BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Umum Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, air atau dengan menambah zat aditif yang kemudian mengeras membentuk benda padat. Untuk mendapatkkan mutu beton yang baik maka harus memilih material yang baik dan melakukan perawatan beton sampai beton mencapai kekuatan rencana (28 hari). Keuntungan menggunakan beton dalam struktur bangunan yaitu beton memiliki kuat tekan yang tinggi, tahan terhadap api, dan mudah dalam pelaksanaannya. Beton memiliki kekurangan yaitu beton tidak kuat menahan gaya tarik yang terjadi sehingga untuk menahan gaya tarik beton memerlukan tulangan.
2.2 Beton Ringan Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan daripada beton pada umumnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengurangi berat jenis beton atau membuat beton menjadi lebih ringan yaitu sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1996) : a. dengan membuat gelembung-gelembung gas atau udara dalam adukan semen sehingga terjadi banyak pori-pori udara di dalam beton. b. dengan menggunakan agregat ringan, misalnya dengan menggunakan batu apung, agregat buatan, butiran plastik, atau expanded polystyrene (Styrofoam) sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada beton biasa. c. dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus atau pasir yang disebut beton non pasir. 5
6 Untuk mendapatkan beton ringan pada penelitian ini digunakan agregat ringan untuk menurunkan berat jenis beton. Agregat ringan yang umum digunakan dalam campuran beton memiliki berbagai macam jenis yaitu expanded polystyrene, butiran plastik, agregat buatan, batu apung dan lain-lain. Sehingga ditetapkan Agregat ringan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan expanded polystyrene (Styrofoam). Pemilihan penggunaan expanded polystyrene dalam penelitian ini sebagai agregat ringan yaitu expanded polystyrene sangat ringan yaitu berkisar antara 13-22 kg/m3 dan penggunaan expanded polystyrene dapat meningkatkan permeabilitas beton ( I Gusti K.S., Ketut S. (2009). ) 2.3 Bahan - Bahan Beton Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran beton yaitu semen, agregat halus, agregat kasar, air, dan bahan tambahan lain. 2.3.1 Semen Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesive maupun kohesif, yaitu bahan perekat. Menurut standar Indonesia, SII 0013-1989, definisi semen Portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan, yaitu gypsum. Ada dua macam semen yaitu semen hidraulis dan semen non-hidraulis. Semen non-hidraulis adalah semen (perekat) yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air. Semen hidraulis adalah semen yang akan mengeras bisa bereaksi dengan air, tahan terhadap air (water resistance) dan stabil didalam air setelah mengeras.
7 Menurut SII 0013-1989 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V. Tabel 2.1 Tipe Semen dan Fungsinya Tipe
Deskripsi
Semen
Semen Portland jenis umum (normal PC) yaitu sejenis semen untuk I
penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat - sifat khusus, misalnya trotoar, pasangan bata, dll. Semen Portland jenis umum dengan perubahan - perubahan (modified Portland Cement). Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah
II
dari jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan - bangunan tebal seperti pilar, kolom, dll. Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength
III
PC). Jenis ini akan menghasilkan beton dengan kekuatan yang besar pada waktu singkat, biasanya digunakan untuk struktur yang mendesak untuk digunakan, misalnya perbaikan jalan beton. Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini
IV
merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang serendah rendahnya. Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti bendungan dll Semen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant PC). Jenis PC yang
V
khusus dimaksudkan untuk penggunaan pada bangunan bangunan yang kena sulfat seperti Industri Kimia dan lain - lain. Sumber: SII 0013-1989 semen Portland
2.3.2 Agregat Halus Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No.4 dan tertahan saringan No.200 (standar dari AASHTO), atau lolos saringan 2,36 mm dan tertahan disaringan 0,075 mm. Fungsi agregat halus yaitu sebagai pengisi rongga antara agregat kasar.
8
Gambar 2.1 Agregat Halus 2.3.3 Agregat Kasar Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi batuan atau berupa batu pecah yang di peroleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 – 40 mm atau agregat yang tertahan pada saringan No.4, komposisi dari agregat harus memenuhi persyaratan gradasi yaitu melalui analisis saringan dengan nomor sebagai berikut : Tabel 2.2 Analisis Saringan Agregat Kasar Persentase Lolos (%) Ukuran saringan Gradasi Agregat (mm) 40 mm
20 mm
10 mm
76
100
–
–
38
95 – 100
100
–
19
35 – 70
95 – 100
100
9,6
10 – 40
30 – 60
50 – 85
4,8
0–5
0 – 10
0 – 10
Sumber : SNI. 03-2834-2000
9 Agregat kasar juga harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mengandung zat organik yang bersifat reaktif seperti zat alkali dan sebagainya.
