5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Indeks Massa Tubuh 2.1.1 Pengertian Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang (Nor, 2011). Indeks massa tubuh ini ditemukan oleh Quetelet ahli statistik Belgia dari perhitungan secara konvensional yaitu dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter) (Lailani, 2013). IMT =
π΅ππππ‘ π΅ππππ (ππ ) [ππππππ π΅ππππ (π )]2
Pengunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas. Berbeda dengan orang dewasa, IMT pada anak berubah sesuai dengan umur dan peningkatan berat badan serta panjang badan. Pengukuran dan penilaian menggunakan IMT berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan status gizi. Gizi kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi dan gizi lebih dengan akumulasi lemak tubuh berlebihan meningkatkan risiko menderita penyakit degeneratif (Pradana, 2014). Indeks Massa Tubuh tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tapi hasil riset telah menunjukan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran lemak tubuh secara langsung, seperti pengukuran dalam air dan dual energi x-ray absorptiometry (DXA). IMT adalah metode yang tidak mahal dan gampang untuk dilakukan untuk memberikan indikator atas lemak tubuh dan digunakan untuk screening berat badan yang dapat mengakibatkan problema kesehatan (CDC dalam Mutia, 2010). IMT juga dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena risiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Pada orang India, peningkatan IMT dari 22 menjadi 24 dapat meningkatkan prevalensi Diabetes
6
Mellitus menjadi 2 kali lipat, dan prevalensi ini naik menjadi 3 kali lipat pada orang dengan IMT 28 (Harahap et al., 2005).
2.1.2 Komponen Indeks Massa Tubuh A. Tinggi badan Menurut Hanom (2012) tinggi badan adalah jarak maksimum dari verteks ke telapak kaki. Tinggi badan diukur dengan keadaan berdiri tegak lurus, tanpa menggunakan alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding serta pandangan di arahkan ke depan. Kedua lengan tergantung relaks di samping badan. Bagian pengukur yang dapat bergerak disejajarkan dengan bagian teratas kepala (vertex) dan harus diperkuat pada rambut kepala yang tebal (Pradana, 2014).
B. Berat badan Penimbangan berat badan terbaik dilakukan pada pagi hari bangun tidur sebelum makan pagi, sesudah 10-12 jam pengosongan lambung. Timbangan badan perlu dikalibrasi pada angka nol sebagai permulaan dan memiliki ketelitian 0,1 kg. Berat badan dapat dijadikan sebagai ukuran yang reliabel dengan mengkombinasikan dan mempertimbangkannya terhadap parameter lain seperti tinggi badan, dimensi kerangka tubuh, proporsi lemak, otot, tulang dan komponen berat patologis (seperti edema dan splenomegali). Berat badan ideal orang dewasa dapat diperoleh menggunakan formula Lorentz: (Pradana, 2014). BBI (laki-laki) = (TBcm - 100) - (TBcm - 150) / 4 BBI(wanita)
= (TBcm - 100) - (TBcm - 150) / 2,5
7
2.1.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Tabel 2.2. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih
IMT < 18.5 18.5-22.9 β₯ 23
Berisiko
23-24.9
Obes I
25-29.9
Obes II
β₯ 30
(Sumber: Sugondo, 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV Jilid)
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Massa Tubuh 2.1.4.1 Usia Pada penelitian Lamon-Fava S. et al dalam Mawi menunjukkan bahwa IMT berhubungan erat dengan usia. Pada usia β€ 50 tahun
IMT akan menurun dan
kemudian mendatar pada usia sekitar 50 tahun, sedangkan pada usia > 50 tahun IMT akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia responden. Hal ini dapat terjadi mengingat pada usia > 50 tahun pola hidup masyarakat umumnya lebih santai dan secara ekonomi lebih stabil (Mawi, 2013).
2.1.4.2 Jenis Kelamin Menurut Hill dalam Kusuma menyatakan bahwa lebih banyak pria termasuk kategori kelebihan berat badan (overweight) dibandingkan wanita. Distribusi lemak tubuh juga berbeda berdasarkan jenis kelamin. Pria cenderung mengalami obesitas visceral (abdominal) dibandingkan wanita. Proses-proses fisiologis dipercaya dapat berkontribusi terhadap meningkatnya simpanan lemak pada perempuan (Kusuma et al, 2012).
