BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tekanan Darah 2.1.1. Definisi Tekanan Darah
.
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance, atau distensibilitas dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut diregangkan) (Sherwood, 2009). Tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaktu darah disemprotkan kedalam pembuluh tersebut selama sistol disebut tekanan sistolik, reratanya adalah 120 mmHg.Tekanan minimal di dalam arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh yang lebih kecil di hilir sewaktu diastol disebut tekanan diastolik, reratanya adalah 80 mmHg (Sherwood, 2009).
2.1.2. Definisi Tekanan Arteri Rerata Tekanan arteri rerata adalah tekanan darah yang dipantau dan diatur di tubuh, bukan tekanan sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan di bagian lain pohon vaskular.Pengukuran tekanan darah rutin merekam tekanan sistolik dan diastolik arteri, yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri rerata (Sherwood, 2009). Tekanan arteri rerata merupakan rata-rata tekanan darah selama siklus jantung (cardiac cycle).Karena waktu sistol lebih pendek dari waktu diastol, tekanan arteri rerata sedikit lebih rendah dari nilai tengah antara tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan arteri rerata sama dengan tekanan diastol ditambah sepertiga tekanan nadi, dimana tekanan nadi (pulse pressure) merupakan tekanan sistol dikurang tekanan diastol (Ganong, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang mengalirkan darah ke jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan ini harus cukup tinggi untuk menjamin tekanan pendorong yang memadai, tanpa tekanan ini, otak dan organ lain tidak akan menerima aliran yang memadai, apapun penyesuaian lokal yang dilakukan dalam aspek resistensi arteriol yang mendarahi organ-organ tersebut. Kedua, tekanan harus tidak terlalu tinggi sehingga menimbulkan tambahan kerja bagi jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus (Sherwood, 2009).
2.1.3. Hemodinamik Tekanan Darah Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan resistensi perifer total, gangguan pada salah satu faktor akan menyebabkan perubahan tekanan darah. Bila terjadi peningkatan maupun penurunan tekanan darah yang berada diluar batas normalnya, secara refleks terjadi respon terhadap curah jantung dan resistensi perifer untuk mengembalikan tekanan darah menjadi normal. Respon penyesuaian yang ada berlangsung segera terutama oleh baroreseptor, jangka menengah oleh pergeseran cairan dan pembuluh darah, jangka panjang oleh ginjal dan hormon (Majid, 2005). Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh masing-masing ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung).Dua penentu curah jantung adalah kecepatan jantung (denyut per menit) dan isi sekuncup (volume darah yang dipompa per denyut). Kecepatan jantung rerata saat istirahat adalah 70 denyut per menit dan isi sekuncup rerata saat istirahat adalah 70 ml per denyut, sehingga curah jantung rerata adalah 4900 ml/menit atau mendekati 5 l/menit. Volume darah total rerata adalah 5 sampai 5,5 liter maka masing-masing paruh jantung setiap menit memompa setara dengan seluruh volume darah. Namun jika sedang tidak dalam keadaan istirahat, curah jantung dapat meningkat maupun menurun,contohnya pada saat olahraga, curah jantung dapat meningkat menjadi 20 sampai 25 liter per menit (Sherwood, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Sesuai kebutuhan tubuh curah jantung dapat bervariasi nilainya, hal ini karena kecepatan jantung yang mempengaruhi curah jantung ditentukan terutama oleh pengaruh otonom pada nodus sinoatrial (SA).Nodus SA adalah pemacu normal jantung karena memiliki laju depolarisasi spontan yang tertinggi.Nodus ini dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom yaitu simpatis dan parasimpatis, dimana aktivitas simpatis meningkatkan kecepatan jantung dan aktivitas parasimpatis menurunkan kecepatan jantung (Sherwood, 2009). Selain kecepatan jantung, isi sekuncup yang juga mempengaruhi curah jantung dipengaruhi oleh dua jenis kontrol yaitu kontrol intrinsik yang berkaitan dengan jumlah aliran balik vena dan kontrol ekstrinsik yang berkaitan dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung. Kontrol intrinsik isi sekuncup, yang merujuk kepada kemampuan inheren jantung untuk mengubah-ubah isi sekuncup, bergantung pada korelasi langsung antara volume diastolik akhir dan isi sekuncup. Semakin besar aliran balik vena maka semakin besar pengisian diastol kemudian semakin besar volume diastolik akhir dan ventrikel jantung akan semakin teregang, dan sesuai Hukum Frank-Starling hal ini akan mengakibatkan panjang awal serat otot sebelum berkontraksi akan semakin besar.Kemudian peningkatan panjang menghasilkan peningkatan kekuatan pada kontraksi selanjutnya sehingga isi sekuncup juga meningkat. Sedangkan pada kontrol ekstrinsik stimulasi simpatis meningkatkan isi sekuncup tidak hanya dengan memperkuat kontraktilitas jantung tetapi juga dengan meningkatkan aliran balik vena akibat dari konstriksi vena yang memeras lebih banyak darah dari vena ke jantung (Sherwood, 2009). Volume darah sirkulasi efektif juga mempengaruhi seberapa banyak darah dikembalikan ke jantung.Volume darah jangka pendek bergantung pada ukuran perpindahan cairan bulkflow pasif antara plasma dan cairan interstisium menembus dinding kapiler.Dalam jangka panjang, volume darah bergantung pada keseimbangan garam dan air, yang secara hormonal dikontrol masing-masing oleh sistem reninangiotensin-aldosteron dan vasopressin.Selain volume darah, aliran balik vena juga
Universitas Sumatera Utara
ditingkatkan oleh pompa otot rangka, pompa pernapasan, dan penghisapan jantung (Sherwood, 2009). Penentu utama lain dari tekanan darah adalah resistensi perifer total yang bergantung pada jari-jari semua arteriol serta kekentalan darah. Faktor utama yang mempengaruhi kekentalan darah adalah jumlah sel darah merah.Namun jari-jari arteriol adalah faktor yang lebih penting dalam menentukan resistensi perifer total.Jari-jari arteriol dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal (intrinsik) yang menyamakan aliran darah dengan kebutuhan metabolik.Sebagai contoh, perubahan lokal yang terjadi di otot-otot rangka yang aktif menyebabkan vasodilatasi arteriol lokal dan peningkatan aliran darah ke otot-otot tersebut. Jari-jari arteriol juga dipengaruhi oleh aktivitas, suatu mekanisme kontrol ekstrinsik yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol untuk meningkatkan resistensi perifer total dan tekanan darah arteri rerata. Hormon vasopressin dan angiotensin II juga mempengaruhi jari-jari arteriol karena merupakan vasokonstriktor poten serta penting dalam keseimbangan garam dan air (Sherwood, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Faktor Penentu Tekanan Arteri rerata (dikutip dari Sherwood, 2009)
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Fisiologi Tekanan Darah Tekanan arteri rerata secara terus-menerus dipantau oleh baroreseptor (reseptor tekanan) di dalam sistem sirkulasi.Ketika terdeteksi adanya penyimpangan dari normal maka berbagai respon refleks teraktifkan untuk mengembalikan tekanan arteri rerata ke nilai normalnya (Sherwood, 2009). Penyesuaian jangka pendek (dalam hitungan detik) dilakukan dengan mengubah curah jantung dan resistensi perifer total yang diperantarai oleh pengaruh sistem saraf otonom pada jantung, vena dan arteriol. Setiap perubahan pada tekanan arteri rerata memicu suatu refleks