Bab 2 Tinjauan Pustaka
BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan-Peraturan yang Dugunakan 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 2847 – 2002), 2. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Bangunan Gedung (PPIUG 1983), 3. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 1726 – 2002), 4. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBBI 1971). 5. Perhitungan struktur menggunakan SAP 2000 2.2. Teori Pembebanan Suatu struktur gedung mempunyai beban-beban yang dipikul oleh bangunan tersebut, baik beban tetap maupun yang tidak tetap. Dalam penentuan beban yang terjadi pada bangunan, menurut ketentuan dibedakan sebagai berikut: 2.2.1. Beban mati (PPIUG 1983 pasal 1.0-1) Beban Mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-
penyelesaian mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. a. Beban mati pada atap, terdiri dari : - Berat sendiri ducting - Beban plafond dan rangka plafond, - Instalasi listrik, dan AC. 5
Bab 2 Tinjauan Pustaka
b. Beban mati pada pelat lantai, terdiri dari : - Berat sendiri pelat, - Beban spesi dan keramik, - Beban plafond dan rangka, - Beban instalasi listrik dan AC. c. Beban mati pada balok, terdiri dari : - Berat sendiri balok, - Beban mati pelat lantai, - Berat dinding setengah bata. 2.2.2. Beban hidup (PPIUG 1983 pasal 1.0-1) Beban Hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian suatu gedung atau penggunaan suatu gedung dan kedalamannya yang termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masih hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Beban hidup struktur bangunan ditentukan sebagai berikut : Beban Hidup Atap (pekerja).................100 kg/m2 Beban Hidup Lantai…………..............250 kg/m2
6
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.2.3. Beban gempa ( PPIUG 1983 pasal 1.0-4 ) a. Perencanaan Beban Gempa Sesuai dengan filsofi perencanaan bangunan gedung tahan gempa menurut SNI 03-1726-2002 bahwa suatu struktur gedung
pada
daerah gempa haruslah menjamin bahwa struktur gedung tersebut tidak runtuh atau rusak pada saat terjadi gempa kecil atau sedang tetapi oleh gempa kuat boleh rusak tetapi tidak boleh runtuh. Oleh karena
itu
dalam
merencanakan
suatu
gedung,
perlu
di
pertimbangkan sifat daktilitas gedung tersebut . Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk mengalami deformasi bolak-balik diatas titik lelehnya tanpa mengalami pengurangan dalam kemampuan kapasitas penampangnya. Gedung Setiabudi Fraser Office terletak di wilayah gempa 4 (SNI 03_1726-2002) cukup direncanakan dengan tingkat daktilitas 2 (terbatas) dengan SRPMM. Gedung ini merupakan gedung yang beraturan, sehingga dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik ekuivalen, dimana gaya yang bekerja dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: - Waktu getar struktur (T) Waktu getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik yang menentukan besarnya Faktor Respons Gempa struktur gedung dan kurvanya ditampilkan dalam Spektrum Respons Gempa Rencana. T = 0,06 x h3/4
7
Bab 2 Tinjauan Pustaka
- Faktor respon gempa (C) Faktor Respons Gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi yang nilainya bergantung pada waktu getar alami struktur gedung dan kurvanya ditampilkan dalam - Faktor keutamaan (I) Faktor Keutamaan gedung, faktor pengali dari pengaruh Gempa Rencana pada berbagai kategori gedung, untuk menyesuaikan perioda ulang gempa yang berkaitan dengan penyesuaian probabilitas dilampauinya pengaruh tersebut selama umur gedung itu dan penyesuaian umur gedung itu. - Faktor reduksi gempa (R) Faktor reduksi gempa, rasio antara beban gempa maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung elastik penuh dan beban gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung daktail, bergantung pada faktor daktilitas struktur gedung tersebut; factor reduksi gempa representatif struktur gedung tidak beraturan.
8
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Gaya geser dasar gempa : V
CI Wt R
Gambar 2.1. Gambar gaya geser dasar gempa
Gambar 2.2. Gambar wilayah Gempa 4
9
Bab 2 Tinjauan Pustaka
b. Arah Pembebanan Gempa Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh Gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan. (SNI-03-1726-2002 psl. 5.8.1.) Untuk menstimulasikan arah pengaruh Gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan menurut pasal 5. 8. 1. harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%. (SNI-03-1726-2002 psl. 5.8.2.)
