perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. DIABETES MELLITUS
1.
Pengertian Diabetes Mellitus. Diabetes mellitus adalah kelainan metabolik dimana ditemukan ketidak mampuan untuk mengoksidasi karbohidrat, akibat gangguan pada mekanisme insulin yang normal, menimbulkan hiperglikemia, glikosuria, poliuria, rasa haus, rasa lapar, badan kurus, dan kelemahan (Soeharsono, 2007:2). Menurut WHO (1980), Diabetes mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Soegondo,2009:19). Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang diletupkan oleh interaksi berbagai faktor: genetik, imunologi, lingkungan dan gaya hidup. Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia, suatu kondisi yang terjalin erat dengan kerusakan pembuluh darah besar (makrovaskuler) maupun kecil (mikrovaskuler), yang berakhir sebagai kegagalan, kerusakan, atau gangguan fungsi organ (Qian, Eaton, 2000, dalam Arisman,2011:46). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Diagnosis. Diagnostik DM ditegakkan berdasarkan pemeriksaan glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal darah yang di ambil dan cara pemeriksaan yang di pakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang di anjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dapat digunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Gustaviani, dalam IPD, FKUI 2009:20). Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala / tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil penyaringnya positif, untuk memastikan diagnostik definitif. a.
Pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut : (1) Usia ≥ 45 tahun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2) Usia lebih muda, terutama dengan massa indeks tubuh (IMT) > 23kg/m², yang disertai dengan faktor resiko : (a) Kebiasaan tidak aktif (b) Turunan pertama dari orang tua dengan DM (c) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 400 gram, atau riwayat DM-Gestasional (d) Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) (e) Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl (f) Menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin (g) Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya (h) Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler Lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 2.1 tentang patokan penyaring dan diagnosis DM. Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah Plasma vena sewaktu (mg/dl) Darah kapiler
commit to user
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
< 100
100-199
≥ 200
< 90
90-199
≥ 200
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kadar glukosa darah Plasma vena puasa (mg/dl) Darah kapiler
< 100
100-125
≥ 126
< 90
90-99
≥ 100
(Konsensus pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, Perkeni, 2011:9) Catatan : Untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. b. Diagnosis DM. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara, pertama, jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO dengan beban 75 gram glukosa didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Kriteria diagnosis DM (a) Gejala klasik DM + glukosa plaSMAN sewaktu ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan yang terakhir atau, (b) Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam atau, (c) Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3.
Klasifikasi Klasifikasi etiologis DM, menurut WHO (1980) dibedakan menjadi:
a.
Diabetes mellitus tipe-1 Desktruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut: Autoimun, Idiopati
b.
Diabetes mellitus tipe-2
:
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. c.
DM tipe lain Defek genetik fungsi sel beta, Defek genetik kerja insulin, Penyakit eksokrin pankreas, Endokrinopati, Karena obat atau zat kimia, Infeksi, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebab imunologi yang jarang, Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM d.
Diabetes melitus gestasional (DMG). Intolelansi glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan saat hamil.
4.
Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe-2 Faktor resiko terjadinya DMT2 dapat diklasifikasikan menjadi faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang penting adalah obesitas (terutama perut) dan kurangnya aktifitas jasmani (Buku panduan pengelolaan dan pencegahan prediabetes, Perkeni, 2009:11). a. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi 1) Faktor genetik Sampai sekarang gen yang berhubungan dengan resiko terjadinya DM belum bisa diidentifikasi secara pasti. Adanya perbedaan yang nyata kejadian DM antara grup etnik yang berbeda meskipun hidup di lingkungan yang sama menunjukkan adanya kontribusi gen yang bermakna dalam terjadinya DM. 2) Usia Prevalensi DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Dalam dekade terakhir ini, usia terjadinya DM semakin muda terutama di negara-negara di mana telah terjadi ketidakseimbangan antara asupan dan luaran energi. commit to user 3) Diabetes Melitus Gestasional (DMG).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada diabetes gestasional, toleransi glukosa biasanya kembali normal setelah melahirkan akan tetapi wanita tersebut memiliki resiko untuk menderita diabetes mellitus di kemudian hari. b. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi 1) Obesitas / Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m²). Obesitas adalah faktor resiko yang paling penting. Beberapa penelitian longitudinal menunjukkan bahwa obesitas merupakan prediktor yang kuat untuk timbulnya diabetes mellitus tipe 2. Lebih lanjut intervensi yanng bertujuan mengurangi obesitas juga mengurangi insidensi diabetes mellitus tipe 2.
