BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Mellitus 2.1.1. Pengertian Diabetes Melitus (DM) Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009). Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total) maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007). 2.1.2. Epidemiologi Diabetes Melitus Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat, di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil
Riskesdas (2007) dari 24417 responden
berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa
Universitas Sumatera Utara
140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glucosa sebanyak 75 gram), DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah, daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 11.1% sedangkan kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%, beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2007). Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2% disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% (Depkes, 2008). Hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1993 di Jakarta daerah urban membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1.7% pada tahun 1982 menjadi 5.7% kemudian tahun 2001 di Depok dan didaerah Jakarta Selatan menjadi 12.8%, demikian juga di Ujung Pandang daerah urban meningkat dari 1.5% pada tahun 1981 menjadi 3,5% pada tahun1998, kemudian pada akhir 2005 menjadi 12.5%, di daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di Jawa Barat 1,1% didaerah terpencil, di tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8% dapat dijelaskan perbedaan prevalensi daerah urban dan rural (Soegondo dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM) Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh Perkeni adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA), klasifikasi etiologi Diabetes Mellitus, menurut ADA (2007) adalah dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2.1. Klassifikasi Etiologis Diabetes Mellitus Tipe Keterangan DiabetesTipe 1 Diabetesang tergantung dengan insulin disebabkan oleh kerusakan sel-sel beta dalam pankreas sejak masa anak anak atau remaja Diabetes Tipe 2 Mulai dari yang dominan resistensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin Diabetes Tipe lain 1. Defek genetik fungsi insulin 2. Defek genetik kerja insulin 3. Karena obat 4. Infeksi 5. Sebab imunologi yang jarang : antibody insulin 6. Resistensi Insulin 7. Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Klinefelter, sindrom Turner) Diabetes Gestasional Karena dampak kehamilan (DMG) Sumber: Perkeni 2006 Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila trdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini: a.
Keluhan klasik DM berupa : banyak minum, banyak makan, banyak buang air kecil dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae (gatal didaerah kemaluan) pada wanita .
Universitas Sumatera Utara
Diabetes karena dampak kehamilan ditegakkan hasil pemeriksaan TTGO, dilakukan dengan memberikan beban 75 g glukosa setelah berpuasa 8 – 14 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban. DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 95 mg/dl, 1 jam setelah beban ≥ 180 mg/dl dan 2 jam setelah beban ≥ 155 mg/dl. Apabila hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan glukosa 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah ≥ 155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis Diabetes Gestasional (Perkeni, 2006). 2.1.4. Insulin Insulin adalah salah satu hormon didalam tubuh manusia yang dihasilkan atau diproduksi oleh sel beta pulau langerhans di dalam kelenjar pangkreas, Insulin merupakan suatu polipeptida (protein) dalam keadaan normal, jika kadar glukosa darah naik, kelenjar pangkreas akan mengeluarkan insulin dan masuk ke dalam aliran darah, oleh darah insulin disalurkan ke reseptor hati sebesar 50 % ginjal 1020%, sel darah, otot, jaringan lemak 30-40%, apabila kadar insulin cukup atau fungsinya tidak terganggu, kelebihan gula dalam darah akan segera diubah dan disimpan untuk metabolisme tubuh (Soewondo, 2006). Gula darah merupakan bahan bakar utama yang akan diubah menjadi energi dan akan merangsang sel beta pulau langerhans untuk mengeluarkan insulin, selama tidak ada insulin, gula darah tidak dapat masuk kedalam sel-sel jaringan tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak, insulin merupakan kunci yang membuka pintu sel jaringan, memasukkan gula ke dalam sel dan menutup pintu
Universitas Sumatera Utara
kembali, di dalam sel, gula dibakar menjadi energi yang berguna untuk aktivitas (Soegondo, 2004). 2.1.5. Diagnosis Diabetes Mellitus Dapat ditegakkan melalui tiga cara dengan melihat dari tabel dibawah ini: Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu > 200mg/dl Gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa > 126 mg/dl atau u Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral) > 200 mg dl, menggunakan beban glukosa 75 g anhidrus yang dilarutkan dalam air Sumber, Perkeni 2006 Cara pemeriksaan TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral) sesuai dengan Perkeni (2006) a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari- hari ( dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. b. Berpuasa paling sedikit 8 jam ( mulai malam hari) sebelum pemeriksaan minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. c. Diperiksa kadar glukosa puasa d. Diberikan glucosa, 75 gram pada orang dewasa atau 1,75 gram/kg BB anakanak, dilarutkan dalan 250ml dan diminum dalam waktu 5 menit. e.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glucosa selesai.
f.
Diperiksa kadar glucosa 2 jam sesudah beban glucosa.
g.