Gambar 2.2 Agregat Kasar 2.3.4 Air Air adalah alat untuk mendapatkan kelecakan yang perlu untuk penuangan beton. Jumlah air yang diperlukan dalam kelecakan tertentu tergantung pada sifat material yang digunakan. “Hukum kadar air konstan mengatakan :”kadar air yang diperlukan untuk kelecakan tertentu hamper konstan tanpa tergantung pada jumlah semen, untuk kombinasi agregat halus dan kasar tertentu. Hukum ini tidak sepenuhnya berlaku untuk seluru kisaran (range), namun cukup praktis untuk penyesuaian perencana dan koreksi (Nugraha dan Antony, 2007). Berdasarkan SNI 03-6817-2002, air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut: a. air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahanbahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
10 b. air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. c. air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi: i.
pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
ii.
hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan ”Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)”(ASTM C 109).
2.3.5 Bahan Tambahan a. Expanded Polystyrene (Styrofoam) Expanded polystyrene atau Styrofoam biasa dikenal dengan gabus putih yang digunakan untuk membungkus barang-barang elektronik. Polystyrene ini dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH2) yang mempunyai gugus phenyl yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul. Dalam bentuk butiran (granular) Expanded polystyrene mempunyai berat jenis sangat kecil yaitu 13-22 kg/m3. Sehingga penggunaan Expanded polystyrene dalam
11 campuran beton sangat cocok digunakan untuk mendapatkan berat jenis beton yang ringan.
Gambar 2.3 Styrofoam Pada penelitian ini digunakan Expanded polystyrene yang memiliki ukuran butiran sebesar 3mm-5mm. Persentase penggunaan Expanded polystyrene yaitu sebesar 20% dari volume penggunaan agregat halus. Penetapan persentase Expanded polystyrene sebesar 20% yaitu karena dari penelitian sebelumnya didapatkan persentase optimum untuk memiliki kuat tekan beton yang baik yaitu penambahan Expanded polystyrene sebesar 20% ( Giri I.B.D., I Ketut S., dan Ni Made T. (2008). ) sedangkan penelitian yang dilakukan (Yusuf.(2011)) yang melakukan analisa tentang perbandingan antara berat jenis beton dengan harga produksi beton dan kuat tekan beton dengan harga harga produksi beton didapatkan persentase optimum penggunaan styrofoam yaitu berkisar antara 17% sampai 27% penggunaan styrofoam sebagai pengganti agregat halus (pasir). Keuntungan menggunakan Styrofoam dalam campuran beton yaitu sebagai berikut : i. pemanfaatan limbah Styrofoam dapat menurunkan biaya kontruksi beton. ii. dapat memperlambat timbulnya panas hidrasi.
12 iii. penggunaan Styrofoam sebagai agregat ringan dapat dianggap sebagai rongga udara dalam campuran beton karena berat jenis Styrofoam sangat kecil sehingga dapat menurunkan berat jenis beton. iv. dapat mengurangi beban gempa yang berkerja lebih kecil karena berat struktur beton berkurang. Kerugian menggunakan Styrofoam dalam campuran beton yaitu sebagai berikut : i. dapat mengurangi kekuatan beton. ii. dapat mengurangi workabilitas (pekerjaan lebih susah). Expanded polystyrene (styrofoam) yang digunakan pada penelitian ini tidak memiliki spesifikasi dari pabrik, seharusnya Expanded polystyrene (styrofoam) yang digunakan memiliki spesifikasi secara umum sebagai berikut: Tabel 2.3 Spesifikasi Expanded polystyrene (styrofoam) Spesifikasi Ukuran butiran styrofoam
3 mm - 5 mm
Berat jenis styrofoam (Density)
13-22 kg/m3
Modulus young’s (E)
3000-3600 MPa
Kuat tarik styrofoam ( Tensile strength)
46-60 MPa
Specific heat styrofoam (c)
1,3 kJ/(kg.K)
Thermal conductivity styrofoam (k)
0,08 W/(m.K)
b. Fly Ash Fly Ash (abu terbang) adalah limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar, dan bersifar pozolanik yang terbawa gas buangan cerobong asap (SNI 06-6867-
13 2002). Fly ash dapat digunakan sebagai bahan tambahan yang berfungsi sebagai pengisi rongga udara pada campuran beton.
Gambar 2.4 Fly Ash Fly Ash dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Concrete Practice 1993) yaitu sebagai berikut: a. Kelas C Fly Ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran liqnite atau sub-bitumen batu bara. Pada campuran beton digunakan sebanyak 15% - 35% dari total berat binder. b. Kelas F Fly Ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen batu bara. Pada campuran beton digunakan sebanyak 15% - 25% dari total berat binder. c. Kelas N Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah diatomic dan abu vulkanik, yang diperoses melalui pembakaran.