2) Aktifitas fisik / jasmani. Dalam dekade-dekade akhir ini, berkurangnya intensitas aktivitas jasmani di berbagai populasi memberikan kontributor yang besar terhadap peningkatan obesitas di dunia. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kurangnya aktifitas fisik merupakan prediktor bebas terjadinya diabetes mellitus tipe 2 pada pria atau wanita. 3) Nutrisi Kalori total yang tinggi, diit rendah serat, beban glikemik yang tinggi dan rasio poly unsaturated fatty acid (PUFA) dibanding lemak jenuh yang rendah, merupakan faktor resiko terjadinya diabetes melitus. c. Faktor resiko yang lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Meskipun faktor genetik dan gaya hidup menjadi faktor resiko yang paling besar terjadinya diabetes mellitus, beberapa faktor resiko yang mungkin masih bisa diubah adalah berat badan lahir rendah, paparan terhadap lingkungan diabetes saat di dalam rahim, dan berbagai komponen inflamasi. 5.
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe-2
a.
Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Tindakan yang dilakukan untuk usaha pencegahan primer meliputi: penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman sebagi berikut :
1) Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang, yaitu : (a) Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah. (b) Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana. (c) Mempertahankan berat badan normal/ idaman sesuai dengan umur dan tinggi badan. 2) Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan. 3) Menghindari obat yang bersifat diabetogenik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita diabetes melitus. Tujuan pengelolaan Diabetes Melitus : 1) Jangka pendek : Hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus. 2) Jangka panjang: Tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
c.
Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi penyulit (Perkeni, 2011:53)
d.
Tinjauan beberapa studi pencegahan DM Salah satu langkah pencegahan DMT2 dan penyakit kardiovaskular yang terkait diabetes yaitu itervensi gaya hidup. Berbagai penelitian berikut menunjukkan manfaat intervensi gaya hidup dalam upaya pencegahan (Perkeni, 2011:53). 1) Studi Malmo Penelitian ini tentang peran intervensi gaya hidup dalam pencegahan DMT2 di Swedia, yang dilakukan pada laki-laki usia 47-49 tahun. Pasien dengan prediabetes dan kelompok toleransi glukosa normal (TGN) mendapat terapi atau perlakuan biasa, sedangkan kelompok pasien dengan prediabetes dan DMT2 yang commit to user lain mendapat intervensi gaya hidup. Kelompok yang mendapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
intervensi gaya hidup menunjukkan insidensi DMT2 yang lebih rendah, dibandingkan kelompok yang mendapat perlakuan biasa, disertai adanya perubahan TGT yang kembali normal. 2) Studi Da Qing Studi Da Qing meneliti pengaruh diit dan olahraga selama 6 tahun pada orang Cina berusia rata-rata 45 tahun dengan prediabetes. Diit saja menurunkan resiko terjadinya DMT2 sebesar 31% sedangkan aktifitas jasmani saja menurunkan 46%. Kombinasi diit dan aktifitas jasmani ini menurunkan resiko sebesar 42%. 3) Studi Finnish Diabetes Prevention Merupakan studi acak pertama yang secara rinci melihat pengaruh intervensi gaya hidup terhadap pencegahan DMT2. Studi intervensi gaya hidup selama 3,2 tahun ini diikuti 522 subjek TGT dengan BB lebih/obes dan kelompok kontrol tanpa intervensi gaya hidup. Intervensi gaya hidup dilakukan dengan konseling individual yang diutamakan untuk mencapai dan mempertahankan BB yang ideal, mengurangi asupan lemak, meningkatkan asupan serat dan meningkatkan aktifitas jasmani. Sesudah pemantauan 2 tahun, insiden DM berkurang 50% dibanding kelompok kontrol. Studi ini juga melaporkan bahwa pengaruh perubahan gaya hidup dalam mengurangi insiden DM dapat bertahan setidaknya 4 tahun setelah studi intervensi ini selesai. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Diabetes Prevention Program (DPP) DPP merupakan salah satu studi acak paling besar, yang mencakup 3234 orang dengan prediabetes di Amerika yang melibatkan wanita (68%) serta kelompok minoritas (45%). Studi ini membandingkan intervensi gaya hidup,maupun obat (Metformin) dengan kontrol, dan diikuti 2,8 tahun. 5) Indian Diabetes Prevention Program (IDPP) IDPP adalah suatu studi prospektif berbasis komunitas yang mempelajari apakah intervensi gaya hidup dan obat mempengaruhi progresifitas DM pada populasi Asia-India dengan TGT, dengan BB yang lebih rendah dan lebih resisten terhadap insulin di bandingkan populasi lain (Amerika multi-etnis, finlandia dan Cina). Hasi IDPP menunjukkan bahwa progresifitas TGT untuk menjadi DM pada populasi tersebut adalah tinggi.