baroreseptor otomatis yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantung dan resisteni perifer total dalam upaya untuk memulihkan tekanan darah ke normal. Seperti semua refleks, refleks baroreseptor mencakup reseptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen, dan organ efektor (Sherwood, 2009). Baroreseptor adalah reseptor regang di dinding jantung dan pembuluh darah. Reseptor sinus karotikus dan arkus aorta memantau sirkulasi arteri.Reseptor juga terletak di dinding atrium kanan dan kiri pada tempat masuk vena cava superior dan inferior serta vena pulmonalis, juga di sirkulasi paru.Reseptor di bagian bertekananrendah
dalam
sirkulasi
ini
seluruhnya
disebut
sebagai
reseptor
kardiopulmonal.Baroreseptor dirangsang oleh regangan struktur tempatnya berada sehingga baroreseptor tersebut melepaskan impuls dengan kecepatan tinggi ketika tekanan dalam struktur ini meningkat.Serabut aferennya melintasi nervus glossofaringeus dan vagus ke medulla oblongata.Kebanyakan dari serabut ini berakhir di nukleus traktus solitarius (NTS) dan neurotransmitter eksitatorik yang dikeluarkannya adalah glutamat.Proyeksi eksitatorik, yang bersifat glutaminergik, berjalan dari NTS ke medulla ventrolateral intermedia dan kaudal, dimana di tempat tersebut proyeksi itu merangsang neuron inhibitorik penghasil–GABA yang berproyeksi ke medulla ventrolateral rostral.Proyeksi eksitatorik, yang mungkin bersifat polineural, juga berjalan dari NTS ke neuron motorik vagus di nukleus motorik dorsal dan nukleus ambigus.Jadi, penigkatan pelepasan impuls baroreseptor
Universitas Sumatera Utara
menghambat pelepasan impuls tonik saraf vasokonstriktor dan menggiatkan persarafan vagus jantung, yang meyebabkan vasodilatasi, venodilatasi, penurunan tekanan darah, bradikardi dan penurunan curah jantung. (Ganong, 2013) Respon jangka menengah berlangsung setelah beberapa menit terjadi kenaikan tekanan darah dan berlangsung aktif selama 30 menit sampai beberapa jam, sedangkan pada saat tersebut pengaturan melalui saraf tidak efektif lagi. Sistem pengaturan melalui : a. Pergeseran cairan kapiler (capillary fluid shift mechanism) Bila terjadi kenaikan tekanan darah terlalu tinggi, terjadi kehilangan cairan dari kapiler ke interstitium, yang menyebabkan berkurangnya volume darah dan dengan demikian menurunkan tekanan darah ke nilai normal.Besarnya penurunan yang dapat ditimbulkannya adalah kira-kira 3/4 kenaikan yang terjadi (Majid, 2005).
b. Vascular stress relaxation Jika tekanan darah turun, tekanan darah organ yang menyimpan darah seperti vena, hepar, limpa, paru-paru juga turun, sedangkan pada kenaikan tekanan darah, tekanan organ-organ inipun naik.Akibat kenaikan tekanan ini, terjadi penyesuaian dalam pembuluh-pembuluh darah dengan akibat organ ini dapat lebih banyak menampung jumlah darah yang ada (Majid, 2005).
Kontrol jangka panjang (dalam hitungan menit sampai hari) dicapai melalui penyesuaian volume darah dengan cara memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanisme-mekanisme yang mengatur pengeluaran urin dan rasa haus. Besar-kecilnya volume darah total, berdampak besar pada curah jantung dan tekanan arteri rerata (Majid, 2005). Pada kontrol jangka panjang terdapat hormon yang berperan yaitu Reninangiotensin-aldosteron yang menyebabkan retensi air sebagai respon terhadap hipovolemi
dan
hiponatremi.Hormon
vasopressin
(hormon
antidiuretik)
menyebabkan retensi air sebagai respon terhadap tekanan darah yang turun ataupun
Universitas Sumatera Utara
hiperosmolaliti.Serta ada juga hormon atrial natriuretic peptide, yang menyebabkan ekskresi natrium dan diuresis terhadap respon distensi atrial (Majid, 2005).
Gambar 2.2 Refleks Baroreseptor untuk Memulihkan Tekanan Darah Kenormal (dikutip dari Sherwood, 2009).
