BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhai, dengan upacara ijab qobul sebagai lambang dari adanya rasa ridha meridhai, dan dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan kalau pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat. Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri (seks), memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak seenaknya.1 Sejak lahir manusia telah dilengkapi Allah dengan kecenderungan atas seksualnya, oleh karena itu untuk menghindari dari perbuatan yang dilarang oleh Agama (keji) pada diri manusia, maka Allah telah menyediakan wadah yang sesuai dengan ajaran Agama Islam demi terselenggaranya penyaluran hasrat biologis (seks) tersebut
sesuai dengan derajat manusia itu sendiri
yakni melalui pernikahan. Pernikahan merupakan akad yang menghalalkan
1
Sayid Sabiq,Fiqih Sunnah jus 8,( PT. Al Ma‟arif Bandung),hal 7-8
1
pergaulan sebagai suami dan istri (termasuk hubungan seksual) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan bukan mahrom yang memenuhi berbagai persyaratan-persyaratan
tertentu, serta menetapkan hak dan
kewajiban masing-masing demi membangun keluarga yang sehat secara lahir dan batin.2 Pernikahan merupakan sunnatullah yang dengan sengaja di ciptakan Allah antara lain tujuannya adalah untuk pemenuhan kebutuhan biologis. Menurut bahasa arab asal kata nikah itu sendiri yang berarti hubungan seksual.3 Akan tetapi perkawinan (pernikahan) bukanlah semata-mata hanya untuk pemenuhan kebutuhan seks ( biologis) saja atau dengan kata lain untuk sekedar memenuhi kebutuhan reproduksi saja, melainkan perkawinan dalam Agama Islam mempunyai banyak aspek yang menyiratkan banyak hikmahnya didalam pernikahan, salah satunya adalah untuk melahirkan ketentraman dan kebahagiaan dan kebahagiaan hidup yang penuh dengan mawadah warahmah. Seperti sebuah kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Tegal, yaitu perkara Nomor 0684/Pdt.G/PA.Tgl, bahwa si istri tidak sangup lagi untuk melayani sang suami berhubungan badan dikarenakan suami yang terus menerus meminta untuk berhubungan badan dan terjadi pertengkaran terus menerus sehingga sang suami ke Pengadilan Agama Tegal untuk mengajukan permohonan izin untuk berpoligami.
2
Muhammad Baqir Al Habsyi,Fiqih Praktis Menurut Al Quran,As Sunnah, dan pendapat para ulama (Bandung: 2002),hal 31 3 Imam Taqiyuddin Abi Bakar,Kifayatul ahyar,(Surabaya: Al Hidayah,)
2
Allah telah menciptakan manusia dan Dia Maha menggetahui berbagai syahwat yang merupakan rangkaian fitrah mereka. Dan diantara syahwat atau keingginan yang kuat ialah kecintaan kepada lawan jenis, yakni dorongan seksual.4 Hubungan biologis antara suami dan istri bukanlah hanya sebagai ajang pelampiasan hawa nafsu saja, tetapi merupakan bagian dari mu‟asyaroh yang prinsipnya berlandaskan pada mawaddah dan rahmah, oleh karena itu mu‟asyaroh-nya harus bil ma‟ruf yang mana kenikmatan yang dihasilkan harus dirasakan bersama-sama (bukan hanya sepihak, atau hanya salah seorang saja yang merasakan kenikmatan tersebut). Kenikmatan tersebut merupakan kepuasan seksual yang selalu di harapkan oleh setiap pasangan suami istri. Hajat biologis merupakan salah satu faktor pembawa hidup, kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi, oleh karena itu dalam hubungan suami istri, suami wajib memperhatikan hak-hak istri dalam hal ini. Perempuan sebagaimana juga laki-laki memliki keingginan dan hasrat untuk dapat menikmati sebuah hubungan badan (seksual) dengan masing-masing pasangannya. Seksualitas merupakan sesuatu yang otonom dimana setiap individu memiliki hak terhadap pemuasnya.5 Dalam hubungan seksual (biologis) yang ingin selalu dirasakan oleh pihak laki-laki dalam masalah ini dapat menimbulkan keretakan dalam rumah tangga bahkan terjadi perpecahan (perceraian) yang diakibatkan suami yang hiperseks, bahkan tidak jarang terjadi seorang istri yang pulang kembali 4
Abu Syuqqah,Abdul Halim,Kebebasan wanita,(Jakarta 1999 M),hal 117-118 Anjar Nugroho,http//sastra,um.ac.id,Hak-hak-perempuan-dalam-perkawinan,Artikel ini diambil pada tangga,5 November 2009,jam 21.00 5
3
kerumah orang tuanya sendiri. Dalam Bab I Dasar Perkawinan pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga(rumah tangga) yang bahagia, dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.6 Sejalan dengan tujuan perkawinan maka Undang-undang menganut prinsip atau asas atau mempersulit terjdinya perceraian, dan untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu, karena di dalam Agama Islam perceraian pada prinsipnya dilarang, hal tersebut dilihat dari isyarat Rasulullah SAW bahwa talak atau perceraian adalah perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah SWT.
َض ْان َح ًًل ِل ُ ٍِْ َع ٍِ ات ُ ع ًَ َر ا َ ٌَّ َر ُ ا َ ْتغ: صهَّ َى لَا َل َ َٔ ِّ ص َّم هللاُ َعهً ْي َ ِص ْٕ ُل هللا َّ َ اِنَى هللا َع َّز َٔ َج َّم ا )ّنط ًًل ُق (رٔاِ اتٕ دأد ٔا نحا كى ٔ صحث
Dari Ibnu „Umar, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah Azza wajalla ialah talak”. (H.R. Abu Dawud dan Hakim dan disahkan olehnya).7 Perceraikan dinilai sebagai alternarif terakhir yang ditempuh bagi pasangan suami istri karena didalam rumah tangga tersebut dirasa sudah tidak dapat dipertahankan kembali.Adapun mengenai alasan-alasan terjadinya perceraian sudah dijelaskan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun1975 Jo penjelasan pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
6
Lembaran Undang-undang Perkawinan Nomor I Tahun 1974 Pasal I,(Surabaya: Pustaka Tinta Mas 1990), hal 7 7 Sayyid Sabiq,Fikih sunnah juz 8,(Bandung:Alma’arif;1978),cet-1,hal 8
4
Tentang Perkawinan. Adapun alasan perceraian yang cukup alasan (sah) dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur dalam pasal 116. Kasus
yang terjadi di Pengadilan Agama Batang Putusan Nomor
740/Pdt.G/2010/PA.Btg yang mana duduk perkaranya bahwa dalam rumah tangga selalu berselisih dan bertengkar masalahnya Tergugat dalam hubungan badan dengan Penggugat seperti tidak wajar, sebab Tergugat setiap hari selalu meminta hubungan badan sehingga Penggugat tidak kuat melayani, bahkan pada waktu Penggugat menstruasi ataupun sedang sakit selalu meminta hubungan badan sehingga Penggugat menolak dan akhirnya terjadi pertengkaran. Apabila dihubungkan dengan ketentuan Undang-undang perkawinan, perkara tersebut dapat menimbulkan persoalan hukum yang baru, karena alasan tersebut tidak diatur dalam ketentuan hukum. Alasan perceraian yang demikian haruslah mendapat perhatian yang cermat dari Pengadilan
Agama,
karena
perkara
perkara
tersebut
membutuhkan
pertimbangan hukum yang koprehensif. Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, maka penulis mengangkat judul CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI HIPERSEKS MENURUT HUKUM ISLAM
(Studi
Putusan
Pengadilan
Agama
No.740/Pdtg/2010/PA.Btg) untuk dijadikan sebagai penelitian.
