BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya. Sebagai limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari pabrik industri.
Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun dan berbahaya pada suatu ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah nilai ambang batas, yang artinya dalam jumlah demikian masih dapat ditoleransi oleh lingkungan sehingga tidak membahayakan lingkungan ataupun pemakai. Karena itu untuk tiap jenis bahan beracun dan berbahaya telah ditetapkan nilai ambang batasnya.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan limbah tergantung pada jenis dan karakteristiknya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka waktu relatif singkat tidak memberikan pengaruh yang berarti, tapi dalam jangka panjang cukup fatal bagi lingkungan. Oleh sebab itu pencegahan dan penanggulangan haruslah merumuskan akibat – akibat pada suatu jangka waktu yang cukup jauh. Melihat pada sifat – sifat limbah, karakteristik dan akibat yang ditimbulkan pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang diperlukan langkah pencegahan, penanggulangan dan pengelolaan (Perdana Gintings, 1992).
Kadar air sampah adalah sangat tinggi, yaitu 99,9% atau lebih. Benda – benda padat dalam sampah dapat berbentuk organik maupun anorganik. Zat organik dalam sampah terdiri dari bahan – bahan nitrogen, karbohidrat, lemak dan sabun. Mereka bersifat tidak tetap dan menjadi busuk, mengeluarkan bau – bauan yang tidak sedap. Sifat – sifat khas sampah inilah yang membuat perlunya pembenahan sampah dan menyebabkan kesulitan – kesulitan yang maha besar dalam pembuangannya. Benda – benda padat anorganik biasanya tidak merugikan (Mahida, 1984).
2.2. Jenis Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong, serat dan tempurung.
Tabel 2.1 : Rendemen Limbah Padat Jenis
Persentase Terhadap TBS
Hasil Proses
Basah
Kering
Tandan Kosong
21 – 23
10 - 12
Bantingan
Serat
8 – 11
5-8
Screw press
Tempurung
5
4
Shell Separator
Limbah padat tandan kosong kadang – kadang mengandung buah tidak lepas di antara celah – celah ulir dibagian dalam. Kejadian ini timbul, bila perebusan dan bantingan yang tidak sempurna sehingga pelepasan buah sangat sulit.
Serat yang merupakan hasil pemisahan dari fibre cyclone mempunyai kandungan cangkang, minyak dan inti. Kandungan tersebut tergantung pada proses ekstraksi di screw press dan pemisahan pada fibre cyclone. Tempurung yang dihasilkan dari kernel plant yaitu shell separator masih mengandung biji bulat dan inti sawit (Ponten M. Naibaho, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Limbah Cair
Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosiklon. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar pula. Tabel 2.2 : Sumber Dan Bobot Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Produksi Sumber
BOD
Tandan buah
Minyak
Segar (ton)
(ton)
Air Kondensat
25 – 30.000
0,15
0,9
Air lumpur
20 – 60.000
0,35
0,5
3 – 9.000
0,10
0,1
Air hidrosiklon
Sumber : Loebis dan Tobing, 1989 Lumpur (sludge) disebut juga lumpur primer yang berasal dari proses klarifikasi merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut lumpur sekunder. Kandungan bahan organik lumpur juga tinggi yaitu pH berkisar 3 – 5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel.2.3. Karakteristik Limbah Cair Industri Kelapa Sawit Parameter
Lumpur Primer
pH Padatan
tersuspensi
(ppm) Padatan volatil (ppm) COD (ppm) Nitrat (ppm) Fosfat (ppm)
Lumpur Sekunder
3,75
4,54
80.720
243.670
64.760
233.730
28.220
16.320
31
3
106
3
-
-
Sumber : Nurcahyo, 1993
Tabel 2.4. Hasil Analisa Parameter Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Parameter
Konsentrasi (mg/l)
COD (chemical oxygen demand)
48.000
Padatan Total (total solids)
29.000
Padatan tersuspensi (suspended solid)
18.750
Minyak (oil & grease)
5.000
Sumber : Loebis dan Tobing, 1989
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Limbah Gas
Selain limbah padat dan cair, industri pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah bahan gas. Limbah gas ini antara lain gas cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit (Yan Fauzi, 2002).