Selama proses pemeriksaan tidak merokok (Perkeni, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Gejala Diabetes Mellitus 2.1.6.1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Mellitus Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. 1. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu: 1) Banyak makan (poliphagia). 2) Banyak minum (polidipsia). 3) Banyak kencing (poliuria). 2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala: 1) Banyak minum. 2) Banyak kencing. 3) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg dalam waktu 2-4 minggu). 4) Mudah lelah. 5) Bila tidak segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma . 2.1.6.2. Gejala Kronik Diabetes Mellitus Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut: 1) Kesemutan. 2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum. 4) Rasa tebal di kulit.
Universitas Sumatera Utara
5) Kram. 6) Capai. 7) Mudah mengantuk. 8) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata. 9) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita. 10) Gigi goyah mudah lepas, kemampuan seksual menurun, impotensi. 11) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan berat lahir lebih dari 4 kg (Jhonson, 1998 ). 2.1.7. Keluhan Subjektif Diabetes Melitus Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien sendiri, adapun keluhannya adalah: 1). Poliuria (banyak buang air kecil) 2). Polidipsia (banyak minum) 3). Polifagia (banyak makan) 4). Kesemutan 5). Gatal didaerah kemaluan 6). Keputihan 7). Infeksi susah sembuh 8). Bisul hilang timbul 9). Penglihatan kabur 10). Mudah mengantuk (Perkeni, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.1.8. Patogenesis Diabetes Mellitus Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan penurunan fungsi sel β, yang akhirnya akan menuju kerusakan total sel β. Mula-mula timbul resistensi insulin kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin, untuk mengkompensasi (mengatasi kekurangan) resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompesasikan resistensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun saat itulah diagnosa diabetes ditegakkan ternyata penurunan fungsi sel beta berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengekresi insulin (ADA, 2007). 2.1.9. Komplikasi Diabetes Mellitus Komplikasi-komplikasi penderita diabetes melitus: 1) Sistem kardiovaskuler (peredaran darah jantung) seperti hipertensi, infarck miokard ( gangguan pada otot jantung). 2) Mata: retinopathy diabetika, katarak 3) Saraf: neropathy diabetika 4) Paru-paru: TBC (tuberculosis) 5) Ginjal: pielonefritis (infeksi pada piala ginjal), Glumerulosklerosis (Pengerasan pada glomerolus). 6) Hati: Sirosis Hepatis (Pengerasan pada hati)
Universitas Sumatera Utara
7) Kulit: Gangren (jaringan mati pada kulit, jaringan), ulcus (luka) 2.1.10. Pengendalian Diabetes Mellitus Tujuan pengendalian Diabetes Mellitus dibagi menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan gejala/keluhan dan mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian darah. Tujuan jangka panjang yaitu: 1) Agar penyangdang diabetes dapat hidup lebih lama, karena kualitas hidup seseorang menjadi kebutuhan, seseorang yang bertahan hidup tetapi dalam keadaan tidak sehat akan mengganggu kebahagiaan dan kestabilan keluarga. 2) Untuk membantu penyandang diabetes agar mereka dapat membantu dirinya sendiri, sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi dan jumlah hari sakit dapat ditekan. 3) Agar penyandang diabetes dapat produktif sehingga dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya didalam masyarakat. 4) Menekan biaya perawatan baik secara pribadi, asuransi maupun nasional. 2.1.11. Prinsip Pengendalian Diabetes Mellitus meliputi 4 pilar yaitu: 1). Penyuluhan Tujuan penyuluhan menurut pengendalian
yaitu
meningkatkan
pengetahuan diabetisi tentang penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut,
penyuluhan meliputi penyuluhan untuk pencegahan
primer ditujukan untuk kelompok risiko tinggi, penyuluhan untuk pencegahan
Universitas Sumatera Utara
sekunder ditujukan pada diabetisi terutama pasien yang baru, materi yang diberikan meliputi pengertian diabetes, gejala, penatalaksanaan Diabetes Mellitus, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik, penyuluhan untuk pencegahan tersier ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi yang diberikan meliputi aktivitas fisik, pola makan, pengawasan kadar gula darah (Soegondo dkk, 2009). 2). Latihan Fisik (Olah Raga). Tujuan olah raga adalah untuk meningkatkan kepekaan insulin, mencegah kegemukan, memperbaiki aliran darah, merangsang pembentukan glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut, olah raga meliputi empat prinsip jenis olah raga dinamis yaitu memenuhi frekuensi, intensitas, time (durasi) dan tipe (jenis ): Frekuensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan teratur 3-5 kali Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60-70% MHR ( Maximun Heart Rate ) Time