5
Batang
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah dirumuskan masalah yang penting untuk diteliti, rumusan masalah tersebur adalah : 1. Bagaimana cerai gugat akibat suami hiperseks menurut hukum Islam? 2. Bagaimana pertimbangan hukum yang dipergunakan hakim dalam penyelesaian perkara perceraian dengan alasan gugat cerai akibat suami hiperseks di Pengadilan Agama Batang ? C. Penegasan Istilah Sebelum melangkah lebih jauh, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai judul yang akan penulis bahas dalam penelitian ini, dengan harapan tidak menimbulkan kesalah pahaman. Judul Penelitian ini adalah Gugat cerai akibat suami hiperseks menurut hukum islam. Dalam hal ini, perceraian diajukan oleh pihak yang tidak mampu melayani hubungan biologis suami. Adapun arti istilah yang terdapat dalam judul tersebut adalah sebagai berikut : 1. Cerai
: Pisah; putus; bubar talak.8
2. Gugat
: Suatu cara untuk menuntut hak melalui putusan Pengadilan ( perkara perdata).9
3. Suami
: Laki-laki yang sudah beristri.10
8
Zainul Bahri,Kamus Umum:khususnya bidang hukum dan politik,(Bandung:Angkasa,1996) cet,ke-1,hal 80 9 Ibid,hal 37 10 Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1999),Cet,keXVI,hal 966
6
4. Hiperseks
: Kelainan atau gangguan seksual yang ditandai dengan keingginan untuk melakukan hubungan seksual yang diluar batas sehingga keingginan melakukan seks sulit dan bahkan tak bisa untuk di kendalikan.11
5. Hukum Islam:
Hukum tentang norma-norma keagamaan Islam yang mengatur kehidupan manusia pada umumnya dan kaum muslimin pada khususnya.12
Cerai gugat akibat suami hiperseks menurut hukum Islam adalah putusnya suatu hubungan perkawinan antara suami istri yang di putus Pengadilan Agama disebabkan keinginan suami untuk melakukan hubungan seksual yang diluar batas dimana hal tersebut bertolak belakang dengan norma-norma keagamaan Islam yang mengatur kehidupan manusia.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa permasalahan berikut ini : 1. Untuk mengetahui cerai gugat akibat suami hiperseks menurut hukum Islam. 2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum yang dipergunakan hakim dalam penyelesaian perkara perceraian dengan alasan gugat cerai akibat suami hiperseks di Pengadilan Agama Batang.
11 12
http://bas-life.blogspot.com/15-5-2011/20.45 Bahri,Kamus Umum,hal 103
7
E. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara toritis: 1) Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam khususnya yang terkait dengan masalah perceraian di Pengadilan Agama.. Secara praktis: 1) Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan bagi Pengadilan Agama Batang agar dalam memutus perkara cerai gugat agar lebih mempertimbangkan alasan pokok dari kasus yang diajukan. 2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi peneliti-peneliti lainya, khususnya penelitian yang jenis kajiannya tentang cerai gugat.
F. Tinjauan Pustaka 1. Kerangka Teori Pertama, dalam buku Hukum perdata Islam di Indonesia (Studi kritis perkembangan hukum Islam dari Fikih, UU No.1/1974 sampai KHI) yang di tulis oleh Dr.H.Amiur Nuruddin,MA dan Drs.Azhari Akmal Tarigan,M.Ag dalam buku ini ditulis bahwa talak sebagai sebab putusnya perkawinan adalah institusi yang paling banyak dibahas para ulama seperti yang dinyatakan sarakhsi, talak itu hukumnya diperbolehkan ketika berada
8
dalam keadaan darurat baik atas inisiatif suami (talak) atau inisiatif istri (khulu‟).13 Kedua, dalam buku fiqih perempuan: Refleksi kiai atas wacana Agama dan Gender yang ditulis oleh K.H.Husain Muhammad dalam buku tersebut di tuliskan dalam kewajiban suami terhadap istri Nawawi pertama-tama mengemukakan ayat Al Qur‟an yang artinya: “pergaulilah para istri dengan Ma‟ruf”. Maksud dari kata Ma‟ruf adalah apa yang dipandang baik oleh agama, seperti berbuat baik kepada istri dan tidak menyakitinya.14 Ketiga, Hukum Perkawinan di Indonesia (antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan) karangan Prof.Dr.Amir Syarifuddin dalam buku tersebut tertulis bahwa pembatalan ikatan pernikahan oleh Pengadilan Agama berdasarkan tuntutan istri atau suami yang adanya pertengkaran antara suami istri yang tidak mungkin didamaikan.15 Keempat, Fiqih Munakahat 2 yang ditulis Drs.Slamet Abidin dan Drs.H.Aminudin mengenai kebolehan terjadinya khulu‟ ini menurut kebanyakan ulama, berdasarkan firman Allah SWT.:
…
13
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,Hukum perdata Islam di Indonesia: Studi kritis perkembangan hukum Islam dari fiqih,UU No.1 th 1974 sampai KHI,(Jakarta: Kencana,2004),cet ke-II 14 Husain Muhammad,Fiqih perempuan: Refleksi kiai atas wacana agama dan gender,(Yogyakarta: LKiS,2007),cet ke-IV 15 Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan di Indonesia: antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan,(Jakarta:Kencana,2006)cet,ke-II
9
Artinya: “…Maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang yaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya”.(Al.Baqarah: 229).16
Jumhur Ulama berpendapat khulu‟ adalah talak ba‟in sebagaimana keterangan terdahulu dalam sabda Rasulullah saw: “Terimalah kebunmu dan talaklah dia satu kali”.17 Kelima, Didalam buku Fiqih Sunnah juz 8 yang ditulis oleh Sayid Sabiq bahwa jika terjadi perpecahan antara suami dan istri sehingga timbul permusuhan yang dikhawatirkan mengakibatkan pisah dan hancurnya rumah tangga, maka hendaknya diadakan hakam (wasit) untuk memeriksa perkaranya dan hendaklah wasit ini berusaha mengadakan perdamaian guna kelanggengan kehidupan rumah tangga dan hilangnya perselisihan. Firma Allah:
Artinya: ”jika kamu sekalian khawatir akan perpecahan mereka berdua (suami-istri), maka kirimkan seorang wasit dari keluarga istri”. (an Nisa‟ ayat 35).
