BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan atau memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta pengembangan lingkungan yang sehat. Promosi mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan kesadarn akan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo,2005). Green (2005) juga mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu: 1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap dari sesesorang. 2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas yang mendukung terjadinya perilaku. 3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturanperaturan, surat keputusan,
2.2. Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan kesehatan adalah suatu proses mendidik individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Seperti
10 Universitas Sumatera Utara
halnya proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan mempunyai unsur masukanmasukan yang telah diolah dengan teknik-teknik tertentu akan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan tersebut. Tidak dapat disangkal, pendidikan bukan satu-satunya cara merubah perilaku, tetapi pendidikan juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004) 2.2.1. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang di cakup dalam ranah pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisa (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthetis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
Universitas Sumatera Utara
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur. Pengetahuan dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan jenis kuesioner yang bersifat self administered questioner yaitu jawaban diisi sendiri oleh responden. Dan bentuk pertanyaannya berupa pilihan berganda, dimana hanya ada satu jawaban yang benar. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penilaian yang bersifat subyektif. 2.2.2. Sikap Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu. Sikap individu tidak terlepas dari perilaku, sebab proses terjadinya perilaku seseorang berlangsung karena adanya sikap orang terhadap obyek. Menurut Berkowitz (1972), sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung
Universitas Sumatera Utara
atau memihak (favourable), maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourable)
pada
obyek
tersebut.
Secara
lebih
spesifik
Thurstone
memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau negatif terhadap suatu obyek psikologis (Azwar, 2005). Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok. Sikap mengandung daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro dan kontra terhadap sesuatu,
menentukan
apakah
yang
disukai,
diharapkan
dan
diinginkan,
mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari. Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu : a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.
Universitas Sumatera Utara
b. Menanggapi (Responding) Menanggapi diartikan member jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (Valuing) Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain. d. Bertanggung Jawab (Responsible) Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku yang berlebih pada masyarakat karena minimnya informasi mengenai cara mencegah dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia (Priyanto, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Tindakan Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut dengan perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dibedakan atas sikap, dimana sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan atau suatu fasilitas (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara logis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan,yaitu : a. Persepsi, mengenal dan memilih suatu objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. b. Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. c. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.
Universitas Sumatera Utara
d. Adopsi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
2.3. Media Penyuluhan Kesehatan 2.3.1. Pengertian Media Promosi Kesehatan Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi (Depkes, 2008). Biasanya alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan papan tulis dengan foto dan sebagainya. Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik secara kombinasi maupun tunggal, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu : alat peraga harus mudah dimengerti oleh masyarakat sasaran dan Ide atau gagasan yang terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh sasaran. Promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media karena melalui media, pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sampai memutuskan untuk mengadopsi perilaku yang positif.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Tujuan Media Promosi Kesehatan Adapun beberapa tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan promosi kesehatan antara lain: a. Dapat menghindari salah pengertian/pemahaman atau salah tafsir. Dengan contoh yang telah disebutkan pada bagian atas dapat dilihat bahwa salah tafsir atau salah pengertian tentang bentuk plengsengan dapat dihindari. b. Dapat memperjelas apa yang diterangkan dan dapat lebih mudah ditangkap. c. Apa yang diterangkan akan lebih lama diingat, terutama hal-hal yang mengesankan. d. Dapat menarik serta memusatkan perhatian. e. Dapat memberi dorongan yang kuat untuk melakukan apa yang dianjurkan 2.3.3. Jenis Media Promosi Kesehatan Menurut Depkes (2004), alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok besar: a.
Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati. Merupakan alat peraga yang paling baik karena mudah serta cepat dikenal, mempunyai bentuk serta ukuran yang tepat. Tetapi alat peraga ini kelemahannya tidak selalu mudah dibawa ke mana-mana sebagai alat bantu mengajar. Termasuk dalam macam alat peraga ini antara lain : -
Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
-
Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing dalam botol pengawet, dan lain-lain.
