BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gliserin
2.1.1. Pengertian Gliserin
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida.
Adapun rumus molekul gliserin dapat ditunjukkan pada Gambar 1 : CH2OH | CHOH | CH2OH
Gambar 1. Rumus Molekul Gliserin
Sifat fisik dari gliserol :
Universitas Sumatera Utara
-
Merupakan cairan tidak berwarna
-
Tidak berbau
-
Cairan kental dengan rasa yang manis
-
Densitas 1,261
-
Titik lebur 18,2°C
-
Titik didih 290 °C
Gliserol juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat batuk dan syrup atau untuk pelembab (Hart, 1983).
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap karbon mempunyai gugus –OH. Gliserol dapat diperoleh dengan jalan penguapan hati-hati, kemudian dimurnikan dengan distilasi pada tekanan rendah. Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserol berguna bagi kita untuk sintesis lemak di dalam tubuh.
Universitas Sumatera Utara
Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis, larut dalam air dan tidak larut dalam eter (Poedjiadi, 2006). 2.1.2. Proses Terbentuknya Gliserol Pada umumnya, lemak atau minyak tidak terdiri dari satu macam trigliserida melainkan campuran dari trigliserida. Trigliserida merupakan lipid sederhana dan merupakan cadangan lemak dalam tubuh manusia. Reaksi pembentukan trigliserida ditunjukkan pada Gambar 2 :
Gambar 2. Reaksi Pembentukan Trigliserida
Trigliserida di atas merupakan trigliserida sederhana karena merupakan trimester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Beberapa lemak atau minyak menghasilkan satu atau dua ikatan ester akan terputus dan dihasilkan gliserol dan garam dari asam lemaknya. Gliserol juga dapat dihasilkan dari reaksi hidrolisa trigliserida yang dilakukan dengan tekanan dan temperatur tinggi. Reaksi pembentukan gliserol ditunjukkan pada Gambar 3 :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Reaksi Pembentukan Gliserol
Dari reaksi kesetimbangan antara trigliserida dengan air dihasilkan gliserol dan asam lemak. Oleh sebab itu asam lemak atau gliserol harus segera dikeluarkan (Ketaren, 1986).
Istilah gliserol dan gliserin seringkali digunakan secara tertukar. Walaupun demikian, perbedaan yang tajam antara keduanya sangat terlihat. Gliserol adalah istilah yang digunakan untuk campuran murni, sedangkan gliserin berhubungan kepada tingkat komersialnya, terlepas dari kemurniannya.
Gliserol alami pada dasarnya diperoleh sebagai produk samping di dalam produksi asam lemak, ester lemak atau sabun dari minyak atau lemak. Di Malaysia, gliserol dihasilkan melalui pemecahan minyak sawit atau minyak inti sawit dengan menggunakan metode berikut : -
Penyabunan minyak / lemak dengan NaOH untuk membentuk sabun dan larutan alkali sabun. Larutan alkali sabun yang terbentuk mengandung 4 – 20 % gliserol dan juga diketahui sebagai sweetwater atau gliserin.
Universitas Sumatera Utara
-
Splitting atau hidrolisis dari minyak inti sawit dibawah tekanan dan temperature yang tinggi untukmenghasilkan asam lemak dan sweetwater. Sweetwater ini mengandung 10 – 20 % gliserol.
-
Transesterifikasi dari minyak dengan metanol katalis untuk menghasilkan metal ester. Sejak proses tidak menggunakan air, konsentrasi gliserol lebih tinggi
Gliserin merupakan hasil pemisahan asam lemak. Gliserin terutama digunakan dalam industri kosmetika antara lain sebagai bahan pengatur kekentalan sampo, obat kumur, pasta gigi, dan sebagainya (Fauzi, 2002).
Kadar gliserol, relative density, refractive index, kadar air, senyawa terhalogenasi, arsenic dan logam berat adalah parameter-parameter penting yang sering digunakan dalam perdagangan gliserin juga digunakan untuk menentukan kemurnian dari produk. Ini merupakan suatu tes yang sulit karena gliserin bersifat sangat higroskopis, menyerap air dengan cepat dari sekitarnya.
