komposisi Tambahan Minyak Zaitun, Spearmint oil, Sodium Lauryl Sulfat, Kalsium Karbonat, Penghawar Djambi, Air Murni 1. Minyak Zaitun Minyak Zaitun mengandung oleuropein, komponen antibakteri yang mencegah gram negatif menempel di gigi. Minyak zaitun juga melapisi gigi dengan molekul lemak sehingga mencegah pembentukan plak.( Edgecombe 2010, p 2996) 2. Spearmint oil Spearmint oil memiliki bau yang menyegarkan dan memiliki efek antimikroba dan antioksidan. (Abdel 2010, p 1) 3. Sodium Lauril Sulfat Sodium Lauril Sulfat efektif dalam mengeliminasi mikroorganisme dalam plak dan merupakan komposisi dari obat kumur. Namun memiliki efek samping deskuamasi dan sensasi terbakar pada mulut. (Waller 2007, p 192)
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4. Kalsium Karbonat Kalsium Karbonat merupakan komposisi dari pasta gigi yang membantu mengeliminasi mikroorganisme dalam plak. (Soosan 2008, pp 1-4)
2.2.3 Indikasi Menurut Soukaina (2011, pp 149-150) dressing agent dapat digunakan pada : Perawatan dry socket 2.2.4 Kontra Indikasi Alergi pada salah satu kandungan di dalamnya, misal terhadap eugenol. Tidak dapat dipakai untuk gigi sulung (anak di bawah 12 tahun). 2.2.5 Cara Penggunaan Gunakan cotton buds untuk mengaplikasikan 0,2g/pasta dressing agent pada soket. Aplikasikan dengan lembut dan secukupnya.
2.3 Dasar Penelitian Telah dijabarkan komposisi di dalam dressing agent baik komposisi utama maupun komposisi tambahan, dimana senyawa iodoform beserta senyawa tambahan lain dalam dressing agent telah banyak dibuktikan sebagai senyawa antimikroba. Dan Jones (2003, p 883) membuktikan bahwa iodoform juga bermanfaat untuk mengurangi resiko adanya infeksi dan inflamasi pada penyembuhan luka. Begitupun
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dengan penelitian Soukaina (2011, pp 149-150) yang membuktikan dressing agent merupakan terapi yang baik untuk perawatan dry socket. Hal itu lah yang akan digunakan sebagai dasar dilakukannya penelitian ini untuk melihat pengaruh efek dressing agent terhadap penurunan jumlah bakteri pada mukosa ruang perikorona penderita perikoronitis akut.
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI ... PUTU HARLIA ERNESTINE HARTA