16 17
Departemen Agama RI,Al Quran dan Terjemannya Slamet Abidin,Aminudin,Fiqih Munakahat 2,(Bandung: Pustaka Setia,1999)cet,ke-1
10
Jika keduanya tidak dapat didamaikan, karena kesalahan dilakukan oleh kedua suami istri atau oleh suami maka mereka dapat memutuskan suami istri tersebut diceraikan.18 2. Hasil Penelitian Yang Relevan Dalam penelitian Ennif Zakhrotin Khayah tentang “Tinjauan Yuridis Putusan Cerai Khulu‟ (Studi Putusan Pengadilan Agama Kajen No.1056/Pdt.G/2009/PA.Kjn)
menunjukan
bahwa
hakim
telah
menyelesaikan proses perceraian dengan prosedur khulu‟ tersebut telah sesuai dengan pasal 148 KHI, perundang-undangan dan petunjuk Makamah Agung. Dasar pertimbangan hukum hakim memutus perkara dengan jalan khulu‟ adalah fakta rumah tangga mengakibatkan terjadinya perselisihan yang terus menerus sehingga memenuhi esensi pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 65 Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 dan telah terjadi kesepakatan besarnya tebusan atau iwadl antara penggugat dan tergugat.19 Dalam penelitian Zamroni tentang Ketidakpuasan Seksual Sebagai
Alasan
Perceraian
(Analisis
Putusan
PA.Slawi
No.0873/Pdt.G/2009/PA.Slw) dalam penelitiannya bahwa hakim dalam menyelesaikan perkara perceraian yang alasannya atau tidak jelas dalam peraturan hukum di Indonesia, hakim dalam mempertimbangkan putusan
18
Sabiq,Fikih sunnah juz 8,cet-1 Ennif Zakhrotin Khayah 23106003,Tinjauan yuridis terhadap putusan cerai khulu’(Studi putusan pengadilan Agama Kajen No.1056/Pdt.G/2009/PA.Kjn),(Pekalongan: STAIN Pekalongan,2010),skripsi program sarjana 19
11
perkara ketidakpuasan seksual sebagai alasan perceraian mengembalikan perkara tersebut ke penyebab dan akibat dari ketidakpuasan seksual dan proses pelaksanaan perceraiannya sesuai dengan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Indonesia.20 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah mengkaji secara khusus tentang cerai gugat akibat suami hiperseks menurut hukum Islam.
F. Kerangka Berfikir Pembahasan tentang perceraian sudah banyak dibicarakan dalam berbagai literatur. Hukum islam memberi jalan kepada istri yang menghendaki perceraian dengan mengajukan khulu‟ sebagaimana hukum islam memberi jalan kepada suami untuk menceraikan istrinya dengan jalan talaq. Pengertian tersebut berdasarkan hadist yang diriwayatkan dalam Ibnu Abbas r.a.:
ْ ََٓجا َء صهَّ َى َ ٍِْ د ت ٍِْ لَي ِْش ت ِ خ ا ِْي َراَج ُ ثَا ِت ُ اس ا ِٰنى َر ٍ ًَّ ش َ ُصهَّى هللا َ َٔ ِّ عهً ْي َ ِص ْٕ ِل هللا ْ ًَمَان ك َٔ ًًل ِدي ٍِْ َٔ ٰن ِك ُِّي ا َ ْك َرُِ ْان ُك ْف َر ِي اْ ًِل ُ ِص ْٕ ُل هللا َياا َ ْعر ُ ار َ ة َ َي:د ٍ ٌعهً ْي ِّ ِي ُخه ْ ًعهً ْي ِّ َ ِ ْيمَرَُّ لا َ ن :د ُ ص ًَْل ِو َمَا َل َر َ ٍَْ اَذ َ ُر ِدّ ي:صهَّ ًى َ ُصهًى هللا َ َٔ ِّ عهً ْي َ ِص ْٕ ُل هللا ْ َ ط ِهّ ْمَّ ذ ًط ِهمَح ً َٔ ًصهَّ َى اِ ْلثَ ِم ْان َح ِ ْيمَح ُ َمَا َل َر,ََ َ ْى َ ُصهَّى هللا َ َٔ ِّ عهً ْي َ ِص ْٕ ُل هللا
20
Zamroni 23106081, Ketidakpuasan Seksual Sebagai alasan Perceraian (Analisis Putusan PA.Slawi No.0873/Pdt.G/2009/PA.Slw),(Pekalongan: STAIN Pekalongan,2010),skripsi program sarjana
12
Artinya: “Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Rasulullah SAW, sambil berkata : Hai Rasulullah SAW, saya tidak mencela ahlak dan agamanya, tetapi aku tidak inggin mengingkari ajaran Islam. Maka jawab Rasulullah SAW : maukah kamu menngembalikan kebunnya (Tsabit, suaminya)? Jawabnya: “Mau” Maka Rasulullah SAW bersabda: terimalah (Tsabit) kebun itu dan talaklah ia satu kali”.21 Adapun pengertian talaq yaitu berasal dari kata “ithlaq”, artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Dalam istilah Agama “talaq artinya melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan”. Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diinginkan oleh Islam. Akad nikah diadakan adalah untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia, agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan memelihara anak-anak hidup dalam pertumbuhan yang baik.karena itu, maka dikatakan bahwa “ikatan antara suami istri” adalah paling suci dan paling kokoh. Jika ikatan antara suami istri demikian kokoh kuatnya, maka tidak sepatutnya dirusakan dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan hubungan perkawinan dan melemahkannya adalah dibenci oleh Islam, karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri. Tentang hukum cerai ini para ahli fiqih berbeda pendapat. Pendapat yang paling benar diantara semua itu yaitu yang mengatakan “terlarang”, kecuali karena alasan yang benar. Adapun yang dibolehkan cerai yaitu bila
21
Ibid,hal101
13
suami meragukan kebersihan tingkah laku istrinya, atau sudah tidak punya cinta dengannya. Talak haram, yaitu talak tanpa alasan. Dia diharamkan, karena merugikan bagi suami dan istri, dan tidak adanya kemaslahatan yang mau dicapai dengan perbuatan talaknya itu. Talak sunnah, yaitu dikarenakan istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah, seperti shalat dan sebagainya, padahal suami tidak mampu memaksanya agar istri menjalankan kewajibannya tersebut, atau istri kurang rasa malunya.22 Sedangkan memfasakh akad nikah berarti membatalkannya dan melepaskan ikatan pertalian antara suami istri. Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungannya perkawinan. 1. Fasakh karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika akad nikah. a. Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istri merupakan saudara sepupu atau saudara sesusuan pihak suami. b. Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayah atau datuknya. Kemudian setelah dewasa ia berhak meneruskan ikatan perkawinannya dahulu atau mengakhirinya. Khiyar ini dinamakan khiyar baliq. Jika yang diplih mengakhiri ikatan suami istri, maka hal ini disebut fasakh baliq.