8
2.1.4.3 Aktivitas fisik Asupan energi yang berlebih dan tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang seimbang (dengan kurang melakukan aktivitas fisik) akan menyebabkan terjadinya penambahan berat badan (Sorongan, 2012). Penelitian pada anak sekolah mengatakan sebanyak 58 % kejadian obesitas akan terjadi pada kelompok murid yang mempunyai aktifitas fisik ringan dan atau sedang sebesar 49 % kejadian obesitas tidak akan terjadi pada populasi, apabila mereka mempunyai aktifitas fisik berat (Retnanigsih et al, 2011). Penelitian pada PNS usia 30-49 tahun mengatakan semakin berat aktivitas fisik, semakin kecil risiko obesitas. Pekerja yang beraktivitas fisik sedang berisiko 0,4 kali lebih kecil untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan yang beraktivitas fisik ringan. Pekerja yang beraktivitas fisik berat berisiko 0,6 kali lebih kecil untuk mengalami obesitas daripada yang beraktivitas fisik ringan (Widiantinie et al, 2014). 2.1.4.4 Kebiasaan merokok Berdasarkan beberapa penelitian studi epidemiologi menunjukkan bahwa perokok akan memiliki berat badan lebih rendah daripada bukan perokok. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan konsumsi energi dan peningkatan hasil pengeluaran energi dapat menunjukkan terjadinya gizi kurang. Penurunan konsumsi energi berhubungan pembakaran rokok, nikotin akan masuk ke sirkulasi darah sebesar 25% dan akan masuk ke otak manusia Β± 15 detik kemudian nikotin akan diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik untuk memacu sistem dopaminergik sehingga menyebabkan penekanan nafsu makan. Perokok juga memiliki energi ekspenditur yang lebih besar daripada bukan perokok yaitu sekitar 10 % sehingga menyebabkan
perokok kelihatan lebih kurus atau ramping dibandingkan bukan
perokok. Menurut Cavallo et al, makanan tidak sehat (Aginta, 2011).
perokok juga memiliki kebiasaan konsumsi
9
2.2 Sistem kardiorespirasi Sistem kardiorespirasi adalah merupakan salah satu sistem di tubuh yang berperan dalam keadaan homeostasis. Sistem kardiorespiratori terdiri dari jantung,pembuluh darah, dan sistem pernapasan. Sistem kardiorespiratori berfungsi untuk transport oksigen,nutrien, dan substansi yang terkandung dalam darah ke jaringan dan organ serta mengangkut zat-zat sisa metabolisme (Rodriguez, 2014).
2.2.1
Fisiologi Jantung daan Pembuluh darah Jantung mengalami beberapa pergerakan yang dramatis yang berurutan mulai
dari kontraksi yaitu memompakan darah keluar melalui bilik, dan relaksasi yaitu pengisian darah ke dalam bilik. Pada siklus jantung dikenal istilah sistol dan diastol yang masing-masing menunjukan periode kontraksi dan relaksasi. (Elaine et al ,2007). Proses mekanisme siklus jantung terdiri dari sebagai berikut : 1. Middiastol ventrikel Karena darah dari sistem vena terus mengalir ke dalam atrium maka tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel meskipun kedua rogga ini berada dalam keadaan relaksasi.karena perbedaan tekanan ini maka katub AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel sepanjang diastol ventrikel. Akibat pengisian pasif ini, volume ventrikel secara perlahan meningkat bahkan sebelum atrium mulai berkontraksi. 2. Menjelang akhir diastol ventrikel Impuls dari SA node menyebar ke seluruh atrium yang kemudian meningkatkan tekanan atrium sehigga memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel 3. Akhir diastol ventrikel Pada saat ini,kontraksi atrium dan pengisian ventrikel telah tuntas. Volume darah di ventrikel pada akhir diastol dikenal sebagai volume diastolik akhir.tidak ada lagi darah yang akan ditambahkan pada siklus ini. 4. Eksitasi ventrikel dan awitan sistol ventrikel
10
