1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekitar 15% pasangan yang telah menikah merupakan pasangan infertil. Faktor pria memiliki peran sebanyak 40% dari seluruh kasus, faktor wanita sebanyak 40%, dan faktor keduanya sebanyak 20%. Diabetes Mellitus (DM) sebagai penyakit sistemik merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria (David et al.,2007). Indonesia saat ini menjadi negara peringkat empat dengan jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika. Total penderita Diabetes Mellitus di Indonesia berdasar data WHO, saat ini sekitar 8 juta jiwa, dan diperkirakan jumlahnya melebihi 21 juta jiwa pada tahun 2025 mendatang (David et al.,2007). Tidak hanya usia di atas 50 tahun yang rentan terserang, kelompok usia produktif sekitar 20-30 tahun pun rentan terkena Diabetes Mellitus. Pola penyakit yang berkembang saat ini telah sangat berbeda dengan beberapa abad yang lalu. Kita mengetahui saat ini telah terjadi transisi epidemiologis dimana pola penyakit telah bergeser dari trend penyakit infeksi pada akhir abad ke 15 yang terus berkurang sampai ditemukannya obat-obat yang dapat mengatasi infeksi seperti antibiotik. Pandemi terus berkurang pada akhir abad ke 19 dengan perbaikan gizi, higiene serta sanitasi, penyakit menular berkurang dan mortalitas menurun ( Sudoyo et al., 2007). Saat ini adalah eranya penyakit degeneratif seperti Diabetes Mellitus dan Hiperlipidemia. Hal itu disebabkan adanya perubahan gaya hidup terutama pada
Universitas Sumatera Utara
2
perubahan pola makan. Pola makan di kota-kota besar telah mengikuti pola makan ke barat-baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap saji yang akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh anak-anak muda (Irawati, 2008). Diabetes Mellitus disebutkan dapat menyebabkan impotensi, gangguan ejakulasi, merusak spermatogenesis, dan fungsi kelenjar seks aksesori (Anton, 2008). Diabetes Mellitus juga bisa menyebabkan komplikasi pada jantung, ginjal, mata ,sistem saraf dan pembuluh darah (ADA, 2000). Lebih gawat lagi, penyakit ini banyak menyerang usia muda atau masa produktif (Irawati, 2008). Diabetes Mellitus disebabkan karena kelainan kerja insulin, sekresi insulin atau kedua-duanya (Gustaviani, 2006). Hiperglikemia pada DM menyebabkan kenaikan kadar radikal bebas. Proses autooksidasi pada hiperglikemi memicu pembentukan radikal bebas. Radikal bebas dapat merusak membran sel, menjadi lipid peroksida atau Malondialdehyde (MDA), bila berlanjut mengakibatkan kerusakan sistem membran sel dan kematian sel (Yasa et al., 2007). Malondialdehyde merupakan produk yang mematikan yang sebagian diproduksi dari peroksidasi lipid yang merupakan turunan dari produk radikal bebas. Banyak penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kadar MDA meningkat pada Diabetes Mellitus (Slatter., 2000). Pada penderita Diabetes Mellitus terjadi peningkatan reactive oxygen spesies (ROS) yang merusak membran mitokondria sehingga menyebabkan hilangnya fungsi potensial membran mitokondria, menginduksi apoptosis sel sperma (Yang et al., 1997; Dumas et al., 2009; Chandrashekar et al.,
Universitas Sumatera Utara
3
2009).