B. KONSEP POLA MAKAN. 1.
Pengertian Pola Makan Pola dapat diartikan sebagai suatu sistem cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu (Depdiknas, 2001). Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberikan gambaran macam dan frekuensi bahan makanan yang bisa commitpenggunaan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikonsumsi oleh seseorang pada waktu tertentu (FKUI, 2010:47). Pengertian pola makan pada dasarnya mendekati definisi diet dalam ilmu gizi. Diet diartikan sebagai pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan agar seseorang tetap sehat. Untuk mencapai tujuan diet/ pola makan sehat tersebut tidak terlepas dari intake nutrisi yang merupakan proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi. Pola makan ditentukan oleh bagaimana seseorang memenuhi kebutuhan kalorinya dalam sehari, adapun hal tersebut dilihat dari bagaimana jumlah, jenis dan jadwal makan yang dikonsumsi.
2.
Faktor yang mempengaruhi pola makan. Faktor yang dapat mempengaruhi pola makan antara lain budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, personal peference, rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang dan kesehatan.
a.
Budaya. Budaya dapat turut menetukan jenis makanan yang dikonsumsi, demikian pula dengan letak geografis dapat menentukan jenis makanan yang diinginkan. Contohnya orang-orang Orientalis dan Asia lebih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyukai nasi, dan makanan laut yang banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika. b.
Status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi seseorang tentu sangat mempengaruhi jenis makanan yang di konsumsinya tiap hari, daya beli terhadap berbagai jenis makanan mendorong variasi dalam pola makan sehari-hari, intinya pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Ada kelompok sosial yang menyukai sayur-sayuran (vegetarian), ada juga yang lebih menyukai pizza dan hamburger atau jenis fastfood lainnya.
c.
Agama. Agama/ kepercayaan juga ikut mempengaruhi konsumsi makanan. Kita ambil sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan memakan daging babi, beberapa aliran agama protestan melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi dan Alkohol.
d.
Personal peference. Hal ini menyangkut makanan yang disukai dan tidak disukai serta sangat berpengaruh tehadap kebiasaan makan seseorang, biasanya kebiasaan makan sejak anak-anak terbawa hingga dewasa. Misalnya ayah dan kakak tidak menyukai ikan laut, adik dan ibu menyukai kerang dan seafood. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
e.
digilib.uns.ac.id
Rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang. Rasa
lapar
umumnya
merupakan
sensasi
yang
kurang
menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Akan tetapi, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang adalah perasaan puas karena terpenuhi keinginannya untuk makan. Adapun rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang diatur dan dikontrol oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus. f.
Kesehatan. Status kesehatan seseorang juga sangat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Pola makan seseorang tentunya berubah saat seseorang mengalami gangguan kesehatan, misalnya sakit gigi dan sariawan akan sangat mengganggu saat makan.
2.
Ukuran pola makan.
a.
Jumlah Makan. 1) Kebutuhan kalori. Intake makanan perhari ditentukan sesuai penghitungan kalori perhari. Ditentukan dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan suatu alat atau cara sederhana untuk mengetahui status gizi pada orang dewasa, khususnya yang berkenaan dengan kekurangan atau kelebihan berat badan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dimana kurangnya berat badan dapat meningkatkan resiko infeksi, dan kelebihan berat badan dapat menyebabkan meningkatnya resiko penyakit degeneratif. Secara tidak langsung, mempertahankan berat tubuh yang normal dapat memungkinkan seseorang mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. 2) Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori. Menentukan kebutuhan kalori sehari perlu diperhatikan juga beberapa faktor yang menentukan intake nutrisi per hari: (a) Jenis kelamin. Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria. (b) Umur. Pada bayi dan anak-anak kebutuhan kalori adalah jauh lebih tinggi dari pada orang dewasa, dalam tahun pertama bisa mencapai 112 kg/kg BB. Umur 1 tahun membutuhkan lebih kurang 1000 kalori dan selanjutnya pada anak-anak lebih dari satu tahun mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap tahunnya. Penurunan kebutuhan kalori diatas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk dekade 40-49, sedangkan untuk 60-69 tahun dikurangi 10%, diatas 70 tahun dikurangi 20%. (c) Aktifitas fisik atau pekerjaan. Jenis aktivitas membutuhkan kalori yang berbeda pula, jenis aktivitas dikelompokkan sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keadaan istirahahat: kebutuhan kalori basal di tambah 10%. Ringan: pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum ibu rumah tangga, dan lain-lain. Kebutuhan basal ditambah 20%. Sedang: pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang, kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari kebutuhan basal. Berat: petani, buruh, militer dalam keadaan latihan, penari, atlit, kebutuhan di