-
Sampel yaitu contoh benda sesungguhnya unstuk diperdagangkan seperti oralit, dan lain-lain.
b.
Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini dikarenakan menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda asli yang terlalu besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen, plastik, dan lain-lain.
c.
Gambar/Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan, dan lainlain. -
Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar-gambar dengan sedikit kata-kata. Kata- kata dalam poster harus jelas artinya, tepat pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter. Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan pengumuman, dan lain- lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan, ilustrasi, kartun, gambar atau photo. Poster terutama dibuat untuk mempengaruhi orang banyak, memberikan pesan singkat. Karena itu cara pembuatannya harus menarik, sederhana dan hanya berisikan satu ide atau satu kenyataan saja. Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya
Universitas Sumatera Utara
tinggal lama dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak. -
Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang diare dan pencegahannya, dan lain- lain. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD, pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti di photo copy.
-
Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Terutama digunakan untuk topik dimana terdapat minat yang cukup tinggi terhadap suatu kelompok sasaran. Ciri lain dari booklet adalah : Berisi informasi pokok tentang hal yang dipelajari, Ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh informasi, Memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dengan booklet ada beberapa hal antara lain booklet itu sendiri, faktor-faktor atau kondisi lingkungan juga kondisi individual penderita. Oleh karena itu dalam pemakaiannya perlu mempertimbangkan kemampuan baca seseorang, kondisi fisik maupun psikologis penderita dan juga faktor lingkungan dimana penderita itu berada. Di samping itu perlu pula diketahui kelemahan yang ada, oleh karena kadang
Universitas Sumatera Utara
informasi dalam booklet tersebut telah kadaluwarsa. Dan pada suatu tujuan instruksional tertentu booklet tidak tepat dipergunakan. d.
Gambar Optik, seperti photo, slide, film, dan lain-lain. -
Photo sebagai bahan untuk alat peraga, photo digunakan dalam bentuk album dan dokumentasi lepasan
-
Slide pada umumnya digunakan untuk sasaran kelompok. Penggunaan slide cukup effektif, karena gambar atau setiap materi dapat dilihat berkali-kali, dibahas lebih mendalam. Slide sangat menarik terutama bagi kelompok anak sekolah, karena alat ini lebih “trendi” dibanding dengan gambar, leaflet.
-
Film meruapakan media yang bersifat menghibur, tapi dapat disisipi dengan pesan-pesan yang bersifat edukatif. Sasaran media ini adalah kelompok besar, dan kolosal.
2.3.4. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Beberapa penyebab orang memilih media antara lain adalah (Sadirman,2006): a. Bermaksud mendemonstrasikannya b. Merasa sudah akrab dengan media tersebut c. Ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih konkret d. Merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang biasa dilakukan Berdasarkan uraikan di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi dasar pertimbangan untuk memilih suatu media sangatlah sederhana, yaitu dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Connel yang dikutip oleh Sadirman (2006), mengatakan bahwa jika media itu sesuai pakailah, “If the medium fits, Use it”. Hal yang menjadi pertanyaan disini adalah apa ukuran atau kriteria kesesuaian tersebut. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan misalnya adalah tujuan yang ingin dicapai, karakteristik sasaran, jenis rangsangan yang diinginkan, keadaan latar atau lingkungan, kondisi setempat, dan luasnya jangkauan yang ingin dilayani. Faktor tersebut akhirnya diterjemahkan dalam keputusan pemilihan.
2.4. Penyakit Demam Berdarah Dengue 2.4.1. Definisi Demam Berdarah Dengue Umumnya masyarakat memahami bahwa bencana hanyalah peristiwa yang disebabkan oleh alam seperti banjir, gempa, badai, kebakaran dan lainnya. Tetapi berdasarkan kebijakan pemerintah telah menetapkan bahwa wabah penyakit menular termasuk bencana dengan kategori bencana non alam termasuk Keadaan Luar Biasa Wabah Demam Berdarah Dengue. Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian.