Molekul gliserol mengandung gugus alkohol primer dan alkohol sekunder yang dapat mengalami reaksi oksidasi. Pada umumnya gugus alkohol sekunder lebih suka dioksidasi daripada gugus alkohol primer, sehingga apabila gliserol dioksidasi maka mula-mula akan terbentuk aldehida dan pada oksidasi selanjutnya akan membentuk asam karboksilat (asam gliserat atau asam tartronat). Rumus molekul asam gliserat dan asam tartronat ditunjukkan pada Gambar 4 : O
O
C – OH
C – OH
Universitas Sumatera Utara
CH – OH
HC – OH
H2C – OH
C – OH
(Asam Gliserat)
O (Asam Tartronat)
Gambar 4. Rumus Molekul Asam Gliserat dan Asam Tartronat. Alkohol dengan paling sedikit satu hidrogen melekat pada karbon pembawa gugus hidroksil dapat dioksidasi menjadi senyawa-senyawa karbonil. Alkohol primer menghasilkan aldehida yang dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam karboksilat, alkohol sekunder menghasilkan keton.
Berikut ini proses teroksidasinya alkohol primer yang ditunjukkan pada Gambar 5 :
H
H oksidator
R – C – OH
OH oksidator
R–C=O Aldehida
R–C=O Asam
H Alkohol primer R’
R’ oksidator
R – C – OH
R–C=O Keton
H Alkohol sekunder ( Carretin, 2004).
Gambar 5. Proses Teroksidasinya Alkohol Primer.
2.1.3. Kegunaan Gliserin
Universitas Sumatera Utara
Gliserin mempunyai peran hampir di setiap industri. Penggunaan terbesar dari gliserin adalah pada industri resin alkid, dimana ± 35.000 ton/tahun. Industri kertas, dimana gliserin berfungsi sebagai bahan pelunak adalah pengguna terbesar berikutnya, yaitu 25.000 ton/tahun. Industri nitrogliserin sebesar 7.500 ton/tahun, tetapi pemasarannya berkurang 25 tahun terakhir, dengan digantikannya nitrogliserin oleh bahan peledak yang lebih murah. Berikut ini perkiraan penggunaan gliserin yang ditujukan pada Tabel.1 Tabel.1 Perkiraan Penggunaan Gliserin. No
Kegunaan
Persentase (%)
1
Alkid
25 %
2
Tembakau
13 %
3
Peledak
5%
4
Kertas
17 %
5
Obat-obatan dan kebutuhan kamar mandi
16 %
termasuk pasta gigi 6
Monogliserida dan makanan
7%
7
Urethan foams
3%
8
Lain-lain
14 %
a. Makanan dan minuman Gliserin mudah dicerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama karbohidrat, meskipun berada dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak binatang. Untuk produk makanan dan pembungkus makanan yang kontak langsung dengan konsumen,
Universitas Sumatera Utara
tidak beracun adalah syarat utama. Gliserin, sejak 1959 diakui sebagai satu diantara bahan yang aman oleh Food and Drug Administration. Kegunaan sebagai : 1. Pelarut untuk pemberian rasa (seperti vanilla) dan pewarnaan makanan 2. Agen pengental dalam sirup 3. Pengisi dalam produk makanan rendah lemak (biskuit) 4. Pencegah kristalisasi gula pada permen dan es 5. Medium transfer panas pada kontak langsung dengan makanan saat pendinginan cepat 6. Pelumas pada mesin yang digunakan untuk pengolahan dan pengemasan makanan Pada tahun-tahun terakhir, poligliserol dan poligliserol ester meningkat, Penggunaannya dalam makanan, khususnya mentega dan lemak. b. Obat-obatan dan kosmetik 1. Pada obat-obatan dan kedokteran gliserin adalah bahan dalam larutan alkohol dan obat penyakit 2. Gliserit pada kanji digunakan dalam selai dan obat salep 3. Obat batuk dan obat bius, seperti larutan gliserin-fenol 4. Pengobatan telinga dan media pembiakan bakteri 5. Turunannya digunakan sebagai obat penenang 6. Krim dan lotion untuk menjaga kehalusan dan kelembutan kulit 7. Bahan dasar pembentukan pasta gigi, sehingga diperoleh kehalusan, viskositas dan kilauan yang diinginkan. c. Tembakau 1. Pada pengolahan tembakau, gliserin adalah bagian penting dari larutan yang disemprotkan pada tembakau sebelum daunnya dihaluskan dan dikemas.