: 30-60 menit
Tipe/Jenis : Olahraga endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Menurut Soegondo dkk (2009) menentukan MHR (Maksimun Heart Rate) yaitu: 220 - umur, setelah MHR didapat ditentukan THR ( Target Heart Rate ), misalnya intensitas latihan yang diprogramkan bagi diabetisi umur 50 tahun sebesar 60-70%, maka THR = 60% × (220-50) = 102, sedangkan THR 70% adalah: 70% × ( 220 – 50) = 119, dengan demikian jika diabetesi ini akan olahraga sebaiknya berada diantar 102-119 kali/menit, hal-hal yang perlu diperhatikan
Universitas Sumatera Utara
waktu olah raga yaitu pemanasan (warm up) kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki latihan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan, menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi secara perlahan-lahan, mengurangi kemungkinan terjadinya cedera, lama pemanasan 5-10 menit, kemudian latihan inti (Conditioning) pada tahap ini denyut nadi diusahakan mencapai THR (Target Heart Rate) agar latihan benar bermanfaat. Pendinginan
(cooling-down),
setelah
selesai
olahraga
dilakukan
pendinginan untuk menimbulkan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot sesudah berolahraga atau pusing-pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktip, contohnya bila olah raga jogging maka pendinginan dilakukan dengan tetap jalan selama beberapa menit, bila mengayuh sepeda tetap mengayuh tanpa beban, lama pendinginan sebaiknya dilakukan 5-10 menit, peregangan ( Stretching) hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih meregang dan tidak elastis dan ini sangat penting bagi diabetisi usia lanjut (Soegondo dkk, 2009). 3). Diet Diabetes Mellitus Adanya serat (sayur, buah dan kacangan) memperlambat absorbsi glukosa, sehingga dapat ikut berperan mengatur gula darah dan memperlambat kenaikan gula darah,
makanan yang cepat dirombak dan juga cepat diserap dapat
meningkatkan kadar gula darah, sedangkan makanan yang lambat dirombak dan lambat diserap masuk ke aliran darah menurunkan gula darah (Almatsier, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori, walaupun lemak menghasilkan energi lebih besar, namun karbohidrat lebih banyak di konsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, terutama pada negara sedang berkembang, di negara sedang berkembang karbohidrat dikonsumsi sekitar 70-80% dari total kalori, bahkan pada daerah-daerah miskin bisa mencapai 90%, sedangkan pada negara maju karbohidrat dikonsumsi hanya sekitar 40-60%, hal ini disebabkan sumber bahan makanan yang mengandung karbohidrat lebih murah harganya dibandingkan sumber bahan makanan kaya lemak maupun protein, karbohidrat banyak ditemukan pada serealia (beras, gandum, jagung, kentang dan sebagainya), serta pada biji-bijian (Ostman, 2001) . Penukar nasi umumnya digunakan sebagai makan pokok, satu porsi nasi setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, mengandung 175 kalori, 4 gram protein dan 40 gram karbohidrat, untuk menentukan berapa kebutuhan karbohidrat perhari dapat ditentukan dengan melihat kebutuhan energi
total
sehari, jika energi
sehari adalah sebesar 2450 kkal, maka energi yang berasal dari karbohidrat adalah 1470-1838 kkal atau sekitar 368-460 g karbohidrat , 1 gram karbohidrat setara dengan 4 kkal, kebutuhan karbohidrat 60-70% total kkal (Almatsier, 2006). Untuk melihat bahan makanan yang berasal dari karbohidrat dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Bahan Makanan Karbohidrat No Bahan Makanan Ukuran Rumah Tangga Berat (gr) 1 Bihun ¼ gelas 50 2 Biscuit 4 keping 40 3 Havermut 5½ sendok makan 45 4 Kentang 2 biji sedang 210 5 Crackers 5 keping 50 6 Macaroni ½ gelas 50 7 Mie Kering 1 gelas 50 8 Mie Basah 2 gelas 200 9 Nasi ¼ gelas 100 10 Talas 1 potong 125 11 Ubi 1 biji sedang 135 12 Roti Putih 3 potong sedang 70 Sumber: Almatsier, 2006 Sumber karbohidrat lain dapat diperoleh dari gula merupakan salah satu sumber karbohidrat sederhana yang dicampur ke kopi, teh manis, susu dan minuman lainnya yang banyak dikonsumsi masyarakat contohnya 1 sendok makan susu kental manis = 71 kalori, gula termasuk dalam sumber karbohidrat tetapi bukan sumber energi utama, sumber energi utama adalah karbohidrat kompleks (Nasi, kentang, bihun, jagung, bihun, mie), penggunaan gula yang terlalu banyak tidak dianjurkan, gula jika dikonsumsi berlebihan maka bisa memicu berbagai masalah seperti Diabetes dan kegemukan, satu sendok makan gula pasir sama dengan 10 gram ( Almatsier, 2006). 4. Pengobatan Jika telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang teratur
namun
pengendalian
kadar
gula
dipertimbangkan pemberian obat meliputi
darah
belum
tercapai
maka
obat hipoglikemi oral (OHO) dan
insulin, pemberian obat hipoglikemi oral diberikan kurang lebih 30 menit sebelum
Universitas Sumatera Utara
makan, pemberian insulin biasanya diberikan lewat penyuntikan di bawah kulit (subkutan) dan pada keadaan khusus diberikan secara intravena (melalui vena) atau intramuskuler (melalui otot) ( Soegondo, 2009).