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dapat digolongkan atas: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. 3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Berdasarkan jenis bencana sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, selanjutnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana menetapkan bahwa salah satu bencana yang sering muncul di Indonesia adalah epidemi, wabah dan kejadian luar biasa merupakan ancaman yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, wabah penyakit menular atau disebut wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular menyebutkan bahwa Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Daftar penyakit yang menimbulkan wabah di Indonesia menurut UndangUndang dan Peraturan Pemerintah yang berlaku diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1. Penyakit-penyakit Tertentu yang Menimbulkan Wabah No Jenis Penyakit 1. Kolera 2. Pes 3. Demam Kuning 4. Demam Bolak-Balik 5. Tifus Bercak Wabah 6. Demam Berdarah Dengue 7. Campak 8. Folio 9. Difteri 10. Pertusis 11. Rabies 12. Malaria 13. Influenza 14. Hepatitis 15. Tifus Perut 16. Meningitis 17. Ensefalitis 18. Antraks 19. Penyakit lain yang akan ditetapkan kemudian Sumber : Epidemiologi Kebidanan Dari penjelasan tersebut, maka penyakit menular demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu bencana non alam yang harus diantisipasi dengan
Universitas Sumatera Utara
kesiapsiagaan oleh masyarakat sendiri dan perlu pemahaman yang benar bagi masyarakat tentang wabah penyakit DBD tersebut. Menurut cara transmisinya, wabah dapat dibedakan atas : 1. Wabah dengan penyebaran melalui media umum (common vechile epidemics), yaitu: a. Ingesti bersama makanan atau minuman misalnya salmonellosis. b. Inhalasi bersama udara pernafasan misalnya demam Q (di laboratorium). c. Inokulasi melalui intravena atau subkutan misalnya hepatitis serum. 2. Wabah dengan penjalaran oleh transfer serial dari penjamu ke penjamu (epidemics propagated by serial transfer from host to host) yaitu: a. Penjalaran melalui rute pernapasan (campak), rute anal-oral (shigellosis), rute genitalia (sifilis) dan sebagainya. b. Penjalaran melalui debu c. Penjalaran melalui vektor (serangga dan artropoda)
Gambar 2.1. Penjalaran Wabah oleh Transmisi Agen Melalui Kontak Antar Individu
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Demam Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthtropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN- 4. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis dengan suhu 28-32OC dan kelembaban yang tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m. Vektor utama untuk arbovirus bersifat multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di alam bebas, terbang jam 06.00-09.00 dan 15.00-17.00, jarak terbang 100 m hingg 1 km dan ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi. Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh
Universitas Sumatera Utara
manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat emnularkan virus selama hidupnya (infektif). Infeksi virus dengue menimbulkan gejala yang bervariasi, mulai dari sindroma virus non spesifik sampai pendarahan fatal biasanya disertai gejala umum seperti demam, sakit kepala, batuk, pilek, mual, muntah, nyeri tenggorakan, nyeri perut, nyeri otot atau tulang, diare, kejang hingga kesadaran menurun. Gejala-gejala tersebut juga dijumpai pada berbagai penyakit infeksi virus atau infeksi bakteri lain yang menyerang tubuh. Untuk memastikan diagnosa demam berdarah dengue World Health Organization (WHO) mengeluarkan kriteria khusus bahwa diagnosis DBD hanya dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium trombosit dan hematokrit. Virus dengue merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai penjamu terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Beberapa faktor resiko yang dilaporkan pada infeksi virus dengue antara lain serotipe virus, antibodi dengue yang telah ada oleh karena infeksi sebelumnya atau antibodi maternal pada
Universitas Sumatera Utara
bayi, genetic penjamu, usia penjamu, resiko tinggi pada infeksi sekunder dan resiko tinggi bila terdapat dua atau lebih serotipe yang bersirkulasi tinggi secara simultan. 2.4.3. Demam Berdarah Dengue Demam berdarah dengue (DBD) diawali dengan demam tinggi mendadak, kontinu, bifasik, berlangsung 2-7 hari, naik-turun tidak mempan dengan antipiretik. Pada hari ke-3 mulai terjadi penurunan suhu namun perlu hati-hati karena dapat sebagai tanda awal syok. Fase kritis ialah hari ke 3-5.