tambah 40%. Sangat berat: tukang becak, tukang gali, pandai besi, kebutuhan harus ditambah 50% dari kebutuhan basal. (d) Kehamilan/ laktasi. Awal kehamilan ditambahkan 150 kalori/ hari dan pada trimester II dan III 350 kalori/ hari. Pada waktu laktasi di perlukan tambahan sebanyak 550 kalori/hari. (e) Adanya komplikasi. Infeksi, terauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan suhu memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikan 1 derajat celcius. (f) Berat badan. Bila kegemukan/ terlalu kurus,dikurangi/ ditambah sekitar 2030% tergantung pada tingkat kegemukan/ kekurusan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Jenis Makan. Untuk mencapai serta memelihara kesehatan dan status gizi optimal, tubuh pelu mengkonsumsi makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang seimbang. Berdasarkan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) bahan makanan dikelompokkan berdasarkan tiga fungsi utama zat gizi, yaitu: (1) Sumber energi atau tenaga, yaitu padi-padian atau serealia seperti beras, jagung, gandum, sagu, umbi-umbian seperti ubi, singkong, dan talas; serta hasil olahannya seperti tepung-tepungan, mi, roti, makaroni, havermout, dan bihun. (2) Sumber protein, yaitu sumber protein hewani, seperti daging, ayam, telur, dan keju serta sumber protein nabati seperti kacang-kacangan berupa kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah dan kacang tolo serta hasil olahannya seperti tempe, tahu, susu kedelai, dan oncom. (3) Sumber zat pengatur berupa sayur dan buah. Sayuran diutamakan yang berwarna hijau dan kuning jingga, seperti bayam, daun singkong, daun katuk, kangkung, wortel, dan tomat; serta sayur kacang-kacangan, seperti kacang panjang, buncis, dan kecipir. Buah-buahan diutamakan yang berwarna kuning jingga, kaya serat dan berasa asam, seperti pepaya, mangga, nenas, nangka masak, jambu biji, apel, sirsak, dan jeruk (Almatsier S, 2010:25). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
c.
digilib.uns.ac.id
Jadwal Makan. Jadwal makan menentukan frekuensi makan sehari. Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam sehari. Makanan sejumlah kalori terhitung, dengan komposisi yang telah diuraikan di atas dibagi dalam tiga porsi besar: 1) makan pagi (20%); 2) makan siang (30%); 3) makan sore (25%), serta 2-3 porsi (makanan ringan) diantaranya (FKUI, 2009:54). Diantara dua waktu makan dapat dihidangkan makan selingan yaitu makan selingan pagi antara pukul 10.00-11.00 dan makan selingan sore antara 16.00-17.00 (Auliana R, 2001:63). Pembagian porsi tersebut disesuaikan dengan jumlah kebutuhan kalori.
3.
Pengukuran Konsumsi makanan Tingkat Individu Pengukuran konsumsi makanan untuk tingkat individu dapat dilakukan dengan metode food recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food records), penimbangan makanan, food frequency dan dietary history (Supariasa, 2002:84).
a.
Prinsip metode food recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Jumlah makanan yang dikonsumsi dijumlahkan dengan menggunakan alat URT, kemudian dikonversikan ke dalam ukuran berat. Pemakaian metode commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
food recall ini digunakan untuk mengukur rata-rata konsumsi makanan dan zat gizi kelompok masyarakat yang jumlahnya besar. b.
Perkiraan makanan (estimated food records), digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang dimakan dan jumlahnya ditimbang dengan URT dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut).
c.
Penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari.
d.
Metode frekuensi makanan (Food frequency) adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan. Kuesioner terdiri dari daftar bahan makanan dan frekuensi makan.
e.
Metode riwayat makan dietary history, metode ini bersifat kualitatif memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu lama (bisa 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Cara ini memerlukan petugas yang terlatih. Metode wawancara ini merupakan modifikasi cara recall 24 jam untuk dapat memperoleh informasi dikonsumsi, frekuensi dan kebiasaan makan makan.
4.
Pengukuran Angka Kecukupan Gizi Angka Kecukupan Gizi adalah jumlah zat-zat gizi yang hendaknya dikonsumsi tiap hari untuk jangka waktu tertentu sebagai bagian dari diet commit to user normal rata-rata orang sehat.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Angka kecukupan gizi dan angka kebutuhan gizi berbeda. Angka kebutuhan gizi (Dietary Requirements) adalah banyaknya zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang adekuat. Kebutuhan tubuh akan zat gizi berbedah-bedah menurut kelompok umur, pada bayi dan anak. Sedangkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memnuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Untuk menentukan AKG individu dapat dilakukan dengan koreksi terhadap BB yang nyata dengan BB standart berdasarkan jenis kelamin, usia responden dikalikan kebutuhan kalori. BB aktual AKG individu =
X kebutuhan kalori standart BB standart
Kemudian pencapaian AKG untuk individu tersebut adalah: Tingkat Konsumsi Energi Hasil Record 24 jam
X 100 % AKG Standard Individu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya diinterprestasikan ke dalam suatu standart AKG (Angka kecukupan Gizi) yang dianjurkan di Indonesia (Supariasa, 2002) sebagai berikut : ≥ 120 %