2.2 Faktor Risiko Diabetes Mellitus 2.2.1.
Faktor Risiko yang tidak Bisa Dimodifikasi
a. Ras/etnik Merupakan suatu kelompok manusia yang memiliki ciri fisik bawaan yang sama, pada dasarnya ciri fisik manusia dikelompokkan atas tiga golongan yaitu ciri fenotipe merupakan ciri-ciri yang tampak, ciri
fenotipe terdiri atas ciri
kualitatif dan kuantitatif, ciri kualitatif antara lain warna kulit, warna rambut, bentuk hidung, bentuk dagu dan bentuk bibir sementara ciri kuantitatif antara lain tinggi badan dan ukuran bentuk kepala, ciri filogenetif yaitu hubungan asal usul antara ras-ras dan perkembangan sedangkan ciri getif yaitu ciri yang didasarkan pada keturunan darah (Lanning, 2009). Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya, anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa , sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi, penelitian yang dilakukan oleh NHANES (National Health And Nutrition Examinations Surveys) dari 11.090 sampel, didapati 880 yang menderita diabetes dengan sampel ras kulit hitam dan putih usia 20- 70 tahun, wanita kulit hitam
Universitas Sumatera Utara
mempunyai 2 kali menderita diabetes dibandingkan dengan wanita kulit putih (Lipton, 1993). b. Riwayat Keluarga dengan Diabetes (Anak Penyandang Diabetes) DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik yang akan mempercepat fenotipe diabetes, riwayat penyakit untuk timbulnya DM tipe 2 terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan lingkungan, pada penelitian yang dilakukan oleh The Framingham offspring of tipe 2 diabetes mendapatkan resiko DM tipe 2 yaitu 3,5 kali lebih tinggi pada keturunan salah satu orang tua diabetes, dan 6 kali lebih tinggi pada keturunan yang keduanya orang tua tersebut menderita diabetes (Meigs, 2000). Pada penelitian epidemiologi prospektif nilai C reaktip protein dapat digunakan untuk memprediksi DM tipe 2 Tan dalam penelitiannya dari pasien yang non obesitas dengan gangguan toleransi glukosa mendapatkan nilai C reaktip positif yang memprediksikan individu tersebut akan menjadi DM (Wu T at all, 2002). c. Umur Perubahan metabolisme tubuh yang ditandai dengan penurunan produksi hormon tertosteron untuk laki-laki dan oestrogen untuk perempuan biasanya memasuki usia 45 tahun keatas, kedua hormon ini tidak hanya berperan dalam pengaturan hormon seks, tetapi juga metabolisme pengaturan proses metabolisme tubuh, salah satu fungsi dua hormon tersebut adalah mendistribusikan lemak keseluruh tubuh
akibatnya, lemak menumpuk diperut, batasan lingkar perut
normal untuk perempuan < 80cm dan untuk laki-laki < 90cm. Membesarnya
Universitas Sumatera Utara
lingkaran pinggang akan diikuti dengan peningkatan gula darah dan kolesterol yang akan diikuti dengan sindroma metabolik yakni terganggunya metabolisme tubuh dari sinilah mulai timbulnya penyakit degeneratif (Tjokroprawiro, 1998). d. Riwayat Melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir > 4000 gram atau Riwayat Pernah Menderita Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) Diabetes Mellitus Gestational (DMG) adalah suatu bentuk diabetes yang berkembang pada beberapa wanita selama kehamilan, Diabetes gestasional terjadi karena kelenjar pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk mengkontrol gula darah ( glukosa ) wanita hamil tersebut pada tingkat yang aman bagi dirinya maupun janin yang dikandungnya (Jhonson, 1998). Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah yang menunjukkan wanita hamil tersebut mempunyai kadar gula yang tinggi dalam darahnya dimana ia tidak pernah menderita diabetes sebelum kehamilannya, Diabetes Mellitus Gestasional berbeda dengan diabetes lainnya dimana gejala penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir,di Indonesia insiden DMG sekitar 1,9 - 3,6% dan sekitar 40-60% wanita yang pernah mengalami DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap Diabetes Mellitus atau gangguan toleransi glukosa (Soewondo, 2006). e. Riwayat Lahir dengan Berat Badan Rendah Kurang dari 2500 gram Bayi yang lahir dengan berat badan rendah tentunya memiliki organ yang internal yang kecil. Organ internal akhirnya membuat si anak tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuhnya. Jika berat badan kecil maka pankreasnya juga
Universitas Sumatera Utara