Universitas Sumatera Utara
2. Dengan pewarna, digunakan 3 % berat tembakau untuk mencegah daun menjadi rapuh dan hancur selama pengolahan 3. Pengolahan tembakau kunyah untuk menambah rasa manis dan mencegah pengeringan 4. Bahan pelunak pada kertas rokok.
d. Bahan Pembungkus dan Pengemas Pembungkus daging, jenis khusus kertas, seperti glassine dan greasproof memerlukan bahan pelunak untuk memberi kelenturan dan kekerasan e. Pelumas 1. Gliserin dapat digunakan sebagai pelumas jika minyak tidak ada. Ini disarankan untuk kompresor oksigen karena lebih tahan terhadap oksidasi daripada minyak mineral. 2. Pelumas pompa dan bantalan fluida seperti bensin dan benzen 3. Pada industri makanan, farmasi dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai pengganti minyak 4. Textile oils dalam operasi penenunan dan perajutan pada industri tekstil. f. Lain-lain
Campuran semen, sabun, detergen, aspal, keramik, pengolahan kayu dan kulit, emulsifier, jangka, komponen patri. (www.satriaigin.wordpress.com diakses tanggal 22 Mei 2010). 2.2.
Oksidasi dan Reduksi
Universitas Sumatera Utara
Reaksi oksidasi dan reduksi sering diistilahkan dengan “reaksi redoks”, hal ini dikarenakan kedua peristiwa tersebut berlangsung secara simultan. Oksidasi merupakan perubahan dari sebuah atom atau kelompok atom (gugus) melepaskan elektron, bersamaan itu pula atom atau kelompok atom akan mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Demikian pula sebaliknya reduksi adalah perubahan dari sebuah atom atau kelompok atom menerima atau menangkap elektron. Perhatikan contoh berikut yang menggambarkan peristiwa atau reaksi oksidasi. Fe → Fe2+ + 2 e Elektron dilambangkan dengan (e) yang dituliskan pada sebelah kanan tanda panah dari persamaan reaksi, jumlah elektron yang dilepaskan setara dengan jumlah muatan pada kedua belah persamaan. Dari reaksi diatas 2 e, menyetarakan muatan Fe2+. Untuk reaksi reduksi dicontohkan oleh persitiwa reaksi dibawah ini: Cl2 + 2 e → 2 ClReaksi ini menunjukan adanya penarikan atau penangkapan elektron (e) molekul unsur Cl2 dan menyebabkan molekul tersebut berubah menjadi anion Cl-. Untuk mempermudah pengertian, kita dapat sederhanakan makna Cl-, sebagai Cl kelebihan elektron karena menangkap elektron dari luar. Reaksi redoks merupakan reaksi gabungan dari reaksi oksidasi dan reduksi, dan menjadi cirri khas bahwa jumlah elektron yang dilepas pada peristiwa oksidasi sama dengan jumlah elektron yang diterima atau di tangkap pada peristiwa reduksi, perhatikan contoh : Reaksi oksidasi : Fe → Fe2+ + 2 e Reaksi reduksi : Cl2 + 2 e → 2 ClReaksi redoks : Fe + Cl2 → FeCl2
Universitas Sumatera Utara
Total reaksi diatas mengindikasikan bahwa muatan dari besi dan klor sudah netral, demikian pula dengan jumlah electron yang sama dan dapat kita coret pada persamaan reaksi redoksnya. Peristiwa reaksi redoks selalu melibatkan muatan, untuk hal tersebut sebelum kita lanjutkan dengan persamaan reaksi redoks, lebih dulu kita nahas tentang tingkat atau keadaan oksidasi suatu zat.
2.3.
Karbohidrat
Karbohidrat
(C6H12O6)
dapat
didefenisikan
sebagai
polihidroksialdehida
,polihidroksiketon atau senyawaan yang menghasilkan senyawa yang serupa pada hidrolisis.
Karbohidrat
umumnya
digolongkan
menurut
strukturnya
yaitu
monosakarida, oligosakarida dan polisakarida (Hart, 1987).
