5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emosi 2.1.1 Definisi Emosi Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2009) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Goleman, 2009). Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2009) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu : a. Amarah
: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b. Kesedihan
: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,
putus asa c. Rasa takut
: cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
waspada, tidak tenang, ngeri d. Kenikmatan
: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e. Cinta
: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa 5
6
6 dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih f. Terkejut
: terkesiap, terkejut
g. Jengkel
: hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h. malu
: malu hati, kesal
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2009). Menurut Mayer (Goleman, 2009) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia. Dari definisi-definisi yang telah disebutkan penulis menyimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan atau suatu keadaan kondisi biologis dan psikologis untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus. 2.2 Kecerdasan Emosional 2.2.1 Definisi Kecerdasan Emosional Menurut Goleman (2009), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
7 Kecerdasan Emosional mengacu pada potensi alamiah untuk merasa, menggunakan, mengkomunikasikan, mengenal, mempelajari, mengatur dan memahami emosi-emosi (Hein, 2005). Mayer & Salovey (2000) menjelaskan kecerdasan emosional sebagai sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain, serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan dan meraih tujuan hidup. Dari definisi-definisi yang telah disebutkan penulis menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional adlaah kemampuan memantau, mengendalikan, mengetahui, dan mengerti emosi diri sendiri maupun orang lain dalam bersosialisasi. 2.2.2 Faktor Kecerdasan Emosional Goleman (2009) menempatkan kecerdasan emosional menjadi lima faktor, yaitu : a. Mengenali Emosi Diri Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2009) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. b. Mengelola Emosi Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2009). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau
8
8 ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. c. Memotivasi Diri Sendiri Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri. d. Mengenali Emosi Orang Lain Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (2009) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. e. Membina Hubungan Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2009). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2009). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya
9 2.3 Belajar 2.3.1 Definisi Belajar Djamarah (2008) mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Winkel (2005) belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Hakim (2005) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut tampak dalam peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan lainnya. Syah, M (2001) belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa, namun tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas antara lain : a. Perubahan Intensional Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan. b. Perubahan Positif dan aktif Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan. c. Perubahan efektif dan fungsional Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam
10
10 diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.
2.3.2 Ciri-ciri Belajar Bukti bahwa seseorang telah belajar yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Menurut Djamarah (2008) ciriciri perubahan tingkah laku dalam pengertia belajar meliputi: 1. Perubahan Yang Terjadi Secara Sadar Berarti seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. 2. Perubahan Dalam Belajar Bersifat Fungsional Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang terjadi secara terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi proses belajar berikutnya. 3. Perubahan Dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif Perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. 4. Perubahan Dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Misalnya kecakapan yang dimiliki seseorang akan terus berkembang kalai terus dipergunakan atau dilatih. 5. Perubahan Dalam Belajar Bertujuan Atau Terarah Perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan terarah merupakan perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. 6. Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
11 2.4 Prestasi Belajar 2.4.1 Definisi Prestasi Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Abdurrahman, M (2008) prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Djamarah (2008) prestasi belajar merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok. Dari definisi-definisi yang telah disebutkan penulis menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil kegiatan belajar individu yang sudah mempelajari suatu pelajaran lalu ditunjukkan dengan nilai tes. 2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Belajar merupakan suatu proses untuk menghasilkan suatu prestasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi belajar yang sekaligus mempengaruhi prestasi belajar yang dicapai seseorang. Faktor-faktor tersebut digolongkan ke dalam dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu (Slameto, 2010). a. Faktor Internal Faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan (Slameto, 2010). 1. Faktor Jasmaniah Faktor jasmaniah di sini ialah kesehatan. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap proses belajarnya dan dapat berpengaruh juga pada pencapaian prestasi belajarnya. Agar seseorang dapat belajar dan meraih prestasi belajar dengan baik maka seseorang tersebut harus mengusahakan agar kesehatan badannya tetap terjaga agar dapat berusaha dengan maksimal dalam meraih prestasi.