14 Berdasarkan ASTM C618-686 Fly Ash dibedakan menjadi 2 macam yaitu fly ash kelas C dan fly ash kelas F. Campuran beton dengan menggunakan fly ash
kelas F memiliki ikatan lebih baik dari pada
menggunakan fly ash kelas C dikarenakan fly ash tipe C berasal dari pembakaran batubara muda sedangkan fly ash tipe F dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit dan fly ash tipe C memiliki karakteristik ringan dan berwarna lebih terang dari fly ash tipe F (Standart ASTM C618-686). Sehingga Fly Ash yang digunakan dalam penelitian ini adalah fly ash kelas F dengan persentase antara 10% - 25%. Perbedaannya fly ash tipe C dan fly ash tipe F dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.4 Kandungan Mineral Fly Ash Kandungan mineral fly ash
Kelas F
Kelas C
Silikon Dioksida (SiO2) + Alumunium Oksida (Al2O3) + Besi Oksida (Fe2O3), minimal
70%
50%
Sulfur Trioksida (SO3), maksimal
5%
5%
Kalsium Oksida (CaO)
1%-12%
30%-40%
Sumber: Annual Book of ASTM Standard Volume 04.02 Standard Specification for Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolans for Use as a mineral Admixture in Portland Cement Concrete, 1994.
15 keuntungan menggunakan fly ash dalam campuran beton yaitu sebagai berikut: i. dapat meningkatkan workabilitas (kemudahan dalam pekerjaan). ii. mengurangi terjadinya penyusutan pada beton. iii. dapat meningkatkan kuat tekan beton. iv. dapat memperkecil biaya kontruksi beton karena fly ash digunakan sebagai subtitusi dari semen yang digunakan. v. dapat memanfaatkan limbah fly ash. Kerugian menggunakan fly ash dalam campuran beton yaitu sebagai berikut: i. fly ash memiliki kualitas yang berbeda-beda yang disebabkan oleh proses pembakaran dan jenis batu bara yang digunakan. ii. pemakaian fly ash tidak dapat digunakan untuk pekerjaan beton yang memerlukan waktu pengerasan dan kekuatan awal yang tinggi. 2.4
Pengujian Material Pengujian material yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi Beton Universitas Bina Nusantara yaitu sebagai berikut: a. Agregat halus i. Pemeriksaan isi lepas agregat halus Menentukan berat isi agregat halus yang didefinisikan sebagai nilai banding antara berat dan volume contoh pasir kering. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
16
Berat isi agregat halus =
W3 ( kg / dm 3 )................................................( 2.1 ) V
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana : V
= Volume wadah (dm3)
W3
= Berat sample agregat halus (kg)
ii. Berat isi padat agregat halus Menentukan berat isi agregat halus yang didefinisikan sebagai nilai banding antara berat dan volume pasir. iii. Kadar air agregat halus Menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan. Kadar air agregat adalah nilai banding antara berat air yang terkandung dalam agregat dengan berat agregat dalam keadaan kering. Nilai kadar air ini digunakan untuk koreksi tekaran air dalam perancanganadukan beton disesuaikan dengan kondisi agregat di lapangan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah: Kadar air agregat =
W4 − W5 × 100% .....................................................(2.2) W4
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana : W4
= Berat contoh semula (gram)
W5
= Berat contoh kering (gram)
iv. Pemeriksaan kadar organik agregat halus Percobaan
ini
dilakukan
untuk
menentukan
apakah
pasir
dapat
dipergunakan untuk adukan berdasarkan kandungan zat organik di dalam pasir tersebut.
17 v. Berat jenis dan penyerapan air pada agregat halus Menentukan berat jenis dan persentase berat air yang dapat diserap agregat halus, dihitung terhadap berat kering agregat. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah: Berat jenis kering =
B2 .........................................................( 2.3 ) B3 + 250 − B1
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD ) =
Penyerapan =
250 .................( 2.4 ) B3 + 250 − B1
250 − B2 × 100%...............................................................( 2.5 ) B2
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana : B1
= Berat piknometer, air, dan benda uji
B2
= Berat sampel kondisi kering (gram)
B3
= Berat piknometer dan air (gram)
vi. Gradasi dan modulus butir agregat halus Menghitung perbandingan agregat halus dan kasar menjadi gabungan yang mempunyai gradasi yang diinginkan dengan cara analisa saringan atau ayakan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah: Persentase benda uji =
A × 100 %............................................................(2.6) B
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Keterangan : A = Berat benda uji yang tertahan di atas saringan B = Berat benda uji total
18 b. Agregat kasar i.