Penggolongan karbohidrat, berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat mempunyai molekul yang berbeda-beda ukurannya yaitu senyawa yang sderhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga senyawa yang mempunyai berat molekul 500.000 bahkan lebih. Berbagai senyawa itu dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan monosakarida, oligosakarida dan polisakarida.
1. Monosakarida Monosakarida ialah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis dalam kondisi lunak menjadi karbohidrat lain. Contoh monosakarida yang paling sederhana adalah glukosa, fruktosa, galaktosa dan pentose. Glukosa sendiri adalah suatu
Universitas Sumatera Utara
aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kearah kanan.
Berdasarkan letak gugus karbonilnya monosakarida dibedakan menjadi : aldosa dan ketosa. Sedangkan menurut jumlah atomnya dibedakan menjadi : triosa , tetrosa dan lain-lain. Monosakarida yang mengandung gugus aldehid dan gugus keton dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti : ferrisianida, hidrogen peroksida dan ion cupro. Pada reaksi ini gula direduksi pada gugus karbonilnya oleh senyawa pengoksidasi reduksi. Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus hidroksi yang bebas dan reaktif (lehninger,1982).
2. Oligosakarida Oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida. Dua molekul monosakarida yang berikatan satu dengan yang lain, membentuk satu molekul disakarida. Oligosakarida yang lain ialah trisakarida yaitu yang terdiri atas tiga molekul monosakarida dan tetrasakarida yang terbentuk dari empat molekul monosakarida.
Oligosakarida yang paling banyak terdapat di alam adalah disakarida. Contoh oligosakarida ialah sukrosa, laktosa, maltosa, rafinosa, stakiosa. Jika jumlahnya lebih dari dua disebut oligosakarida ( terdiri dari 2-10 monomer gula ). Ikatan antara dua molekul monosakarida disebut ikatan glikosidik yang terbentuk dari gugus hidroksil dari atom C nomor 1 yang juga disebut karbon nomerik dengan gugus hidroksil pada molekul gula yang lain. Ada tidaknya molekul gula yang bersifat reduktif tergantung
Universitas Sumatera Utara
dari ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif yang terletak pada atom C nomor 1 sedangkan pada fruktosa terletak pada atom C nomor 2.
Sukrosa tidak mempunyai gugus hidroksil yang reaktif karena kedua gugus reaktifnya sudah saling berikatan. Pada laktosa karena mempunyai gugus hidroksil bebas pada molekul glukosanya maka laktosa bersifat reduktif.
3. Polisakarida Polisakarida pada umumnya mempunyai molekul besar dan lebih kompleks daripada mono dan oligosakarida. Molekul polisakarida terdiri atas banyak molekul monosakarida. Berat molekul polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari satu juta. Contoh polisakarida adalah amilum, glikogen, dekstrin, selulosa dan mukopolisakarida. Polisakarida dibedakan menjadi dua yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida. Monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis sehingga disebut dengan gula. Rasa manis ini disebabkan karena gugus hidroksilnya. Sedangkan Polisakarida tidak terasa manis karena molekulnya yang terlalu besar tidak dapat dirasa oleh indera pengecap dalam lidah (Sudarmadji, 1996).
2.3.1. Sifat kimia karbohidrat
Sifat kimia karbohidrat berhubungan erat dengan gugus fungsi yang terdapat pada molekulnya, yaitu gugus –OH, gugus aldehida dan gugus keton.
Sifat mereduksi
Universitas Sumatera Utara
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag+ yang terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu (Poedjadi, 2006).
Bilamana monosakarida seperti glukosa dan fruktosa ditambahkan ke dalam larutan luff maupun benedict maka akan timbul endapan warna merah bata. Sedangkan sakarosa tidak dapat menyebabkan perubahan warna. Perbedaan ini disebabkan pada monosakarida terdapat gugus karbonil yang reduktif, sedangkan pada sakarosa tidak.
Gugus reduktif pada sakarosa terdapat pada atom C nomor 1 pada glukosa sedangkan pada fruktosa pada atom C nomor 2. Jika atom-atom tersebut saling mengikat maka daya reduksinya akan hilang, seperti apa yang terjadi pada sakarosa.