= diatas AKG/ berlebih
90-109 % = normal 80-89 %
= defisit tingkat ringan
70-79 %
= defisit tingkat sedang
< 70 %
= defisit tingkat berat
C. AKTIFITAS FISIK 1.
Pengertian Konsep Teori Aktifitas fisik Aktivitas fisik adalah semua gerakan otot bergaris yang membakar energi tubuh.Aktivitas fisik mencakup semua olah raga, semua gerakan tubuh, pekerjaan, rekreasi, kegiatan sehari-hari, sampai kegiatan pada waktu berlibur atau waktu senggang (Tandra, 2008:187).Aktivitas fisik adalah pergerakkan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik, mental, dan kualitas hidup sehat (Pusat promosi Kesehatan DEPKES RI, 2007).Gibney (2009:103) mengatakan bahwa aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dihasilkan oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi. 2.
Faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik Faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas fisik (Pearson, 2011). a. Gaya Hidup Pengalaman menunjukkan bahwa status kesehatan seseorang dimasa yang akan datang tidak hanya ditentukan oleh kemajuan dalam bidang medis atau perubahan lingkungan tetapi juga fisik, penggunaan alkohol, penyalahgunaan obat, seks bebas, kebiasaan hidup beresiko, dan kebiasaan kesehatan yang jelek dapat menyebabkan penyakit jantung dan kanker (dua penyebab kematian terbanyak di Australia), Penyakit menular sexual(PMS), cirrhosis hati, bunuh diri, cedera. Untuk dapat terhindar dari penyakit tersebut diatas perlu untuk segera merubah gaya hidup. Gaya hidup dipengaruhi oleh status ekonomi, kultural, alasan keluarga atau emosi keluarga, pengaruh teman sebaya, masyarakat
yang
memberikan
contoh,
memberi
nilai
dan
mengerahkan / memberi tekanan dalam gaya hidup seseorang. Perubahan pada kebiasaan kesehatan individu adalah cara terbaik untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pendidikan Pendidikan merupakan faktor kunci dalam memilih gaya hidup sehat. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu tersebut semakin ingin memperoleh hidup sehat.Sosio ekonomi berhubungan erat dengan status pendidikan dan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan.Semakin tinggi tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan, maka semakin tinggi tingkat kesehatan mereka. Mereka juga akan lebih melibatkan diri dalam memperbaiki kesehatan seperti aktifitas fisiknya. c. Lingkungan Lingkungan biasa diartikan sebagai lingkungan fisik (tanah, udara dan air) dengan atau tanpa campur tangan manusia. Selain itu perlu juga
dikembangkan
pengertian
lingkungan
yang
lain
yaitu
sosiopolitikal, sosioekonomi, dan sosiokultural sebagai lingkungan secara
total.
Lingkungan
fisik
perlu
dipelihara
untuk
mempertahankan kesehatan karena kerusakan lingkungan seperti udara dan air akan membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Pertumbuhan populasi, eksploitasi sumber daya alam, lubang pada lapisan ozon, produksi barang yang berlebihan dan pembuangan sampah tanpa ijin merupakan masalah lingkungan. Lingkungan sosiokultural terdiri dari ras, komposisi keluarga, jenis kelamin, tingkat pendapatan dan pekerjaan. Kebiasaan, nilai-nilai dan tingkah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
laku yang berhubungan dengan kesehatan dipengaruhi dan dibentuk dari keluarga dan berbagai macam kelompok sosial dimana kita berada. Lingkungan sosiopolitik berhubungan dengan kebijakan pemerintah dalam bidang kesehatan. d. Herediter Faktor determinan yang paling berperan adalah herediter, dimana orangtua menurunkan kode genetik dalam tubuh anaknya. Beberapa penyakit keturunan menyebabkan perlunya pembatasan aktifitas fisik.
3.
Manfaat aktivitas fisik Ada bukti epidemiologi kuat yang menunjukkan bahwa aktivitas sangat bermanfaat bagi kesehatan (Gibney et al, 2009:101) adalah: a. Tingkat aktivitas fisik harian yang lebih tinggi atau latihan fisik yang teratur berkaitan dengan angka mortalitas keseluruhan yang lebih kecil dan resiko serta kematian karena penyakit kardiovaskuler yang lebih rendah. b.