2.1.5. Etiologi Perubahan Tekanan Darah
Universitas Sumatera Utara
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan perubahan tekanan darah seseorang yaitu : 1. Variasi diurnal tekanan darah Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa tekanan darah mencapai puncak tertinggi pada pagi hari (mid morning), puncak kedua pada sore hari, menurun malam hari, paling rendah pada waktu tidur sampai jam tiga sampai jam empat pagi, gk/mdkemudian tekanan darah naik perlahan sampai bangun pagi dimana tekanan darah naik secara cepat. Tekanan darah dapat bervariasi sampai 40 mmHg dalam 24 jam (Majid, 2005).
2. Tidur dan bangun tidur Menjelang bangun tidur tekanan darah meningkat 20 mmHg.Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik bisa naik sewaktu mau bangun, kemudian naik lagi setelah bangkit dari tidur dan bergerak.Naiknya tekanan darah pada awal pagi dapat membahayakandan kebanyakan mati mendadak terjadi pada saat tersebut.Umumnya selama tidur, tekanan darah tidak banyak bervariasi (Majid, 2005).
3. Pengaruh penuaan (Umur) Penuaan adalah proses yang normal. Secara umum dapat dikatakan, bila usia bertambah tua, kita menjadi lebih lamban, lebih kaku dan lebih kering. Jaringan ikat menjadi kurang elastis, densitas kapiler menurun, aktivitas sel lebih lambat, sel saraf dan jaringan otot mengalami degenerasi. Perubahan usia pada jantung antara lain berupa penurunan cardiac index, denyut jantung maksimum menurun, peningkatan kontraksi dan waktu relaksasi otot jantung, peningkatan kekakuan otot jantung selama diastol, penumpukan pigmen sel-sel miokard. Pengaruh pada pembuluh darah antara lain berupa densitas kapiler menurun, compliance arteri menurun, peningkatan resistensi perifer. Hal ini dapat menyebabkan tekanan darah dan tekanan nadi yang meningkat (Majid, 2005).
Universitas Sumatera Utara
4. Perubahan Sikap (Posture) Gerakan dari posisi terlentang ke posisi berdiri (orthostatis) mempengaruhi sirkulasi oleh adanya pengaruh gravitasi terhadap distribusi darah vena. Gravitasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan transmural 10 kali lipat, menyebabkan redistribusi darah dari thoraks ke ekstremitas bawah kira-kira 500 ml. Tekanan pengisian kardiak turun (via mekanisme Frank-Starling) menyebabkan isi sekuncup dan arterial pulse pressure menurun 30-40%. Perubahan turunnya tekanan dapat menyebabkan hipotensi postural dan hoyong.Penurunan tekanan nadi dan tekanan sinus karotis mengurangi aktivitas baroreseptor arteri dan juga aktivitas cardiac mechanoreceptor.Penurunan aktivitas aferen secara cepat menimbulkan takikardi 15-20 denyut/menit, vasokonstriksi perifer dan venokonstriksi splanknik. Respon ini akan menaikkan tekanan arteri rerata sedikit diatas nilai posisi terlentang (Majid, 2005). Efek posisi tubuh yang berbeda-beda dapat mengubah hasil pengukuran tekanan darah.Tekanan darah cenderung turun pada posisi berdiri bila dibandingkan dengan posisi saat duduk, terlentang, dan terlentang dengan kedua kaki disilangkan.Tekanan darah sistolik dan diastolik paling tinggi terdapat pada posisi terlentang dibandingkan dengan posisi lainnya. Terdapat perbedaan tekanan darah sistolik yang signifikan dan tidak signifikan pada tekanan darah diastolik pada masing-masing posisi kecuali antara posisi terlentang dan posisi terlentang dengan kaki disilangkan perbedaan tekanan darah sitolik tidak signifikan (Eser et al., 2007) Pada penelitian Kalpana et al. (2013) mengenai efek posisi head down tilt pada sistem kardiovaskular, tekanan darah sistolik subjek meningkat saat bagian kaki diangkat lebih tinggi dari level jantung, dan semakin meningkat jika sudut pengangkatan kaki semakin besar, hal ini terjadi karena peningkatan dari curah jantung. Peningkatan tekanan diastolik pada posisi ini mungkin karena akumulasi darah dari tungkai tubuh ke batang tubuh dan mengisi kavitas jantung.Namun hal yang berbanding terbalik terjadi pada tekanan diastolik, dimana terjadi penurunan
Universitas Sumatera Utara
tekanan darah diastolik jika sudut pengangkatan kaki semakin besar.Efek dari keadaan tersebut terjadi peningkatan tekanan nadi pada dan penurunan dari tekanan arteri rerata jika sudut pengangkatan bagian kaki semakin besar.