Setelah eksitasi atrium, impuls merambat melalui nodus AV untuk merangsang ventrikel. Sewaktu kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium sehingga perbedaan tekanan ini menyebabkan katup AV menutup 5. Kontraksi ventrikel isovolumetrik Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV tertutup, untuk membuka katup aorta, tekanan ventrikel harus terus meningkat melebihi tekanan aorta. Oleh sebab itu, setelah katup AV tertutup dan sebelum katup aorta terbuka terdapat periode singkat ketika ventrikel menjadi ruangan tertutup. Karena semua katup tertutup maka tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini. Interval ini dinamakan kontraksi ventrikel isovolumetrik. Selama kontraksi ventrikel isovolumetrik, tekanan ventrikel terus meningkat karena volume tidak berubah. 6. Ejeksi ventrikel Ketika tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta, katup aorta terbuka dan dimulailah ejeksi(penyemprotan) darah keluar dari masing-masing ventrikel. Jumlah darah yang dipompa keluar dari masing-masing ventrikel pada setiap kontraksi disebut dengan isi sekuncup. Volume ventrikel menurun secara bermakna sewaktu darah dengan cepat dipompa keluar. Sistol ventrikel mencakup periode kontraksi isovolumetrik dan fase ejeksi ventrikel. 7. Akhir sistol ventrikel Ventrikel tidak mengosongkan isinya secara sempurna selama fase ejeksi. Jumlah darah yang tertinggal di ventrikel pada akhir sistol ketika ejeksi selesai disebut volume sistolik akhir. 8. Repolarisasi ventrikel dan awitan diastol ventrikel Sewaktu ventrikel mulai melemas pada repolarisasi tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan katup aorta menutup. Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini karena katup aorta telah menutup 9. Relaksasi ventrikel isometrik
11
Saat katup aorta menutup, katup AV belum terbuka, karena tekanan ventrikel masih melebihi tekanan atrium, sehingga tidak ada darah yang masuk ke ventrikel dari atrium. Karena itu,semua katup kembali tertutup untuk waktu yang singkat dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik. 10. Pengisian ventrikel Ketika tekanan ventrikel turun di bawah tekanan atrium,katup AV membuka dan ventrikel kembali terisi.repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel terjadi bersamaan, sehingga atrium berada dalam keadaan diastol selama sistol ventrikel. Darah terus mengalir dari vena-vena paru ke dalam atrium kiri menyebabkan tekanan atrium meningkat dan katup AV terbuka. Pengisian ventrikel mula-mula berlangsung cepat. Pengisian ventrikel melambat sewaktu darah yang terakumulasi tersebut disalurkan ke ventrikel, dan tekanan atrium mulai turun. Selama periode penurunan pengisian ini, darah terus mengalir dari vena pulmonalis ke dalam atrium kiri dan menembus katup AV ke dalam ventrikel kiri. Selama diastol ventrikel tahap akhir, ketika pengisian ventrikel melambat, nodus SA kembali melepaskan muatan listrik dan siklus jantung kembali berulang (Sherwood, 2002).
Aorta bercabang menjadi pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil lagi. Cabang arteri yang paling kecil lebih lanjut bercabang menjadi pembuluh kapiler. Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat tipis yang menyalurkan oksigen dan darah yang kaya nutrisi ke jaringan dan membawa darah kotor menuju venula, dari venula akan dibawa ke vena yang lebih besar untuk kembali ke siklus jantung awal (Rodriguez, 2014).
2.2.2
Fisiologi repirasi Respirasi adalah usaha tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 untuk proses
metabolisme dan mengeluarkan CO2 sebagai hasil metabolism dengan perantara
12
organ paru dan saluran napas bersama kardiovaskuler sehingga dihasilkan darah yang kaya oksigen Sistem faal paru dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi, distribusi, perfusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO 2 dan PaCO2) yang normal. Proses pada sistem pernapasan adalah sebagai berikut: 1. Ventilasi Ventilasi merupakan volume udara yang bergerak masuk dan keluar dari hidung atau mulut pada proses bernapas. 2. Distribusi Udara yang telah memasuki saluran napas didistribusikan ke seluruh paru kemudian masuk ke dalam alveoli. Udara tidak semua terbagi rata ke alveoli bergantung pada resistance dan compliance paru. 3. Perfusi Perfusi merupakan sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru 4. Difusi gas O2 dan CO2 Difusi merupakan peristiwa pasif berupa perpindahan molekul oksigen dari rongga alveoli melintasi membrane kapiler alveolar, kemudian membatasi plasma darah, selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dan akhirnya masuk ke interior sel darah merah sampai berikatan dengan hemoglobin. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding alveolus dan kapiler pembuluh darah dengan cara difusi (Djojodibroto, 2013).