Aktivitas fisik membantu mempertahankan keseimbangan energi dan dapat mencegah obesitas.
c. Aktivitas fisik yang bersifat weight bearing sangat penting bagi perkembangan skeleton selama masa kanak-kanak, remaja dan untuk mencapai massa tulang maksimal (peak bone mass) pada masa dewasa muda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
Pengukuran aktivitas fisik International Physical Aktifity Questionare (IPAQ) merupakan instrumen yang dirancang terutama untuk surveilans populasi aktivitas fisik orang dewasa. Ini telah dikembangkan dan diuji untuk digunakan pada orang dewasa (Umur kisaran 15-69 tahun) dan sampai pengembangan lebih lanjut dan pengujian dilakukan penggunaan IPAQ dengan kelompok usia yang lebih muda dan lebih tua tidak dianjurkan. Pengguna harus hati-hati perhatikan berbagai domain dan jenis kegiatan yang termasuk dalam IPAQ sebelum menggunakannya dalam konteks ini (IPAQ, 2005). Menurut IPAQ th2005 aktifitas fisik diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan yaitu: a. Ringan Ini adalah tingkat aktifitas fisik yang paling ringan , tidak memenuhi kriteria sedang maupun berat. b. Sedang Melakukan beberapa aktifitas yang lebih dari kriteria ringan setara dengan melakukan aktifitas intensitas sedang selama ½ jam perhari. c. Berat Aktifitas ini dilakukan paling sedikit 1 jam perhari atau lebih setidaknya aktifitas intensitas sedang diatas level aktifitas fisik basal yaitu setara dengan 5000 langkah setiap hari. Kategori aktifitas berat yaitu bergerak to user setidaknya 12500 langkahcommit perhari.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IPAQ menilai aktivitas fisik yang dilakukan di satu set lengkap yaitu: 1) Kegiatan waktu luang fisik 2) Aktivitas domestik dan berkebun (halaman) 3) Pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas fisik 4) Menyangkut transportasi aktivitas fisik Rumus menghitung aktivitas fisik : MET (Metabolic Energy Turnover)
Total aktifitas fisik = ∑MET x menit x frekwensi/minggu
Keterangan : Total aktifitas fisik : Total volume aktifitas fisik dalam 1 minggu (METmenit/minggu) ∑MET
: Jumlah total aktifitas dalam MET
Menit
: Waktu yang digunakan untuk satu kali aktifitas
Frekwensi/minggu : Frekwensi melakukan aktifitas dalam 1 minggu Hasil perhitungan aktivitas fisik kemudian dikategorikan dalam: (1) Aktifitas fisik ringan/ aktifitas kategori 1 a. Tidak ada kegiatan dilaporkan atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Beberapa kegiatan dilaporkan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kategori 2 atau 3. c. Kegiatan mencapai kurang dari 600 MET-menit/ minggu. (2) Aktivitas fisik sedang/ aktifitas kategori 2 Memenuhi salah satu dari 3 kriteria berikut: a. 3 hari atau lebih melakukan kegiatan yang kuat minimal 20 menit perhari atau b. 5 hari atau lebih melakukan aktifitas moderat atau berjalan minimal 30 menit perhari,atau c. 5 hari atau lebih dari setiap kombinasi ringan, intensitas sedang atau intensitas kuat, kegiatan setidaknya mencapai minimal 600 METmenit/minggu (3) Aktivitas fisik berat (kategori 3) Dua kriteria untuk klasifikasikan aktifitas berat adalah : a. Total kegiatan dengan intensitas kuat selama 3 hari setidaknya mencapai total aktifitas fisik minimal 1500 MET-menit/minggu atau b. 7 hari atau lebih dari setiap kombinasi kegiatan berjalan, intensitas sedang dan intensitas kuat mencapai jumlah minimal 3000 METmenit/minggu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut (Gibney et all, 2009:104) penilaian aktivitas fisik paling tidak terdapat empat dimensi utama yang menjadi fokus yaitu tipe, frekuensi, durasi dan intensitas aktivitas fisik. Keempat dimensi ini penting bagi tujuan deskriptif dan analitik. Tipe dan cara aktivitas fisik mengacu pada berbagai aktivitas spesifik yang dilakukan oleh subyek penelitian. Frekuensi aktivitas fisik mengacu pada sejumlah sesi aktivitas fisik per satuan waktu. Durasi aktivitas fisik merupakan lamanya waktu yang dihabiskan ketika melakukan aktivitas ini. Intensitas aktivitas fisik sering dinyatakan dengan istilah ringan, sedang dan berat. Kategori intensitas ini dapat didefinisikan dengan pengertian absolute dan relative. Pengelompokkan absolut yang paling sering dipakai untuk intensitas aktivitas fisik adalah klasifikasi MET (Metabolic Energy Turnover). Klasifikasi MET merupakan alat yang berguna pada saat kita menghitung pengeluaran energi dari instrument pengkajian subyektif seperti buku harian dan kuisioner tentang aktivitas. Kisaran aktivitas spesifik yang luas telah diklasifikasikan menurut nilai MET masing-masing. Tabel Nilai MET(metabolic energy turnover) dari sejumlah aktivitas fisik yang sering digunakan. Aktivitas Pekerjaan (okupasional) Konstruksi ,umum luar gedung Tukang kayu, umum Membawa barang berat Kehutanan, umum Duduk, pekerjaan kantor yang