5. Valsalva maneuver Peristiwa mengedan (ekspirasi yang ditahan terhadap penutupan glottis) menaikkan tekanan intrathoraks sehingga menghalangi aliran balik vena dan mengakibatkan turunnya isi sekuncup dan tekanan nadi dan disertai refleks takikardi.Bila manuver ini dihentikan, tekanan intrathoraks turun dan darah vena yang menumpuk mengalir sehingga menaikkan isi sekuncup (mekanisme Frank Starling).Akibatnya naiknya tekanan nadi menyebabkan timbulnya refleks bradikardi secara dramatis.Valsalva maneuver ini digunakan untuk tes klinis persarafan otonom jantung (Majid, 2005).
6. Kondisi kesehatan Adapun beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi tekanan darah antara lain: a. Penyakit Ginjal Pada penderita penyakit ginjal maka ekskresi natrium klorida dan cairan urin terganggu, akibatnya natrium klorida dan air yang ditambahkan pada cairan ekstraseluler jumlahnya besar.Garam dan air ini bocor dari darah masuk ke rongga interstitial, tapi sebagian masih tetap dalam darah. Hal ini akan menimbulkan efek berupa peningkatan volume interstitial yang luas (edema ekstraseluler) dan hipertensi akibat peningkatan volume darah (Guyton dan Hall, 2007).
b. Anemia Pada penderita anemia, viskositas darah dapat turun hingga serendah 1,5 kali air, padahal normalnya kira-kira 3 kali air. Hal ini akan mengurangi tahanan terhadap
Universitas Sumatera Utara
aliran darah dalam pembuluh perifer, sehingga jumlah darah yang mengalir melalui jaringan dan kemudian kembali ke jantung menjadi jauh melebihi normal. Jadi, efek utama dari anemia adalah meningkatkan beban kerja jantung (Guyton dan Hall, 2007).
c. Kelebihan berat badan dan obesitas Kegemukan atau obesitas adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam indeks massa tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Menurut WHO (2014) seseorang dikatakan kelebihan berat badan jika IMT ≥ 25 dan obesitas jika memiliki IMT ≥ 30. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan dalam beberapa studi. Berat badan dan IMT berkolerasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik dimana jika 5 Kg dari berat badan yang berlebih hilang akan menurunkan 2-10 poin tekanan darah sistolik.
d. Penyakit Kardiovaskular Menurut American Heart Association (2013) penyakit jantung dan pembuluh darah menyebabkan distribusi aliran darah yang tidak adekuat.Pada penyakit kardiovaskular dapat terjadi arterosklerosis, aritmia, gagal jantung, dan kelainan katub jantung. Fungsi jantung dan pembuluh darah akan terganggu sehingga dapat menyebabkan perubahan tekanan darah.
4. Status Gizi Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari “nutriture” dalam bentuk variabel tertentu.Alat yang paling sederhana untuk memantau status gizi khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan adalah dengan IMT (Kavitha, 2011).