2.2.3
Mekanisme Respirasi Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan
meningkatkan tekanan intratorakal yaitu tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada. Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring,
13
setelah dapat rangsangan kemudian mengkerut datar. Dengan demikian jarak antara stenum (tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang sehingga udara dari luar masuk Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar (Syaifuddin, 1996 dalam Phutri, 2014).
Gambar 2.1 Sirkulasi Jantung-Paru-Pembuluh Darah
(Sumber: Biologi Media Center, 2011)
14
2.3 Metabolisme Energi Saat Berolahraga Proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah untuk meresintesis molekul ATP baik secara aerobik maupun anaerobik. ATP adalah senyawa fosfat yang berenergi tinggi yag menyimpan energi untuk tubuh. ATP terbentuk dari nukleotida adenosine ditambah dengan gugus fosfat dalam ikatan yang berenergi tinggi. Di dalam jaringan otot, hidrolisis 1 mol ATP akan menghasilkan energi sebesar 31 kJ (7.3 kkal) serta akan menghasilkan produk lain berupa ADP (adenosine diphospate) dan Pi (inorganik fosfat) (Hardjanti, 2011)
2.3.1 Metabolisme Energi Pada Olahraga Aerobik Pada kegiatan olahraga dengan aktivitas aerobik yang dominan, metabolisme energi akan berjalan melalui pembakaran simpanan karbohidrat, lemak dan sebagian kecil (Β±5%) dari pemecahan simpanan protein yang terdapat di dalam tubuh untuk menghasilkan ATP. Sistem aerobik membutuhkan oksigen untuk menguraikan glikogen/glukosa menjadi CO2 dan H2O melalui siklus Krebs (tricarboxyclic acid cyde= TCA) dan sistem transport elektron. Reaksi aerobik terjadi dalam sel otot yaitu pada organel mitokondria. Sistem aerobik menghasilkan ATP lebih lambat daripada sistem ATP-CP dan asam laktat, tetapi produksi ATP jauh lebih besar. Pemecahan 1 mol atau 180 gram glikogen, pada keadaan oksigen cukup tersedia, dihasilkan energi sebanyak 39 mol ATP. CO2 akan masuk ke dalam darah, dibawa ke paru untuk dikeluarkan dan diganti dengan O2. Air berguna untuk sel sendiri, sebagian unsur sel terdiri dari air (Mihardja, 2004).
15
2.3.2 Metabolisme Energi Pada Olahraga Anaerob Sistem pemakaian energi anaerobik yang dapat menghasilkan ATP selama olahraga yaitu sistem ATP-kreatin fosfat (ATP-CP) dan sistem asam laktat. Sistem ATP-CP berguna untuk menggerakkan otot 6β8 detik, misalnya pada olahraga anerobik seperti sprint 100 m, angkat besi dan tolak peluru. Pada otot hanya sedikit ATP yang tersimpan. Estimasi tiap molekul ATP yang terurai sebesar 7β12 kalori. Disamping ATP, otot skelet juga mempunyai senyawa fosfat berenergi tinggi lain yaitu kreatin fosfat (CP), yang dapat digunakan untuk menghasilkan ATP. Sistem ATP-CP merupakan sistim anaerobik dimana ATP dan CP dapat diuraikan tanpa adanya oksigen. Sistem asam laktat adalah sistem anaerobik dimana ATP dihasilkan otot skelet melalui glikolisis. Sistem asam laktat penting untuk olahraga intensitas tinggi yang lamanya 20 detikβ2 menit seperti sprint 200β800 m dan renang gaya bebas 100 m. Glukosa dari glikogen otot dipecah menjadi asam laktat. Sistem ini penting untuk exercise anaerobik dengan intensitas tinggi yang berguna untuk melakukan kontraksi otot.
Setelah 1,5 β 2 menit melakukan exercise anaerobik, penimbunan laktat
yang terjadi akan menghambat glikolisis, sehingga timbul kelelahan otot. Pada sistem ini dari 1 mol (180 gram) glikogen otot dihasilkan 3 molekul ATP dan berjalan tanpa kehadiran oksigen (O2) (Mihardja, 2004)
2.4
Perubahan Fisiologis Tubuh Saat Olahraga
2.4.1 Adaptasi Fisiologis Sistem Kardiovaskuler Saat Olahraga Saat berolahraga, kebutuhan metabolisme oksigen pada otot skeletal meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat tersebut, aliran darah pada otot yang berkontraksi harus meningkat juga. 1.