22
Sabiq,Fikih sunnah juz 8,hal7-11
14
2. Fasakh karena hal-hal yang datang setelah akad. a. Bila salah seorang dari suami istri murtad atau keluar dari Islam dan tidak mau kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karena kemurtadan yang terjadi belakangan. b. Jika suami yang tadinya kafir masuk Islam, tetapi istri masih tetap dalam kekafirannya, maka akadnya batal. Lain halnya kalau istri orang ahli kitab, maka akadnya akan tetap sah seperti semula. Sebab perkawinannya dengan ahli kitab dari semulanya dipandang sah. 3. Sebab-sebab terjadinya fasakh. a. Karena ada balak ( penyakit belang kulit) b. Karena gila c. Karena canggu (penyakit kusta) d. Karena ada penyakit menular padanya, seperti TBC, sipilis, dan lainlain e. Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan (bersetubuh) f. Karena unah, yaitu zakar atau impoten (tidak hidup untuk jima‟), sehingga tidak dapat mencapai apa yang dimaksudkan dengan nikah.23 Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh, tidak disuruh dan tidak perlu dilarang, namun bila melihat kepada keadaan dan
23
Abidin,Aminudin,Fiqih Munakahat 2,hal73-77
15
bentuk tertentu hukumnya sesuai dengan keadaan dan bentuk tertentu itu, yang akan dijelaskan kemudian. Salah satu bentuk terjadinya fasakh ini adalah adanya pertengkaran antara suami istri yang tidak mungkin didamaikan. Dalam firman Allah pada surat an Nisa‟ ayat 35:
Artinya: “jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami isti itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.24
Kehidupan suami istri adakalanya berlangsung dengan tentram dan damai, apabila keduanya saling kasih sayang dan masing-masing pihak menjalankan kewajibannya dengan baik. Namun jika jarang juga timbul perselisihan sehingga tidak tampak keharmonisan dalam keluarga, bahkan sulit diselesaikan dengan baik dan damai. Apabila hal ini terjadi, masingmasing antara suami dengan istri mempunyai hak. Apabila keingginan untuk berpisah datang dari suami, maka dia berhak mengajukan talak kepadanya. Dan jika keingginan berpisah itu datang dari pihak istri maka Islam juga membolehkan dirinya dengan menebus dirinya dengan jalan khulu‟. 24
Departemen Agama RI,Al Quran dan Terjemannya
16
Keduanya dapat dilakukan selama tidak menyimpang dan sesuai dengan hukum Allah SWT.25
Allah SWT. Berfirman dalam salah satu ayatNya :
Artinya : “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus istrinya.” (Q.S.Al Baqarah: 229).26 Khulu‟ hanya dibolehkan kalau ada alasan yang benar. Seperti: suami cacat badan, atau jelek ahlaknya atau tidak memenuhi kewajiban terhadap istrinya, sedangkan istri khawatir akan melanggar hukum Allah. Khulu‟ dapat berlngsung dengan persetujuan suami istri, dam jika tidak tercapai persetujuan antara mereka berdua maka pengadilan dapat menjatuhkan khulu‟ kepada suami.27 Seorang istri atau suami mempunyai hak atau untuk meminta cerai terhadap pasangannya apabila pasangannya tidak mampu memberi kepuasan didalam melakukan hubungan seksual.Perkawinan yang sah menimbulkan 25
Abidin,Aminudin,Fiqih Munakahat 2,hal85 Departemen Agama RI,Al Qur’an dan Terjemahannya 27 Sabiq,Fikih sunnah juz 8,hal107 26
17
akibat hukum, dimana suami istri mempunyai hak dan kewajiban masingmasing dalam keluarga. Diantar kewajiban suami terhadap istri adalah memberinya nafkah, baik nafkah lahir maupun nafkah batin Pasal 34 Ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun1974 menyebutkan suami wajib melindungi istrinya dan membeikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.28 Kemudian dipertegas lagi oleh ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Undang-undang
Nomor
1
Tahun
1974
tentang
perkawinan
menerangkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas keputusan Pengadilan.29Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak melalui proses mediasi. Perceraian harus dilakukan atas dasar cukup alasan dan antara suami istri tidak akan dapat hidup rukun dalam rumah tangga. Alasan-alasan perceraian yang cukup alasan (sah) di sebutkan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI).30 Berdasarkan ketentuan tersebut, bahwa hiperseks tidak termasuk
dalam
ketentuan
hukum.
Dalam
penelitian
ini,
penulis
menggunakan teori penemuan hukum, dimana teori penemuan hukum digunakan untuk mencari jawaban atas sikap hakim terhadap permasalahan yang tidak diatur dalam ketentuan hukum.
28
Lembaran Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,hal 14 Ibid,hal 16 30 Departemen Agama RI,Lembaran Kompilasi Hukum Islam,2000,hal 56 29
18
G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan ( field research) artinya berusaha memperoleh data baik primer maupun sekunder, baik data opini maupun putusan pengadilan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang di perlukan untuk menyesuaikan persoalan penelitian dengan paradigma, aplikasi keilmuannya dan teori penelitian yang digunakan. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Pengadilan Agama Batang - Jawa Tengah, pemilihan lokasi ini disebabkan karena adanya sebuah kasus cerai gugat yang sesuai dengan judul yang penulis angkat dan juga efektifitas, kelancaran penelitian. Disamping itu penulis sudah mengenal para hakim di Pengadilan Agama Batang. 3. Sumber Data Data – data yang dihimpun sebagaimana tersebut, diperoleh dari: a. Sumber Data Primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari sumber data di lapangan melalui prosedur dan teknik pengumpulan data yang berupa interview (wawancara) dengan hakim dan panitera. b. Sumber Data Sekunder yaitu sumber data pendukung yang memberikan penjelasan yang berkaitan: meliputi arsip dan dokumen Pengadilan Agama Batang serta buku – buku dan referensi lain yang sesuai dengan pokok permasalahan.
19
4. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
a) Wawancara Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang cerai gugat yang diakibatkan suami hiperseks. Pengumpulan data dengan melakukan interview kepada pihak - pihak yang dianggap dapat memeberikan informasi untuk penelitian, dalam hal ini para Hakim, dan Panitera Pengganti. b) Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata “Dokumen” yang berarti barang – barang tertulis. Teknik dokumentasi ini meliputi: arsip-arsip,buku-buku serta referensi lain yang terkait dengan permasalahan tersebut 5. Analisis Data Analisis data yaitu analisis pada pengolahan datanya dan melakukan uraian serta penafsiran pada suatu dokumen.31 Sesuai dengan karakteristik pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini, setelah data terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis isi (content analysis) yang hanya menganalisis data berdasarkan isi dari data.32 Adapun dalam
30
31
Iqbal Hasan,Analisis Data Penelitian dengan statistik,(Jakarta: Bumi Aksara,2004),hal
32
Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Rineka Cipta,2007),hal 153
20
menganalisis data, penulis menganalisis data berdasarkan isi putusan dari Pengadilan Agama Batang. H. Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan ini dibagi dalam lima Bab, masingmasing bab terdiri dari beberapa sub bab dengan tujuan agar pembahasan penelitian ini tersusun dengan sistematis maka perlu dikemukakan sistematikanya sebagai berikut: Bab pertama, pendahuluan yang berisi tentang hal-hal yang mengatur bentuk dan isi penelitian, meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berfikir, metode penelitian, sistematika penulisan. Bab kedua, tinjauan umum tentang perceraian yang meliputi pengertian perceraian, dasar hukum perceraian, macam-macam perceraian, hiperseks sebagai alasan perceraian dan tata cara perceraian. Bab ketiga, putusan Pengadilan Agama Batang tentang hiperseks sebagai alasan perceraia yang meliputi sekilas gambaran umum Pengadilan Agama Batang, dan putusan Pengadilan Agama Batang dengan alasan cerai gugat akibat suami hiperseks. Bab ke empat, analisis terhadap cerai gugat akibat suami hiperseks yang meliputi cerai gugat akibat suami hiperseks menurut hukum Islam, duduk perkara cerai gugat dan analisis terhadap dasar pertimbangan hukum
21
yang dipergunakan hakim terhadap perkara cerai gugat akibat suami hiperseks di Pengadilan Agama Batang. Bab ke lima, penutup yang berisi kesimpulan dan saran – saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN A. Pengertian perceraian Putusnya “perkawinan” adalah istilah hukum yang digunakan dalam UU Perkawinan untuk menjelaskan “perceraian” atau berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Dalam istilah Agama disebut Talak, secara harfiah talak itu berarti lepas dan bebas.33 Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah putusnya ikatan perkawinan itu istri tidak halal bagi suaminya, dalam Islam disyariatkannya talak adalah untuk kemaslahatan karena kedua suami istri memiliki ahlak yang berbeda, bertolak belakang. Kalau ahlaknya berbeda, saling bertolak belakang maka keabadian perkawinannya tidak akan
33
Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan di Indonesia Antara Figh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,(Jakarta: Kencana,2006)cet-1,hal 189
22
membawa
maslahah,
sehingga
yang
maslahat
adalah
terjadinya
talak/perceraian.34 Putusnya Perkawinan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada empat kemungkinan : 1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan. 2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebut talak. 3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri karena si istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang di sampaikan si istri dengan cara tertentu ini diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapannya untuk memutuskan perkawinan itu. Putus perkawinan dengan cara ini disebut khulu. 4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan atau pada istri yang menandakan
34
Slamet Abidin,Aminudin, Figh Munakahat 2,(Bandung:Pustaka Setia:1999)cet-1,hal
9
23
tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut fasakh.35
B. Dasar Hukum Perceraian Ikatan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diinginkan oleh Islam. Akad nikah diadakan adalah untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia, agar suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasihsayang dan dapat memelihara anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik karena itu, maka dikaatakan bahwa “ikatan antara suami istri “ adalah ikatan paling suci dan paling kokoh. Jika ikatan antara suami istri demikian kokohnya, maka tidak sepatutnya dirusakkan dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan hubungan perkawinan dan melemahkannya adalah dibenci oleh Islam, karena ia merusakkan kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan suami istri.