7. Olahraga
Universitas Sumatera Utara
Perubahan kardiovaskular bisa terjadi pada orang normal, untrained, usia pertengahan yang melakukan exercise dynamic seperti berlari. Dapat terjadi peningkatan denyut jantung dan curah jantung yang banyak, demikian juga tekanan darah terutama sistolik dan tekanan nadi.Perubahan ini oleh akibat peningkatan kebutuhan metabolisme otot skelet sehingga diperlukan aliran darah yang cukup ke otot skelet. Pada exercise static (isometric) seperti handgrip, mengangkat beban 20 kg selama 2-3 menit dapat meningkatkan tekanan diastolik sampai 30 mmHg. Hal ini akan meningkatkan kerja jantung, oleh karena itu isometric exercise sebaiknya dilarang pada penderita penyakit jantung iskemik. Setelah melakukan olahraga, tekanan darah turun secara cepat dan tetap rendah untuk beberapa jam.Dari berbagai penelitian diadapatkan bahwa olahraga mempunyai efek antihipertensi sebesar 6 – 15 mmHg (Majid, 2005).
8. Merokok Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi (Kavitha, 2011).
9. Alkohol Konsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga peluang untuk terkena hipertensi semakin tinggi (Lawson et al., 2007).
10. Kondisi Psikis Kondisi psikis seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah, misalnya kondisi psikis seseorang yang mengalami stres atau tekanan. Respon tubuh terhadap stres disebut alarm yaitu reaksi pertahanan atau respon perlawanan. Kondisi ini ditandai
Universitas Sumatera Utara
dengan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan, dan ketegangan otot.Selain itu stres juga mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otototot rangka dan penurunan aliran darah ke ginjal, kulit, dan saluran pencernaan. Stres akan membuat tubuh lebih banyak menghasilkan adrenalin, hal ini membuat jantung bekerja lebih kuat dan cepat (Lawson et al., 2007).
2.1.6. Pengukuran Tekanan Darah Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan baik secara direk maupun indirek. Walaupun saat ini telah banyak tersedia alat pengukur tekanan darah indirek seperti aneroid, elektronik, alat pemantau tekanan darah 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring), namu dipraktek sehari-hari kita menggunakan alat tensi meter air raksa yang biasa (Majid, 2005). Selama penentuan tekanan darah, stetoskop diletakkan di atas arteri brakhialis disisi dalam siku tepat di bawah manset.Tidak terdengar suara ketika darah tidak mengalir melalui pembuluh atau ketika darah mengalir dalam aliran laminar normal.Sebaliknya, aliran darah turbulen menciptakan getaran yang dapat terdengar. Bunyi yang terdengar ketika memeriksa tekanan darah, yang dikenal sebagai bunyi Korotkoff, berbeda dari bunyi jantung yang berkaitan dengan penutupan katub ketika kita mendengar jantung dengan stetoskop (Sherwood, 2009). Pada permulaan penentuan tekanan darah, manset dikembungkan ke tekanan yang lebih besar daripada tekanan darah sehingga arteri brakhialis kolaps. Karena tekanan eksternal ini lebih besar daripada puncak tekanan internal maka arteri terjepit total di sepanjang siklus jantung, tidak terdengar bunyi apapun, karena tidak ada darah yang mengalir. Sewaktu udara di manset secara perlahan dikeluarkan, maka tekanan di manset secara perlahan juga berkurang.Ketika tekanan manset turun tepat di bawah tekanan sistolik puncak, arteri secara transien terbuka sedikit saat tekanan darah mencapai puncak ini.Darah sesaat lolos melewati arteri yang tertutup parsial sebelum tekanan arteri turun di bawah tekanan manset dan arteri kembali kolaps.Semburan darah ini turbulen sehingga dapat terdengar.Karena itu, tekanan