Berat isi agregat kasar Untuk menunjukan berat isi dari agregat kasar yang akan dipergunakan sebagai bahan campuran beton. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah: Berat isi agregat kasar =
W3 ................................................................( 2.7 ) V
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana :
ii.
V
= Volume wadah (dm3)
W3
= Berat contoh agregat kasar (kg)
Pemeriksaan kadar air agregat kasar Menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan. Kadar nilai agregat adalah nilai banding antara berat air yang terkandung dalam agregat dengan agregat dalam keadaan kering. Nilai kadar air ini digunakan untuk koreksi takaran air dalam perancangan adukan beton disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah: Kadar air agregat =
1000 − W5 × 100%................................................( 2.8 ) 1000
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana : W5 = Berat agregat kasar kering oven (gram)
iii.
Pemeriksaan kadar lumpur agregat kasar Menentukan kadar lumpur yang terdapat dalam agregat kasar Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
19
Kadar Lumpur agregat kasar =
X −Y × 100%....................................( 2.9 ) X
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana :
iv.
X
= Berat agregat (gram)
Y
= Berat agregat kasar kering oven setelah dicuci (gram)
Berat jenis dan penyerapan agregat kasar Menentukan berat jenis dan prosentase berat air yang dapat diserap agregat halus, dihitung, terhadap berat kering agregat. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah: Berat jenis kering =
Bk ..................................................( 2.10 ) B j − ( W1 − W2 )
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Berat jenis jenuh kering permukaan = Penyerapan =
B j − Bk Bk
Bj B j − ( W1 − W2 )
......................( 2.11 )
× 100%............................................................( 2.12 )
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana :
v.
Bk
= Berat agregat kasar kondisi kering (gram)
Bj
= Berat agregat kasar kondisi jenuh kering permukaan (gram)
W1
= Berat bejana, air, dan agregat kasar (gram)
W2
= Berat piknometer dan air (gram)
Gradasi dan modulus butir agregat kasar Menghitung perbandingan agregat halus dan kasar menjadi gabungan yang mempunyai gradasi yang diinginkan dengan cara analisa saringan atau ayakan.
20 Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah: Presentase benda uji =
A x 100 %.......................................................(2.13) B
(Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi)
Dimana:
A = Berat benda uji yang tertahan di atas saringan B = Berat benda uji total c. Air, Pengujian kualitas air ditentukan oleh pengujian pH air. 2.5
Mix Desain
Berikut merupakan langkah-langkah dalam perencanaan campuran beton dengan metode SNI. 03-2834-2000 a. Penetapan Kuat Tekan Beton Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f'c) pada umur tertentu, (f'c=…MPa pada umur 28 hari). Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat. b. Penetapan Nilai Standar (s) Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelaksanaan campuran di lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil perancangan pada pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula. Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus: n
s=
∑( f '
c
− f ' cr ) 2
1
n −1
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)………………...…...(2.14)
21 Dengan: f’c = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa) f’cr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa) n = Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji)
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel berikut: Tabel 2.5 Faktor Pengali Deviasi Standar Jumlah data
≥30
25
20
15
<15
Faktor pengali
1,00
1,03
1,08
1,16
Lihat langkah 2
Sumber : SNI. 03-2834-2000
Jika data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar yang memenuhi persyaratan langkah b di atas tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang ditargetkan sebesar:
f ' cr = f ' c + 12 MPa
(Sumber : SNI. 03-2834-
2000)………….…….(2.15)
Untuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai tingkat mutu pekerjaan beton, di sini diberikan pedoman sebagai berikut:
22 Tabel 2.6
Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan di Lapangan
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan
s (MPa)
Sangat Memuaskan
2.8
Memuaskan
3.5
Baik
4.2
Cukup
5.0
Jelek
7.0
Tanpa Kendali
8.4 Sumber : SNI. 03-2834-2000
c. Perhitungan Nilai Tambah/Margin (m) Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s) dengan rumus berikut: m = k ⋅s
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)……………………………...…(2.16)
Dimana: m = Nilai tambah (MPa) k
= 1.64
s
= Deviasi standar (MPa)
d. Penetapan Kuat Tekan Reta-rata yang Direncanakan Kuat tekan rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus: f cr′ = f c′ + m
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)……………………...……(2.17)
Dimana: f'c = Kuat tekan rata-rata (MPa) f'cr = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa) m = Nilai tambah (MPa)
23 e. Penetaapan Jenis Semen Portland Menurut SII 0013-18 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V. Jenis I merupakan jenis biasa atau semen Portland. Tabel 2.7 Tipe Semen dan Fungsinya Tipe
Deskripsi
Semen
Semen Portland jenis umum (normal PC) yaitu sejenis semen untuk I
penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat - sifat khusus, misalnya trotoar, pasangan bata, dll. Semen Portland jenis umum dengan perubahan - perubahan (modified
II
Portland Cement). Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dari jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan - bangunan tebal seperti pilar, kolom, dll. Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength PC).