Gambar 2.2. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue Menurut WHO (1997) derajat penyakit demam berdarah dengue antara lain: a. Derajat I, ditandai dengan demam mendadak, keluhan yang tidak spesifik dan satu-satunya manifestasi darah adalah uji tourniquet b. Derajat II, terdapat seluruh manifestasi DBD
derajat I disertai perdarahan
spontan di kulit atau perdarahan lain
Universitas Sumatera Utara
c. Derajat III, terdapat seluruh
manifestasi derajat disertai kegagalan sistem
sirkulasi yaitu frekuensi nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi (sitolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. d. Derajat IV, terdapat seluruh manifestasi DBD derajat 3 disertai manifestasi syok berat (profound shock) dimana nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. Kelas penilaian bahaya penyakit DBD dapat dibedakan seperti pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Kelas Penilaian Bahaya Penyakit DBD Kelas Penilaian Rawan I
Kriteria Daerah Terjangkit penyakit DBD dalam 3 tahun terakhir setiap tahun berturut-turut Rawan II Terjangkit penyakit DBD dalam 3 tahun terakhir namun tidak setiap tahun Rawan III Tidak terjangkit penyakit DBD dalam 3 tahun terakhir namun penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi baik dengan wilayah lain Bebas Daerah dengan ketinggian > 1000 m dpal atau daerah tidak padat penduduk Sumber : Ditjen P2M dan PLP, Depkes RI, 1992 2.4.4. Penatalaksanaan DBD Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simptomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
Universitas Sumatera Utara
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluran pencernaan. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut: 1.
Penanganan pasien DBD tanpa syok (gambar 2.2)
2.
Pemberian cairan pada pasien DBD dewasa di ruang rawat (gambar 2.3).
3.
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4.
Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5.
Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Penanganan Pasien DBD Tanpa Syok
Gambar 2.4. Pemberian Cairan pada Pasien DBD Dewasa di Ruang Rawat Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid
Universitas Sumatera Utara
dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal. Penyakit demam berdarah dengue ini biasanya menyerang anak-anak, tapi saat ini dapat menyerang tanpa mengenal golongan usia, semua golongan umur bisa mengalaminya dan yang jelas penyakit ini dapat datang sewaktu-waktu, untuk itu sudah selayaknya harus selalu diwaspadai tanda-tanda penyakit demam berdarah terlebih lagi karena penyebaran nyamuk Aedes Aegypti ini sudah menyebar ke seluruh pelosok indonesia yang termasuk daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini muncul akibat pengaruh musim atau alam serta perilaku manusia Hingga saat ini pengobatan khusus untuk membasmi infeksi virus DBD belum ditemukan. Pengobatan hanya ditujukan untuk mengatasi efek yang ditimbulkan oleh virus seperti demam, kebocoran pembuluh darah, turunnya tekanan darah dan lainlain. Virus sendiri diharapkan akan diatasi oleh daya tahan tubuh (imunitas) tubuh manusia. 2.4.5. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di
Universitas Sumatera Utara
kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan. Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling sering terkena ialah 5–14 tahun walaupun kini makin banyak kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 1025/100.000 penduduk namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%. Dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun terjadi peningkatan yang pesat baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit. Sampai akhir tahun 2005, DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 35 kabupaten telah melaporkan adanya KLB. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 43,2 per 100.000 penduduk pada akhir tahun 2005 (Depkes RI, 2006). Di kota Medan penyakit demam berdarah dengue juga masih merupakan masalah kesehatan yang sukar diatasi karena penderita penyakit tersebut selalu ditemukan sepanjang tahun. Berdasarkan peta insiden DBD menurut propinsi di Indonesia tahun 2007, incidence rate DBD di Sumatera Utara 20-50 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) sebesar 0,51% (Badan Infokom Sumut, 2007). 2.4.6. Wabah Demam Berdarah Dengue Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) di Medan khususnya dan Sumatera Utara pada umumnya terjadi hampir setiap tahun dengan puncak-puncak kasus pada musim penghujan. Pada tahun 2003 terjadi lagi lonjakan jumlah kasus DBD di
Universitas Sumatera Utara