Universitas Sumatera Utara
manset tertinggi saat bunyi pertama dapat didengar menunjukkan tekanan sistolik.Sewaktu tekanan manset terus turun, darah secara intermitten menyembur melewati arteri dan menghasilkan suara seiring dengan siklus jantung setiap kali tekanan arteri melebihi tekanan manset (Sherwood, 2009). Ketika tekanan manset akhirnya turun di bawah tekanan diastol, arteri brakhialis tidak lagi terjepit sepanjang siklus jantung, dan darah dapat mengalir tanpa terhambat melalui pembuluh.Dengan pulihnya aliran darah nonturbulen ini maka tidak ada lagi suara yang terdengar.Karena itu, tekanan manset tertinggi saat bunyi terakhir terdengar menunjukkan tekanan diastolik (Sherwood, 2009). Tekanan darah arteri dinyatakan sebagai tekanan sistolik per tekanan diastolik, dengan batas untuk tekanan darah yang dianjurkan adalah kurang dari 120/80 mmHg. Teknik
pemeriksaan
tekanan
darah
dengan
menggunakan
sphygmomanometer: 1. Untuk melihat pengaruh perubahan sikap, subjek mula-mula duduk atau tidur dengan lengan setentang jantung dan lengan ditopang. Istirahat sekurang-kurangnya lima menit. Kemudian pasien disuruh berdiri dan ambil tekanan darah secara palpasi setelah itu diikuti secara auskultasi dua menit kemudian (terutama pada usia> 65 tahun, dengan Diabetes Meliitus, atau mendapat obat antihipertensi). 2. Letakkan sphygmomanometer pada posisi setentang mata. 3. Pilih ukuran manset yang sesuai. Manset yang tidak sesuai dapat menghasilkan tekanan darah yang berbeda. 4. Letakkan manset ± 20 mmHg diatas arteri brakhalis pada siku. 5. Ketika mengembangkan balon manset, raba denyut nadi dan catat pada saat denyut nadi hilang ini untuk menentukan pengembangan maksimum dan bukan tekanan darah sistolik palpasi. 6. Secara cepat kempeskan balon manset dan tunggu 30 detik. 7. Kembangkan balon manset secara cepat sampai 30 mmHg hingga diatas tekanan darah sistolik palpasi dan kemudian turunkan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per detik atau denyut jantung.
Universitas Sumatera Utara
8. Catat suara yang pertama kali didengar pada penurunan 2 mmHg yang terdekat pada puncak miniskus air raksa. Ini merupakan tekanan darah sistolik. 9. Catat (fase V) diastolik dimana tidak kedengaran lagi suara Korotkoff. Juga dicatat fase IV pada saat suara pertama kali mulai melemah. Hasil dicatat : missal tekanan darah 120/80 mmHg. 10. Catat posisi pasien, bagian yang diukur, lebarnya manset (bila digunakan manset selain standard orang dewasa) (Majid, 2005).
2.2. Posisi Passive Leg Raising 2.2.1. Defenisi Posisi Passive Leg Raising Posisi passive leg raising (PLR) didefenisikan sebagai posisi terlentang dengan kedua kaki dalam keadaan ekstensi diangkat keatas secara pasif dengan sudut 100 sampai 900 (Geerts dan Bergh, 2012). PLR merupakan manuver untuk menilai pemuatan cairan yang reversibel, dimana posisi ini berpotensial untuk meningkatkan volume darah intrathoraks, preload jantung, dan selanjutnya curah jantung, dengan mengubah aliran darah vena dari kaki ke rongga thoraks. Sehingga PLR sejak dulu disarankan untuk digunakan pada pasien dalam keadaan hemodinamik yang tidak stabil yang dengan atau tanpa alat bantu pernapasan untuk menilai respon cairan dan untuk menentukan jumlah cairan yang dibutuhkan (Vincent et al., 2008).
