BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Gambaran Umum Obyek Penelitian Campuran beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar, dan
air. Untuk mengurangi berat jenis beton dapat menggunakan material ringan yaitu EPS (Expanded Polystyrene) sebagai substitusi parsial pasir. Pasir sebagai agregat halus pada beton akan dikurangi beratnya sebesar 0%, 10%, 20%, dan 30% yang diganti dengan EPS. EPS dalam campuran beton menimbulkan rongga yang dapat mengurangi kekuatan dari beton. Rongga tersebut perlu diisi suatu material tambahan seperti fly ash agar beton lebih padat. Persentase kebutuhan fly ash yang digunakan sebesar 0%, 7,5%, 10%, 12,5%, 15%, dan 17,5% dari berat semen. Perancangan campuran beton dihitung sesuai SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal. Penelitian ini menganalisis kuat tekan dan berat jenis beton pada umur perawatan beton 28 hari untuk kuat tekan rencana (f’c) sebesar 25 MPa.
2.2
Beton Beton adalah suatu bahan campuran agregat kasar, agregat halus, air, dan
semen portland. Beton dapat diberi bahan tambahan (additive) atau tanpa bahan tambahan sesuai kebutuhan. Beton banyak digunakan sebagai bahan konstruksi, misalnya jalan, jembatan, lapangan terbang, bendungan, gedung bertingkat, rumah tinggal, dan lainnya. Membuat beton tidaklah sederhana hanya mencampurkan bahan-bahan dasar untuk membentuk campuran pasta beton. Untuk membuat beton 6
7 yang baik harus memenuhi persyaratan dan perhitungan yang tepat agar memperoleh adukan pasta beton segar yang baik. Pasta beton yang baik adalah beton yang dapat diaduk, dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi pemisahan kerikil dari adukan maupun dari pemisahan air dan semen dari adukan. Beton keras yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan aus, dan kembang susutnya kecil (Tjokrodimulyo, 1996: 2). Kuat tekan (f’c) beton yang digunakan pada bangunan yang direncanakan tidak boleh kurang dari 17,5 MPa. Untuk beton pada komponen struktur yang merupakan bagian dari sistem pemikul beban gempa, kuat tekan (f’c) beton tidak boleh kurang dari 20 MPa dan kuat tekan beton agregat ringan yang digunakan dalam perencanaan tidak boleh melampaui 30 MPa (SNI-03-2847-2002, pasal 7.1 dan 23.2, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung). 2.2.1 Semen Portland Semen portland adalah jenis semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling clinker yang mengandung kalsium silikat dengan bahan tambahan gips. Semen portland digunakan dalam semua jenis beton struktural seperti dinding, lantai, jalan, jembatan, bendungan, dan lain-lain. Semen yang bereaksi terhadap air berfungsi sebagai pengikat antar agregat menjadi beton sehingga kualitas semen yang digunakan berpengaruh pada mutu beton yang dihasilkan.
Gambar 2.1 Semen Portland Sumber : http://www.123rf.com/photo_15918251_pile-of-dry-grey-portland-cement-isolated-on-white.html
8 Menurut SNI 15-2049-2004, pasal 4, Semen Portland, berdasakan jenis dan penggunaannya, tipe semen portland dibagi menjadi 5 yaitu: •
Jenis I yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang diisyaratkan pada jenis-jenis lain.
•
Jenis II yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
•
Jenis III yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
•
Jenis IV yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.
•
Jenis V yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.
2.2.2 Agregat Kasar Agregat kasar secara umum adalah kerikil hasil disintegrasi batuan atau disebut batu pecah yang ukuran butirannya lebih dari 5 mm (PBI, 1971). Berdasarkan SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, ukuran agregat kasar harus memenuhi persyaratan gradasi melalui analisa saringan sebagai berikut: Tabel 2.1 Analisa Agregat Kasar Ukuran Saringan (Ayakan) mm 75,0 37,5 19,0 9,5 4,8
SNI 76 38 19 9,6 4,8
ASTM 3" 11/2" 3 /4" 3 /8" no. 4
inch 3,00 1,50 0,75 0,3750 0,1870
% Lolos Saringan (Ayakan) Ukuran Ukuran Ukuran Maks. Maks. Maks. 10 mm 20 mm 40 mm 100 - 100 100 - 100 95 - 100 100 - 100 95 - 100 35 - 70 50 - 85 30 - 60 10 - 40 0 - 10 0 - 10 0 - 5
Sumber : http://lauwtjunnji.weebly.com/gradasi--agregat-kasar.html (SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal)
9
Gambar 2.2 Gradasi Agregat Kasar 10 mm
Gambar 2.3 Gradasi Agregat Kasar 20 mm
10
Gambar 2.4 Gradasi Agregat Kasar 40 mm Persyaratan lain yang harus dipenuhi dari agregat kasar adalah pemeriksaan agregat kasar yang digunakan dalam campuran beton. Pemeriksaan agregat kasar terdiri dari: •
Berat isi agregat kasar Berat isi agregat kasar adalah perbandingan antara berat agregat dengan volume agregat dalam keadaan kering. Dalam perancangan campuran beton, untuk menentukan volume padat bagian yang terpilih perlu diketahui ruanganruangan yang dipakai oleh partikel agregat tanpa menentukan ada atau tidak ada rongga udara dalam partikel. Nilai yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah berat isi keadaan jenuh dan kering permukaan (saturated and surface dry condition). Jumlah air yang ada pada agregat akan mempengaruhi berat isi agregat, maka dalam menentukan campuran beton menggunakan nilai rata-rata hasil pemeriksaan yang dilakukan.