2.3. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
2.3.1. Sumber Limbah Cair
Jumlah limbah cair yang dihasilkan dari beberapa unit pengolahan adalah 120 m3/hari berupa kondensat rebusan, 450 m3/hari dari stasiun klarifikasi, dan 30 m3/hari dari buangan hidrosiklon. Total volume limbah dari setiap pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton tandan buah segar/hari adalah 600 m3/hari.
2.3.2. Kandungan Limbah Cair
Limbah cair pabrik kelapa sawit memiliki potensi sebagai pencemar lingkungan karena berbau, mengandung nilai COD dan BOD serta padatan tersuspensi yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi. Untuk mengendalikan pencemaran maka diperlukan pengolahan LCPKS secara biologik, kimia, atau fisik. Penanganan limbah cair secara biologik lebih disukai karena dampak akhirnya terhadap pencemaran lingkungan minimal.
Limbah cair PKS mengandung padatan melayang dan terlarut maupun emulsi minyak dalam air. Apabila limbah tersebut langsung dibuang ke sungai maka sebagian akan
mengendap,
terurai
secara
perlahan,
mengonsumsi
oksigen
terlarut,
menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang sangat tajam, dan dapat merusak daerah pembiakan ikan. Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung senyawa anorganik dan organik yang dapat dan tidak dapat dirombak oleh mikroorganisme. Limbah yang mengandung senyawa organik umumnya dapat dirombak oleh bakteri dan dapat dikendalikan secara biologis. Pengolahan limbah cair secara biologis dapat dilakukan dengan proses aerobik dan anaerobik. Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dimulai dengan proses anaerobik dan dilanjutkan dengan proses aerobik (Said, 1996).
2.3.3. Dampak Limbah Industri
Limbah dari industri dapat membahayakan kesehatan manusia karena dapat merupakan pembawa suatu penyakit (sebagai vehicle), merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun tanam – tanaman dan peternakan, dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air
Universitas Sumatera Utara
seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya, dan dapat merusak keindahan (aestetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang terutama di daerah hilir sungai yang merupakan daerah rekreasi (Sugiharto, 1987)
Sebagian besar senyawa kimia dalam air termasuk dalam kategori kimia organik maupun anorganik. Parameter kimia paling dominan dalam mengukur kondisi badan air akibat buangan industri. Barangkali parameter ini yang paling banyak menciptakan kecemaran dan bahaya terhadap lingkungan. Oksigen mempunyai peranan penting dalam air. Kekurangan oksigen dalam air mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme dan bakteri. Bakteri berfungsi untuk merugikan zat organik dalam air. Dalam air terjadi reaksi oksigen dengan zat organik oleh adanya bakteri aerobik. Atas dasar reaksi ini dapat diperkirakan bahan pencemar oleh zat organik (Perdana Gintings, 1992).
2.4. Pelaksanaan Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit
Penanganan limbah cair secara umum dapat dikelompokkan menjadi enam bagian, antara lain, penanganan pendahuluan (pretreatment), penanganan pertama (primary treatment), penanganan kedua (secondary treatment), penanganan ketiga (tertiary treatment), pembunuhan kuman (disinfection), dan pembuangan lanjutan (ultimate disposal). Penanganan buangan cair tidak harus melalui tahap – tahap seperti di atas, tetapi sesuai dengan kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
Penanganan pendahuluan dan penanganan pertama mencakup proses pemisahan bahan – bahan mengapung dan mengendap, baik secara fisik maupun kimia. Penanganan kedua umumnya mencakup proses biologi, untuk mengurangi bahan – bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Penanganan ketiga merupakan kelanjutan dari penanganan sebelumnya bila masih terdapat bahan yang berbahaya. Beberapa jenis penanganan ketiga ini adalah penyaringan pasir, penyerapan, vakum filter, dan lain – lain. Penanganan lanjutan dilakukan untuk menangani lumpur yang dihasilkan pada penanganan sebelumnya.