اتغظ انحًل: َع ٍْ اَتِي عًر ا َ ٌَّ ر صٕ ل هللا صهي هللا عهيّ ٔصهى لم ) ّل انى ا هلل عزٔجم ا نطًل ق (ر ٔ ا ِ ا ب ٔ رٔا نحا كى ٔ صحث Artinya: ”Dari Ibnu Umar, Bahwa Rasulullah saw, bersabda: “Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah Azza wajalla ialah talak”. (H.R. Abu Dawud dan Hakim dan disahkan olehnya).36
Tentang hukum cerai ini para ahli fiqh berbeda pendapat. Pendapat yang paling benar diantara semua itu yaitu yang mengatakan “terlarang” kecuali karena alasan yang benar. Sebab-sebab untuk jatuhnya talak 35
Syarifuddin,Hukum Perkawinan di Indonesia: antara Figh Munakahat dan UndangUndang Perkawinan,hal 197 36 Sayyid Sabiq,Fiqh Sunnah jus 8,(Bandung: Al Ma‟arif: 1978),cet-1,hal 8
24
adakalanya menyebabkan kedudukan hukum talak menjadi wajib, haram, mubah, dan adakalanya menjadi sunnah sesuai dengan kondisi. 1. Talak wajib adalah talak yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara suami dan istri, jika masing-masing melihat bahwa talak adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri perselisihan. “Demikian menurut para Ulama menganut madzab hambali. Demikian pula talak yang dilakukan oleh suami yang meng illa isrtinya setelah di beri tangguh. Allah SAW berfirman:
Artinya: ”Bagi suami-suammi yang meng illa istri-istri mereka, hendaklah menunggu sampai empat bulan. Jika mereka mau kembali, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Penyayang tetapi jika mereka berkehendak talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al Baqarah: 226-227).37
2. Talak yang diharamkan adalah talak yang dilakukan bukan karena adanya tuntutan yang dapat dibenarkan. Karena, hal itu akan membawa madharat bagi diri sang suami dan juga istrinya serta tidak memberikan kebahagiaan pada keduanya.
37
Departemen Agama RI,Al Quran dan Terjemahannya,(Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Quran 1983)
25
3. Talak yang mubah adalah talak yang dilakukan karena adanya hal yang menuntut ke arah itu, baik karena buruknya perangai si istri, pergaulannya yang kurang baik atau hal-hal buruk lainnya. 4. Sedangkan talak yang disunnahkan adalah talak yang dilakukan terhadap seorang istri yang setelah berbuat zhalim kepada hak-hak Allah yang harus di embannya, seperti sholat dan kewajiban-kewajiban lainnya, dimana berbagai cara telah ditempuh oleh sang suami untuk menyadarkannya, akan tetapi ia tidak menghendaki perubahan. Talak juga di sunnahkan ketika suami istri berada dalam perselisihan yang cukup tegang, atau pada suatu keadaan dimana dengan talak itu salah satu dari keduanya akan terselamatkan dari bahaya yang mengancam.38 Dalam memberikan kemaslahatan kepada umat manusia yang telah dan sedang menempuh hidup berumah tangga. Dalam masa perkawinan itu mungkin ditemukan hal-hal yang tidak memungkinkan keduanya mencapai tujuan perkawinan, atau perkawinan itu akan merusak hubungan antara keduanya.39 Jika terjadi perselisihan antara suami istri sehingga timbul permusuhan yang dikawatirkan mengakibatkan pisah dan hancurnya rumah tangga, maka hendaknya diadakan hakam untuk memeriksa perkaranya dan berusaha mengadakan perdamaian guna kelangsungan kehidupan rumah tangga dan hilangnya perselisihan. Dalam firman Allah pada surat an Nisa‟ ayat 35:
1, hal 429
38
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah,fiqih wanita,(Jakarta Timur: al Kautsar,1996)cet-
39
Syarifuddin,Hukum Perkawinan,hal 244-245
26
Artinya: “jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq
kepada suami isti itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.40
Bagi
hakim
dalam mengadili
suatu perkara terutama
yang
dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukumnya adalah alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Ada kemungkinannya terjadi suatu peristiwa, meskipun sudah ada peraturan hukumnya, justru lain penyelesaiannya.41 Dalam hal ini hakim telah melihat baik dari keterangan penggugat maupun tergugat dan para saksi, bahwa antara penggugat dan tergugat terjadi perselisihan yang di karenakan suami hiperseks. Dan jika rumah tangga suami istri sudah benar-benar pecah dan tidak dapat dipertahankan lagi atau tidak dapat diharapkan lagi untuk dapat hidup 40
Departemen Agama RI,Al Quran dan Terjemannya Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata di Indonesia,(Yogyakarta: Liberti,1999),hal 165 41
27
rukun dalam rumah tangga sebagaimana tujuan perkawinan yaitu kehidupan, sakinah, mawadah, dan rohmah sebagaimana yang dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jis pasal 3 Kompilasi Hukum Islam dan Al Qur‟an surat ar Rum ayat 21 sehingga apabila perkawinan penggugat dan tergugat tetap dipertahankan sebagai suami istri, justu akan menimbulkan mudharat yang lebih besar bagi kedua belah pihak, terutama bagi sang istri maka boleh untuk bercerai.42 Berdasarkan ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jis “untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isti itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri”. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 “antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga” dan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam “antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Dalam perkawinan dapat putus disebabkan perceraian dijelaskan pada pasal 114 yang membagi perceraian kepada dua bagian, perceraian yang disebabkan karena talak dan perceraian yang disebabkan oleh gugatan perceraian. Pengadialan Agama Batang banyak menangani kasus perceraian, terutama kasus cerai gugat terdapat 1071 kasus pada tahun 2010 dan 64 perkara cerai gugat pada bulan Mei 2010, akan tetapi hanya menangani satu 42
Hasanudin,Pembina(VI/a),Hakim Madya Pratama,Wawancara tanggal 30 September
2011
28
perkara perceraian yang disebabkan karena hiperseks sebagai alasan perceraian.43
C. Macam-macam Perceraian 1. Talak Islam memberikan hukum talak pada suami tetapi dalam penggunaannya harus dengan cara yang patut, bukan untuk main-main, apalagi untuk tindakan sewenang-wenang. Hadist Nabi Saw.