11 Rumus yang digunakan: Berat isi agregat kasar =
..........................................................................(2.1)
Dimana :
•
V
= Volume mold (m3)
W3
= Berat benda uji agregat kasar (kg)
Kadar air agregat kasar Kadar air agregat kasar adalah perbandingan nilai antara berat air yang terkandung dalam agregat dalam keadaan kering. Nilai kadar air digunakan untuk koreksi takaran air dalam perancangan campuran beton dalam keadaan asli atau sesuai di lapangan. Rumus yang digunakan: Kadar air agregat kasar =
....................................................(2.2)
Dimana :
•
W4
= Berat agregat kasar keadaan asli (gr)
W5
= Berat kering agregat kasar (gr)
Kadar lumpur agregat kasar Kadar lumpur agregat kasar yang dianjurkan maksimal sebesar 1% (PBI, 1971). Kadar lumpur yang tinggi dapat mengurangi daya ikat semen terhadap agregat kasar sehingga menurunkan kuat tekan beton. Rumus yang digunakan:
Persentase kadar lumpur agregat kasar =
.................(2.3)
12 Dimana:
•
X
= Berat benda uji agregat kasar + talam (gr)
Y
= Berat talam (gr)
Z
= Berat kering benda uji agregat kasar + talam (gr)
Berat jenis dan penyerapan agregat kasar Berat jenis dibedakan menjadi berat jenis kering dan berat jenis jenuh kering permukaan (saturated and surface dry condition). Berat jenis jenuh kering permukaan atau biasa disebut berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat pada keadaan jenuh kering permukaan dengan berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Volume sudah termasuk rongga udara yang tidak tembus air dan rongga kapiler yang diisi air. Berat jenis kering sama seperti berat jenis SSD, tapi dalam pengukuran volume termasuk volume seluruh rongga yang ada. Penyerapan adalah perbandingan nilai antara berat agregat kondisi jenuh kering permukaan terhadap berat agregat kondisi kering. Dalam perancangan campuran beton yang utama digunakan adalah berat jenis SSD yang nilainya berbeda satu sama lain tergantung jenis batuan, porositas batuan, susunan mineral, dan struktur butiran agregat yang digunakan. Rumus yang digunakan:
Berat jenis kering
=
......................................................(2.4)
Berat jenis SSD
=
......................................................(2.5)
13 Penyerapan
=
...................................................(2.6)
Dimana: Bk
= Berat agregat kondisi kering (gr)
Bj
= Berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gr)
W1
= Berat piknometer + air + agregat (gr)
W2
= Berat piknometer + air (gr)
Gambar 2.5 Agregat Kasar Sumber : http://www.qualitystoneky.com/products_stone.html
2.2.3 Agregat Halus Agregat halus adalah agregat dengan besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil olahan yang digunakan sebagai bahan pengisi, penahan penyusutan, dan penambah kekuatan (SNI 03-6820-2002 pasal 1.3 dan 2.3, Spesifikasi Agregat Halus Untuk Pekerjaan Adukan dan Plesteran Dengan Bahan Dasar Semen). Pasir dalam campuran beton menentukan kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus benarbenar dikendalikan. Oleh karena itu, pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan sesuai SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, sesuai dengan tabel 2.2.
14 Tabel 2.2 Batasan Susunan Butiran Agregat Halus Ukuran Saringan
0,3750
Pasir Kasar Gradasi No. 1 100 - 100
0,1870 0,0937 0,0469 0,0234 0,0117 0,0059
90 - 100 60 - 95 30 - 70 15 - 34 5 - 20 0 - 10
(Ayakan) mm
SNI
9,50
9,6
ASTM 3
/8"
4,75 4,8 no. 4 2,36 2,4 no. 8 1,18 1,2 no. 16 0,60 0,6 no. 30 0,30 0,3 no. 50 0,15 0,15 no. 100
inch
% Lolos Saringan (Ayakan) Pasir Pasir Agak Sedang Halus Gradasi Gradasi No. 3 No. 2 100 - 100 100 - 100 90 - 100 75 - 100 55 - 90 35 - 59 8 - 30 0 - 10
90 - 100 85 - 100 75 - 100 60 - 79 12 - 40 0 - 10
Pasir Halus Gradasi No. 4 100 - 100 95 - 100 95 - 100 90 - 100 80 - 100 15 - 50 0 - 15
Sumber : http://lauwtjunnji.weebly.com/gradasi--agregat-halus.html (SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal)
Gambar 2.6 Gradasi Agregat Halus Daerah I
15
Gambar 2.7 Gradasi Agregat Halus Daerah II
Gambar 2.8 Gradasi Agregat Halus Daerah III
16
Gambar 2.9 Gradasi Agregat Halus Daerah IV
Pemeriksaan agregat halus harus dilakukan dengan baik agar agregat yang digunakan memiliki kualitas yang baik dan sesuai kebutuhan penelitian. Pemeriksaan agregat halus terdiri dari: •
Berat isi lepas agregat halus Berat isi lepas agregat halus adalah perbandingan antara berat agregat dengan volume agregat dalam keadaan kering. Dalam perancangan campuran beton, untuk menentukan volume padat bagian yang terpilih perlu diketahui ruangan yang dipakai oleh partikel agregat tanpa menentukan ada atau tidaknya rongga udara dalam partikel. Nilai yang digunakan yaitu berat isi jenuh kering permukaan (saturated and surface dry condition). Berat isi agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang ada dan pemadatan yang
17 dilakukan. Untuk itu dalam menentukan campuran adukan beton dipakai nilai rata-rata hasil pemeriksaan. Rumus yang digunakan: Berat isi lepas agregat halus =
.................................................................(2.7)
Dimana :
•
V
= Volume mold (m3)
W3
= Berat benda uji agregat halus (kg)
Berat isi padat agregat halus Berat isi padat agregat halus adalah perbandingan antara berat agregat dengan volume agregat dalam keadaan kering. Secara garis besar langkah pemeriksaan berat isi padat agregat halus hampir sama dengan berat isi lepas agregat halus. Perbedaannya pada saat memasukkan contoh agregat dalam mold, contoh agregat dimasukkan menjadi 3 lapis sama tebal dan dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata. Rumus yang digunakan: Berat isi padat agregat kasar =
................................................................(2.8)
Dimana :
•
V
= Volume mold (m3)
W3
= Berat benda uji agregat halus (kg)
Kadar air agregat halus Kadar air agregat halus adalah perbandingan antara berat butir agregat dengan berat air. Kadar air pada agregat digunakan untuk menentukan jumlah air dalam proses perancangan campuran beton.