Limbah lumpur aktif maupun limbah organik lainnya dapat ditangani dengan proses pencernaan aerobik. Beberapa keuntungan proses pencernaan aerobik antara lain hasil pencernaan aerobik tidak berbau, bersifat seperti humus, mudah dibuang, dan mudah dikeringkan. Selain itu, pencernaan aerobik lebih mudah dilakukan dan biayanya lebih murah dibandingkan pencernaan anaerobik. Beberapa kerugian pencernaan aerobik adalah penambahan energi untuk memasok oksigen sehingga biaya operasinya lebih mahal, tidak menghasilkan gas metana, dan lebih banyak menghasilkan lumpur sisa dibandingkan pencernaan anaerobik (Said, 1996).
2.4.1. Pendinginan
Air limbah segar yang keluar dari pabrik umumnya masih panas (50 – 700C) dan masih diperlakukan pendinginan sesuai dengan kondisi pengendalian limbah yang
Universitas Sumatera Utara
bakteri. Pengendalian limbah yang menggunakan bakteri mesophill memerlukan pendinginan hingga 400C, sedangkan pengendalian dengan menggunakan bakteri thermophill memerlukan suhu pengendalian 600C, maka tidak perlu didinginkan. Pendinginan dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Menara pendingin, yaitu pendinginan air limbah dengan menggunakan menara, yang kemudian dibantu dengan bak pendingin. Menara dibuat dari plat stainlessteel yang tahan karat atau dengan konstruksi kayu. Alat ini mampu menurunkan suhu limbah dari 600C menjadi 400C. b. Kolam pendingin, yaitu pendinginan limbah dengan kolam. Pendinginan ini dikombinasikan dengan pengutipan minyak. Pendinginan di dalam kolam dilakukan selama 48 jam. Pendinginan sering mengalami kegagalan terutama akibat aliran di dalam kolam pendingin tidak baik, yaitu seolah – olah ada aliran yang terlokaliser. Oleh sebab itu dicoba memperbesar ukuran kolam pendingin yang mampu menampung limbah 10 hari olah.
2.4.2. Deoling Pond
Deoling pond berfungsi untuk mengutip minyak hingga kadar minyak 0,4%. Deoling pond ini merupakan instalasi tambahan membantu fat pit yang hanya mampu mengutip minyak.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Pengasaman
Limbah yang segar mengandung senyawa organik yang mudah dihidrolisa dan menghasilkan senyawa asam. Agar senyawa ini tidak mengganggu proses pengendalian limbah maka dilakukan pengasaman (acidification). Dalam kolam ini pH limbah umumnya berkisar 3 – 4, dan kemudian pHnya naik setelah asam – asam organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang berlanjut.
2.4.4. Netralisasi
Seperti dikemukakan di atas bahwa limbah yang masih asam tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba, oleh sebab itu perlu dinetralkan dengan penambahan bahan kimia atau cairan alkali. Bahan yang sering ditambahkan ialah soda api, kapur tohor, abu tandan kosong dan cairan limbah yang sudah netral.
Pemakaian bahan penetral didasarkan kepada keasaman limbah dan kadar minyak yang terkandung. Pemakaian ini dapat diketahui secara uji laboratorium. Dengan dasar pencapaian pH maka dianjurkan pemakaian kapur tohor yang sedikit lebih murah dari soda api dan lebih mahal dari abu tandan kosong. Jumlah kapur tohor yang diperlukan adalah 25 kg/m3 limbah. Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan sirkulasi yaitu memakai sludge yang berasal dari kolam fakultatif yang telah mempunyai pH netral.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Kolam Pembiakan Bakteri
Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal pengoperasian kolam pengendalian limbah. Untuk membiakkan bakteri diperlukan kondisi yang optimum dalam hal : a. pH netral yaitu 7,0. b. Suhu 30 – 400C untuk bakteri mesophill, 57 – 650C untuk bakteri thermophill. c. Nutrisi yang cukup mengandung nitrogen dan posfat. d. Kedalaman kolam 5 – 6 m. e. Ukuran kolam diupayakan dapat menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk PKS kapasitas 30 ton TBS/jam.
2.4.6. Kolam Anaerobik
Limbah yang telah dinetralkan dialirkan ke dalam kolam anaerobik untuk diproses. Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan lebih baik.