Nilai MET
Aktivitas
Transportasi Mengemudikan kendaraan Mengendarai bus, kereta api 3,5 Mengemudikan sepeda 8,0 motor 8,0 Bersepeda umum pergi1,5 commit topulang user tempat kerja (< 5,5
Nilai MET 2,0 1,5 2,5 4,0
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ringan ,pertemuan, perakitan, perbaikan yang ringan Berdiri, ringan (penjaga took, piñata rambut,dll). Berdiri, sedang (mengangkat barang yang ringan). Aktivitas rumah dan kebun Membersihkan, umum Mencuci piring (sambil berdiri) Memasak (sambil berdiri) Menyeterika Menggosok lantai Lebih dari satu pekerjaan rumah tangga. Bermain musik, umum Merawat anak Berbaring atau duduk diam (sambil menonton TV, mendengarkan music) Memperbaiki rumah, mereparasi kendaraan Mereparasi rumah, mengecat Mereparasi rumah, mencuci dan memoles mobil. Memotong rumput dengan mesin Memotong rumput dengan alat potong manual Memetik buah dari pohon Berkebun, umum Menanam tanaman Mengeruk salju secara manual. Sumber: Gibney et all, 2009
2,5 3,5 3,5 2,3 2,5 2,3 5,5 3,5 2,5 3,5 1,0 3,0 4,5 4,5 4,5 6,0 3,0 5,0 4,0 6,0
16km/jam) Bersepeda (16-22 km/jam ) Bersepeda (>22 km/jam Bersepeda perlahan (< 3,2 km/jam) Bersepeda sedang (4,8 km/jam) Bersepeda cepat (6,4 km/jam) Olahraga dan rekreasi Basketbal, umum Basketball, pertandingan Bowling Golf, umum Hoki es, umum Berkuda, umum Bermain skateboard In-line skating Sepak bola pertandingan Sepak bola umum Squash Tenis meja Bola voli pertandingan Bola voli pantai Berlari (8-10 km/jam) Berlari (11-13 km/jam) Berlari (14-16 km/jam) Bermain ski umum Bermain sky, cross countri, mendaki built, berat Bermain ski, menuruni bukit, berat bermain ski, menuruni bukit, umum Berenang, umum
6,5 >10 2,0 3,45 4 6,0 8,0 3,0 4,5 8,0 4,5 5,0 7,0 10,0 7,0 >10,0 4,0 8,0 8,0 8,0-10,5 11,5-14,0 14,5-17,0 7,0 16,0 6,0 4,0
D. INDEKS MASSA TUBUH. 1.
Pengertian Indeks Massa Tubuh atau Body Mass Index adalah suatu cara penilaian commitTubuh to user terhadap berat badan. Indeks Massa (IMT) diperoleh dari perbandingan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
antara berat badan dalam kilogram (kg) dan tinggi badan dalam meter kuadrat (m2) (dalam Waspadji,dkk, 2010:25) Indeks Massa Tubuh (BMI) adalah formula matematis yang bertalian dengan lemak tubuh orang dewasa, yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat tunggi badan (m2), dirumuskan sebagai berikut: (dalam Arisman, 2010:34)
IMT= Berat Badan (kg) Tinggi Badan (m2)
2.
Klasifikasi Berat Badan menurut Indeks Massa Tubuh Adapun batasan atau rentang nilai dari Indeks Massa Tubuh (IMT), menurut kriteria Asia Pasifik, dapat terlihat dalam Tabel 2.2 berikut ini: Tabel Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi
IMT (kg/m²)
Berat Badan Kurang Kisaran Normal Berat Badan Lebih Pra-obese Obes Tingkat I Obes Tingkat II
< 18,5 18,5 – 22,9 ≥ 23
23,0 – 24,9 25,0 – 29,9 ≥ 30
Sumber : WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective: commit to user Redefining Obesity and its Treatment (2000)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berat badan seseorang dapat mengalami perubahan, maka dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat diramalkan kemungkinan menderita kegemukan pada usia pertengahan, yaitu dengan menghitung nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) pada masa anak-anak dan hal ini sangat reliabel pada laki-laki dibanding perempuan. Formula IMT hanya cocok diterapkan pada mereka yang berusia 19-70 tahun, mempunyai struktur tulang belakang yang normal, bukan atlet atau binaragawan, juga bukan wanita hamil dan menyusui. Cara ini boleh diterapkan terutama jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan atau jika nilai bakunya tidak tersedia. Indeks Massa Tubuh anak tidak dapat menggunakan rumusan ini karena kecepatan pertambahan ukuran linear tubuh (tinggi badan) dan berat badan tidak berlangsung dalam kecepatan yang sama.