ُ َ ثًَل: َع ٍْ اَتِى ُْ َر يَ َرج َ ا َ ٌَّ رصٕل هللا ملسو هيلع هللا ىلص لا ل ز ِج ُّ ُْ ٍَّ ِج ُّ َْٔ َْز َّ نَُِّكا ُ َٔ ا. ُّ نُ ُٓ ٍَّ ِج ُنر ْج َح ُّ نطًلَ ُق َٔ ا Artinya: “Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw, bersabda: “Tiga perkara kesungguhannya di pandang benar, dan main-mainnya dipandang benar pula, yaitu: nikah, talak, dan rujuk.44
Macam-macam talak: Talak itu dapat dibagi-bagi dengan melihat kepada beberapa keadaan. Dengan melihat kepada kemungkinan bolehnya si suami kembali kepada mantan istrinya, talak itu ada dua macam: a. Talak Raj‟i
43 44
Saefudin,Panitera Penggnti,Wawancara tanggal 30 September 2011 Sabiq,Fiqh Sunnah,hal 22
29
Yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk merujuk kembali istrinya, setelah talak itu di jatuhkan dengan lafal-lafal tertentu, dan istri benar-benar sudah digauli.45 b. Talak Ba‟in Fuqoha sependapat bahwa talak Ba‟in terjadi karena belum terdapatnya pergaulan suami
istri karena adanya bilangan talak
tertentu, dan karena adanya penerimaan ganti pada khulu‟, meskipun yang terakhir ini diperselisihkan antara fuqoha. Talak ba‟in dibagi menjadi dua macam yaitu: 1. Talak ba‟in sugra yaitu talak yang terjadi kurang dari tiga kali, keduanya tidak hak rujuk dalam masa iddah, akan tetapi boleh dan bisa menikah kembali dengan akad nikah baru. Talak ba‟in begitu diucapkan dapat memutuskan hubungan suami istri. Karena ikatan perkawinannya telah putus, maka istrinya kembali menjadi orang asing bagi suaminya. Oleh karena itu, ia tidak boleh bersenag-senang dengan perempuan itu apalagi sampai menggaulinya. Mantan suami boleh dan berhak kembali kepada mantan istri yang telah ditalak ba‟in sugro dengan akad nikah dan mahar baru, selama ia belum menikah dengan laki-laki lain. Jika laki-laki ini
45
Abidin,Aminudin,Figh Munakahat 2,hal 17
30
telah merujuknya, maka ia berhak atas sisa talaknya yang ada, misalkan baru di talak dua kali berarti masih ada sisa talak satu lagi. Adapun yang termasuk kedalam bagian talak ba‟in sugra adalah: a. Talak karena fasakh, yang dijatuhkan oleh hakim di Pengadilan Agama. Fasakh artinya membatalkan ikatan perkawinan karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi, atau karena ada hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan perkawinan, seperti talak karena murtat. b. Talak pakai iwad (ganti rugi), atau talak tebus berupa khulu‟. Khuluk adalah tebusan yang dibayar oleh seorang istri kepada suami yang membencinya, agar ia (suami) dapat menceraikannya. Allah berfirman:
Artinya: “Mereka istri-istri adalah pakaian bagi kalian dan kalian adalah pakaian bagi mereka”. (Al Baqarah: 187).46
46
Departemen Agama RI,Al Quran dan Terjemahannya
31
Dan khulu‟ diperbolehkan jika telah memenuhi syaratsyarat
yang
terjadinya
telah
khulu‟
ditentukan. ini
Mengenai
menurut
kebolehan
kebanyakan
ulama,
berdasarkan firman Allah Swt.
Artinya: “Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan istri untuk menebus dirinya...”(Al Baqarah: 229).47 Khulu‟ hanya dibolehkan kalau ada alasan yang benar seperti: suami cacat badan, atau jelek ahlaknya atau tidak memenuhi kewajiban terhadap istrinya, sedangkan istri khawatir akan melanggar hukum Allah. Khulu‟ dapat berlangsung dengan persetujuan suami istri, dan jika tidak mencapai
persetujuan
antara
mereka
berdua
maka
pengadilan dapat menjatuhkan khulu‟ kepada suami.48 Hal ini terjadi bila istri tidak cocok dengan suami, kemudian ia meminta cerai dan suaminya bersedia membayar ganti rugi kepada istri sebagai iwad. c. Talak karena belum dikumpuli.
47 48
Ibid Sabiq,Fiqh Sunnah,hal 107
32
Istri yang ditalak dan belum digauli, maka baginya tidak membawa iddah. Jadi bila inggin kembali, maka harus akad nikah baru. 2. Talak Ba‟in Kubro yaitu talak yang terjadi sampai tiga kali penuh dan tidak ada rujuk dalam masa iddah maupun dengan nikah baru, kecuali talak tiga setelah ada tahlil. Yang termasuk jenis talak Ba‟in Kubro adalah sebagai berikut: a. Talak lian yaitu talak yang terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina, atau suami tidak mengakui anak yang dikandung oleh istrinya. Dalam hal ini tidak hak untuk rujuk dan menikahi lagi. b. Talak tiga, bagi istri yang ditalak sampai tiga kali, tidak ada hak untuk rujuk pada masa iddah talak yang ketiga, maupun hak pernikahan baru setelah bahis masa iddah.49 c. Talak sunni adalah talak yang di jatuhkan pada sunnah Nabi yaitu apabila suami mentalak istrinya yang telah disetubuhi dengan talak satu pada saat suci, sebelum disetubuhi. d. Talak bid‟iy, mengenai talak ini ada beberapa macam keadaan, yang mana seluruh ulama sepakat menyatakan, bahwa talak semacam ini hukumnya haram. Jumhur Ulama 49
Abidin,Aminudin,Figh Munakahat 2,hal 34-36
33
berpendapat bahwa talak ini tidak berlaku. Talak bid‟iy ini jelas bertentangan dengan syariaat yang bentuknya ada beberapa macam yaitu: 1. Apabila seorang suami menceraikan istrinya ketika sedang dalam keadaan haid atau nifas. 2. Ketika
dalam
keadaan
suci,
sedang
ia
telah
menyetubuhinya pada masa suci tersebut. 3. Seorang suami menthalak tiga istrinya dengan satu kalimat dengan tiga kalimat dalam satu waktu. e. Talak sharih adalah talak dimana suami tidak lagi membutuhkan adanya niat, akan tetapi cukup dengan mengucapkan kata talak secara sharih (tegas). f. Talak sindiran adalah talak yang memerlukan adanya niat pada diri suami, karena kata-kata yang diucapkan tidak menunjukan pengertian talak. g. Talak munjaz dan muallaq, talak munjaz adalah talak yang diberlakukan terhadap istri tanpa adanya penangguhan. Misalnya seorang suami mengatakan kepada istrinya “kamu telah dicerai” maka istri telah di talak dengan apa yang di ucapkan suaminya. Sedangkan talak muallaq adalah talak yang digantungkan oleh suami dengan suatu perbuatan yang
34
akan dilakukan oleh istrinya pada masa mendatang. Seperti suami mengatakan kepada istrinya “jika kamu berangkat kerja, berarti kamu telah ditalak”. h. Talak tahyir dan tamlik, talak takhyir adalah dua pilihan yang diajukan oleh suami kepada istrinya, yaitu melanjutkan rumah tangganya atau bercerai. Sedangkan talak tamlik adalah dimana seorang suami mengatakan kepada istrinya “aku serahkan urusanmu kepadammu”. i. Talak dengan pengharaman, terjadi perbedaan pendapat yang cukup serius di kalangan para ulama salaf mengenai ini, dari pendapat para ulama diuraikan secara sederhana. Misalnya seorang suami mengatakan kepada istrinya “kamu haram bagiku”. Jika ucapan tersebut ia berniat talak maka berlakulah talak baginya. j. Talak wakalah dan kitabah adalah jika seorang suami mewakilkan kepada seseorang untuk mentalak istrinya atau menulis surat kepada istrinya yang memberitahukan perihal penceraiannya, lalu istrinya menerima hal itu, maka ia telah ditalak.