Selain
itu
kerusakan
endotel
pembuluh
darah
menyebabkan
mikroangiopati yang mengganggu pemberian nutrisi melalui pembuluh darah ke jaringan-jaringan pembentuk spermatozoa sehingga mengganggu spermatogenesis (Combs ,1998). Biaya pengobatan Diabetes Mellitus cukup mahal, sehingga saat ini mulai dikembangkan pengobatan alternatif dengan menggunakan herbal. Selain harganya yang terjangkau, obat herbal juga memiliki efek samping yang relatif kecil. Di antara 250.000 spesies tanaman obat di seluruh dunia diperkirakan banyak yang mengandung senyawa antihipergikemia yang belum diketemukan (Suharmiati, 2003). Morinda citrifolia Linn (Mengkudu / Pace) merupakan tumbuhan liar yang banyak tumbuh di tepi pantai di seluruh nusantara. Kulit akarnya digunakan untuk bahan pewarna batik, daunnya digunakan sebagai obat sakit perut, sesak nafas, disentri dan luka, serta untuk mengurangi sakit setelah melahirkan. Sari buahnya oleh masyarakat digunakan untuk memperlancar pengeluaran air seni serta mengobati sakit kuning, sedangkan campuran buah yang digiling ditambah cuka digunakan untuk mengobati limpa yang bengkak, penyakit hati, batuk serta untuk membersihkan luka, mengobati aterosklerosis, diabetes, tekanan darah tinggi, radang tenggorokan, serta mencegah penyerapan lemak dan melancarkan pengeluaran air seni (Arianto , 2002). Penelitian lain menemukan Morinda citrifolia Linn mengandung xeronine dan prekursornya (proxeronine) dalam jumlah sangat besar. Xeronine adalah salah satu zat penting yang mengatur fungsi dan bentuk protein spesifik sel-sel tubuh
Universitas Sumatera Utara
4
manusia. Tanaman ini mengandung vitamin, mineral dan enzim, alkaloid, kofaktor dan sterol tumbuhan yang terbentuk secara alamiah. Selain itu, daun dan akar Morinda citrifolia Linn mengandung asam amino 20 jenis yang merupakan sumber protein utama, fitokimia (zat-zat kimia alami yang terdapat pada tumbuhtumbuhan) memiliki khasiat kaya akan kandungan antioksidan (Heinicke , 1985). Morinda citrifolia Linn merupakan salah satu tumbuhan obat yang mempunyai mekanisme kerja dengan cara menstimulasi pankreas sehingga dapat berikatan dengan reseptor pada sel-sel β yang pada akhirnya dapat meningkatkan sekresi insulin , diikuti dengan penurunan glukosa darah (Depkes RI, 2004 dalam Kumalasari , 2005). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah Morinda citrifolia Linn terhadap penurunan kadar glukosa darah dan kadar Malondialdehyde (MDA) darah tikus Diabetes Mellitus, namun penelitian pengaruh ekstrak buah Morinda citrifolia Linn terhadap Kualitas dan Kuantitas Sperma masih sangat sedikit dijumpai. 1.2 . Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak
buah Morinda citrifolia Linn
terhadap Kualitas , Kuantitas Sperma dan Kadar Malondialdehyde Testis Tikus Wistar Diabetes Mellitus ?
Universitas Sumatera Utara
5
1.3 . Landasan Teori (Kerangka Konsep) Tikus Diabetes Mellitus Buatan Percobaan mengenai Diabetes Mellitus, menggunakan hewan percobaan didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada manusia. Kondisi patologis hewan percobaan tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi patologis secara riil pada manusia. Hal ini disebabkan: perbedaan kondisi fisiologi, perbedaan patologis dari jenis penyakit Diabetes Mellitus, serta komplikasi yang menyertai. Menurut Cheta (1998), hewan percobaan diabetes mellitus dibedakan menjadi dua yaitu : (1) terinduksi (induced), misalnya melalui pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik) dan virus; (2) spontan (spontaneous), misalnya menggunakan tikus BB (bio breeding) atau mencit NOD (non-obese diabetic). Spontaneous animal models mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan kondisi Diabetes Mellitus pada manusia meliputi gejala-gejala penyakit maupun karakteristik klinik lainnya (Nugroho , 2006). Hewan percobaan Diabetes Mellitus yang pertama kali digunakan adalah hewan hiperglikemia. Hiperglikemia adalah kadar gula darah (glukosa) yang tinggi. Hiperglikemia pada hewan pertama kali dilakukan dengan cara menggambil organ pankreas seluruhnya atau sebagian yang dikenal dengan “ pankreatektomi “ (Marraffino, 1950). Penelitian selanjutnya, metode ini jarang digunakan karena kondisi patologi manusia tidak sama dengan hewan percobaan. Meskipun
demikian
untuk
penelitian
tertentu
beberapa
peneliti
masih
menggunakan metode ini (Fernandez et al., 2006 ; Ani et al., 2006).