E. PENELITIAN YANG RELEVAN 1. Susiana Candrawati (2011). Hubungan tingkat aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang mahasiswa”. Penelitian tersebut
menggunakan metode
penelitian
observasional
dengan
menggunakan metode potong lintang untuk melihat hubungan tingkat aktivitas fisik dengan lingkar pinggang dan IMT. Populasi target dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjangkau penelitian adalah mahasiswa tingkat III PPDU FKUI.. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa tingkat aktivitas fisik berkaitan erat dengan peningkatan IMT dan lingkar pinggang yang merupakan indikator penyakit kardiovaskuler. 2. Tri Fani (2011). Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT), aktivitas fisik dan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji ala barat dengan tekanan darah pada pensiunan pegawai PT.Pertamina Semarang. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian crossectional. Dengan populasi dan sampel karyawan PT Pertamina Semarang. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa Ada hubungan secara bermakna antara indeks massa tubuh, aktivitas fisik dan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji ala barat dengan tekanan darah sistol dan diastol. 3. Sururiah (2012). Hubungan antara tingkat aktifitas fisik dengan berat badan lebih sebagai faktor resiko DM tipe 2 pada remaja SMA Negeri 8 kelas 10 di kota Malang”. Penelitian tersebut
menggunakan metode
korelasional dengan pendekatan cross sectional study untuk melihat hubungan tingkat aktifitas fisik dengan berat badan lebih. Populasi target dan terjangkau penelitian adalah siswa kelas 10 SMAN 8 Malang. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktifitas fisik dengan berat badan lebih sebagai faktor resiko DM tipe 2 pada remaja SMA Negeri 8 kelas 10 di kota Malang. 4. Natalia (2012). Hubungan pola makan dengan indeks massa tubuh (IMT)”. Penelitian tersebut menggunakan metode korelasional dengan pendekatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cross sectional study untuk melihat hubungan pola makan dan indeks massa tubuh (IMT). Populasi target dan terjangkau penelitian adalah siswa kelas 10 SMAN 8 Malang. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan indeks massa tubuh (IMT) sebagai faktor resiko DM tipe 2 pada remaja SMA Negeri 8 kelas 10 di kota Malang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. KERANGKA BERFIKIR
1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Aktivitas fisik/ pekerjaan 4. Kehamilan/ laktasi 5. Komplikasi 6. Berat badan Faktor penyebab: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Genetik Lingkungan Sosio Ekonomi Pola makan Kesehatan Obat-obatan Aktifitas Fisik
-
POLA MAKAN
Tinggi Badan
-
Berat Badan
Faktor yang mempengaruhi: 1. 2. 3. 4.
INDEKS MASSA TUBUH
Gaya hidup Sosio Ekonomi Lingkungan Herediter/Kondisi Fisik
AKTIVITAS FISIK
Keterangan: =
Variabel yang diteliti
=
Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Tentang Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Indeks Massa Tubuh Pada Mahasiswa Tingkat 1 Akper Lamongan, tahun 2013
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Hipotesa Hipotesa adalah jawaban sementara dari semua rumusan masalah penelitian (Nursalam, 2010:56). Berdasarkan kerangka berfikir yang disebutkan diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1.
Ada hubungan positif dan signifikan antara pola makan dengan indeks massa tubuh pada remaja sebagai factor resiko diabetes mellitus tipe-2. Semakin baik pola makan maka indeks massa tubuh pada remaja semakin baik.
2.
Ada hubungan positif dan signifikan antara aktifitas fisik dengan indeks massa tubuh pada remaja sebagai factor resiko diabetes mellitus tipe-2. Semakin baik pola makan maka indeks massa tubuh pada remaja semakin baik.
3.
Ada hubungan bersama yang positif dan signifikan antara pola makan dan aktifitas fisik dengan indeks massa tubuh pada remaja sebagai factor resiko diabetes mellitus tipe-2. Semakin baik pola pola makan dan aktifitas fisik maka indeks massa tubuh pada remaja juga semakin baik.
.
commit to user