Perubahan curah jantung saat latihan
Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per menit. Curah jantung terkadang disebut volume jantung per menit. Volumenya
16
kurang lebih 5 L per menit pada laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan (LIPI, 2009). Curah jantung meninggi saat latihan akibat volume isi sekuncup dan denyut nadi yang meningkat. Sekitar 80-85% total curah jantung menuju ke otot skeletal yang berkontraksi. Pada latihan yang berat, persentasi curah jantung dikurangi ke otak dibandingkan pada saat istirahat (Powers & Howley, 2009) 2. Peningkatan Denyut Nadi Denyut nadi merupakan rambatan dari denyut jantung yang dihitung tiap menitnya dengan hitungan repetisi (kali/menit), dengan denyut nadi normal 60100kali/menit. Peningkatan denyut nadi terutama disebabkan oleh tonus vagal yang menurun daripada peningkatan rangsangan simpatis. Rangsangan simpatis disebakan oleh perintah beberapa pusat di otak dan mekanoreseptor di otot yang menimbulkan takikardi, kontraksi otot jantung dan vasokonstriksi. Peningkatan denyut jantung juga dipengaruhi oleh sekresi adrenalin pada awal latihan dan peningkatan suhu tubuh pada latihan fisik yang berlanjut (Laila, 2007). 3. Distribusi aliran darah Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada otot skeletal saat latihan, maka tubuh mengurangi aliran darah ke organ yang kurang aktif bergerak (Powers & Holey, 2009).
2.4.2 Adaptasi Dari Sistem Pernapasan Pemakaian oksigen sangat meningkat, karena otot yang aktif mengoksidasi molekul nutrien lebih cepat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energinya. ο·
Produksi karbondioksida sangat meningkat karena otot yang lebih aktif
melakukan metabolisme memproduksi lebih banyak karbondioksida.
Peningkatan produksi ini menyebabkan ventilasi alveolus meningkat untuk mempertahankan konsentrasi gas alveolar.
17
ο·
Peningkatan proses metabolisme pada otot menghasilkan lebih banyak panas, karbondioksida, dan ion hidrogen. Semua faktor ini meningkatkan penggunakan oksigen dalam otot, yang meningkatkan oksigen arteri juga. Akibatnya, lebih banyak karbondioksida memasuki darah, meningkatkan kadar karbon dioksida dan ion hydrogen dalam darah. Hal ini akan dirasakan oleh kemoreseptor, yang sebaliknya merangsang pusat inspirasi, dimana terjadi peningkatan dan kedalaman pernapasan.
ο·
Frekuensi pernapasan juga sangat meningkat (Nagarajoo, 2011)
Gambar 2.2. Adaptasi Fisiologis Tubuh saat Olahraga
2.5 Definisi Daya Tahan Jantung Paru Daya tahan jantung paru adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik yang intens dan berkesinambungan dengan melibatkan sekelompok otot besar (Uliyandari, 2009).
18
Daya tahan jantung paru merupakan komponen yang penting dalam kesegaran jasmani dengan sistem jantung,paru dan pembuluh darah berfungsi dalam keadaan optimal dalam keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkan ke dalam jaringan yang aktif sehingga dapat digunakan pada proses metabolismetubuh (Permaesih, 1999). Daya tahan jantung paru adalah kemampuan jantung untuk melakukan kerja yang lebih dari biasanya dan kemampuan jantung untuk segera pulih dari aktivitas yang berlebihan. Sistem kardiovaskular yang efisien mampu menyesuaikan aliran darah untuk menyuplai oksigen ke jaringan yang penting dan membuang bahanbahan kimia yang diproduksi pada kontraksi otot (Allan J.Ryan et al, 1974). Kualitas daya tahan paru jantung secara kuantitatif dinyatakan dengan kapasitas aerobik maksimal (VO2max) yang diukur dalam satuan ml/kg bb/Menit (Almy, 2014).