18 Rumus yang digunakan: Kadar air agregat kasar =
....................................................(2.9)
Dimana :
•
W4
= Berat agregat halus keadaan asli (gr)
W5
= Berat kering agregat halus (gr)
Pemeriksaan kadar organik agregat halus Zat organik yang terdapat dalam agregat halus biasanya berasal dari proses penghancuran zat tumbuhan, terutama yang mengandung asam tanin yang berbentuk humus dan lumpur organik. Zat organik ini biasanya terdapat pada agregat halus yang diambil dari sungai. Pengaruh zat organik pada beton dapat menurunkan mutu beton dengan memperlambat dan menghalangi proses hidrasi semen, oleh karena itu zat organik pada agregat halus harus dihilangkan sebelum digunakan untuk campuran beton. Pemeriksaan kadar organik agregat halus menggunakan cairan NaOH yang dicampur dengan contoh agregat halus, kemudian periksa warna cairan. Kadar organik dinyatakan tinggi (terlalu kotor), jika warna cairan lebih tua dibandingkan warna larutan pembanding.
•
Berat jenis dan penyerapan air pada agregat halus Berat jenis dibedakan menjadi berat jenis kering dan berat jenis jenuh kering permukaan (saturated and surface dry condition). Berat jenis jenuh kering permukaan atau biasa disebut berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat pada keadaan jenuh kering permukaan dengan berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Volume sudah termasuk rongga udara yang tidak tembus air dan rongga kapiler yang diisi air. Berat jenis kering sama seperti berat jenis SSD, tapi dalam pengukuran volume termasuk volume
19 seluruh rongga yang ada. Penyerapan adalah perbandingan nilai antara berat agregat kondisi jenuh kering permukaan terhadap berat agregat kondisi kering. Dalam perancangan campuran beton yang utama digunakan adalah berat jenis SSD yang nilainya berbeda satu sama lain tergantung jenis batuan, porositas batuan, susunan mineral, dan struktur butiran agregat yang digunakan. Rumus yang digunakan:
Berat jenis kering
=
......................................................(2.10)
Berat jenis SSD
=
.......................................................(2.11)
Penyerapan
=
................................................(2.12)
Dimana: B1
= Berat piknometer + air + contoh agregat (gr)
B2
= Berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gr)
B3
= Berat piknometer + air (gr)
Gambar 2.10 Agregat Halus Sumber : http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0950061811001620
20 2.2.4 Air Air bereaksi dengan semen sehingga semen terhidrasi menjadi pasta semen yang mengikat agregat dalam campuran beton. Jumlah air yang digunakan dalam campuran beton mempengaruhi workability sehingga semakin besar jumlah air yang digunakan akan membuat nilai slump bertambah besar. Selain itu jumlah air mempengaruhi nilai kuat tekan beton dimana dalam faktor air semen (FAS), jumlah air yang digunakan berbanding terbalik dengan jumlah semen. Berdasarkan SNI-03-2847-2002 pasal 5.4, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, syarat air yang digunakan dalam perancangan campuran beton yaitu: a.
Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
b.
Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
c.
Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi: • Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan kepada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama. • Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan
21 tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)” (ASTM C109, Metode Uji Kuat Tekan Untuk Mortar Semen Hidrolis).