Untuk mengefektifkan proses perombakan dalam kolam anaerobik maka perlu diperhatikan beberapa faktor :
Universitas Sumatera Utara
1. Sirkulasi Untuk mempertinggi frekuensi persinggungan antara bakteri dengan substart maka dilakukan sirkulasi dalam kolam itu sendiri. Hisapan sirkulasi ditempatkan didasar kolam limbah dan dicegah agar tidak bersinggungan dengan udara. 2. Resirkulasi Resirkulasi ialah pemasukan hasil olah limbah dari kolam dihilir ke kolam dihulu dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi substrat dalam hal pH, nutrisi dan kelarutan. 3. Kandungan Minyak Kandungan minyak yang masuk ke dalam kolam akan mempengaruhi aktifitas bakteri, yaitu minyak tersebut berperan sebagai isolasi antara substrat dengan bakteri. Juga minyak tersebut jika bereaksi dengan alkali dapat membentuk sabun berbusa yang sering mengapung dipermukaan kolam dan bercampur dengan benda – benda yang lain dan disebut dengan “scum”. Untuk mengaktifkan proses perombakan maka scum yang terlalu tebal di atas permukaan limbah perlu dibuang. Karena scum yang tebal sangat menyulitkan gas methan yang terbentuk keluar ke udara terbuka. Juga scum ini dapat menghambat pergerakan limbah sehingga penyebaran bakteri dan lumpur aktif yang dimasukkan tidak merata. 4. Kedalaman dan Volume Kolam Kedalaman kolam anaerobik tetap harus dipertahankan, yaitu dengan melakukan pengorekan secara terjadwal. Kedalaman yang berkurang akan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan aktifitas bakteri menurun, ini jika terlihat pada kedalaman yang kurang dari 3 m. Volume kolam yang kecil akan menurunkan retention time, yang berarti menghentikan perombakan bahan organik pada tingkat BOD tertentu. 5. Jenis Bakteri yang Dikembangkan Seperti diterangkan di atas bahwa bahan organik yang terkandung dalam limbah didominasi oleh karbohidrat, selulosa, protein, lignin dan minyak. Oleh sebab itu dalam perombakannya perlu dikembangkan jenis bakteri spesifik yang mampu merombak bahan organik tersebut. Seperti halnya yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang terdiri dari beberapa bakteri dan disebut “Betagen”.
2.4.7. Kolam Fakultatif
Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik. Volume kolam ini dipersiapkan untuk menahan limbah selama 25 hari. Di dalam kolam ini proses perombakan anaerobik masih tetap berjalan, yaitu menyelesaikan pekerjaan – pekerjaan yang belum diselesaikan pada kolam anaerobik. Pada bagian hulu kolam masih menunjukkan adanya gelembung – gelembung udara yang keluar dari dalam air limbah sedangkan pada bagian hilir kolam hampir tidak ada. Karakteristik limbah di dalam fakultatif yaitu pH 7,6 – 7,8; BOD 600 – 800 ppm; COD 1250 – 1750 ppm (Ponten M. Naibaho, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.4.8. Kolam Aerobik
Proses yang terjadi pada kolam aerobik adalah proses aerobik. Pada kolam ini telah tumbuh ganggang dan mikroba heterotrop yang membentuk flok. Hal ini merupakan proses penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba dalam kolam, metoda pengadaan oksigen dapat dilakukan secara alami dan atau menggunakan aerator.
2.4.9. Masa Tinggal
Dari seluruh rangkaian proses tersebut di atas, masa tinggal limbah selama proses berlangsung mulai kolam pendingin sampai air dibuang ke badan penerima membutuhkan waktu masa tinggal selama lebih kurang minimal 100 hari (Jan Polman Sitindaon, 2004).