2.5.1
Kapasitas Aerobik maksimal (VO2max) Baku emas dalam pengukuran daya tahan jantung paru adalah konsumsi
oksigen maksimal (VO2max). VO2max adalah kapasitas sistem kardiovaskular dalam menghantarkan oksigen oleh darah ke massa otot yang terlibat dalam kerja yang dinamis selama satu menit (Guyton, 2010). VO2max dianggap sebagai pengukur terbaik untuk menilai sistem kardiovaskuler saat olahraga dan lazim diinterpretasikan sebagai indeks daya tahan jantung paru (Howley et al, 1995). Selama menit-menit pertama latihan, konsumsi oksigen meningkat hingga akhirnya tercapai keadaan steady state di mana konsumsi oksigen sesuai dengan kebutuhan latihan. Bersamaan dengan keadaan steady state ini terjadi pula adaptasi ventilasi paru,
denyut jantung, dan cardiac output. Keadaan di mana konsumsi
oksigen telah mencapai nilai maksimal tanpa bisa naik lagi meski dengan penambahan intensitas latihan inilah yang disebut VO2max (Mopangga, 2014)
19
VO2max juga dapat diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang untuk mengkonsumsi oksigen selama aktivitas fisik pada ketinggian yang setara dengan permukaan laut. VO2maks
merefleksikan keadaan paru, kardiovaskuler, dan
hematologik dalam pengantaran oksigen, serta mekanisme oksidatif dari otot yang melakukan aktivitas (Uliyandari, 2009). VO2max adalah hasil dari curah jantung maksimal dan ekstraksi O 2 maksimal oleh jaringan, dan keduanya meningkat dengan latihan. Perubahan yang terjadi pada otot rangka dengan latihan adalah peningkatan jumlah mitokondria dan enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif. Terjadi peningkatan jumlah kapiler dengan distribusi darah ke serat otot menjadi lebih baik. Efek akhir ialah ekstraksi O 2 yang lebih sempurna dan akibatnya untuk beban kerja yang sama, peningkatan pembentukan laktat lebih rendah (Wulandari, 2013).
Gambar 2.3 Pemakaian Oksigen Saat Latihan
20
2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan jantung paru dan VO2max ο·
Usia Nilai VO2max mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur,
dimana kecepatan penurunan VO2max pada lansia sekitar 10% per dekade, dan sekitar 5% per dekade pada orang yang aktif (Oliveira et al, 2008 dalam Syuaib, 2013). Konsumsi oksigen maksimal mencapai puncak pada umur 18 sampai 30 tahun. Nilai VO2max mulai turun secara perlahan setelah umur 25 tahun sebesar 0,5 ml/kg/menit pertahun bila seseorang tidak melakukan latihan yang teratur nilainya akan turun curam. Bila latihan dilakukan dengan teratur nilainya akan dapat bertahan lama (Herman, 2011). ο·
Genetik Faktor genetik yang berpengaruh dalam daya tahan jantung paru adalah
genotip
Angiotensin
Converting
Enzim
(kinase
II).
Polimorfisme
ACE
mempengaruhi metabolisme zat yang berperan dalam remodeling pembuluh darah sehingga setiap individu memiliki respon berbeda terhadap latihan fisik (Arum, 2013). Di dalam tubuh sifat genetik mempengaruhi fungsi pergerakan otot yang ditentukan oleh perbedaan jenis serabut otot yang menunjukkan perbedaan struktural,histokimiawi, dan sifat karakteristik (Fatmah et
al, 2011 dalam
Iskaningtyas, 2012). Menurut Brian Sharkey, pengaruh genetik pada kekuatan otot dan daya tahan otot pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serat merah dan serat putih. Seseorang yang memiliki lebih banyak serat merah lebih tepat untuk melakukan kegiatan bersifat aerobik, sedangkan yang lebih banyak memiliki serat otot rangka putih, lebih mampu melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik (Lathiifa, 2009). ο·
Jenis Kelamin Sebelum dan sampai masa pubertas biasanya kebugaran fisik anak laki-laki
hampir sama dengan anak perempuan, tetapi setelah pubertas anak laki-laki
21
mempunyai nilai yang lebih besar (Palar et al., 2015). Menurut Sharkey (2011) salah satu penyebab perbedaan tersebut adalah perbesaan hemoglobin yang merupakan komponen pembawa oksigen dalam sel darah merah. Laki-laki memiliki 15 gram per 100 mililiter darah sementara perempuan hanya 13 gram per 100 mililiter darah. Total hemoglobin merupakan penentu VO2max (Iskaningtyas, 2012). ο·
Aktivitas fisik Peningkatan konsumsi oksigen pada saat latihan dikarenakan kadar darah
meningkat . pada saat melakukan aktivitas fisik, kontraksi otot rangka mengakibatkan kebutuhan oksigen dan sumber energi untuk kontraksi otot rangka meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan otot tersebut, maka terjadi peningkatan aktivitas pernapasan, jantung, sistem sirkulasi,darah, hormonal, dan sistem syaraf dan metabolisme (Sinamo, 2012). ο·
Kebiasaan merokok Zat-zat beracun seperti nikotin,karbon monoksida, tar, zat adiktif memberikan
dampak buruk pada jantung dan pembuluh darah. Zat-zat tersebut meningkatkan kebutuhan oksigen dan menyempitkan pembuluh darah. kebiasaan merokok menurunkan jumlah udara yang dapt dihirup paru-paru, hormon yang diproduksi dalam darah akan menurunkan tekanan darah dalam otot sebagai respon terhadap kegiatan merokok sehingga mengakibatkan terbatasnya penggunaan oksigen (Sinamo, 2012). ο·
Komposisi tubuh Lemak tubuh yang berlebihan dapat menurunkan curah jantung saat
melakukan aktivitas fisik. Akibatnya jumlah darah yang dipompakan menjadi lebih sedikit sehingga menyebabkan penurunan konsumsi oksigen pada otot-otot yang sedang bekerja. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan ketahanan kardiorespirasi tubuh (Arum, 2013).