2.3
EPS (Expanded Polystyrene) EPS (Expanded Polystyrene) adalah material ringan berbentuk butiran bola
halus yang terdiri 98% udara dan 2% polystyrene. EPS atau bisa disebut juga styrofoam memiliki partikel tertutup yang tidak menyerap air. Polystyrene terbuat dari styrene (C6H5CH9CH2) yang memiliki gugus phenyl (enam cincin karbon) tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul (Giri I.B.D., I Ketut S., dan Ni Made T, 2008). EPS banyak digunakan dalam bahan kerajinan tangan, pelapis kemasan barang elektronik, bantalan helm, kemasan mainan anak, kemasan makanan, dan sebagainya. Selain itu, EPS juga dapat digunakan sebagai material bangunan seperti pelapis dinding, interior bangunan, dan bahan campuran beton. Karakteristik dari EPS atau biasa disebut styrofoam adalah sebagai berikut: •
Tahan benturan
•
Ringan
•
Tahan air
•
Kedap suara
•
Sulit terurai
•
Isolasi panas
•
Ekonomis
•
Mudah dipotong
22 •
Umumnya berwarna putih EPS tidak memiliki daya dukung yang besar untuk menahan beban atau gaya
yang diterimanya menyebabkan EPS tidak dapat meningkatkan kuat tekan beton. Selain itu penggunaan EPS dalam beton menimbulakan rongga yang menurunkan nilai kuat tarik dari beton tersebut. Kelebihan EPS adalah berat EPS yang ringan membuat campuran beton EPS lebih ringan dari beton normal. EPS sebaiknya didiamkan di udara terbuka selama ±4 jam agar EPS dapat mengembang sempurna. Ini untuk menghindari bila sebelumnya EPS menerima tekanan (baik sengaja ataupun tidak sengaja). Spesifikasi EPS berdasarkan Utomo, Ghanie Ripandi (2011), kecuali berat isi berdasarkan Kuhail, Zaher (2001), yaitu: Tabel 2.3 Spesifikasi EPS Berat isi (Density) Modulus Young's (E) Kuat Tarik (Tensile Strength) Specific heat (c) Thermal conductivity (k) Penyerapan air Elongation at break
16 - 27 kg/m3 3000 - 36000 MPa 40 - 46 MPa 1,3 KJ (kg.K) 0,08 W (m.K) 0,03 - 0,1 3-4%
Sumber : Utomo, Ghanie Ripandi (2011), Kuhail, Zaher (2001)
Gambar 2.11 EPS Atau Styrofoam
23 Pemeriksaan EPS yang dilakukan yaitu berat isi lepas EPS. Berat isi EPS adalah perbandingan antara berat EPS dalam sebuah wadah terhadap volume dari wadah tersebut. Rumus yang digunakan:
Berat isi lepas EPS =
......................................................................................(2.13)
Dimana : V
= Volume wadah (m3)
W1
= Berat EPS (kg) Kebutuhan EPS yang diperlukan jika 100% EPS mensubstitusi agregat halus
menggunakan rumus: W100%EPS =
..............................................................(2.14)
Dimana: W100%EPS
= Berat 100% EPS mensubstitusi agregat halus (kg)
Wah
= Berat agregat halus per m3 (kg/m3)
BJbeton
= Berat jenis beton (kg/m3)
V
= Volume benda uji (m3)
n
= Jumlah benda uji
BJEPS
= Berat jenis EPS (kg/m3)
2.4
Abu Terbang (Fly Ash) Fly ash adalah sisa hasil pembakaran serbuk batubara dari tungku pembangkit
tenaga uap yang terbawa gas buangan cerobong asap (SNI 06-6867-2002, pasal 3.2, Spesifikasi Abu Terbang dan Pozzolan Lainnya Untuk Digunakan Dengan Kapur). Fly ash dapat digunakan sebagai bahan tambah dan filler pada campuran beton
24 karena fly ash bersifat pozzolan. Pozzolan adalah bahan yang mengandung silika atau alumino silika yang bila secara sendiri, tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen, tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan hidroksida-hidroksida alkali atau alkali tanah pada temperatur ruang membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat seperti semen (SNI 06-6867-2002, pasal 3.1, Spesifikasi Abu Terbang dan Pozzolan Lainnya Untuk Digunakan Dengan Kapur). Menurut ACI Manual of Concrete Practice 1993 Part 1 226.3R-3, fly ash dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: •
Kelas C Fly ash yang mengandung CaO ≥ 10%, yang berasal dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda atau sub-bitumminous). Fly ash kelas C disebut juga high calcium fly ash karena mengandung kadar CaO yang cukup tinggi dan mempunyai sifat cementitious, jika terkena air atau kelembaban, akan berhidrasi dan mengeras dalam waktu sekitar 45 menit. Kadar fly ash kelas C yang digunakan dalam campuran beton sebesar 15%35% dari berat binder.
•
Kelas F Fly ash yang mengandung CaO < 10% ysng berasal dari pembakaran anthracite atau bitumen batubara (bitumminous). Fly ash kelas F disebut juga low calcium fly ash, yang tidak mempunyai sifat cementitious dan hanya bersifat pozzolanic. Kadar fly ash kelas F yang digunakan dalam campuran beton sebesar 15%-25% dari berat binder.
•
Kelas N
25 Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff, dan abu vulkanik yang biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Fly ash kelas N mempunyai sifat pozzolan yang baik.
2.5
Jurnal dan Penelitian Sebelumnya Penelitian ini menggunakan jurnal-jurnal dan penelitian sebelumnya dari orang
lain yang berhubungan dengan topik penelitian sebagai referensi. Jurnal dan penelitian sebelumnya yang digunakan yaitu sebagai berikut: a.
Penelitian yang berjudul “Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Beton Dengan Penambahan Styrofoam (Styrocon)” oleh Giri I.B.D., I Ketut S., dan Ni Made T, 2008 bertujuan untuk mengetahui nilai kuat tekan dan modulus elastisitas beton dengan penambahan butiran styrofoam serta hubungan antara kuat tekan dan modulus elastisitas beton dengan persentase penambahan butiran styrofoam. Kesimpulan penelitian ini yaitu penambahan butiran styrofoam pada campuran beton dapat menambah kelecakan (workability); penambahan butiran styrofoam membuat beton lebih ringan dibandingkan dengan beton normal dan pada penambahan 40% butiran styrofoam, berat isi beton sebesar 1838,267 kg/m3 (tergolong beton ringan); kuat tekan beton dan modulus elastisitas beton mengalami penurunan dengan bertambahnya butiran styrofoam.
b.
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggantian Pasir Dengan Expanded Polystyrene Terhadap Kuat Tekan dan Berat Jenis Beton” oleh Yusuf, Ruddy., 2011 bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi substitusi agregat halus dengan EPS terhadap kuat tekan. Kesimpulan penelitian ini yaitu hubungan
26 antara kuat tekan dengan persentase dengan EPS dapat dinyatakan dengan rumus y = -1,467 ln (x) + 17,366, untuk berat jenis dengan rumus y = -67,14 ln (x) + 2035,3; penggantian pasir dengan EPS optimum sebesar 16,6% untuk kuat tekan 20 MPa dan berat jenis sebesar 2155.87 kg/m3 dengan harga konstruksi sebesar Rp 805.260,- per m3; nilai standar deviasi terendah pada penambahan 35% EPS sebesar 1,72 MPa dan tertinggi pada penambahan 10% yaitu 3,8 MPa. c.