Larutan yang dipergunakan untuk menguji daya mereduksi suatu disakarida adalah larutan benedict. Unsur atau ion yang penting yang terdapat pada larutan tersebut adalah Cu2+ yang berwarna biru. Gula reduksi akan mengubah atau mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ (Cu2O) yang mengendap dan berwarna merah bata. Zat pereduksi itu sendiri akan berubah menjadi asam.
Pengaruh Asam
Universitas Sumatera Utara
Monosakarida stabil terhadap asam mineral encer dan panas. Asam yang pekat akan menyebabkan
dehidrasi
menjadi
furfural,
yaitu
suatu
turunan
aldehid.
Pengaruh Alkali Larutan basa encer pada suhu kamar akan mengubah sakarida. Perubahan ini terjadi pada atom C anomerik dan atom C tetangganya tanpa mempengaruhi atom-atom C lainnya. Jika D-glukosa dituangi larutan basa encer maka sakarida itu akan berubah menjadi campuran: D-glukosa, D-manosa, D-fruktosa. Perubahan menjadi senyawaan tersebut melalui bentuk-bentuk enediolnya. Bilamana basa yang digunakan berkadar tinggi maka akan terjadi fragmentasi atau polimerisasi. Sehingga monosakarida akan mudah mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non-enzimatis bila dipanaskan dalam suasana basa. Tetapi pada disakarida dalam suasana sedikit basa akan lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis (Soeharsono, 1978).
2.3.2. Pereaksi Benedict
Pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa.
Universitas Sumatera Utara
Tes Benedict, yang biasa digunakan sebagai uji aldehid. Tes ini dapat juga digunakan untuk membedakan karbohidrat yang mengandung gugus reduksi dari yang tidak mengandung gugus reduksi. Reagen ini mengandung CuSO4, Natrium sitrat dan natrium karbonat dan didalam alkalin, larutan tersebut tidak mengkatalisis reagen benedict menunjukkan tes positif. Reaksi uji positif benedict terhadap glukosa ditunjukkan pada Gambar 6:
(Poedjadi, 2006)
Gambar 6. Reaksi Uji Positif Benedict Terhadap Glukosa.
2.3.3. Pereaksi Tollens
Pengoksidasi ringan yang digunakan dalam uji ini adalah, larutan basa dari perak nitrat. Larutannya jernih dan tak berwarna. Untuk mencegah pengendapan ion perak
Universitas Sumatera Utara
sebagai oksida (Ag2O) pada suhu tinggi, ditambahkan beberapa tetes larutan amonia. Amonia membentuk kompleks larut air dengan ion perak : Ag+ + 2NH3 → [ Ag (NH3)2 ] + Gambar 7. Reaksi Pembentuk Ion Komplek Amonia.
Jika aldehida dioksidasi dengan pereaksi tollens, terbentuk asam karboksilat, sdan pada saat itu ion perak direduksi menjadi logam perak. Contohnya, asetaldehida dioksidasi menjadi asam asetat. Perak biasanya mengendap sebagai cermin pada permukaan dalam tabung reaksi. Jika asetaldehida direaksikan dengan pereaksi tollens, persamaannya ditunjukkan pada Gambar 8. O
O
CH3–C–H + 2 (Ag(NH3)2]+ + 2 OH- → CH3–C–O–NH4+ + 2 Ag(s) + 3 NH3 + H2O Asetaldehida
Pereaksi Tollens
As. asetat (sebagai garam) amonium
Perak (cermin)
Gambar 8. Reaksi Uji Positif Tollens Terhadap Asetaldehida.
Karena aldehida teroksidasi menjadi asam karboksilat, senyawa ini adalah pereduksi. Ion perak tereduksi menjadi logam perak; senyawa ini adalah pengoksidasi. Cermin sering dilapisi perak oleh pereaksi tollens. Proses niaga menggunakan glukosa atau formaldehida sebagai pereduksi (Wilbraham, 1992).
2.4. Spektrofotometri
2.4.1. Metode Spektrofotometri
Universitas Sumatera Utara
Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan. Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual atau merekam atau sebagai berkas tungal atau berkas rangkap. Dalam praktik instrument berkas tunggal biasanya dijalankan secara manual, dan instrument berkas rangkap umumnya mnecirikan perekaman automatik terhadap spectra absorpsi, namun dimungkinkan untuk merekam atau spectrum dengan instrument berkas tunggal.