kecil dan tidak sempurna, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan insulin tubuh. Ketika anak ini bertumbuh dan dewasa anak yang lahirnya kecil untuk jadi bertambah besar ketika sudah masuk usia anak-anak dan remaja. Ini semakin membuat organ tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuhnya, akhirnya akan berisiko penyakit-penyakit berbahaya seperti diabetes (Jhonson, 1998). 2.2.2. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi a. Berat Badan Lebih (IMT ≥23 kg/m ²) Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) berat badan seseorang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu normal, overweight (kelebihan berat badan) dan obesitas. Overweight dan obesitas merupakan sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh, ditandai dengan peningkatan nilai masa indeks tubuh diatas normal, orang yang mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dalam jangka waktu yang lama akan menjadi risiko tinggi DM Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus: 𝐼𝑀𝑇 =
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
𝑇𝐵2 (𝑚)
Contoh : BB = 50 kg, TB = 160 cm, IMT = 50/(160/100)2 = 50/2,56 = 19,53 Tabel 2.4 Klasifikasi Nilai IMT (Indeks Masa Tubuh) Asia Fasifik IMT Kategori < 18,5 BB Kurang 18.5-22.9 BB Normal ≥ 23,0 BB Lebih 23,0-24,9 Dengan Risiko 25,0-29,9 Obesitas 1 ≥ 30 Obesitas 2 Sumber : Perkeni, 2002
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Hartati (2004) pada penderita DM tipe 2 di RSUD Tugurejo Semarang menghasilkan tidak ada pengaruh IMT dengan kejadian DM tipe 2 dengan hasil p value > 0,005 sedangkan penelitian oleh National Health and Nutrition Examinations Surveys (NHANES) tahun 1992-2002 didapatkan 80% dari responden dengan IMT ≥ 18,5 kg/m² menderita DM dibanding dengan responden dengan IMT < 18,5 kg/m² (ADA, 2007). Diabetes Mellitus tipe 2 cenderung meningkat seiring dengan peningkatan lemak yang diukur dengan IMT, setiap peningkatan 1 kg berat badan meningkatkan risiko sebesar 4,5% untuk menderita DM tipe 2 (Webber, 2004). Penelitian Kaban, dkk (2005) hubungan obesitas dengan DM diperoleh nilai p= (0,000) dengan nilai OR sebesar 4,6 yang artinya orang yang obesitas kemungkinan 4,6 kali menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan yang tidak. b. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan fisik yang dilakukan dengan teren cana, terstruktur, berulang dan tujuannya memperbaiki atau menjaga kesegaran jasmani, kesegaran jasmani berkaitan dengan kesehatan mengacu pada beberapa aspek fungsi fisiologi dan psikologis yang dipercaya memberikan perlindungan kepada seseorang dalam melawan beberapa tipe penyakit degeneratif seperti penyakitjantung koroner, obesitas dan kelainan muskuloskeletal (Ganlay. Sherman, 2000). Penelitian yang dilakukan di USA pada 21.217 dokter US selama 5 tahun (kohort study) menemukan bahwa kasus DM tipe 2 lebih tinggi pada kelompok
Universitas Sumatera Utara
yang melakukan aktivitas fisik kurang dari 1 kali perminggu dibanding dengan kelompok yang melakukan olah raga 5 kali seminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama 8 tahun pada 87.535 perawat wanita yang melakukan olah raga ditemukan penurunan resiko penyakit DM tipe 2 sebesar 33%, (Soegondo dkk, 2009). Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik Diabetes Mellitus (Niemann, 1995). Olahraga menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan glukosa dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa, keadaan ini dapat berlanjut beberapa jam setelah melakukan olah raga. Lamanya manfaat olah raga akan hilang bila berhenti 3 hari, hal ini menekankan pentingnya olah raga secara teratur dan berkesinambungan , agar benar-benar
bermanfaat
olahraga
dilakukan
3-4
kali
dalam
seminggu,
berkesinambungan dan dalam jangka waktu yang panjang (Suharto, 2004). Olahraga selama 30-40 menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa kedalam sel sebesar 7-20 kali lipat dibandingkan tanpa olah raga, olah raga yang tepat untuk diabetes adalah jalan, jogging, renang, bersepeda, aerobik (Soewondo, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Wardani (2009), aktivitas fisik rendah memiliki resiko DM tipe 2 sebanyak 3,2 kali lebih besar dari yang melakukan aktivitas fisik yang baik.
c.