Penelitian yang berjudul “Mix Design of Styrofoam Concrete” Ahmad, M.H, et al, 2008 bertujuan untuk merencanakan campuran beton styrofoam berdasarkan umur 28 hari antara metode DOE dan FIP. Kesimpulan penelitian ini yaitu mix design metode FIP menghasilkan kuat tekan lebih baik daripada metode DOE; beton styrofoam dengan 10% fly ash menghasilkan kuat tekan optimum; ukuran styrofoam 10 mm menghasilkan kuat tekan lebih besar daripada ukuran styrofoam 20 mm; tidak ada beton yang mencapai kuat tekan di atas 17 MPa.
d.
Penelitian yang berjudul “Compressive and Tensile Strength of Expanded Polystyrene Beads Concrete” oleh Subhan, Tengku Fitriani L.,2005 bertujuan untuk mempelajari properti dari beton ringan yang mengandung expanded polystyrene beads, yaitu kuat tekan (compressive strength) dan kuat tarik (tensile strength). Kesimpulan penelitian ini yaitu peningkatan kadar butiran polystyrene akan mengurangi kuat tekan dan kuat tarik beton.
e.
Penelitian yang berjudul “Analisis Penambahan Fly Ash Dalam Campuran Beton Dengan Expanded Polystyrene Sebagai Agregat Ringan” oleh Susanto, Ricki., 2011 bertujuan untuk mengetahui kuat tekan dan berat jenis beton dengan penambahan fly ash sebagai pengganti semen dan styrofoam sebagai agregat ringan. Kesimpulan penelitian ini yaitu kuat tekan optimum sebesar
27 18,72 MPa dengan berat jenis 2191,7 kg/m3 pada 20% styrofoam dan 12,5% fly ash. Tabel 2.4 Penelitian Sebelumnya Masukan untuk No.
Judul
Tujuan
Kesimpulan
penelitian
a
“Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Beton Dengan Penambahan Styrofoam (Styrocon)”. (Giri I.B.D., I Ketut S., dan Ni Made T, 2008)
Mengetahui nilai kuat tekan dan modulus elastisitas beton dengan penambahan butiran styrofoam serta hubungan antara kuat tekan dan modulus elastisitas beton dengan persentase penambahan butiran styrofoam
Penambahan butiran styrofoam pada campuran beton dapat meningkatkan workability, tapi menurunkan kuat tekan dan modulus elastisitas beton
EPS mengurangi kuat tekan dan modulus elastisitas beton
b
“Pengaruh Penggantian Pasir Dengan Expanded Polystyrene Terhadap Kuat Tekan dan Berat Jenis Beton”. (Yusuf, Ruddy., 2011)
Mengetahui pengaruh komposisi substitusi agregat halus dengan EPS terhadap kuat tekan
Penambahan EPS membuat berat isi beton berkurang, tapi juga mengurangi kuat tekan beton
EPS mengurangi berat isi dan kuat tekan beton
c
“Mix Design of Styrofoam Concrete”.(Ahmad, M.H, et al, 2008)
Merencanakan campuran beton styrofoam berdasarkan umur 28 hari antara metode DOE dan FIP
Metode FIP menghasilkan kuat tekan lebih besar daripada metode DOE; styrofoam ukuran 10 mm menghasilkan kuat tekan lebih besar daripada styrofoam ukuran 20 mm
Semakin kecil ukuran EPS, kuat tekan beton semakin besar
28 Tabel 2.5 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan) d
“Compressive and Tensile Strength of Expanded Polystyrene Beads Concrete”. (Subhan, Tengku Fitriani L.,2005)
Mempelajari properti dari beton ringan yang mengandung expanded polystyrene beads, yaitu kuat tekan dan kuat tarik
Peningkatan kadar butiran polystyrene akan mengurangi kuat tekan dan kuat tarik beton
Peningkatan kadar butiran polystyrene akan mengurangi kuat tekan dan kuat tarik beton
e
“Analisis Penambahan Fly Ash Dalam Campuran Beton Dengan Expanded Polystyrene Sebagai Agregat Ringan”. (Susanto, Ricki.,2011)
Mengetahui kuat tekan dan berat jenis beton dengan penambahan fly ash sebagai pengganti semen dan styrofoam sebagai agregat ringan
Kuat tekan optimum sebesar 18,72 MPa dengan berat jenis 2191,7 kg/m3 pada 20% styrofoam dan 12,5% fly ash
Kuat tekan optimum sebesar 18,72 MPa dengan berat jenis 2191,7 kg/m3 pada 20% styrofoam dan 12,5% fly ash
Berdasarkan jurnal dan penelitian sebelumnya, ditetapkan penelitian ini menganalisis kuat tekan dan berat jenis campuran beton dengan persentase EPS 0%, 10%, 20%, dan 30% sebagai substitusi parsial pasir dan filler berupa fly ash dengan persentase 0%, 7,5%, 10%, 12,5%, 15%, dan 17,5% dari berat semen. Beda penelitian ini dari penelitian sebelumnya yaitu penggunaan EPS dan fly ash dengan variabel yang berbeda-beda dimana pada penelitian sebelumnya variabel EPS tetap dengan variabel fly ash berbeda-beda, sedangkan penelitian yang lainnya hanya menggunakan EPS tanpa fly ash. Dengan variabel EPS dan fly ash yang berbedabeda membuat penelitian ini memiliki cakupan informasi tentang beton EPS dan fly ash yang lebih luas dan lebih akurat dari penelitian-penelitian sebelumnya sehingga menarik untuk dilakukan dan diharapkan bisa menjadi referensi penelitian yang berhubungan dengan beton EPS dan fly ash.