Gambar 2.3. Gambar peta zonasi gempa indonesia
10
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.3. Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan yag digunakan dalam perhitungan struktur antara lain: U = 1,4DL U = 1,0DL + 1,0LL U = 1,2DL + 1,6LL U = 1,2DL + 1,0LL U = 1,2DL + 1,0LL + 1,0QX U = 1,2DL + 1,0LL + 1,0QY U = 1,2DL + 1,0LL ± 1,0QX ± 1,0QY 2.4. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah Sistem rangka pemikul momen adalah suatu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur. Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah ditetapkan dalam Standart Nasional Indonesia Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk bangunan gedung, bahwa sistem rangka pemikul momen dibagi dalam 3 (tiga) kelas yaitu : 1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) untuk wilayah gempa dengan resiko kegempaan rendah (wilayah gempa 1 dan 2), 2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) untuk wilayah gempa dengan resiko kegempaan sedang (wilayah gempa 3 dan 4), 3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) untuk wilayah gempa dengan resiko kegempaan tinggi (wilayah gempa 5 dan 6).
11
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Pada perencanaan bangunan Gedung KPP Pratama Pemda Lamongan ini menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah di
mana semua
rangka struktur bangunan memikul beban gravitasi dan beban lateral yang diakibatkan oleh beban gempa sedang. Syarat-syarat dan perumusan yang dipakai pada perencanaan komponen struktur dengan sistem rangka pemikul momen menengah menurut SNI-032847-2002. 2.4.1. Detail penulangan Detail penulangan komponen SRPMM harus memenuhi ketentuanketentuan pasal 23.10(4), bila beban aksial tekan terfaktor pada komponen struktur tidak melebihi (Agfc’/10). Bila beban aksial tekan terfaktor pada komponen struktur melebihi (Agfc’/10), maka pasal 23.10(5) harus dipenuhi.. Bila konstruksi pelat dua arah tanpa balok digunakan sebagai bagian dari sistem rangka pemikul beban lateral, maka detail penulangannya harus memenuhi pasal 23.10(6). 2.4.2. Kuat geser Kuat geser rencana balok, kolom dan konstruksi pelat dua arah yang memikul beban gempa tidak boleh kurang daripada: - Jumlah gaya lintang yang timbul akibat termobilisasinya kuat lentur nominal komponen struktur pada setiap ujung bentang bersihnya dan gaya lintang akibat beban gravitasi terfaktor, atau - φ Vc = 0,6 x 1/6 x (f’c)0,5 bw d
12
Bab 2 Tinjauan Pustaka
- Gaya lintang maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban rencana termasuk pengaruh beban gempa, E, dimana nilai E diambil sebesar dua kali nilai yang ditentukan dalam peraturan perencanaan tahan gempa. 2.5. Perencanaan Pelat 2.5.1. Perencanaan ketebalan pelat Komponen struktur beton yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutan atau deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja Untuk menentukan ketebalan pelat didasarkan kepada: Perencanaan pelat satu arah (one way slab) Pelat satu arah terjadi apabila
Ly 2 ; dimana Lx adalah bentang Lx
pendek sedangkan Ly adalah bentang panjang Perencanaan pelat dua arah (two way slab) Tebal pelat minimum dengan balok yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya dengan
Ly < 2,0 maka harus memenuhi ketentuan Lx
sebagai berikut : -
Untuk αm ≤ 0,2, harus memenuhi ketentuan tabel 10 dan tidak boleh kurang dari nilai berikut: Pelat tanpa penebalan
> 120mm
Pelat dengan penebalan
> 100mm 13
Bab 2 Tinjauan Pustaka
-
Untuk 0,2 < αm < 2,0, ketebalan pelat minimum harus memenuhi fy l n 0,8 1500 > 120 mm. 36 5 m 0,2
h= -
Untuk αm > 2,0 ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari fy ln 0,8 1500 > 90 mm 36 9
h=
2.5.2. Penulangan pelat Analisis struktur pelat Rasio kekakuan balok terhadap pelat :
Ecb Ib >1 Ecp Ip
Dimana : Ecb
= modulus elastisitas balok beton
Ecp
= modulus elastisitas pelat beton
Ib
= momen inersia terhadap sumbu pusat penampang bruto balok
Ip
= momen inersia terhadap sumbu pusat penampang bruto pelat
Kebutuhan tulangan pelat Perhitungan momen-momen yang terjadi pada pelat berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia tahun 1971 (PBBI 1971) tabel 13.3.1 dan 13.3.2.