Hipertensi (≥ 140/90 mmhg) Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding- dinding arteri ketika
darah tersebut dipompa dari jantung kejaringan, tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah, tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik) (Hull, 1996). Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding pembuluh darah, mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan darah yang tidak normal, penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi, karena arteri-arteri terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis, sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit, ketika arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis darah memaksa melewati jalan yang sempit,
sebagai hasilnya
tekanan darah menjadi tinggi (Hull, 1996). Menurut JNC 7 (Joint National Commite) (2003) bila tekanan darah
≥
140/90 mmhg dinyatakan sebagai hipertensi, hipertensi atau darah tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis, hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri, satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati ( 2009) dengan kasus kontrol study, kontribusi hipertensi dengan terjadinya Diabetes Mellitus komplikasi stroke diperoleh hasil OR 8,574. JNC (Joint National Commite) membuat kategori tekanan darah sebagai berikut.
Tabel 2.5 Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa Menurut JNC (Joint National Commite) VII Kategori Normal Pre-Hipertensi Stadium Satu Stadium Dua Sumber: JNC 2003
Tekanan Darah Sistolik < 120 mmhg 120 -139 mmhg 140 – 159 mmhg ≥ 160 mmhg
Tekanan Darah Diastolik (dan) < 80 mmhg (atau) 80 – 89 mmhg (atau) 90 – 99 mmhg (atau) ≥ 100 mmhg
Belum ada penelitian yang mengatakan penyebab langsung terjadinya hipertensi terhadap DM namun masih merupakan faktor resiko yang berpotensi terhadap tingginya kasus DM, hipertensi sebagai faktor resiko DM artinya semakin tinggi angka hipertensi di suatu daerah maka semakin besar resiko untuk menjadi penderita DM di daerah tersebut, seorang yang memiliki hipertensi maka lebih beresiko dirinya mengalami DM dibanding orang yang tidak hipertensi, arti lainnya juga bahwa tidak semua penderita hipertensi akan menjadi penderita DM, belum ada teori yang benar-benar tegas menerangkan bagaimana hipertensi membuat seseorang menjadi DM karenanya hipertensi bukan faktor penyebab tetapi adalah faktor risiko.
Universitas Sumatera Utara
Terjadinya hipertensi pada penderita DM dikaitkan dan hampir sama proses terjadi keduanya yaitu melalui suatu keadaan yang disebut sindroma metabolik satu penelitian memperoleh hasil dimana dari sejumlah total 427 pasien hipertensi yang diteliti, 46 persen diantaranya adalah pasien DM, pasien cenderung berusia lebih tua, indeks massa tubuh yang lebih tinggi dan hiperlipidemia, cenderung akan mengalami komplikasi kardiovaskular dan gagal ginjal, opname lebih lama di RS (Weber, 2009). Prevalensi hipertensi pada penderita Diabetes Mellitus secara keseluruhan adalah 70 %, Pada laki laki 32 %, wanita 45 % pada masyarakat India Puma sebesar 49%, pada kulit putih sebanyak 37 % dan pada orang asia sebesar 35%, hal ini menggambarkan bahwa hipertensi pada DM akan sering ditemukan dibandingkan pada individu tanpa diabetes (Weir et al. 1999). Penelitian Kaban dkk (2005) disain kasus kontrol dengan sebanyak 45 responden yang diteliti hasil yang didapatkan tidak ada hubungan hipertensi dengan kejadian DM dimana diperoleh nilai chi square nilai p = 0,073 (p> 0,05). d. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl) Merupakan suatu
keadaan
dimana
meningkat diatas batas normal, lemak
kadar lemak
yang mengalami
dalam darah peningkatan ini
meliputi kolesterol, trigliserida salah satu partikel yang mengangkut lemak dari sekitar tubuh atau dapat keduanya , berbagai penelitian membuktikan bahwa keadaan dislipidemia dan hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan faktor penting dalam terjadinya komplikasi PJK (Penyakit Jantung Koroner) pada DM
Universitas Sumatera Utara
tipe 2, studi Finnish membuktikan bahwa peningkatan kadar trigliserid dan rendahnya kolesterol HDL (High Density Lypoprotein) merupakan faktor resiko PJK (Penyakit Jantung Koroner) pada DM tipe 2 (Neamann, 1995). e. Diet tidak Sehat (Unhealhty Diet) Diet dengan Tinggi Gula dan Rendah Serat Merupakan Peningkatan Risiko Diabetes Adanya serat memperlambat absorsi glukosa sehingga dapat ikut berperan mengatur
gula darah dan
memperlambat
kenaikan gula darah, makanan
yang cepat dirombak dan juga cepat diserap dapat meningkatkan kadar gula darah, sedangkan makanan yang lambat dirombak dan lambat diserap masuk ke aliran darah menurunkan gula darah (Soegondo dkk, 2009). Adapun manfaat dari serat salah satunya membuat waktu pengosongan dilambung menjadi lebih lama, setelah konsumsi serat akan menyebabkan chyme yang berasal dari lambung berjalan lebih lambat ke usus , hal ini menyebabkan makanan lebih lama tertahan dilambung sehingga perasaan akan kenyang setelah makan juga panjang, keadaan ini juga memperlambat proses pencernaan karbohidarat dan lemak yang tertahan dilambung belum dapat dicerna sebelum masuk ke usus (Tala, 2009) Hasil
penelitian
pada
hewan
percobaan
maupun
pada
manusia
mengungkapkan bahwa kenaikan kadar gula darah dapat ditekan jika karbohidrat dikonsumsi bersama serat makanan, hal ini sangat bermanfaat bagi penderita diabetes (Nyoman, 2009).