2.2.2. Efek Hemodinamik Posisi Passive Leg Raising Mengangkat kaki merupakan suatu manuver yang telah digunakan pada pertolongan pertama saat terjadi kolaps sirkulasi sejak dahulu.PLR menjadi tes yang menarik untuk dilakukan karena pelaksanaannya yang sederhana dalam mendeteksi respon cairan tubuh seperti peningkatan preload jantung (Monnet et al., 2010). Mengangkat kaki pada posisi tubuh yang horizontal menginduksi aliran darah dari tubuh bagian bawah ke kompartemen sirkulasi sentral khususnya ke kavitas jantung. Pada penelitian yang menggunakan radiolabeled eryhtrocyte pada manusia
Universitas Sumatera Utara
mendemonstrasikan bahwa volume darah yang berpindah dari tubuh bagian bawah selama posisi PLR adalah sebanyak 150 ml darah (Monnet et al., 2010). PLR meningkatkan preload jantung, yang kemudian akan meningkatkan tekanan arteri rerata akibat peningkatan tekanan aliran balik vena. Jika ventrikel kanan berespon terhadap preload tersebut, peningkatan aliran balik vena sistemik akan menghasilkan peningkatan curah jantung kanan dan peningkatan pengisian ventrikel kiri (Monnet et al., 2010). Pada beberapa studi klinis yang meneliti kondisi hemodinamik melaporkan bahwa terjadi peningkatan tekanan oklusi arteri pulmonalis, ventricular end-diastolic dimension, gelombang E aliran mitral, dan ejection time ventrikel kiri selama posisi PLR, mendukung bukti bahwa darah ditransfer ke jantung selama posisi PLR mencukupi untuk menigkatkan preload jantung kiri (Monnet et al., 2010). Namun jika preload reserve jantung kanan terbatas, peningkatan preload jantung tidak akan menghasilkan peningkatan aliran ke ventrikel kiri dan PLR tidak akan meningkatkan preload jantung kiri, seperti pada pasien penderita penyakit jantung iskemik (Monnet et al., 2010). Walaupun banyak penelitian yang mendukung teori diatas, namun Gaffney et al (1982) melakukan perhitungan curah jantung dengan acetylene rebreathing pada sepuluh subjek yang sehat, menjelaskan bahwa pengangkatan kaki mungkin tidak efektif pada pasien hipovolemik. Karena kondisi tersebut menginduksi vasokonstriksi yang membuat jumlah darah di vena kaki menurun.Selain itu Wong et al (1988) melaporkan bahwa PLR menurunkan tekanan arteri rerata karena terjadi penurunan tekanan darah diastolik. Pada penelitian Paelinck et al., (2003) mengenai efek perubahan posisi pada fungsi jantung pada subjek yang sehat menggunakan Doppler Echocardiography didapati penurunan tekanan darah sistolik dan peningkatan tekanan darah diastolik. Tapi pada penelitian Vincent et al., (2008) tentang efek PLR pada pasien dengan keadaan shock didapati peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik setelah posisi PLR. Penelitian Monnet et al (2008) mendapati bahwa PLR
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan aortic blood pressure pada 38 orang dari 71 subjek penelitian yang sedang dalam kondisi kritis. Kyriakides et al (1994) menyatakan pada penelitiannya bahwa PLR menginduksi peningkatan tekanan darah diastolik.Selain itu Kweon et al (2012) juga menyatakan pada penelitiannya bahwa PLR meningkatkan volume intravascular pada daerah intratorakalis yang kemudian meningkatkan preload jantung dan tekanan arteri rerata. Dari semua penelitian mengenai efek hemodinamik PLR, semuanya menunjukkan adanya peningkatan curah jantung yang signifikan tapi mengenai efeknya terhadap tekanan darah hasilnya berbeda-beda, sesuai kondisi dari subjek penelitian dan derajat pengangkatan kaki.
Passive Leg Raising
aliran darah dari tubuh bagian bawah ke jantung
Universitas Sumatera Utara
aliran balik venan ke ventrikel kanan
preloadventrikel kanan
vaskular paru-paru
preload ventrikel kiri
end diastolic volume
hukum Frank-Starling
curah jantung
Gambar 2.3. Efek Hemodinamik Posisi PLR
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen
Variabel dependen
Posisi Passive Leg Raising • •
Sudut pengangkatan kaki 300 Sudut pengangkatan
Tekanan Darah Universitas Sumatera Utara
•
Tekanan darah sistolik