35
k. Talak haram adalah apabila seorang suami mentalak istrinya dalam tiga kalimat, akan tetapi dalam satu majelis.50 2. Fasakh Fasakh artinya membatalkan dan melepaskan ikatan pertalian antara suami istri. Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungan perkawinan. Fasakh ini pada dasarnya terjadi atas inisiatif pihak ketiga yaitu hakim setelah hakim mengetahui bahwa perkawinan itu tidak dapat dilanjutkan, baik karena pada perkawinan yang telah berlangsung ternyata terdapat kesalahan, seperti tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan maupun pada diri suami atau istri terdapat kekurangan yang tidak mungkin dipertahankan untuk kelangsungan perkawinan itu. 1. Fasakh karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika akad nikah. a. Setelah akad nikah, ternyata diketahui
bahwa istri merupakan
saudara sepupu atau sesusuan pihak suami. b. Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayah atau datuknya. Kemudian setelah dewasa ia berhak meneruskan ikatan perkawinannya dahulu atau mengakhirinya. Khiyar ini dinamakan khiyar baliq. Jika yang dipilih mengakhiri ikatan suami istri, maka hal ini disebut fasakh baliq. 50
Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita,hal 438-443
36
2. Fasakh karena hal-hal yang datang setelah akad a. Bila salah seorang dari suami istri murtad atau keluar dari Islam dan tidak mau kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karena kemurtatan yang terjadi belakangan. b. Jika suami yang kafir masuk islam, tetapi istri masih tetap dalam kekafirannya, maka akadnya batal. Lain halnya kalau istri orang ahli kitab, maka akadnya akan tetap sah seperti semula. Sebab perkawinannya dengan ahli kitab dari semulanya dipandang sah. 3. Sebab-sebab terjadinya fasakh a. Karena adanya balak (penyakit belang kulit) b. Karena gila c. Karena canggu (penyakit kusta) d. Karena ada penyakit menular padanya, seperti TBC, sipilis, dan lainlain e. Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan (bersetubuh) f. Karena unah, yaitu zakar atau impoten (tidak hidup untuk jimak), sehingga tidak dapat mencapai apa yang dimaksud dengan nikah. Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh, tidak disuruh dan tidak pula dilarang, namun bila melihat kepada keadaan dan
37
bentuk tertentu hukumnya sesuai dengan keadaan dan bentuk tertentu yang akan dijelaskan kemudian.51 Salah satu bentuk terjadinya fasakh ini adalah adanya pertengkaran antara suami istri yang tidak mungkin didamaikan. Dalam firman Allah pada surat an Nisa‟ ayat 35:
Artinya: “jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami isti itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.52
Dari bunyi ayat tersebut jelas bahwa tugas hakam adalah mencari jalan damai sehingga kemungkinan perceraian dapat dihindarkan. Namun bila menurut pandangan keduanya tidak ada cara lain kecuali cerai, maka keduanya dapat menempuh jalan itu. Adapun dibolehkannya fasakh itu adalah memberikan kemaslahatan kepada umat manusia yang telah dan sedang menempuh hidup berumah
51 52
Abidin,Aminudin,Figh Munakahat 2,hal 73-77 Departemen Agama RI,Al Quran dan Terjemannya
38
tangga. Dalam masa perkawinan itu mungkin ditemukan hal-hal yang tidak memungkinkan keduanya mencapai tujuan perkawinan, atau perkawinan itu akan merusak hubungan antara keduanya.53 Adapun bentuk fasakh syiqaq adalah perselisihan yang memuncak yang terjadi antara suami istri sehingga antara dua pihak tidak mungkin dipertemukan dan tidak dapat mengatasinya. Jika terjadi perselisihan antara suami istri sehingga timbul permusuhan yang dikawatirkan mengakibatkan pisah dan hancurnya rumah tangga, maka hendaknya diadakan hakam untuk memeriksa perkaranya dan berusaha mengadakan perdamaian guna kelangsungan kehidupan rumah tangga dan hilangnya perselisihan. 4. Zhihar Kata zhihar adalah kata dalam bahasa arab yang secara arti kata berarti “punggung”. Dikemukakan pula dalam kitab fikih yang menjelaskan secara praktis bentuk dari zhihar itu, yaitu:
لٕ ل ا نر جم نز ٔ جرّ أ َد عهى كظٓر أ يي Artinya: “Ucapan seorang laki-laki kepada istrinya: “egkau bagi saya seperti punggung ibu saya”. Kalau ucapan itu dilakukan hanya sebagai penghormatan sebagai mana ia menghormati ibunya, tidak membawa akibat hukum apa-apa. Namun orang arab terbiasa menggunakan kata tersebut untuk memutus 53
Syarifuddin,Hukum Perkawinan,hal 244-245
39
hubungan perkawinan dengan istrinya dengan mengatakan istrinya telah haram digaulinya sebagaimana haramnya menggauli ibunya sendiri. Zhihar ini merupakan salah satu adat arab jahiliyah, yang bila dia tidak senang kepada istrinya tetapi dia tidak mau mengunakan kata cerai, maka disamakanlah istrinya itu dengan ibunya atau orang-orang yang tidak mungkin dikawininya. Bagi mereka zhihar itu sudah merupakan satu bentuk pemutusan perkawinan. Hukum Islam mengadopsi adat tersebut namun tidak secara sepenuhnya, dalam arti tidak menjadikannya sebagai suatu usaha perceraian tetapi hanya sebagai pencegah suami untuk tidak menggauli istrinya. Ulama sudah sepakat menyatakan bahwa hukum zhihar itu adalah haram. Sebagai mana terdapat dalam surat al Mujadilah ayat 2
Artinya:
54
“Orang-orang yang mengzhihar istrinya diantara kamu, (menganggap istrinya seperti ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah orang yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguhsungguh mengucapkan sesuatu perkataan yang mungkar dan dusta...54
Departemen Agama RI,Al Quran dan Terjemahannya
40
Haramnya hukum zhihar sebagaimana yang terdapat dalam ayat Al Quran bertujuan agar suami tidak begitu mudah bermain-main dengan urusan perkawinan dan tidak merusak dan menyakiti istri dengan tindakan yang dapat merusak kehidupan rumah tangga dan hubungan dalam keluarga.55 5. Li‟an Lian adalah lafaz dalam bahasa arab yang berasal dari akar kata laa„a-na, yang secara harfiah berarti “saling melaknat”. Cara ini disebut dalam term lli‟an karena dalam prosesinya tersebut kata “laknat” tersebut. Di antara devinisi yang mudah dipahami adalah: “Sumpah suami yang menuduh istrinya berbuat zina, sedangkan dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi”. Pada dasarnya bila seseorang menuduh perempuan baik-baik berbuat zina dan tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, mesti dikenai had qazaf, yaitu tuduhan zina tanpa saksi. Had qazaf itu adalah 80 kali dera. Bila yang melakukan penuduhan itu adalah suami terhadap istrinya dan tidak dapat mendatangkan saksi empat orang, tuduhannya itu tidak dapat diterima dan atas tuduhan yang tidak dibenarkan itu ia akan kena sanksi sebagaimana tersebut diatas. Untuk menghindarkan dirinya dari ancaman had qazaf, maka ia sebagai suami diberi hak menempuh li‟an, untuk ituu ia harus menyampaikan kesaksian sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa ia benar atas tuduhannya. Kali yang kelima ia 55