29 2.6
Perancangan Campuran Beton (Mix Design) Perancangan campuran beton dalam penelitian ini menggunakan metode SNI
03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal. Untuk penentuan deviasi standar dan kuat tekan rata-rata perlu (f’cr) menggunakan SNI 032847-2002, pasal 7.3, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Langkah-langkah perancangan campuran beton dilakukan sebagai berikut: a.
Menentukan perhitungan deviasi standar (S) Deviasi standar dihitung dengan rumus: n
s=
∑ (f '
c
−f ' cr ) 2
1
n −1
.....................................................................................(2.15)
Dengan : s
= Deviasi standar
f’c
= Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa)
f’cr
= Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
n
= Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji)
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel berikut : Tabel 2.6 Faktor Modifikasi Deviasi Standar Faktor modifikasi untuk deviasi standar < 15 Gunakan tabel 2.7 15 1,16 20 1,08 25 1,03 > 30 1,00 CATATAN : Interpolasi untuk jumlah pengujian yang berada di antara nilai-nilai di atas Jumlah Pengujian
Sumber : SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
30
b.
Menentukan perhitungan nilai tambah margin (m) Bila ada catatan hasil uji lapangan, maka nilai tambah sebagai berikut: m = 1,34 s.....................................................................................................(2.16) atau m = 2,33 s – 3,5............................................................................................(2.17) Dimana : m
= Nilai tambah
s
= Deviasi standar
Bila tidak ada catatan hasil uji lapangan untuk perhitungan deviasi standar, maka kuat tekan rata-rata perlu (f’cr) harus ditetapkan berdasarkan tabel 2.7 berikut ini: Tabel 2.7 Kuat Tekan Rata – Rata Perlu Jika Data Tidak Tersedia Persyaratan kuat tekan, f'c (MPa) < 21 21 - 35 > 35
Kuat tekan rata - rata perlu, f'cr (MPa) f'c + 7,0 f'c + 8,5 f'c + 10,0
Sumber : SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
c.
Menentukan kuat tekan beton yang diisyaratkan (f’c) pada umur 28 hari Kuat tekan beton yang diisyaratkan (f’c) ditentukan berapa mutu dan umur beton yang direncanakan. - f’c rencana = ..... - Bila dalam pengaruh lingkungan yang mengandung sulfat gunakan tabel 2.8 untuk menentukan nilai f’c.
31
Tabel 2.8 Persyaratan Untuk Beton Yang Dipengaruhi Oleh Lingkungan Yang Mengandung Sulfat
Sumber : SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
d.
Menentukan kuat tekan rata-rata perlu (f’cr) Kuat tekan rata-rata perlu diperoleh dengan rumus:
f cr′ = f c′ + m ..................................................................................................(2.18) Dimana:
e.
f'c
= Kuat tekan yang diisyaratkan (MPa)
f'cr
= Kuat tekan rata-rata perlu (MPa)
m
= Nilai tambah (MPa)
Menentukan jenis semen Menurut SNI 15-2049-2004, pasal 4, Semen Portland, berdasakan jenis dan penggunaannya, tipe semen portland dibagi menjadi 5 yaitu : • Jenis I yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang diisyaratkan pada jenis-jenis lain.
32 • Jenis II yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang. • Jenis III yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. • Jenis IV yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah. • Jenis V yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. f.
Menentukan jenis agregat Jenis agregat kasar dan agregat halus ditentukan apakah berupa agregat alami (tak terpecahkan) atau jenis agregat batu pecah (crushed aggregate).
g.
Menentukan nilai faktor air semen Nilai faktor air semen (FAS) didapatkan dengan cara menentukan kuat tekan tekan beton berdasarkan jenis semen dan agregat kasar, kemudian kuat tekan tersebut digunakan untuk menentukan FAS dengan gambar 2.12 atau 2.13. - Menentukan kuat tekan berdasarkan jenis semen dan agregat kasar sesuai tabel 2.9.
Tabel 2.9 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) Dengan Faktor Air Semen 0,50
Jenis semen
Semen Portland Tipe I, II, dan IV Semen Portland Tipe III
Jenis agregat kasar Batu tak dipecah Batu pecah Batu tak dipecah Batu pecah Batu tak dipecah Batu pecah
3
Kekuatan tekan (Mpa) Umur (hari) Bentuk benda 7 28 91 uji
17
23
33
40
19
27
37
45
20
28
40
48
23
32
45
54
21
28
38
44
25
33
44
48
Silinder
Kubus
Silinder
33 Batu tak dipecah Batu pecah
25
31
46
53
30
40
53
60
Kubus
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
- Menentukan FAS dengan grafik pada gambar 2.12 untuk benda uji silinder atau 2.13 untuk benda uji kubus.
Gambar 2.12 Hubungan Antara Kuat Tekan Beton Dan FAS Beton (Benda Uji Berbentuk Silinder Diameter 150 mm, Tinggi 300 mm) Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
34
Gambar 2.13 Hubungan Antara Kuat Tekan Beton Dan FAS Beton (Benda Uji Berbentuk Kubus Panjang 150 mm, Lebar 150 mm, Dan Tinggi 150 mm) Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
35
h.