Medan dan sudah pada tingkat yang mencemaskan masyarakat karena sejak bulan Agustus sampai Nopember jumlah kasus yag memerlukan perawatan di rumah sakit terus meningkat tajam. Pihak Pemerintahan Kota Medan telah menunjuk Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan sebagai rumah sakit rujukan untuk kasus DBD Medan dengan biaya perawatan ditangung oleh Pemko Medan. Oleh karena itu terjadilah peningkatan jumlah kasus yang dirawat di rumah sakit dan peningkatan ini cenderung membuat tidak tertampungnya penderita yang membutuhkan perawatan inap. Sementara menurut pengalaman dan pengamatan, tidak seluruhnya dari penderita DBD yang datang ke rumah sakit memerlukan perawatan inap dan pada umumnya jika dilakukan penanganan pemberian cairan yang adekuat disertai pemantaun yang ketat, maka banyak penderita yang hanya membutuhkan perawatan 1 x 24 jam (One Day Care) untuk selanjutnya dapat berobat jalan dengan anjuran kontrol ke Puskesmas terdekat sampai kondisi penderita menjadi stabil tanpa keluhan lagi (Zein, 2004). Wabah DBD adalah peningkatan kejadian kesakitan 2 kali atau lebih jumlah kasus DBD dalam suatu wilayah, dalam kurun waktu 1 Minggu/1 bulan dibandingkan dengan minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Persiapan dalam menghadapi wabah DBD, bagian/uint perawatan fungsional (UPF) di Rumah Sakit yang merawat pasien DBD (Ilmu Kesehatan Anak dan Penyakit Dalam) harus membentuk tim atau satuan tugas penanggulangan wabah DBD. Setiap tim terdiri dari koordinator pelayanan medik, tenaga profesi atau spesialis, dan kepala keperawatan. Tim wabah DBD tersebut akan bergabung satu
Universitas Sumatera Utara
sama lain dibawah koordinasi wakil direktur pelayanan medik rumah sakit, sehingga terbentuk Tim/Satuan Tugas Penanggulangan wabah DBD rumah sakit. Yang berwenang menentukan wabah di Rumah Sakit adalah Direktur Rumah Sakit berdasarkan data surveilans data kasus DBD rumah sakit. 2.4.7. Pencegahan Wabah Demam Berdarah Dengue Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD, antara lain: 1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi 2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, 3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, 4. Peningkatan sarana transportasi. Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (teruta ma kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Epidemiologi sebagai ilmu dasar pencegahan dengan sasaran utama adalah mencegah dan menanggulangi penyakit dalam masyarakat, maka pencegahan dan penanggulangan penyakit secara umum terdiri dari pencegahan dasar (primordial
Universitas Sumatera Utara
prevention), pencegahan tingkat pertama (primary prevention) meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiery prevention) meliputi pencegahan terhadap terjadinya catat dan rehabilitasi (Nur Nasry, 2008). Lebih lanjut Noor (2008) menjelaskan tentang pencegahan penyakit tersebut sebagai berikut: 1. Pencegahan Tingkat Dasar (Primordial Prevention) Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention) adalah usaha mencegah terjadinya resikoa atau mempertahankan keadaan resiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah meningkatnya resiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola atau kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah dan mengurangi tingkat resiko terhadap penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara umum. 2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah suatu usaha pencegahan penyakit melalui usaha mengatasi atau mengontrol faktor-faktor resiko (risk factor) dengan sasaran utamanya orang sehat melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu. Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
hubungan interaksi antara penjamu (host), penyebab (agent/pemapar), lingkungan dan proses kejadian penyakit. 3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) adalah usaha
mencegah
meluasnya penyakit atau terjadinya wabah pada penyakit menular dan untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut serta mencegah komplikasi. Sasaran utama pencegahan ini adalah orang yang baru terkena penyakit atau terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Kegiatan pada pencegahan tingkat kedua ini meliputi: a. Pemeriksaan berkala pada kelompok populasi tertentu seperti pegawai negeri, buruh atau pekerja perusahaan tertentu, murid sekolah dan mahasiswa serta kelompok tentara termasuk pemeriksaan kesehatan bagi calon mahasiswa, calon pegawai, calon tentaran serta bagi mereka yang membutuhkan surat keterangan untuk kepentingan tertentu. b. Penyaringan (screening) yakni pencarian penderita secara dini untuk penyakit secara klinis belum tampak pada penduduk secara umum atau kelompok resiko tinggi. c. Surveilans epidemiologi yakni melakukan pencatatan dan pelaporan secara teratur dan terus menerus untuk mendapatkan keterangan tentang proses penyakit yang ada dalam masyarakat, termasuk keterangan tentang kelompok resiko tinggi.