III
Jenis ini akan menghasilkan beton dengan kekuatan yang besar pada waktu singkat, biasanya digunakan untuk struktur yang mendesak untuk digunakan, misalnya perbaikan jalan beton. Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini
IV
merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang serendah - rendahnya. Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti bendungan dll Semen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant PC). Jenis PC yang khusus
V
dimaksudkan untuk penggunaan pada bangunan bangunan yang kena sulfat seperti Industri Kimia dan lain - lain. (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
f. Penetapan Jenis Agregat Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami (tak terpecahkan) ataukah jenis agregat batu pecah (crushed aggregate).
24 g. Penetapan FAS Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar dan kuat tekan ratarata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen dengan Tabel 2.8 dan gambar 2.5. Tabel 2.8 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50 Kekuatan tekan (Mpa) Jenis semen
Jenis agregat kasar
Umur (hari)
Bentuk
3
7
28
91
Batu tak dipecah
17
23
33
40
Batu pecah
19
27
37
45
Batu tak dipecah
20
28
40
48
Batu pecah
23
32
45
54
Batu tak dipecah
21
28
38
44
Portland Tipe
Batu pecah
25
33
44
48
III
Batu tak dipecah
25
31
46
53
Batu pecah
30
40
53
60
Semen Portland Tipe I Semen Portland Tipe II dan IV
Semen
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
benda uji
Silinder
Kubus
Silinder
Kubus
25
Gambar 2.5 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton (Benda Uji Berbentuk Silinder Diameter 150 mm, Tinggi 300 mm) (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
26 Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: i. tentukan nilai kuat tekan beton pada unur 28 hari dengan menggunakan tabel 2.8 sesuai dengan semen dan agregat yang dipakai. ii. pada gambar 2.5 (SNI 03-2834-2000), grafik untuk benda uji berbentuk silinder dilakukan penarikan garis tegak lurus ke atas melalui faktor airsemen 0,5 sampai memotong kurva kuat tekan yang ditentukan pada tabel 2.8. iii. tarik garis lengkung secara profesional. iv. tarik garis mendatar melalui kuat tekan beton yang akan direncanakan sampai memotong kurva yang baru ditentukan. v. tarik garis tegak lurus ke bawah melalui titik potong tersebut untuk mendapatkan faktor air-semen yang diperlukan.
h. Penetapan FAS Maksimum Penetapan nilai faktor air semen (FAS) maksimum dilakukan dengan tabel 2.9. Jika nilai faktor air semen ini lebih rendah daripada nilai faktor air semen dari langkah g, maka nilai faktor air semen maksimum ini yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya
27 Tabel 2.9
Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus Semen min per Jenis pembetonan
FAS maks
3
m beton (kg) Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan kaliling non korosif
275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah
a. Mengalami keadaan basah dan kering 325 0,55
berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Beton yang selalu berhubungan dengan:
a. Air tawar b. Air laut (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
28 i. Penetapan Nilai Slump Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan tabel 2.10. Tabel 2.10 Penetapan Nilai Slump (cm) Pemakaian Beton
Maksimum
Minimum
12,5
5,0
9,0
2,5
Plat, balok, kolom dan dinding
15,0
7,5
Pengerasan jalan
7,5
5,0
Pembetonan masal
7,5
2,5
Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak bertulang Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur di bawah tanah
(Sumber : SNI. 03-2834-2000) j. Penetapan Butir Agregat Maksimum Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm, atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut: i. 3/4 kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja tulangan. ii. sepertiga kali tebal plat. iii. 1/5 jarak terkecil antar sisi cetakan. k. Penetapan Jumlah Air yang Diperlukan Per Meter Kubik Beton Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan, lihat tabel 2.11.