2.5. Lemak
2.5.1. Pengertian Lemak
Salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia ialah lipid. Untuk memberikan definisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang
Universitas Sumatera Utara
termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa atau mirip. Sifat kimia dan fungsi biologinya juga berbeda – beda. Walaupun demikian para ahli biokimia bersepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukkan dalam satu kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud ialah: (1) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik misalnya eter, aseton, kloroform, benzene yang sering juga disebut “pelarut lemak”; (2) ada hubungan dengan asam – asam lemak atau esternya; (3) mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup. Kesepakatan ini telah disetujui oleh Kongres Internasional Kimia Murni dan Terapan (International Congress of Pure and Applied Chemistry). Jadi berdasarkan pada sifat fisika tadi, lipid dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi menggunakan alkohol panas, eter atau pelarut lemak yang lain. Macam senyawa – senyawa serta kuantitasnya yang diperoleh melalui ekstraksi itu sangat tergantung pada bahan alam sumber lipid yang digunakan.
Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang dengan rumus umum : O R – C – OH Yang dimaksud dengan lemak di sini ialah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat
Universitas Sumatera Utara
satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, seperti ditunjukkan pada reaksi berikut :
HO – CH2 HO – CH
R1 – COO – CH2 +
3RCOOH
HO – CH2 gliserol
R2 – COO – CH
+ 3H2O
R3 – COO – CH2 asam lemak
trigliserida
air
Lemak adalah suatu trigliserida. R1 – COOH, R2 – COOH dan R3 – COOH ialah molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga molekul asam lemak itu boleh sama, boleh berbeda. Asam lemak yang terdapat dalam alam ialah asam palmitat, stearat, oleat dan linoleat.
2.5.2. Penggolongan
Senyawa – senyawa yang termsuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa golongan. Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal. Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar yakni; (1) lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau trigliserida dan lilin (waxes); (2) lipid gabungan yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya fosfolipid,
Universitas Sumatera Utara
serebrosida; (3) derivat ipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol. Di samping itu berdasarkan sifat kimia yang penting, lipid dapat dibagi dalam dua golongan yang besar, yakni lipid yang dapat disabunkan, yakni dapat dihidrolisis dengan basa, contohnya lemak, dan lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya steroid (Anna Poedjiadi, 2006).
2.5.3. Sifat Fisik Lemak
Lemak netral dalam ilmu gizi adalah apa yang dikenal sebagai lemak dan minyak. Lemak berbentuk padat pada suhu kamar sedangkan minyak berbentuk cair. Berat jenis lemak lebih rendah daripada air, oleh karena itu mengapung ke atas dalam campuran air dan minyak atau cuka dan minyak. Sifat fisik trigliserida ditentukan oleh proporsi dan struktur kimia asam lemak yang membentuknya (Sunita Almatsier, 2001).
2.5.4. Analisa Lemak
Gravimetri adalah penentuan kadar langsung dengan melakukan pengukuran massa zat murni yang dipisahkan dalam bentuk senyawa yang diketahui susunan kimianya dengan menghitung kandungan komponen analitnya.
Universitas Sumatera Utara
Pemisahan analit dapat dilakukan dari larutannya, jadi sampel padat harus dilarutkan lebih dulu, baru dilakukan pengendapan dengan pereaksi pengendap atau dipisahkan dengan cara ekstraksi. Untuk memurnikan endapan diperlukan proses pencucian atau pengkristalan ulang dan pengeringan sampai berat konstan. Demikian juga halnya dengan wadah endapan, cawan, baik pada waktu penimbangan awal cawan kosong, maupun cawan yang sudah berisi endapan yang menggunakan suatu cara pengeringan tertentu harus ditimbang sampai berat konstan. Gravimetri memerlukan tanur listrik atau pembakar, penangas udara dan timbangan analitik yang peka dan akurat, baik penimbang konvensional atau timbangan listrik atau elektronik (Kosasih, 2004).
Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung pada sifat alami minyak atau lemak tersebut dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam – macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction.
1. Rendering Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering , penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifikasi, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan
Universitas Sumatera Utara
untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya. 2. Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression) Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji – bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70 persen). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan. 3. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent Extraction) Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara
expeller
pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n – heksan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih tinggi dari 5 persen. Bila lebih, seluruh sistem solvent extraction perlu diteliti lagi (Ketaren,2008).
Universitas Sumatera Utara