Universitas Sumatera Utara
4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) adalah
pencegahan dengan
sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti pengobatan dan perawatan khusus penderita demam berdarah dengue serta mencegah terjadinya cacat maupun kematian karena penyebab tertentu. Sedangkan Bustan (2006) menjelaskan tentang tingkat pencegahan penyakit meliputi 4 upaya pencegahan antara lain: 1. Pencegahan Tingkat Awal berupa pemantapan status kesehatan (underlying condition) meliputi pemakaian makanan bergizi rendah lemak jenud dan pengendalian kesehatan lingkungan. 2. Pencegahan Tingkat Pertama berupa promosi kesehatan (health promotion) meliputi pendidikan kesehatan, penyebaran informasi kesehatan, konsultasi gizi, penyediaan air bersih, pembersihan lingkungan atau sanitasi dan konsultasi genetik serta pencegahan khusus meliputi pemberian imunisasi dasar, pemberian vitamin dan perlindungan kerja terhadap bahan berbahaya (hazard protection) 3. Pencegahan Tingkat Kedua berupa diagnosis awal dan pengobatan tepat meliputi screening (penyaringan), penjejakan kasus (case finding), pemeriksaan khusus melalui tes laboratoriun dan pemberian obat yang rasional dan efektif serta pembatasan kecacatan seperti operasi plastik pada bagian tubuh yang cacat atau pemasangan pin pada tungkai yang patah.
Universitas Sumatera Utara
4. Pencegahan Tingkat Ketiga berupa rehabilitasi meliputi rehabilitasi fisik yakni rehabilitasi cacat tubuhdengan pemberian alat bantu, rehabilitasi sosial degan rumah perawatan wanita tua atau jompo serta rehabilitasi kerja. Menurut
Peraturan
Pemerintah
Nomor
40
Tahun
1991
tentang
penanggulangan wabah penyakit menular bahwa upaya penanggulangan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memperkecil angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar wabah tidak meluas ke daerah lain. Dalam rangka pencegahan wabah demam berdarah, pemerintah sudah sejak lama mempromosikan gerakan 3M (menguras, membersihkan dan mengubur) yang dilanjurkan dengan gerakan 3M 1T (menguras, membersihkan, mengubur dan telungkup) tapi tetap saja kesadaran masyarakat rendah sekali. Kalau sudah tetangga atau orang serumah sudah kena demam berdarah baru panik. Padalah semua bisa dicegah dengan langkah-langkah yang mudah asal teratur dilakukan oleh semua orang. Untuk itu masyarakat harus mendisiplinkan diri untuk membasmi sarangsarang nyamuk dan tempat bertelurnya. Pemanasan global telah menyebabkan nyamuk berekspansi ke tempat-tempat yang lebih tinggi dimana sebelumnya tidak cukup hangat untuk mereka hidup. Yang jelas, masyarakat harus bisa terus mengurangi populasi nyamuk dengan cara apapun dan membasmi tempat bertelurnya. Selain itu, juga harus menjaga agar orang yang sudah terjangkit DBD agar tidak menularkan kembali kepada orang lain. Perlu waktu yang cukup untuk membantu memerangi wabah demam berdarah dengan ikut membersihkan tempat
Universitas Sumatera Utara
tinggal untuk memerangi nyamuk, ikut membantu membersihkan lingkungan sekitar karena ingkungan yang bersih adalah lingkungan yang tidak disukai nyamuk Untuk kesiapsiagaan dalam pencegahan wabah penyakit DBD, dapat dilakukan hal-hal berikut ini: a. Setiap Hari 1) Telungkupkan semua ember 2) Bersihkan dan keringkan semua genangan yang terlihat 3) Gemburkan tanah di kebun dan juga tanah di pot tanaman karena tanah yang keras bisa membuat genangan air 4) Bersihkan sampah yang menumpuk karena bila tumpukan itu terkena hujan akan menjadi sarang nyamuk untuk bertelur 5) Semprot seisi rumah pada sore hari bila perlu (menyemprot secara berlebihan tidak baik untuk kesehatan) 6) Pasang mosquito trap untuk mengurangi populasi 7) Siapkan raket nyamuk 8) Tutup pintu yang keluar agar nyamuk tidak masuk, bila perlu pasang pintu dengan kawat nyamuk