Universitas Sumatera Utara
6
Sebagai pengganti dari metode tersebut, para peneliti menggunakan metode tanpa pembedahan (non-surgical methods) untuk mendapatkan hewan percobaan hiperglikemia. Metode tanpa pembedahan ini pertama kali dilakukan dengan pemberian zat diabetogenik. Beberapa zat diabetogenik yang sering digunakan misalnya streptozotosin, alloxan, vacor, dithizone, 8-hidroksikuinolon (Covington et al., 1993; Rees dan Alcolado, 2005). Diabetogen yang lazim digunakan adalah aloksan karena zat ini cepat menimbulkan hiperglikemi yang permanen. Aloksan (2,4,5,6,- tetraoxypirimidin) secara selektif merusak sel beta pulau langerhans pankreas yang mensekresikan hormon insulin. Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara invitro menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengganggu proses oksidasi. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria, mengakibatkan ganguan homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel (Gutteridge dan Halliwell, 1994 dalam Kumalasari, 2005). Aloksan bersifat diabetogenik bila diberikan parenteral, intravena, intarperitonium atau subkutan. Dosis aloksan untuk menginduksi diabetes tergantung jenis spesies, status gizi dan cara pemberian. Islet pada manusia lebih resisten terhadap aloksan daripada islet tikus. Dosis yang sering digunakan secara intravena untuk menginduksi diabetes pada tikus adalah dosis 65 mg/kg BB/hari. Jika aloksan diberikan secara intraperitonial atau subkutan maka dosis yang diberikan 120 - 150 mg/kg BB/hari selama 3-4 hari (Katsumata, 1992 dalam Kumalasari, 2005). Sedangkan menurut Yulinah (2001) untuk menghindari kerusakan pankreas secara menyeluruh digunakan dosis aloksan yang lebih
Universitas Sumatera Utara
7
rendah sehingga hanya merusak sel beta pulau langerhans pankreas saja yaitu dosis 70 mg/Kg BB/hari. Flekel (1994) dan Prabowo (1997) menambahkan bahwa Peningkatan kadar gula darah akibat pemberian aloksan, bekerja langsung pada sel beta pankreas, merangsang terbentuknya H2O2 dan merusak lisosom sel dan menyebabkan degenerasi dan reabsorbsi sel β pankreas sehingga terjadi defisiensi insulin. Sel alpha dan jaringan sinus pankreas tidak mengalami perubahan. Menurut Okomoto (1990), Aloksan menghambat aktifitas calmodulin sehingga terjadi hambatan sekresi insulin. Aloksan menyebabkan pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) yang berasal dari O2, oksigen yang bermanfaat untuk pembentukan Adenosin Tri Phospat (ATP) juga bersifat toksik menyebabkan kematian sel.
Senyawa lain yang dihasilkan ROS antara lain:
superoksida (O2-), radikal bebas hidroksil (OH-) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Kumalasari 2005). Reactive Oxygen Species (ROS) berbahaya bagi organ adalah radikal bebas hidroksil (OH-) karena yang paling reaktif menyerang molekul biologis. Serangan ROS dari aloksan menyebabkan sel-sel beta pankreas mengalami kerusakan dan berdampak pada penurunan insulin sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia) (Makrs et al., 2000 dalam Kumalasari 2005). Pembentukan senyawa oksigen reaktif meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan protein berbagai jaringan. Modifikasi molekuler ini mengakibatkan ketidakseimbangan diantara antioksidan protektif (pertahanan antioksidan) dengan peningkatan produksi radikal bebas. Hal ini merupakan awal stres oksidatif.