29 Tabel 2.11 Perkiraan Kebutuhan Air per m3 Beton (liter) Slump (mm)
Ukuran agregat
Jenis Batuan
10 –
30 –
60 –
30
60
180
150
180
205
225
180
205
230
250
135
160
180
195
170
190
210
225
115
140
160
175
155
175
190
205
0 – 10 maks
Batu tak 10 mm
dipecah Batu Pecah Batu tak
20 mm
dipecah Batu Pecah Batu tak
40 mm
dipecah Batu Pecah (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
Dalam tabel 2.11 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan diperbaiki dengan rumus:
A = 0,67 ⋅ Ah + 0,33 ⋅ Ak
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)……….…(2.18)
Dimana: A
= Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
30 l. Perhitungan Berat Semen yang Diperlukan Berat semen per m3 beton dihitung dengan membagi jumlah air (dari langkah k) dengan faktor air semen yang diperoleh pada langkah g dan h. Tabel 2.12 Kebutuhan semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus Jenis pembetonan
Semen min per
FAS
m3 beton (kg)
maks
275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
325
0,55
Beton di dalam ruang bangunan
c. Keadaan keliling non korosif d. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruang bangunan
c. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung d. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah
c. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti d. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Beton yang selalu berhubungan dengan:
c. Air tawar d. Air laut (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
31
m. Penentuan Kebutuhan Semen Minimum Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan semen minimum ditetapkan dengan tabel 2.12.
n. Penyesuaian Kebutuhan Semen Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah a ternyata lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum (pada langkah m), maka kebutuhan semen minimum dipakai yang nilainya lebih besar.
o. Penyesuaian Air dan FAS Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah n maka nilai faktor air semen berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut: i. faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum. ii. jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan faktor air semen.
p. Penentuan Gradasi Agregat Halus Berdasarkan
gradasinya,
agregat
halus
yang
akan
dipakai
dapat
diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi itu didasarkan atas grafik gradasi yang diberikan dalam tabel 2.13.
32 Tabel 2.13 Batas Gradasi Agregat Halus Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan
Lubang Ayakan (mm)
Daerah I
Daerah II
Daerah III
Daerah IV
10
100
100
100
100
4,8
90 – 100
90 – 100
90 – 100
95 – 100
2,4
60 – 95
75 – 100
85 – 100
95 – 100
1,2
30 – 70
55 – 90
75 – 100
90 – 100
0,6
15 – 34
35 –59
60 – 79
80 – 100
0,3
5 – 20
8 – 30
12 – 40
15 – 50
0,15
0 – 10
0 – 10
0 – 10
0 – 15
(Sumber : SNI. 03-2834-2000) q. Penentuan Perbandingan Agregat Halus dan Agregat Kasar Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan grafik pada gambar 2.6 atau gambar 2.7 atau gambar 2.8.
33
Gambar 2.6 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 10 mm (Sumber : SNI. 03-2834-2000
Gambar 2.7 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 20 mm (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
34
Gambar 2.8 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 40 mm (Sumber : SNI. 03-2834-2000) r. Penentuan Berat Jenis Agregat Campuran Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
BJ camp = P ⋅ BJ ah + K ⋅ BJ ak
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)…….(2.19)
Dimana: BJcamp = Berat jenis agregat campuran BJah
= Berat jenis agregat halus
BJak
= Berat jenis agregat kasar
P
= Persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran
K
= Persentase berat agregat kasar terhadap berat agregat campuran
s. Penentuan Berat Jenis Beton Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah r dan kebutuhan air tiap m3 beton, maka dengan gambar 2.9 dapat diperkirakan berat jenis betonnya. Caranya adalah sebagai berikut:
35 i. dari berat jenis agregat campuran pada langkah 18 dibuat garis miring berat jenis gabungan yang sesuai dengan garis miring yang paling dekat pada gambar 2.9. ii. kebutuhan air yang diperoleh pada langkah k dimasukkan ke dalam sumbu horizontal pada gambar 2.9, kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal ke atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di atas. iii. dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri sehingga diperoleh nilai berat jenis beton.