14
Bab 2 Tinjauan Pustaka
min
b
1,4 fy
0.85 1 f c ' 600 600 f fy y
max 0,75 b m
fy 0,85 fc '
perlu
1 2 m Rn 1 1 m fy
Jika ρperlu < ρmin maka ρperlu dinaikkan 30%. Sehingga,
ρpakai = 1,3 x ρperlu As
= ρperlu x b x d
Kontrol jarak spasi tulangan Smax < 2 x h Kontrol tulangan susut dan suhu Tulangan susut dan suhu harus paling sedikit memiliki rasio luas tulangan terhadap luas bruto penampang beton sebagai berikut, tetapi tidak kurang dari 0,0014. Kontrol jarak spasi tulangan susut dan suhu Smax < 2 x h Kontrol retak tulangan Bila tegangan leleh rencana fy untuk tulangan tarik melebihi 300Mpa, maka penampang dengan momen positif dan negatif maksimum harus dirancang sedemikian sehingga nilai z yang diberikan oleh :
15
Bab 2 Tinjauan Pustaka z fs 3 dc A
tidak melebihi 30MN/m untuk penampang di dalam
ruangan dan 25MN/m untuk penampang yang dipengaruhi cuaca luar. Tegangan pada tulangan akibat beban kerja fs (MPa) harus dihitung sebagai momen maksimum tak terfaktor dibagi dengan hasil kali luas tulangan baja dengan lengan momen dalam. Bila tidak dihitung dengan cara di atas, fs boleh diambil sebesar 60% dari kuat leleh fy yang disyaratkan. A = 2 x dc x s dimana s adalah jarak antara batang tulangan. Untuk lebar retak yang digunakan adalah : 11 10 6 fs 3 dc A
≤ 0,4mm untuk penampang didalam ruangan ≤ 0,3mm untuk penampang yang dipengaruhi cuaca luar. Spasi tulangan yang berada paling dekat pada permukaan tarik tidak boleh melebihi s 9500 2,5Cc . Tetapi tidak boleh melebihi 300 252 fy
fs
2.6. Perencanaan Balok 2.6.1. Perencanaan dimensi balok Untuk menentukan tinggi balok, dapat menggunakan acuan SNI 032847-2002, Tabel 8, sedangkan lebarnya dapat diambil dari nilai 2/3 dari tinggi balok yang telah didapat.
16
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Gambar 2.4. Gambar penampang balok 2.6.2. Perencanaan dimensi balok Perhitungan tulangan lentur Momen tumpuan dan lapangan pada balok diperoleh dari output program bantuan ETABS Cek jenis tulangan (tulangan rangkap atau tulangan tunggal) Mn
Mu
min
b
1,4 fy
0.85 1 f c ' 600 600 f fy y
max 0,75 b m
fy 0,85 fc '
xb
600 d 600 fy
X coba-coba dimana x < 0,75 x b d
= bw – decking – Øsengkang – ½ Ø tul.utama
d'
= decking + Øsengkang + ½ Ø tul.utama 17
Bab 2 Tinjauan Pustaka = T1 = 0,85 x β1 x fc’ x b x X
Cc Asc
T1 fy
Mns Mn Mnc
Mu
Mnc
Jika (Mn-Mnc) > 0, maka perlu tulangan rangkap, untuk menentukan kebutuhan tulangan rangkapnya dapat digunakan langkah-langkah berikut ini: Cs T2
Mn Mnc d d''
x d'' fs ' 600 x
Jika fs’ > fy, maka tulangan tekan leleh, fs’ = fy. Jika fs’ < fy, tulangan tekan tidak leleh. Maka : As '
Cs fs '0,85 fc '
Ass
T2 fy
- Tulangan perlu : As = Asc + Ass As = As’ - Kontrol jarak spasi tulangan s
bw (2 decking ) 2 n D) n 1
- Kontrol kekuatan Mn
Mu
18
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Jika (Mn-Mnc) < 0, maka perlu tulangan tunggal, untuk menentukan kebutuhan tulangan tunggalnya dapat digunakan langkah-langkah berikut ini: m
fy 0,85 fc '
perlu
1 2 m Rn 1 1 m fy
Jika ρperlu ≤ ρmin, maka ρperlu dinaikkan 30%, sehingga,
ρpakai
=
1,3 x ρperlu = ρperlu x b x d
As
2.6.3. Perhitungan tulangan geser Penentuan Vu, Vc, Vs, dan Vn Gaya lintang maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban rencana termasuk pengaruh beban gempa, E, dimana nilai E diambil sebesar dua kali nilai yang ditentukan dalam peraturan perencanaan tahan gempa.