Menentukan nilai faktor air semen maksimum FAS maksimum ditentukan sesuai persyaratan berdasarkan tabel 2.10 atau 2.10a atau 2.10b berikut ini:
Tabel 2.10 Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan Dan Lingkungan Khusus Semen Jenis pembetonan
minimum per
FAS maks
m3 beton (kg)
Beton di dalam ruang bangunan: 275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
325
0,55
a. Keadaan keliling non korosif b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif
Beton di luar ruang bangunan: a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah: a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
Lihat tabel 2.10a
Beton yang selalu berhubungan dengan: a. Air tawar
Lihat tabel 2.10b
b. Air laut Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
36
Tabel 2.10a Faktor Air Semen Maksimum Untuk Beton Yang Berhubungan Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat Konsentrasi Sulfat (SO3) dalam tanah
Total (SO3) (%)
<0,2
(SO3) dalam campuran air tanah = 2:1 (gr/lt)
<1,0
(SO3) dalam air tanah (gr/lt)
<0,3
Jenis Semen
Kandungan semen min dengan ukuran agregat maks (kg/m3)
FAS maks
40 mm
20 mm
10 mm
80
300
350
0,50
Tipe I tanpa Pozolan
290
330
350
0,50
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
270
310
360
0,55
Tipe II atau V
250
290
340
0,55
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
340
380
430
0,45
Tipe II atau V
290
330
380
0,50
Tipe I dengan atau tanpa pozolan (15 – 40 %)
0,2 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 1,9
1,9 – 3,1
0,3 – 1,2
1,2 – 2,5
1,0 – 2,0
3,1 – 5,6
2,5 – 5,0
Tipe II atau V
330
370
420
0,45
>2,0
>5,6
>5,0
Tipe II atau V dan lapisan pelindung
330
370
420
0,45
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Tabel 2.10b Faktor Air Semen Untuk Beton Bertulang Dalam Air Kandungan semen min (kg/m3) Jenis beton
Berhubungan dengan:
Air tawar Bertulang atau prategang
FAS
Tipe Semen
Ukuran agregat maks 40 mm
20 mm
0,50
Semua tipe I – V
280
300
0,45
Tipe I + Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
340
380
0,50
Tipe II atau V
340
380
Air payau
37 Air laut
0,45
Tipe II atau V
340
380
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
i.
Menentukan nilai faktor air semen yang digunakan FAS yang digunakan berdasarkan nilai FAS terendah dari langkah g dan langkah h.
j.
Menentukan nilai slump Nilai slump yang ditentukan dapat diperoleh melalui tabel 2.11.
Tabel 2.11 Penetapan Nilai Slump (cm) Pemakaian Beton Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak bertulang Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur di bawah tanah Plat, balok, kolom dan dinding Pengerasan jalan Pembetonan masal
Maksimum
Minimum
12,5
5,0
9,0
2,5
15 7,5 7,5
7,5 5,0 2,5
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
k.
Menentukan besar butir agregat maksimum Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm, atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut: • Tiga perempat kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja tulangan. • Sepertiga kali tebal plat.
l.
Menentukan kebutuhan air Kebutuhan air berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan sesuai tabel 2.12.
38
Tabel 2.12 Perkiraan Kebutuhan Air Per m3 Beton (Liter) Slump (mm)
Ukuran agregat maks
Jenis Batuan 0 – 10
10 – 30
30 – 60
60 – 180
Batu tak dipecah
150
180
205
225
Batu Pecah
180
205
230
250
Batu tak dipecah
135
160
180
195
Batu Pecah
170
190
210
225
Batu tak dipecah
115
140
160
175
Batu Pecah
155
175
190
205
10 mm
20 mm
40 mm Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan diperbaiki dengan rumus:
A = 2/3 ⋅ A h + 1/3 ⋅ A k ..............................................................................(2.19) Dimana :
m.
A
= Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m3)
Ah
= Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak
= Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
Menentukan berat semen yang diperlukan Berat semen per m3 beton dihitung dengan cara membagi jumlah air (dari langkah l) dengan faktor air semen yang diperoleh pada langkah i.
n.
Menentukan kebutuhan semen minimum Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan semen minimum ditetapkan berdasarkan persyaratan tabel 2.13 atau 2.13a atau 2.13b.
39
Tabel 2.13 Persyaratan Semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan Dan Lingkungan Khusus Semen Jenis pembetonan
minimum per
FAS maks
m3 beton (kg)
Beton di dalam ruang bangunan: 275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
325
0,55
a. Keadaan keliling non korosif b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif
Beton di luar ruang bangunan: a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah: a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
Lihat tabel 2.13a
Beton yang selalu berhubungan dengan: a. Air tawar
Lihat tabel 2.13b
b. Air laut Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
40
Tabel 2.13a Semen Minimum Untuk Beton Yang Berhubungan Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat Konsentrasi Sulfat (SO3) dalam tanah
Total (SO3) (%)
<0,2
(SO3) dalam campuran air tanah = 2:1 (gr/lt)
<1,0
(SO3) dalam air tanah (gr/lt)
<0,3
Jenis Semen
Kandungan semen min dengan ukuran agregat maks (kg/m3)
FAS maks
40 mm
20 mm
10 mm
80
300
350
0,50
Tipe I tanpa Pozolan
290
330
350
0,50
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
270
310
360
0,55
Tipe II atau V
250
290
340
0,55
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
340
380
430
0,45
Tipe II atau V
290
330
380
0,50
Tipe I dengan atau tanpa pozolan (15 – 40 %)
0,2 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 1,9
1,9 – 3,1
0,3 – 1,2
1,2 – 2,5
1,0 – 2,0
3,1 – 5,6
2,5 – 5,0
Tipe II atau V
330
370
420
0,45
>2,0
>5,6
>5,0
Tipe II atau V dan lapisan pelindung
330
370
420
0,45
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Tabel 2.13b Semen Minimum Untuk Beton Bertulang Dalam Air Kandungan semen min (kg/m3) Jenis beton
Berhubungan dengan:
Air tawar Bertulang atau prategang
FAS
Tipe Semen
Ukuran agregat maks 40 mm
20 mm
0,50
Semua tipe I – V
280
300
0,45
Tipe I + Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
340
380
0,50
Tipe II atau V
340
380
Air payau
41 Air laut
0,45
Tipe II atau V
340
380
Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
o.