Gambar 2.9 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
36 t. Penentuan Kebutuhan Agregat Campuran Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton per m3 dengan kebutuhan air dan semen. u. Penentuan Berat Agregat Halus yang Diperlukan Berdasarkan Hasil pada Langkah q dan t Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya. v. Penentuan Berat Agregat Kasar yang Diperlukan Berdasarkan Hasil pada Langkah t dan u Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan agregat campuran dengan kebutuhan agregat halus. Catatan: Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan jenuh kering muka. sehingga apabila agregatnya tidak kering muka, maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut: ⎛ A − A1 ⎞ ⎛ A − A2 ⎞ = A−⎜ h ⎟⋅B −⎜ k ⎟ ⋅ C (Sumber : SNI. 03-2834-2000)..(2.20) ⎝ 100 ⎠ ⎝ 100 ⎠ ⎛ A − A1 ⎞ Agregat halus = B + ⎜ h (Sumber : SNI. 03-2834-2000) ………….(2.21) ⎟⋅B ⎝ 100 ⎠ ⎛ A − A2 ⎞ Agregat kasar = C + ⎜ k (Sumber : SNI. 03-2834-2000) …………(2.22) ⎟⋅C ⎝ 100 ⎠ Dimana: Air
A
= Jumlah kebutuhan air (lt/m3)
B
= Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
C
= Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
37
Ah
= Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak
= Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1
= Kadar air salam agregat halus jenuh kering muka/absorbsi (%)
A2
= Kadar air salam agregat kasar jenuh kering muka/absorbsi (%)
2.6 Kuat Tekan 2.6.1 Kuat Tekan Karakteristik
Kekuatan tekan karakteristik adalah kekuatan tekan, dimana dari sejumlah besar hasil-hasil pemeriksaan benda uji, kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang dari itu terbatas sampai 5% saja (PBI-1971). Beton adalah suatu bahan konstruksi yang mempunyai sifat kekuatan tekan yang khas yaitu jika diperiksa sejumlah besar benda-benda uji, nilainya akan menyebar sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. Penyebaran dari hasil-hasil pemeriksaan ini akan kecil atau besar tergantung pada tingkat kesempurnaan dari pelaksanaannya. Dengan menganggap nilai-nilai dari hasil pemeriksaan benda uji menyebar normal (mengikuti lengkung dari gauss), maka ukuran dari besar kecilnya penyebaran dari nilai-nilai hasil pemeriksaan tersebut, jadi ukuran dari mutu pelaksanaannya adalah nilai deviasi standar (PBI-1971) : n
s= s
∑( f '
c
− f ' cr ) 2
1
n −1
(Sumber : PBI - 1971)........................................(2.23)
= Standar deviasi
f'c = Kuat tekan beton masing-masing hasil uji (MPa) f'cr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa) kuat tekan beton rata-rata dapat dihitung berdasarkan rumus (PBI-1971): n
f ' cr =
∑ f' 1
n
c
(Sumber : PBI - 1071).................................................(2.24)
38
n
= Jumlah seluruh benda uji yang diperiksa (minimum 20 buah benda uji) Dengan menganggap nilai-nilai dari hasil pemeriksaan benda uji menyebar
normal (mengikuti lengkung dari gauss), maka kekuatan tekan beton karakteristik (f'ck) dengan adanya kekuatan tekan yang tidak memenuhi syarat sebesar 5% maka untuk kuat tekan beton karakteristik dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (PBI-1971) :
f'ck = f'cr - 1,64s
( Sumber : PBI-1971) …………….………….…(2.25)
Dimana : f'ck: Kuat tekan beton karakteristik (MPa)
f'cr: Kuat tekan beton rata-rata (MPa) s : standar deviasi (MPa) 2.6.2 Kuat Tekan Beton yang Digunakan Dalam Penelitian
Kuat tekan adalah kemampuan untuk menahan beban yang berada diatasnya. Kuat tekan rancana pada penelitian ini menggunakan f’c 24,9 MPa. Beton dengan mutu K 300 menyatakan kekuatan tekan karakteristik yang kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang dari 300 kg/cm2 terbatas sampai 5% saja pada umur beton 28 hari, dengan menggunakan kubus beton
ukuran 15 × 15 × 15 cm
(mengacu pada standar PBI 1971), sedangkan untuk beton dengan mutu f’c = 24,9 MPa menyatakan kekuatan tekan karakteristik yang kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang dari 24,9 MPa terbatas sampai 5% saja pada umur beton 28 hari, dengan menggunakan silinder beton diameter 15 cm, tinggi 30 cm (mengacu pada standar PBI 1971). Berdasarkan SNI T-15-1991-03 untuk mengkonversikan kuat tekan benda uji kubus ke benda uji silinder dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
39
fc’= ( 0,76 + 0,2 log ( fck / 15 )) fck
( Sumber : PBI-1971) …..….…(2.26)
Dimana : fc’ : Kuat tekan beton benda uji silinder dengan diameter 15cm (MPa)