2.4.2. Prinsip Metode Spektrofotometri Pada metode spektrofotometri, sampel menyerap radiasi (pemancar) elektromagnetis yang pada panjang gelombang tertentu dapat terlihat. Larutan tembaga misalnya berwarna biru karena larutan tersebut menyerap warna komplementer, yaitu kuning. Semakin banyak molekul tembaga per satuan volum, semakin banyak pula cahaya kuning yang diserap, dan semakin tua warna biru larutannya ( Alaerts, 1987 ).
2.4.3. Jenis-jenis Spektrofotometri Berikut ini adalah jenis-jenis Spektrofotometri : 1. Spektrofotometri Visible (Spektro Vis) Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh kita, seperti putih,
Universitas Sumatera Utara
merah, biru, hijau, atau apapun.. Selama ia dapat dilihat oleh mata, maka sinar tersebut termasuk ke dalam sinar tampak (visible). Berikut ini Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak yang ditujukan pada tabel 2.
Tabel 2. Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak Panjang gelombang
Warna yang diserap
Warna yang diamati/ Warna komplementer
400 – 435 nm
Ungu (lembayung)
Hijau kekuningan
450 – 480 nm
Biru
Kuning
480 – 490 nm
Biru kehijauan
Orange
490 – 500 nm
Hijau kebiruan
Merah
500 – 560 nm
Hijau
Merah anggur
560 – 580 nm
Hijau kekuningan
Ungu (lembayung)
580 – 595 nm
Kuning
Biru
595 – 610 nm
Orange
Biru kekuningan
610 – 750 nm
Merah
Hijau kebiruan
Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai pada spektro visible adalah lampu Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama Wolfram merupakan unsur kimia dengan simbol W dan no atom 74. Tungsten mempunyai titik didih yang tertinggi (3422 ºC) dibanding logam lainnya. karena sifat inilah maka ia digunakan sebagai sumber lampu. Sampel yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memilii warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri visible.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagent yang digunakan harus betul-betul spesifik hanya bereaksi dengan analat yang akan dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna yang dihasilkan harus benar-benar stabil.
2. Spektrofotometri UV (ultraviolet) Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy hidrogen. Dia merupakan isotop hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah di laut dan daratan. Inti atom deuterium mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hidrogen hanya memiliki satu proton dan tidak memiliki neutron. Nama deuterium diambil dari bahasa Yunani, deuteros, yang berarti ‘dua’, mengacu pada intinya yang memiliki dua pertikel. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna. Bening dan transparan. Oleh karena itu, sampel tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sample dapat langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sampel keruh tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi.
Universitas Sumatera Utara
3. Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga untuk sampel tak berwarna.
(http://wordpress.com//2009/07/macam-spektrofotometri-dan-perbedaannya.html, diakses tanggal 22 Mei 2010).
2.4.4. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas auatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm. Suatu diagram sederhana spektrofotometer UV-Vis ditunjukkan dalam Gambar
9
dengan
komponen-komponennya
meliputi
sumber-sumber
sinar,
monokromator, dan sistem optik. Sumber Lampu
Monokromator
Detektor
Universitas Sumatera Utara
Celah
Celah (split)
Wadah (split)
Sampel
Gambar 9. Diagram Sederhana Spektrofotometer UV-VIS.
i. Sumber-sumber lampu; lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visible (pada panjang gelombang antara 350-900 nm) ii. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponenkomponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (split). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrument melewati spectrum. iii. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan ataua spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007).
2.4.5. Kesalahan-kesalahan dalam spektrofotometri
Kesalahan dalam pengukuran secara spektrometri dapat ditimbulkan dari banyak sebab. Sebab-sebab yang bisa menyebabkan kesalahan antara lain adalah : -
Kuvet yang kotor atau tergores
Universitas Sumatera Utara
-
Sidik jari yang dapat menyerap radiasi ultra violet
-
Penempatan kuvet yang tidak tepat posisinya
-
Ukuran kuvet yang tidak seragam
-
Adanya gelembung udara atau gas dalam lintasan radiasi panjang gelombang yang dihasilkan sudah tidak cocok dengan yang tertera pada instrument
-
Kurangnya
ketelitian
dalam
mempersiapkan
larutan
contoh
atau
ketidaktepatan larutan contoh.
Universitas Sumatera Utara