Universitas Sumatera Utara
8
Dampak negatifnya pada membran sel, berupa reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid. Akhir dari rantai reaksi ini adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang toksik terhadap sel, antara lain Malondialdehyde (MDA), etana, dan pentana (Purnomo, 2000). Stres oksidatif yang terjadi pada Diabetes Mellitus berkaitan erat dengan infertilitas karena memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap disfungsi ereksi (Federer, 1963). Pasien pria yang infertil memiliki sperma dengan kadar ROS yang tinggi. Pembentukan ROS sebenarnya merupakan proses fisiologi tubuh, namun apabila terjadi peningkatan yang berlebihan maka dapat berpengaruh negatif terhadap tubuh. Peningkatan ROS merusak membran mitokondria sehingga menghilangkan fungsi potensial membran mitokondria dan menginduksi terjadinya apoptosis (Arjita et al., 2002). Pada pria infertil ditemukan adanya peningkatan apoptosis sel, yang pada akhirnya menyebabkan turunnya jumlah spermatozoa (Federer, 1963). Stres oksidatif merusak integritas Deoksiribo Nucleat Acid (DNA) inti spermatozoa sehingga akan menginduksi terjadinya apoptosis sel. Stres oksidatif berperan sebagai mediatori kerusakan membran plasma, sehingga mengurangi fungsi spermatozoa. Stres oksidatif menginduksi kerusakan DNA yang mempercepat apoptosis sel epitel germinal, sehingga menurunkan hitung jumlah spermatozoa dan perubahan morfologi spermatozoa (Flekel, 1994). Energi spermatozoa disuplai dalam bentuk adenosin trifosfat yang disintesis oleh mitokondria pada leher sperma. Sehingga apabila terjadi kerusakan pada membran mitokondria akan mengganggu motilitas spermatozoa.
Universitas Sumatera Utara
9
Kerangka Teori Kerusakan sel beta pankreas
Kerusakan sel beta pankreas
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus
Kadar Gula Darah ↑
Morinda Citrifolia Linn
Kadar Gula Darah ↓
Radikal Bebas ↑
Radikal Bebas ↓
(Stres oksidatif (+))
Stres oksidatif (-)
Peroksidase lipid ↑
PEROKSIDASE LIPID ↓
MDA ↑
MDA ↓
Kerusakan potensial membran sel
Kerusakan potensial membran sel
Sperma
sperma
Kualitas ↓
KWALITAS ↑
Kuantitas ↓
KUANTITAS ↑
Gambar 1.1. Kerangka Teori dan kerangka konsep
Universitas Sumatera Utara
10
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian ekstrak buah Morinda Citrifolia Linn terhadap Kualitas, Kuantitas Sperma dan Kadar Malondialdehyde /MDA Testis Tikus Wistar Diabetes Mellitus. 1.4.2 Tujuan khusus a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh ekstrak buah Morinda citrifolia Linn terhadap Kadar Gula Darah Tikus Wistar Diabetas Mellitus b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh ekstrak buah Morinda citrifolia Linn terhadap Kualitas Sperma Tikus Wistar Diabetes Mellitus c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh ekstrak
buah Morinda
citrifolia Linn terhadap Kuantitas Sperma Tikus Wistar Diabetas Mellitus d. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh ekstrak buah Morinda citrifolia Linn terhadap kadar Malondialdehyde / MDA Testis Tikus Wistar Diabetas Mellitus
Universitas Sumatera Utara
11
1.5 Hipotesis a. Ada pengaruh ekstrak buah Morinda citrifolia Linn terhadap Kadar Gula Darah Tikus Wistar Diabetes Mellitus. b. Ada pengaruh ekstrak buah Morinda citrifolia Linn terhadap Kualitas Sperma Tikus Wistar Diabetes Mellitus c. Ada pengaruh ekstrak buah Morinda citrifolia Linn terhadap Kuantitas Sperma Tikus Wistar Diabetas Mellitus d. Ada pengaruh ekstrak buah Morinda citrifollia Linn terhadap kadar Malondialdehyde / MDA Testis Tikus Wistar Diabetas Mellitus
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Sebagai bahan pertimbangan kepada masyarakat dan pemerintah untuk memanfaatkan keanekaragaman tumbuhan obat yang ada di tanah air dan di olah serta di gunakan dalam upaya menambah daftar jumlah obatobatan herbal sebagai alternatif menanggulangi tingginya harga obatobatan dari bahan kimia. 1.6.2 Dijadikan referensi pada penelitian selanjutnya untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah Morinda Citrifolia Linn terhadap penyakit lain.
Universitas Sumatera Utara