Wu = 1,2D + 1,0L Mnkiri
Mnkanan
Ln V
V
Gambar 2.5. Gaya Lintang Rencana pada Balok Untuk SRPMM
Vu
Mnkiri Mnkanan Wu Ln 2
19
Bab 2 Tinjauan Pustaka Nilai fc’ yang digunakan tidak boleh melebihi 25/3 Mpa, kecuali seperti yang diizinkan di dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.1(2(1)) Kuat geser beton yang dibebani oleh geser dan lentur Ф Vu ≥ Vn Vn = Vc + Vs Vc
1 fc ' bw d 6
Vs min= 1/3 x bw x d 1 Vs max fc ' bw d 3
Vs
Av fy d s
Av min
b w 3 fy
Cek kondisi Kondisi 1: Vu 0.5 Vc
tidak perlu tulangan geser Kondisi 2 0.5 Vc Vu Vc
perlu tulangan geser minimum (Vs perlu = Vs min) Kondisi 3 Vc Vu ( Vc Vs
min
)
perlu tulangan geser minimum 20
Bab 2 Tinjauan Pustaka
(Vs perlu = Vs min) Komdisi 4 ( Vc Vs
min
) Vu ( Vc Vs
max
)
perlu tulangan geser minimum (Vs
perlu
Vu Vc)
2.6.4. Perhitungan tulangan torsi Pengaruh puntir pada struktur non-prategang dapat diabaikan bila nilai momen puntir terfaktor Tu besarnya kurang dari : Tu
2 fc ' Acp
12 Pcp
Tulangan yang dibutuhkan untuk menahan puntir adalah : Tn Tu
Sedangkan tulangan sengkang yang dibutuhkan untuk menahan puntir adalah sebagai berikut : Tn
2 Ao At f yv s
cot
2.6.5. Perhitungan panjang penyaluran Panjang penyaluran ( ld ), dinyatakan dalam diameter db. Nilai ld tidak boleh kurang dari 300 mm. Untuk batang ulir atau kawat ulir, nilai ld/db harus diambil sebagai berikut:
Batang D-19 dan lebih kecil atau kawat ulir
21
Bab 2 Tinjauan Pustaka l d 12 f y db 25 fc '
Batang D-22 atau lebih besar l d 3 f y db 5 fc '
Panjang penyaluran ( ld ), dalam mm, untuk batang ulir yang berada dalam kondisi tekan harus dihitung dengan mengalikan panjang penyaluran dasar ldb. Nilai ld tidak boleh kurang dari 200 mm. Panjang penyaluran dasar ldb harus diambil sebesar
db f y 4
dan tidak
fc '
kurang dari 0,04 x db x fy. 2.7. Perencanaan Balok Lift Dalam perencanaan lift, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah balok-balok yang berkaitan dengan ruang mesin lift yaitu terdiri dari balom penumpu, balok penggantung, dan klom struktur lift.
