BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Menurut Mardiasmo (2008: 132), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sedangkan menurut Ahmad Yani (2008: 51), Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
2.1.2. Jenis-Jenis Pendapatan Asli Daerah Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber
7
pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri terdiri dari. 1. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. (Ahmad Yani, 2008: 52) 2. Retribusi Daerah Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus diberikan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. (Ahmad Yani, 2008: 63) 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan yang terpisah dari pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). (Ahmad Yani, 2008: 73) 4. Lain-lain PAD yang sah Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis-jenis lain-lain pendapatan daerah yang sah, terdiri dari : a. Hasil penjualan kekayaan Daerah b. Jasa giro c. Pendapatan bunga, dan lain-lain. 8
2.2. Pajak Daerah 2.2.1. Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pajak Daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 terbagi menjadi dua, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis Pajak Daerah, yaitu 4 (empat) jenis Pajak Provinsi dan 7 (tujuh) jenis Pajak Kabupaten/Kota. 1. Pajak Provinsi terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 memberikan peluang kepada daerah Kabupaten/Kota untuk memungut jenis pajak daerah lain yang dipandang memenuhi
9
syarat, selain ketujuh jenis Pajak Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya ini harus benar-benar bersifat spesifik dan potensial di daerah.
2.2.2. Objek Pajak Daerah dan Tarif Pajak Daerah Tarif Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang ditetapkan dengan pembatasan tarif paling tinggi, yang berbeda untuk setiap jenis Pajak Daerah, yaitu: 1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air ditetapkan paling tinggi 5% 2. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air ditetapkan paling tinggi 10% 3. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi 5% 4. Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 20% 5. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10% 6. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35% 7. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25% 8. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10% 9. Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C ditetapkan paling tinggi 20% 10. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 20% 11. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10% Tarif pajak untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah
10
dan Air Permukaan ditetapkan seragam di seluruh Indonesia dan diatur dengan peraturan pemerintah. Sedangkan untuk Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Selain pajak tersebut di atas, Peraturan Daerah dapat menetapkan jenis pajak daerah Kabupaten/Kota lainnya dengan kriteria sebagai berikut: 1. Bersifat pajak dan bukan retribusi Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 2. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum 3. Objek pajak bukan merupakan objek pajak daerah Provinsi dan/atau objek pajak Pusat 4. Potensinya memadai 5. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif 6. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat 7. Menjaga kelestarian lingkungan
2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak Daerah Sistem pemungutan pajak daerah dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem official assessment dan sistem self assessment. Sistem Official Assesment Pemungutan pajak daerah berdasarkan penetapan kepala daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang 11
dipersamakan. Wajib Pajak setelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada kantor pos atau bank persepsi. Jika Wajib Pajak tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Sistem Self Assesment Wajib Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan adalah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD adalah formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. Jika Wajib Pajak tidak atau kurang membayar atau terdapat salah hitung atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Apabila dalam jangka waktu lima tahun berdasarkan pemeriksaan ditemukan adanya pajak daerah yang tidak atau kurang dibayar maka akan ditagih menerbitkan Surat Ketetepan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), setelah diterbitkan SKPDKB berdasarkan data baru (novum) ternyata masih ada pajak daerah yang kurang dibayar maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT). Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Sedangkan jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
12
Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Kepala daerah dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah apabila: 1. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar 2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung 3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda Dalam penghitungannya, jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak Daerah ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak. Untuk Surat Ketetapan Pajak Daerah yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, dan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak Daerah.
2.2.4. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah saat terutangnya pajak. Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. 13
Atas permohonan Wajib Pajak, Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Dan tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa.
2.3. Retribusi Daerah 2.3.1. Retribusi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi Daerah, sebagaimana halnya Pajak Daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Daerah Kabupaten/Kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.
14
2.3.2. Jenis-Jenis Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 Ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial– ekonomi
layak
dijadikan
sebagai
objek
retribusi.