Penyesuaian kebutuhan semen Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah m ternyata lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum (pada langkah n), maka kebutuhan semen yang digunakan yaitu yang nilainya lebih besar.
p.
Penyesuaian jumlah air dan FAS Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah o maka nilai faktor air semen berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut: • Faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum. • Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan faktor air semen.
q.
Menentukan gradasi agreagat halus Gradasi agregat halus yang akan digunakan dapat ditentukan berdasarkan tabel 2.14.
Tabel 2.14 Batasan Susunan Butiran Agregat Halus Ukuran Saringan
0,3750
Pasir Kasar Gradasi No. 1 100 - 100
0,1870 0,0937 0,0469 0,0234 0,0117 0,0059
90 - 100 60 - 95 30 - 70 15 - 34 5 - 20 0 - 10
(Ayakan) mm
SNI
9,50
9,6
ASTM 3
/8"
4,75 4,8 no. 4 2,36 2,4 no. 8 1,18 1,2 no. 16 0,60 0,6 no. 30 0,30 0,3 no. 50 0,15 0,15 no. 100
inch
% Lolos Saringan (Ayakan) Pasir Pasir Agak Sedang Halus Gradasi Gradasi No. 3 No. 2 100 - 100 100 - 100 90 - 100 75 - 100 55 - 90 35 - 59 8 - 30 0 - 10
90 - 100 85 - 100 75 - 100 60 - 79 12 - 40 0 - 10
Pasir Halus Gradasi No. 4 100 - 100 95 - 100 95 - 100 90 - 100 80 - 100 15 - 50 0 - 15
Sumber : http://lauwtjunnji.weebly.com/gradasi--agregat-halus.html (SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal)
42
r.
Perbandingan agregat halus dan agregat kasar Penetapan dilakukan terhadap besar butir maksimum agregat kasar, nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus sesuai gambar 2.14 atau 2.15 atau 2.16.
Gambar 2.14 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Dengan Ukuran Butir Maksimum 10 mm Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Gambar 2.15 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Dengan Ukuran Butir Maksimum 20 mm
43 Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
Gambar 2.16 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat Dengan Ukuran Butir Maksimum 40 mm Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
s.
Berat jenis agregat campuran Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
BJ camp = P ⋅ BJ ah + K ⋅ BJ ak
......................................................................(2.20)
Dimana :
t.
BJcamp
= Berat jenis agregat campuran
BJah
= Berat jenis agregat halus
BJak
= Berat jenis agregat kasar
P
= Persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran
K
= Persentase berat agregat kasar terhadap berat agregat campuran
Menentukan berat isi beton
44 Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah s dan kebutuhan air tiap m3 beton dari langkah p, maka penentuan berat jenis beton berdasarkan gambar 2.17. Caranya sebagai berikut: • Buat garis miring berat jenis agregat campuran dari langkah s sesuai dengan garing miring yang paling dekat dengan gambar 2.17. • Masukan kebutuhan air dari langkah p ke dalam sumbu horisontal pada gambar 2.17, kemudian titik ini ditarik garis vertikal ke atas sampai mencapai garis miring berat jenis agregat campuran yang dibuat sebelumnya. • Dari titik potong ini ditarik garis horisontal ke kiri sehingga diperoleh nilai berat jenis beton.
Gambar 2.17 Penentuan Berat Isi Beton Yang Dimampatkan Secara Penuh Sumber : SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal
45 u.
Kebutuhan agregat campuran Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton isi dari langkah t dengan kebutuhan air dari langkah p dan kebutuhan semen dari langkah o.
v.
Menentukan berat agregat halus yang diperlukan Menentukan berat agregat halus berdasarkan hasil dari langkah r dan langkah u, lalu kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya.
w.
Menentukan kebutuhan agregat kasar kasar yang diperlukan Berdasarkan langkah u dan langkah v, kebutuhan agregat kasar dihitung dengan mengurangi kebutuhuan agregat campuran (langkah u) dengan kebutuhan agregat halus (langkah v).
x.
Menentukan jumlah bahan campuran beton per m3 untuk satu kali adukan Menentukan jumlah bahan campuran beton berdasarkan kebutuhan semen (langkah o), kebutuhan air (langkah p), kebutuhan agregat halus (langkah v), dan kebutuhun agregat kasar (langkah w). Catatan: Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan jenuh kering muka, sehingga apabila agregatnya tidak kering muka, maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Air
A − A1 A − A2 = A− h ⋅B − k ⋅C 100 100 ............................... (2.21)
46 Agregat halus
A − A1 = B+ h ⋅B 100 ........................................................ (2.22)
Agregat kasar
A − A2 = C+ k 100
⋅C ....................................................... (2.23)
Dimana: A
= Jumlah kebutuhan air (lt/m3)
B
= Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
C
= Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
Ah
= Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak
= Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1
= Kadar air dalam agregat halus jenuh kering muka atau absorbsi (penyerapan) (%)
A2
= Kadar air dalam agregat kasar jenuh kering muka atau absorbsi (%)