22
2.5.3. Pengukuran VO2max Penilaian VO2max dapat secara langsung atau melalui prediksi. Pengukuran langsung dilakukan dengan cara tes beban kerja maksimal. Tes ini menggunakan tenaga semaksimal mungkin. Tes ini menetukan nilai kebugaran kardiorespirasi bukan sekedar memprediksi nilai daya tahan jantung paru (Nieman, 1990 dalam Lathiffa, 2009). Pengukuran VO2max secara prediksi dapat dinilai dengan cara: ο·
Tes di lapangan (field test) Ada beberapa cara,yaitu : lari 12 menit, berjalan jauh 1 mil, lari selama 9 menit.Tes ketahanan lari sekurang-kurangnya harus berjarak 1 mil atau lebih untuk mengukur sistem aerobik. Kemampuan berlari dengan jarak pengujian 1 mil atau lebih terbukti menunjukkan suatu hubungan yang signifikan degan kemampuan aerobik dalam keadaan maksimal
ο·
Tes dengan beban kerja submaksimal Cara yang dapat digunakan adalah tes langkah(step test). Tes dengan kekuatan submaksimal mengukur perkiraan nilai VO2max dengan cara mengukur denyut jantung terhadap latihan submaksimal dengan menetapkan beban kerja sebelumnya, contoh menetapkan tempo yang tetap dalam melangkah pada step test. Beberapa variasi ddalam latihan step tes adalah The Canadian Aerobik Fitness(CAFT),Harvard Step Test,YMCA Three Minute Step Test, American College of Sport Medicine Bench Step Test. (Olivia, 2010 dan Lathiifa, 2009)
Menurut Shephard (1968) dalam Watkins (1984) pengukuran langsung VO2max melibatkan prosedur dan laboratorium yang canggih dan bergantung pada kesediaan masing-masing individu untuk diberi beban kerja yang menimbulkan kelelahan biasanya pada tes treadmill dan sepeda ergometer. Karena fasilitas laboratorium tidak tersedia dengan mudah, upaya beban kerja maksimal dapat
23
berbahaya untuk beberapa orang sekaligus merupakan metode yag tidak praktis diterapkan untuk sejumlah populasi yang besar. Banyak peneliti memprediksi VO2max dari beberapa modalitas yang bervariasi dan nyaman, salah satunya adalah tes langkah (step test). Step test memiliki variasi dalam frekuensi melangkah, ketinggian bangku, durasi, metode scoring (Santo dan Golding, 2003). McArdle Step test adalah salah satu variasi dari tes langkah yang memerlukan perlengkapan yang cukup sederhana seperti metronome, penghitung waktu, dan bangku
41 cm. Atlet melangkah sesuai dengan irama metronome yang telah
disesuaikan yaitu 24 langkah per menit, setelah selesai denyut nadi akan diukur selama 15 detik mulai dari 5-20 detik pertama periode pemulihan. Denyut nadi dikonversikan
ke
dalam
denyut
nadi
permenit
dengan
dikali
empat(www.topendsports.com). Formulasi VO2max menurut McArdle Step Test Laki-laki: Perempuan:
VO2max (ml/kg/min) = 111.33 - (0.42 x DJ) VO2max (ml/kg/min) = 65.81 - (0.1847 x DJ)
Tabel 2.2 Klasifikasi Nilai VO2max Pada Laki-Laki (ml/kg/menit) Age (years) 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79
Low <38 <33 <30 <26 <24 <22 <20
Fair 38-46 33-42 30-38 26-35 24-33 22-30 20-27
Average 47-56 43-52 39-48 36-44 34-41 31-38 28-35
Good 57-66 53-62 49-58 45-54 42-50 39-46 36-42
High >66 >62 >58 >54 >40 >46 >42
Sumber : (www.cabrillo.edu adopted from Silverthorn 4th ed. pg. 3-6, 2006)
24
2.6
Efek Jangka Pendek Dan Jangka Panjang Latihan Daya Tahan Jantung Paru
1. Jangka pendek ο·
Meningkatkan jumlah neurotransmitter dan meningkatkan aliran darah ke otak
ο·
Meningkatkan denyut jantung dan volume sekuncup
ο·
Meningkatkan ventilasi pulmonal.