Jasa
tertentu
tersebut
dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. 1. Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Kriteria Retribusi Jasa Umum: a. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi Orang Pribadi atau Badan yang diharuskan membayar Retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi e. Retribusi
tidak
bertentangan
dengan
kebijakan
nasional
mengenai
penyelenggaraannya f. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang potensial g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik. 15
Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum f. Retribusi Pelayanan Pasar g. Retribusi Air Bersih h. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor i. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran j. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta k. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan 2.
Jasa Usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial. Kriteria Retribusi Jasa Usaha: a. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seharusnya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha adalah: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan c. Retribusi Tempat Pelelangan 16
d. Retribusi Terminal e. Retribusi Tempat Khusus Parkir f. Retribusi Tempat Penitipan Anak g. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa h. Retribusi Penyedotan Kakus i. Retribusi Rumah Potong Hewan j. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal k. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga l. Retribusi Penyeberangan di Atas Air m. Retribusi Pengolah Limbah Cair n. Retrtibusi Penjualan Produk Daerah 3.
Perizinan Tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, dan fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Kriteria Retribusi Perizinan Tertentu: a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negative dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan. Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah: 17
a. Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah b. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan c. Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol d. Retribusi Izin Gangguan e. Retribusi Izin Trayek f. Retribusi Izin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan
2.3.3. Tarif Retribusi Daerah Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau presentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya Retribusi Daerah yang terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu. Tarif retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memerhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi. Kewenangan daerah untuk meninjau kembali tarif retribusi secara berkala dan jangka waktu penerapan tarif tersebut, dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian daerah berkaitan dengan objek retribusi yang bersangkutan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 ditetapkan bahwa tarif retribusi ditinjau kembali paling lama lima tahun sekali Retribusi Jasa Umum Ditetapkan berdasarkan kebijakan Daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Retribusi Jasa Usaha Ditentukan berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.
18
Retribusi Perizinan Tertentu Ditentukan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
2.3.4. Cara Penghitungan Retribusi Daerah Penghitungan retribusi dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Tingkat Penggunaan Jasa X Tarif Retribusi Tingkat pengunaan jasa diukur dengan: 1. Kuantitas penggunaan jasa. Misalnya berapa kali/jam parkir. 2. Ditaksir dengan rumus. Misalnya untuk izin bangunan berdasarkan luas tanah/bangunan, jumlah tingkat, dan rencana penggunaan. Tarif retribusi diukur dengan: 1. Nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan. 2. Dapat ditentukan seragam atau diadakan pembedaan sesuai prinsip dan sasaran tarif.
2.3.5. Sistem Pemungutan Retribusi Daerah Sistem pemungutan Retribusi Daerah adalah sistem official assessment, yaitu pemungutan retribusi daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetepan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Retribusi setelah menerima SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) pada Kantor Pos atau bank persepsi. Jika Wajib Retribusi tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). 19
2.4. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metodologi penelitian kualitatif adalah pendekatan yang temuan-temuan penelitiannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk perhitungan lainnya, prosedur ini menghasilkan temuan-temuan yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan beragam sarana. Sarana itu meliputi observasi dan wawancara, namun dapat juga mencakup dokumen, buku, kaset video, dan bahkan data yang telah dihitung untuk tujuan lain, misalnya data sensus. Bogdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan demikian, laporan penelitian ini akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Pada penulisan laporan ini, peneliti akan menganalisis dan menginterpretasikan data yang telah diperoleh. Sedangan, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Observasi (Observation) Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian yang merupakan sumber data, untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya, sehingga data yang diperoleh benar-benar objektif. 2. Dokumentasi (Documentation) Dokumentasi merupakan proses penelusuran bukti-bukti baik bukti ekstern maupun bukti intern atas transaksi atau kegiatan yang diteliti.
20
3. Studi Literatur Mencari informasi yang berkaitan dengan topik skripsi, mempelajari dan membaca buku-buku serta literatur untuk mendapat referensi dan teori-teori yang relevan dan berkaitan erat dengan pembahasan dalam skripsi yang akan dijadikan dasar dalam membahas masalah yang ditemukan pada saat penelitian lapangan.
21