9) Pasangkan juta kawat nyamuk untuk semua jendela sehingga rumah bisa tetap aman tanpa nyamuk b. Setiap 2 Hari Sekali 1) Bila pot bunga ada piring wadah air dibawahnya, buang airnya, bersihkan dan gosok untuk menghilangkan telur nyamuk
Universitas Sumatera Utara
2) Ganti air di vas bunga atau pot 3) Bersikan tempat penadah air di dispenser 4) Bersikan dan cek apabila di luar rumah ada genangan air di teras, kebun atau jalanan c. Setiap Minggu 1) Bersihkan dan gek got serta saluran air agar tidak ada yang menghalangi air dan bersihkan dari kotoran dan daun-daun yang menumpuk 2) Bersihkan talang air agar tidak terhalang daun dan sampah lainnya 3) Bersihkan tempat sampah luar rumah dari genangan air d. Setiap 2 Minggu atau Setiap Bulan 1) Lakukan fogging di daerah rumah tempat tinggal 2) Lakukan pencegahan berkeliling bersama warga untuk mencari dan membasmi sarang nyamuk 3) Tutup semua saluran air 4) Tutup semua kloset 5) Cek semua daftar pencegahan harian dan mingguan yang perlu dilakukan
2.5. Kesiapsiagaan Masyarakat 2.5.1. Definisi Masyarakat Berbagai definisi mengenai masyarakat biasanya diterapkan berdasarkan konsep ruang, orang, interaksi dan identitas. Dalam arti sempit istilah masyarakat menunjuk pada sekelompok orang yang tinggal dan berinteraksi yang dibatasi oleh
Universitas Sumatera Utara
wilayah geografis tertentu seperti desa, kelurahan, kampung dan rukun tetangga. Masyarakat dalam arti sempit biasanya disebut komunitas atau community. Dalam arti luas, masyarakat menunjuk pada interaksi kompleks sejumlah orang yang memiliki kepentingan dan tujuan bersama meskipun tidak bertempat tinggal dalam wilayah geografis tertentu. Masyarakat seperti ini bisa disebut sebagai sosietas atau society. Misalnya sering dikenal dengan masyarakat ilmuwan, masyarakat bisnis, masyarakat global dan masyarakat dunia. Pendefinisian masyarakat akan membedakan pendekatan pengembangan masyarakat. Bila masyarakat didefinisikan sebagai komunitas maka pengembangan masyarakat biasanya difokuskan pada kegiatan pembangunan lokal (local development) pada pemukiman atau wilayah yang relatif kecil berbentuk usaha ekonomi produktif, pelayanan kesehatan atau pendidikan dasar yang dapat dirasakan langsung oleh penduduk setempat. Bila masyarakat didefinisikan secara luas maka pengembangan masyarakat seringkali melibatkan kegiatan advokasi atau aksi sosial yang menuntut adanya perubahan kebijakan publik yang menyentuh konteks politik. Meskipun definisi masyarakat memiliki perbedaan namun pada umumnya tidak mengubah fungsi masyarakat. Menurut Netting, Kettner dan McMurtry (2004) ada lima fungsi masyarakat, antara lain : a. Fungsi produksi, distribusi dan konsumsi (production, distribution, consumption). Kegiatan-kegiatan masyarakat dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
terutama kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan dan sejenisnya. b. Fungsi sosialisasi (socialization) yakni meneruskan atau mewariskan normanorma, tradisi-tradisi dan nilai-nilai yang selama ini dianut oleh orang-orang yang berinteraksi di dalam masyarakat. c. Fungsi pengawasan sosial (social control) dimana masyarakat senantiasa mengharapkan sesama warga untuk mentaati norma-norma dan nilai-nilai yang dianut melalui penetapan hukum, peraturan dan sistem-sistem penegakannya. d. Fungsi partisipasi sosial (social participation) yakni masyarakat menyediakan wahana bagi para anggotanya kepentingan-kepentingannya