12 12 2. Faktor psikologis Faktor psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas belajar dan prestasi seseorang. Banyak faktor yang merupakan aspek psikis berpengaruh terhadap proses belajar dan prestasi belajar. Faktor-faktor tersebut adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan (Slameto, 2010). 3. Faktor kelelahan Kelelahan yang dialami seseorang dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (Slameto, 2010). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh, kelelahan ini terjadi karena terjadinya kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh sehingga darah kurang lancar pada bagian-bagian tubuh tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat terjadi karena terus-menerus memikirkan permasalahan yang dianggap berat. Kelelahan rohani terlihat dengan adanya kelesuan, kelelahan ini terasa pada bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi seolah kehabisan daya untuk bekerja. b. Faktor eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 2010). 1. Faktor keluarga Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Sebelum seorang anak mendapatkan pendidikan di sekolah, seorang anak mendapatkan pendidikan yang pertama dari keluarganya. Keluarga menjadi faktor terpenting dalam membentuk dan peningkatan prestasi anak. Hal yang dapat mempengaruhi belajar maupun prestasi belajar anak adalah cara orang tua dalam mendidik anak, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, perhatian orang tua dan latar belakang kebudayaan. 2. Faktor sekolah Sekolah merupakan sarana belajar anak setelah lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah memiliki pengaruh yang kuat dalam proses belajar
13 maupun pencapaian hasil belajar (prestasi belajar). Terdapat beberapa hal dalam lingkungan sekolah yang mempengaruhi belajar dan prestasi mahasiswa yaitu metode mengajar yang digunakan oleh guru, kurikulum, relasi guru dengan mahasiswa, relasi mahasiswa dengan mahasiswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar mahasiswa dan tugas rumah (Slameto, 2010). Semua faktor tersebut dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa. 3. Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga mempengaruhi belajar dan prestasi belajar mahasiswa. Hal-hal yang dapat mengganggu proses belajar dan pencapaian prestasi belajar mahasiswa di lingkungan masyarakat diantaranya adalah kegiatan dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. Semua hal tersebut dapat menjadi faktorfaktor penguat atau bahkan menjadi faktor penghambat mahasiswa dalam belajar dan pencapaian prestasinya. 2.4.3 Pengukuran Prestasi Belajar Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar dan mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi belajar bidang akademik di sekolah-sekolah dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut rapor. Dalam rapor dapat diketahui sejauhmana prestasi belajar seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh pendapat Sumadi Suryabrata (2008) bahwa rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu. Syaifuddin Azwar (2008) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, yaitu : a. Penilaian berfungsi selektif (fungsi sumatif) Fungsi penilaian ini merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program pendidikan tersebut. Dengan kata lain penilaian berfungsi untuk membantu guru mengadakan seleksi terhadap beberapa siswa, misalnya :
14
14 1. Memilih siswa yang akan diterima di sekolah 2. Memilih siswa untuk dapat naik kelas 3. Memilih siswa yang seharusnya dapat beasiswa b. Penilaian berfungsi diagnostik Fungsi penilaian ini selain untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa juga mengetahui kelemahan siswa sehingga dengan adanya penilaian, maka guru
dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing siswa. Jika guru dapat mendeteksi kelemahan siswa, maka kelemahan tersebut dapat segera diperbaiki. c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan (placement) Setiap siswa memiliki kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian dilakukan untuk mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada prestasi belajar yang telah dicapainya. Sebagai contoh penggunaan nilai rapor SMU kelas II menentukan jurusan studi di kelas III. d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (fungsi formatif) Penilaian berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap semester di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menegah dapat dipakai untuk mengetahui apakah program pendidikan yang telah diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa tersebut. 2.5 Tahapan Perkembangan Anak Erikson Santrock (2007) mengemukakan tahapan perkembangan anak menurut Teori Erikson sebagai berikut: 1. Usia Sekolah (6 – 12 tahun) Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar menjadi berkemampuan (competence). Memendam insting seksual sangat penting karena akan membuat anak dapat memakain enerjinya untuk
15 mempelajari teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya. Krisis psikososial pada tahap ini adalah antara ketekunan dengan perasaan inferior (industry – inveriority). Dari konflik antar ketekunan dengan inferiorita, anak mengembangkan kekuatan dasar: kemampuan (competency). Di sekolah, anak banyak belajar tentang sistem, aturan, metoda yang membuat suatu pekrjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. 2. Adolesen (12 – 20 tahun) Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Bagi Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan seksual, tetapi karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang. Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika remaja berjuang untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan. Memilih dan memiliki ediologi akan memberi pola umum kehidupan diri, bagaimana berpakaian, pilihan musik dan buku bacaan, dan pengaturan waktu sehari-hari. 2.6 Kerangka Berfikir Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Kecerdasan Emosional
Prestasi Belajar
Goleman (2009) Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik. Menurut Dianasari (2007) itu pencapaian hasil belajar yang baik didukung dengan kemampuan siswa dalam mengelola emosi sehingga berdampak positif terhadap pelaksanaan tugas. Siswa yang dapat mengelola emosi dengan baik akan dapat
16
16 melakukan manajemen stress, ceria, optimis, tenang dalam menghadapi setiap
masalah, dan cerdas dalam menentukan strategi pemecahan masalah, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Berdasarkan paparan teori di atas, prestasi belajar erat kaitannya dengan kecerdasan emosional yaitu dilihat dari 5 (lima) faktor kecerdasan emosional. Dimana faktor pertama adalah mengenali emosi diri faktor pertama ini menjelaskan bagaimana individu mengambil keputusan sendiri untuk mengaktualisasikan diri sehingga akan mampu memperoleh prestasi belajar yang baik. Faktor kedua adalah mengelola emosi jika individu dapat mengelola emosi dengan baik dan tenang dalam menghadapi setiap masalah yang di alami sehingga individu dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Faktor ketiga adalah memotivasi diri sendiri dengan adanya motivasi mendorong sesorang untuk berbuat dan bertindak dalam mencapi tujuan dan memberikan energi untuk melakukan tugas-tugas ekolah secara optimal. Faktor keempat untuk mencapai keberhasil belajar adalah mengenali emosi orang lain bagaimana individu mampu memahami, bersikap empati dan membangun hubungan saling percaya terhadap orang lain. Hal tersebut mampu memberi pikiran positif terhadap orang lain untuk belajar baik dan memperoleh hasil yang baik. Faktor terakhir dari kecerdasan emosional adalah membina hubungan, kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain sangat diperlukan untuk keberhasilan prestasi seorang siswa. Kelima faktor ini membentuk variabel kecerdasan emosional sehingga pada penelitian ini tidak akan diolah secara terpisah melainkan menyatu dalam satu variabel yaitu kecerdasan emosional. Erindra (2012) mengatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Salah satu penelitian ini, mendukung pemikiran peneliti bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan prestasi belajar.