fck : Kuat tekan beton dengan benda uji kubus bersisi 15cm (MPa) Tabel 2.14 Perbandingan Kekuatan Tekan Beton Pada berbagai Benda Uji Benda Uji Perbandingan Kekuatan Tekan Kubus 15 × 15 × 15 cm 1,00 Kubus 20 × 20 × 20 cm 0,95 Silinder 15 × 30 cm 0,83 Sumber : PBI-1971 (Peraturan Beton Indonesia) Sebagai contoh beton yang memiliki kuat tekan karakteristik sebesar 300 kg/cm2 (benda uji kubus), bila dikonversi ke benda uji silinder maka kuat tekan karakteristiknya menjadi 300 × 0,83 = 249 kg/cm2 (benda uji silinder). Karena 1 MPa = 10 kg/cm2 maka kuat tekan beton karakteristik 300/10 = 30 MPa (benda uji kubus) setara dengan kuat tekan karakteristik 249/10 = 24,9 MPa (benda uji silinder). Tabel 2.15 Hubungan Kuat Tekan Beton dengan Kegunaannya Mutu Beton Penggunaan Secara Umum BO Lantai Kerja K 125 Lantai Kerja, Kolom Praktis / Non Struktur K 175 Kolom Praktis, meja dapur dan Bangunan Konstruksi Ringan K 200 Kolom Praktis, meja dapur dan Bangunan Konstruksi Ringan K 225 Konstruksi Bangunan Bertingkat 2 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) K 250 Konstruksi Bangunan Bertingkat 2 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) standart K 275 Konstruksi Bangunan Bertingkat 2 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) standart K 300 Konstruksi Bangunan Bertingkat 3 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) standart K 325 Konstruksi Bangunan Bertingkat 3 Lantai ( ruko/rumah tinggal ) standart K 350 Beton untuk lantai & bangunan pabrik / rigit jalan K 400 Beton untuk lantai & bangunan pabrik / rigit jalan K 425 Beton untuk lantai & bangunan pabrik / rigit jalan K 450 Beton untuk rigit jalan klas 1 ( jalan negara / jalan tol ) K 475 Beton untuk rigit jalan klas 1 ( jalan negara / jalan tol ) K 500 Beton untuk Precast ( grider /spun piler ) (Sumber : Indokon)
40 Berdasarkan SNI 03-2847-2002 syarat untuk kuat tekan beton struktur yaitu sebagai berikut: i.
Untuk beton struktur nilai kuat tekan beton tidak boleh kurang dari
f’c = 17,5 MPa ii.
Untuk beton struktur tahan gempa kuat tekan beton tidak boleh kurang dari f’c = 20 MPa
Pemilihan kuat tekan rencana f’c = 24,9 MPa dikarenakan pada penelitian sebelumnya dengan menggunaan Expanded polystyrene akan mengurangi kekuatan beton ( Giri I.B.D., I Ketut S., dan Ni Made T. (2008). ), sehingga diharapkan walaupun kekuatan beton yang dihasilkan pada penelitian ini menurun masih dapat digunakan sebagai beton struktur untuk bangunan tingkat. Kuat tekan beton sama dengan beban tekan maksimum (P) dibagi dengan luas penampang benda uji (A) (Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi).
f 'c =
P (MPa ) ………………………………………………………………..(2.27) A
Sumber : Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi
dengan:
f'c = Tegangan maksimal tekan benda uji (MPa) P = Beban tekan maksimum (kN) A = Luas tampang melintang benda uji (cm2) Perhitungan tegangan tekan benda uji dilakukan semua benda uji dan hasilnya dicatat. Pada jenis mesin uji tekan beton tertentu, dilengkapi dengan alat pencatat otomatis yang langsung memberikan gambar kurva hubungan antara beban dan perpendekan yang terjadi pada setiap pertambahan beban dari 0 hingga
41 mencapai kuat tekan tertentu atau benda uji sampai hancur (Modul Praktikum S0793 Teknologi Bahan Konstruksi). 2.7
Perumusan Hipotesis
Hipotesis alternatif yang dapat disusun dari model penelitian ini dan akan diteliti lebih lanjut adalah sebagai berikut : Ha2 : Dengan penambahan expanded polystyrene mengurangi berat jenis beton. Ha1 :
Dengan penambahan fly ash, maka akan berpengaruh secara signifikan terhadap kuat tekan beton.
2.8
Kuat Tekan dan Berat Jenis Beton Normal
Beton normal pada penelitian ini digunakan untuk membandingkan kuat tekan dan berat jenis beton normal dengan beton yang menggunakan Styrofoam sebagai pengganti sebagian agregat halus dan penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian semen. Tabel 2.16 Komposisi Campuran Beton Normal Volume
Air Semen Agregat Agregat (lt) (kg) Halus (kg) Kasar (kg) 1 m3 201,71 410 700,34 929,96 Berdasarkan komposisi campuran beton normal pada tabel 2.16 maka
didapatkan hasil pengujian berat jenis dan kuat tekan beton (f’c = 24,9 MPa ) yang disajikan dalam tabel 2.17 berikut ini : Tabel 2.17 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Kuat Tekan Beton Normal
Campuran
Normal
Umur (hari)
28
Volume Beton (cm3)
Berat (kg)
Berat Isi (kg/m3)
5298,75
12,290 12,011 12,251
2319,41 2266,76 2312,05
Berat Isi Ratarata (kg/m3)
Beban max (kN)
2299,41
450 440 460
Kuat Tekan Uji (MPa) 25,48 24,91 26,04
Kuat Tekan Rata-rata (MPa) 25,48
42