untuk mengekspresikan aspirasi-aspirasi dan
guna
terbangunnya
jaringan
dukungan
dan
pertolongan melalui interaksi dengan warga masyarakat yang tergabung dalam kelompok-kelompok, asosiasi-asosiasi dan organisasi-organisasi. e. Fungsi gotong royong (mutual support) yakni keluarga-kelurga, teman-teman, para tetangga, kelompok sukarela dan asosiasi-asosiasi profesional yang tergabung dalam sebuah masyarakat biasanya saling membantu satu sama lain.
2.6. Landasan Teori Menurut teori blum dalam Notoatmodjo (2003), bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 fakto utama yaitu: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (hereditas). Perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor pokok,
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang dikemukakan oleh teori Green dkk (2005) yakni, 1) faktor predisposisi (predisposing factor) meliputi antara lain: pengetahuan, sikap, nilai-nilai, kepercayaan 2) factor pendukung (enabling factor) meliputi antara lain: ketersediaan pelayanan kesehatan, ketersediaan transportasi, ketersediaan program kesehatan dan 3) factor penguat (reinforcing factor) meliputi antara lai: dukungan sosial, pengaruh informasi serta feedback oleh tenaga kesehatan, took masyarakat, keluarga. Secara operasional pendidikan kesehatan/ penyuluhan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003). Apabila konsep blum yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan maka pendidikan penyuluhan kesehatan adalah sebuah intervensi terhadap faktor perilaku (konsep Green), maka yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini adalah gabungan kedua konsep tersebut yang dapat diilustrasikan seperti pada bagan dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan Kesehatan
Pemberdayaan Masyarakat
Komunikasi Penyuluhan
Training
Pemberdayaan sosial
Enabling Factor (Ketersediaan sumbersumber /fasilitas )
Predisposing Factors (Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan, Tradisi dan Nilai)
Reinforcing Factors (Sikap dan Perilaku Petugas)
Proses Perubahan
Perilaku
Pelayanan Kesehatan
Status Kesehatan
Lingkungan
Gambar 2.5. Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan Kesehatan Kesimpulan dari penjelasan diatas adalah bahwa perilaku seseorang atau masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap dimana peningkatannya dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan – penyuluhan tentang kesehatan dengan metode dan teknik yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep Berdasarkan beberapa kajian teori dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep penelitian yang disusun adalah sebagai berikut:
Intervensi Penyuluhan Kesehatan Media Leaflet Media Film
Pretest
Postest
Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Penyakit Demam Berdarah
Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Penyakit Demam Berdarah
Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian Konsep utama penelitian adalah untuk melihat pengaruh metode penyuluhan kesehatan media film dan leaflet terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang penyakit Demam Berdarah.
Universitas Sumatera Utara