Universitas Sumatera Utara
The American Cancer Society, The American Heart Association dan The American Diabetic Association menyarankan 25-35 g fiber/hari dari berbagai bahan makanan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Konsensus nasional pengelolaan diabetes di Indonesia menyarankan 20 - 25 g/hari bagi orang yang berisiko menderita DM ( Soegondo dkk, 2009). Food and Drug Aministration (FDA) Amerika Serikat membatasi konsumsi gula maksimal 10 sendok teh atau 40 gram per hari, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) maksimal 12 sendok teh atau 48 gram perhari (Depkes, 2009). Penelitian Hartati (2004) yang dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang menjelaskan ada pengaruh asupan serat makanan terhadap kadar gula darah DM tipe 2 dengan hasil nilai p value < 0,005, hasil penelitian Riskesdas (2007) faktor risiko DM
yang makan buah dan sayur pada kelompok umur 25- 64 tahun
responden terhadap terjadinya DM mempunyai nilai odd rasio 1,04 kali dari yang tidak makan buah dan sayur. Penelitian Christina (2008) ada hubungan bermakna antara komsumsi serat dengan kejadian Obesitas, dimana orang yang mengkomsumsi serat < 25 gr/ hari mempunyai hubungan bermakna dengan nilai p 0,01. Ukuran saat mengukur sayuran adalah sudah matang tanpa kuah dalam keadaan basah, buah buahan dalam ukuran gram, kacang – kacangan diukur dalam ukuran gram dan sudah siap saji, untuk melihat daftar kandungan serat perseratus gram (sayur - sayuran, buah buahan dan kacang - kacangan) dapat dilihat pada tabel dibawah:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Daftar Kandungan Serat per 100 Gram Sayur-sayuran, Buah - bu ahan Serta Produk Olahannya Sayuran Kandungan BuahKandungan Kacang Kandungan serat/100gr buahan serat/100gr serat/100gr Bayam 0.8 Alpukat 1,4 Kedelai 4,9 Daun 2,1 Anggur 1,7 Kacang 2 Pepaya tanah Daun 1,2 Apel 0,7 Kacang 4,1 Singkong Hijau Kangkung 1 Belimbing 0,9 Kedelai 2,5 Seledri 0,7 Jagung 2,9 Kecap 0,6 Selada 0,6 Jambu Biji 5,6 Tahu 0,1 Tomat 1,2 Jeruk Bali 0,4 Susu 0,1 Kedelai Paprika 1,4 Jeruk 2 Touge 0,7 Sitrum Cabai 0,3 Mangga 0,4 Kacang 3,2 Panjang Bawang 1,1 Nenas 0,4 Tempe 1,4 Putih Bawang 0,6 Pepaya 0,7 Merah Kentang 0,3 Pisang 0,6 Lobak 0,7 Semangka 0,5 Wortel 0,9 Sirsak 2 Brokoli 0,5 Srikaya 0,7 Kembang 0,9 Stroberry 6,5 kol Asparagus 0,6 Pear 0,3 Jamur 1,2 Terong 0,1 Sawi 2,0 Buncis 3,2 Nangka 1,4 Daun 1,4 Kelor Sumber: Depkes, 2005 Faktor lain yang mempengaruhi tingginya gula darah adalah Indeks Glikemik yaitu ukuran kecepatan makanan diserap menjadi gula darah, semakin tinggi indeks glikemik suatu makanan, semakin cepat dampaknya terhadap
Universitas Sumatera Utara
kenaikan gula darah , Indeks glikemik di atas 70 termasuk tinggi, antara 56 sampai dengan 69 sedang dan 55 kebawah adalah rendah (Ostman, 2001). Makanan yang sedikit atau tidak mengandung karbohidrat, seperti daging, keju, memiliki indeks glikemik mendekati nol. Sebuah studi yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition
menyimpulkan
bahwa
makanan
ber-indeks
glikemik
tinggi
meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2. GI index adalah skala yang berfungsi untuk mengetahui apakah suatu makanan akan memberi pengaruh yang besar, menengah, atau kecil terhadap peningkatan kadar gula dalam darah, teori yang melatar belakangi dari program diet berbasis Glycaemic Index adalah makanan yang mengandung nilai GI rendah akan melepaskan gula ke dalam darah secaraperlahan, memberi, membuat perut merasa kenyang lebih lama, sehingga memperkecil mengemil (Kompas,2004) Tabel 2.7 Daftar Indeks Glikemik Beberapa Makanan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis Makanan Roti Gandum Putih Roti Gandum utuh Jagung Tortila Nasi Putih Nasi beras merah Jagung Manis Sphageti Bihun Keripik jagung Bubur gandum giling Bubur beras Pisang Mangga Semangka