2.7.1. Pembebanan balok lift Beban mati - Beban balok kolom
: b x h x l x 2400 kg/m3
- Bebn pelat
: tplat x b x h x 2400 kg/m3
Beban hidup
22
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Beban hidup yang bekerja pada sangkar lift adalah akibat dari mesin penggerak lift, berat kereta luncur, perlengkapan, dan bandul pemberat lift. 2.7.2. Faktor kejut Dalam PPIUG 1983 pasal 3.3.(3), disebutkan bahwa beban keran yang membebani struktur pemikulnya terdiri dari berat sendiri keran ditambah dengan berat muatan yang diangkatnya, dalam kedudukan keran induk dan keran angkat yang paling menentukan bagi struktur yang ditinjau. Sebagai beban rencana harus diambil beban keran tersebut dengan mengalikannya dengan suatu koefisien kejut yang ditentukan menurut rumus beikut: (1 k1 k 2 V ) 1,15
Dimana: =
koefisien kejut yang nilainya tidak bleh diambil kurang dari 1,15
V = kecepatan angkat maksimum dalam m/dt pada pengangkatan muatan maksimum dalam keran induk dan keran angkat yang paling menentukan bagi struktur yang ditinjau dan nilainya tidak perlu lebih dari 1,00 m/dt k1 =
koefisien yang tergantung pada kekuatan struktur keran induk, untuk keran induk dengan struktur rangka pada umumnya diambil sebesar 0,6
23
Bab 2 Tinjauan Pustaka
k2 =
koefisien yang tergantung pada sifat-sifat mesin angkat dari keran angkatnya dan dapat diambil sebesar 1,3
Jadi, beban yang bekerja pada balok dapat diperoleh berdasarkan rumus berikut: P =Rx Sehingga untuk perhitungan tulangan lentur, geser dan torsinya berprinsip sama dengan perhitungan tulangan balok pada pembahasan sebelumnya 2.8. Perencanaan Kolom 2.8.1. Perencanaan dimensi kolom I kolom I balok l kolom lbalok
dimana : Ikolom = inersia kolom (1/12 x b x h3) lkolom
= tinggi bersih kolom
Ibalok
= inersia balok (1/12 x b x h3)
lbalok
= tinggi bersih balok
bk dan dk ≥ 250 mm hk ≤ 25 b atau d
2.8.2. Penulangan lentur kolom Kontrol kelangsingan kolom
EI / kolom EI / balok
24
Bab 2 Tinjauan Pustaka
EI
Pc
0,2 E I E I atau c
g
c
g
1 d
EI
0,4 Ec I g 1 d
, pilih nilai terkecil
2 EI kolom k u 2
- Untuk rangka portal tak bergoyang M k lu 34 12 1 r M2
- Untuk rangka portal bergoyang k lu 22 r
Apabila
k lu 100 , maka diperlukan perhitungan momen orde dua r
Pembesaran momen - Untuk rangka portal tak bergoyang Mc = ns x M 2 ns
Cm 1 Pu 1 0,75 Pc
- Untuk rangka bergoyang M1 = M 1ns s M 1s M2 = M 2ns s M 2 s Perhitungan tulangan - Tentukan harga - Nilai Mox dan Moy h 1 untuk M ny b M ox M nx M ny ; M nx h b
25
Bab 2 Tinjauan Pustaka
b 1 untuk M ny b M oy M ny M nx ; M nx h h
Pu dan Mox Ag Ag x h
perlu didapat dari diagram interaksi As perlu b h
Cek kemampuan kolom - Hitung Mox dan Moy baru - Cari dengan tabel hubungan interaksi lentur biaksial
Mny Mnx Mox Moy
Mo
1
Mu
2.8.3. Penulangan geser kolom Vu
= M nt M nb hn
gaya geser yang disumbangkan beton akibat gaya tekan aksial Vc
= 1 N u
1 14 Ag 6
' f c bw d
Untuk komponen struktur yang dibebani tekan aksial, maka kuat geser (Vc) harus dihitung menggunakan rumus : fc ' Vc = 1+ Nu bw d 14 Ag
6
Jarak spasi tulangan pada kolom
26
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 23. 10, syarat untuk mnentukan jarak spasi maksimum tulangan pada kolom adalah sebagai berikut: Spasi maksimum sengkang tidak boleh melebihi : - d/4 - ≤ 8 x Ø tulangan longitudinal terkecil - ≤ 24 x Ø sengkang ikat - ≤ 300 mm Panjang lo tidak boleh kurang daripada nilai terbesar berikut ini : - 1/6 x tinggi bersih kolom - Dimensi terbesar penampang kolom - 500 mm - Sengkang ikat pertama harus dipasang pada jarak tidak lebih daripada 0,5 x So dari muka hubungan balok-kolom. (So adalah spasi maksimum tulangan tranversal). 2.9 Referensi Perbesaran kolom Perbesaran kolom dalam kasus ini adalah menghilangkan corewall sebagai pengaku
pada struktur existing dan diganti kolom sebagai
struktur utama nya, dan letak perbesaran kolom ada dalam beberapa konfigurasi yang telah di tentukan posisinya.
27