ο·
Meingkatkan produksi ATP
ο·
Meningkatkan tekanan darah sistol, meningkatkan aliran darah dan transpor oksigen ke otot skeletal, meningkatkan VO2max, meningkatkan ambang laktat
2. Jangka panjang ο·
Memperbaiki kemampuan kognitif da kemampuan memanajemen stress, mempertajam ingatan,menurunkan tingkat depresi,kegelisahan dan resiko stroke
ο·
Meningkatkan ukuran jantung dan isi sekuncup saat istirahat, menurunkan risiko serangan jantung
ο·
Memperbaiki kemampuan untuk menyaring oksigen dari udara sewaktu latihan, mengurangi risiko infeksi saluran pernapasan
ο·
Mengurangi lemak tubuh
ο·
Mengurangi risiko kanker
ο·
Meningkatkan jumlah dan ukuran mitokondria pada sel otot, meningkatkan penyimpanan glikogen,meningkatkan mioglobin,memperbaiki kemampuan untuk mengunakan asam laktat dan lemak sebagai bahan bakar, memperbaiki sensitivitas insulin
ο·
Meningkatkan kepadatan dan kekuatan tulang,ligament,tendon,mengurangi risiko nyeri punggung belakakang,dan osteoporosis
25
ο·
Meningkatkan kemampuan pembuluh darah untuk mengurangi agregasi platelet yang merupakan faktor pencetus penyakit jantung koroner (Rodriguez, 2014).
2.7 Indeks Massa Tubuh dengan Daya Tahan Jantung Paru Peningkatan IMT berdampak pada sejumlah penyakit seperti sindroma metabolik dan penyakit kardiovaskular. Sebagai contoh pada orang yang memiliki IMT tinggi alias obes ditemukan abnormalitas metabolik seperti hiperglikemia, hipertensi dan lipoprotein yang bersifat aterogenik, yang dapat menyebabkan kerusakan vaskuler. Pembentukan plak aterosklerosis melibatkan proses inflamasi sebagai
inisiator
maupun
propagator
(mempercepat
proses
pembentukan
aterosklerosis). Bukti keterlibatan proses inflamasi terhadap pembentukan plak aterosklerosis adalah dengan ditemukannya peningkatan penanda inflamasi yaitu CRP, interleukin-6, dan tumor necrosis factor pada penderita obesitas dan pada penderita penyakit kardiovaskuler. Bila fungsi jantung terganggu maka daya tahan janutng paru akan terganggu juga (Anam, 2010). Pada orang yang obes terjadi peningkatan lemak tubuh. Penumpukan lemak yang tinggi dapat terjadi pada ventrikel dan pada otot. Penumpukan lemak yang tinggi pada ventrikel akan menyebabkan penebalan ventrikel sehingga memengaruhi cardiac output. Akibatnya jumlah darah yang dipompakan dan jumlah oksigen yang diedarkan menjadi lebih sedikit. Sementara, penumpukan lemak pada otot akan menghambat otot dalam menggunakan pasokan oksigen dari darah. Peningkatan resistensi pembuluh darah akibat penumpukan lemak merpakan hal yang dapat memperburuk dan menghambat pendistribusian oksigen ke seluruh sel dalam tubuh. Hal-hal tersebut mengakibatkan berkurangnya ambilan oksigen. Jika hal ini terus menerus terjadi maka akan terjadi penurunan dalam daya tahan jantung paru seseorang (Olivia, 2011).