Indeks 75 ± 2 74 ± 2 46 ± 4 73 ± 4 68 ± 4 52 ± 5 49 ± 2 53 ± 7 81 ± 6 55 ± 2 78 ± 9 43 ± 3 59 ± 8 76 ± 4
Universitas Sumatera Utara
Sambungan Tabel 2.7 (Lanjutan) 42 ± 4 15 Kurma 49 ± 3 16 Selai strawberry 41 ± 2 17 Jus apel 50 ± 2 18 Jus jeruk 78 ± 4 19 Kentang rebus 63 ± 5 20 Kentang goreng 39 ± 4 21 Wortel rebus 71 ± 1 22 Wortel 63 ± 6 23 Ubi jalar rebus 64 ± 7 24 Labu rebus 53 ± 2 25 Talas Rebus 39 ± 3 26 Susu lemak 37 ± 4 27 Susu skim 51 ± 3 28 Es krim 41 ± 2 29 Yogurt 34 ± 4 30 Susu kedelai 24 ± 4 31 Kacang merah 16 ± 1 32 Kacang kedelai 40 ± 3 33 Coklat Popcorn 65 ± 5 34 Keripik kentang 56 ± 3 35 soft drink/soda 59 ± 3 36 Kerupuk 87 ± 2 37 Madu 15 ± 4 38 Sumber:Ostman, 2001.
Selain GI dilihat juga Glycemic Load (GL) berbeda dengan GI, GL tidak hanya menilai seberapa cepat glukosa dari suatu makan memasuki peredaran darah tetapi juga menilai seberapa banyak glukosa yang terkandung dari makanan tersebut sehingga GL lebih menilai secara keseluruhan (the whole package), semakin rendah GL semakin kecil suatu makanan yang disajikan memicu peningkatan gula darah secara berlebih, berikut parameter dari GL: Tinggi GL 20 atau lebih, sedang GL 11-19 dan rendah GL 10 atau kurang (Ostman, 2001).
Universitas Sumatera Utara
GL dapat dihitung dengan cara mengkalikan GI dengan jumlah karbohidrat yang terkandung dari suatu makanan lalu dibagi seratus, sebagai contoh kita ambil wortel, wortel sebanyak 50 gram memiliki kandungan 5,3 gram karbohidrat (telah diketahui di atas bahwa GI wortel adalah 71), jadi nilai GL nya adalah: (71 x 5.3):100 = 3,76 Jadi wortel yang dikatakan memiliki GI yang tinggi ternyata memiliki GL yang rendah (Thompson 2006). Karbohidrat setiap gramnya menghasilkan 4 kalori, karbohidrat lebih banyak dikonsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, satu porsi nasi setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal, kebutuhan kalori berbeda dilihat dari jenis kelamin dan usia, untuk wanita usia 4045 tahun
2200 kkal, usia 46-59 tahun 2100 kkal, 60 tahun keatas 1850 kkal
sedangkan untuk jenis kelamin pria usia 40-45 tahun 2800 kkal, usia 46-59 tahun 2500 kkal dan usia diatas 60 tahun 2200 kkal, sedangkan kebutuhan karbohidrat adalah 60-70% dari energi total (Almatsier, 2006). Penelitian Nyoman (2009) di Tanaban Bali meneliti konsumsi karbohidrat mendapatkan hasil p value 0.000 menyatakan ada pengaruh bermakna konsumsi karbohidrat dengan kejadian DM tipe 2 dengan hasil OR 10,8.
2.3. Landasan Teori Pendekatan akan timbulnya penyakit Diabetes Mellitus dilakukan dengan menggunakan sarang laba-laba (The Web Caution) yang menjelaskan bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh multi faktor (Marbach, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
1. IMT ≥ 23 kg/m²
n
2. Hipertensi 3. Aktivitas
Diabetes Mellitus
4. Karbohidrat 5. Serat
Dislipidemia
Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan: ------------- = Tidak diteliti ( Dislipidemia ) = Diteliti
Universitas Sumatera Utara
Gambar .1 Teori sarang Laba-laba menurut Marbach
Universitas Sumatera Utara