Syarifuddin,Hukum Perkawinan,hal 259-262
41
menyatakan bahwa laknat Allah atasnya bila ia berdusta dengan tuduhannya itu. Adapun prosesi li‟an itu secara menyeluruh adalah sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat An Nur ayat 6 dan 7
Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh istri-istri (berzina), padahal mereka tidak dapat mendatangkan saksi-saksi kecuali diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah karena Allah, sesungguhnya ia adalah benar.(dan sumpah) kali kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk kepada orang yang berdusta.56 Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum li‟an bagi suami yang yakin atau berat dugaannya akan kebenaran tuduhannya adalah mubah atau boleh. Namun bila suami tidak kuat dugaannya atas kebenaran tuduhannya itu, maka hukum li‟an itu baginya adalah haram. Adapun tujuan dari dibolehkannya li‟an tersebut adalah untuk memberikan kemudahan kepada suami yang yakin akan kebenaran tuduhan zina yang dilakukannya,
56
Departemen Agama RI,Al Quran dan Terjemahannya,
42
sedangkan dia secara hukum formal tidak dapat berbuat apa-apa dalam membuktikan kebenarannya.57 D. Hiperseks sebagai alasan Perceraian Pernikahan tidak terlepas dari pembicaraan mengenai hubungan seksual antara suami istri, karena hubungan seksual adalah salah satu dari kebutuhan biologis seorang individu. Hubungan seksual merupakan salah satu bentuk keintiman dalam relasi pernikahan. Pada prinsipnya aktivitas seksual baik pada pria maupun wanita mengabdi pada dua tujuan, yaitu kepuasan seksual dan reproduksi.58 Hubungan seksual suatu pasangan sering menjadi indikator langsung pada hubungan pasangan tersebut secara keseluruhan. Jika pasangan tersebut mempunyai masalah seksual, maka masalah tersebut biasanya mempunyai dampak negatif pada hubungan pasangan tersebut secara keseluruhan. Banyak permasalahan yang muncul dalam keluarga yang berakar dari problem seksual, seperti hiperseks. Seksualitas dan manifestasinya dipengaruhi oleh beberapa komponen prilaku manusia yang sangat kompleks. Ekspresi seksualitas dan keintiman menjadi hal yang penting sepanjang hidup manusia. Meskipun penggerak seksual dasar adalah biologis, ekspresinya di tentukan oleh berbagai macam faktor, yaitu psikologis, sosial, lingkungan, agama, dam pendidikan. Faktor sosial memainkan peran didalam modulasi ekspresi seksualitas untuk 57
Syarifuddin,Hukum Perkawinan,hal 228-293 Kartini Kartono,Psikologi Wanita 2,(Bandung:Mandar Maju 2007),hal 55
58
43
mengungkap pilihan dan keingginan seksual. Kepuasan seksual, selain tergantung pada komponen fisik seksualitas, juga tergantung pada kualitas hubungan dan konteks dimana prilaku seksualitas dilakukan.59 Menurut dr. Feryyal Loetan seksolok dan spesialis rehabilitasi dari klinik Ratna, hrus di bedakan antara pengertian tinggi dan hiperseksual. Seseorang yang mempunyai libido tinggi biasanya menemukan kepuasan dalam setiap melakukan hubungan intim, sedangkan pria hiperseks terus menerus melakukan hubungan intim, karena sulit menemukan atau mencapai orgasme dalam bentuk apapun dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya. Adapun sebab-sebab seseorang mengidap hiperseksual seperti: 1. Ketidakseimbangan hormon 2. Perkembangan alat kelamin abnormal 3. Faktor psikologis berupa pengalaman traumatis 4. Tidak pernah puas saat berhubungan seksual 5. Melakukan masturbasi secara berlebihan 6. Menonton pornografi berlebihan 7. Voyeurism atau kebiasaanmengintip
59
Siti Candra Windhu,Disfungsi Seksual, Tinjauan Fisiologis dan Patologis terhadap seksualitas,(Yogyakarta: Andi Offset 2009),hal 31
44
8. Percobaan pemerkosaan. Tak jarang penderita hiperseksual berkecenderungan menarik diri dari pergaulan, tapi akhirnya rasa malu itu dihapus dengan makin banyak berhubungan intim. Hasilnya prilaku hiperseksual bagaikan siklus tiada henti. Meski seorang pria memiliki bakat hiperseks, bisa saja kecenderungan itu tidak berkembang, “penyakit” ini baru akan timbul bila ada faktor pemmicu seperti: stres akibat tekanan pekerjaan, kemarahan pada masalah tertentu, atau keingginan mencoba variasi seks yang lebih menantang. Problema pria hiperseks menjadi lebih berat ketika meningkatkan diri dalam tali pernikahan, apalagi dorongan seksual berlebihan dari pihak suami mendorongnya mencari variasi tak hanya dengan satu pasangan dan akibatnya menimbulkan berakhirnya perkawinan. 60 Hubungan biologis antara suami dan istri bukanlah hanya sebagai ajang pelampiasan hawa nafsu saja, tetapi merupakan bagian dari mu‟asyaroh yang prinsipnya berlandaskan pada mawadah dan rahmah, oleh karena itu mu‟asyarohnya harus bil ma‟ruf yang mana kenikmatan yang dihasilkan harus dirasakan bersama-sama.61 Dalam istilah medis, prilaku hiperseks juga disebut dengan prilaku seks kompulsif, ada juga yang menyebut kecanduan seks atau maniak seks. Menurut penjelasan dalam situs Mayo Clinic, prilaku seks kompulsif secara 60
Niken Wastu Mahestri,http://www.femina-online.com/issue/issue,Artikel ini diambil pada tanggal 27 juli2011 jam 15.47 61 Anjar Nugroho,http//sastra,um.ac.id.2011/5/4,Hak-hak-perempuan-dalamperkawinan jam 21.00
45
umum dipertimbangkan sebagai suatu kelainan yang dialami seseorang dalam mengendalikan impuls atau dorongan seks. Akibat kelainan ini seseorang tidak dapat mampu menolak godaan atau dorongan melakukan suatu tindakan yang merugikan diri sendiri atau orang lain. Pada kelainan seks ini, perilaku normal yang seharusnya menyenangkan dapat berubah menjadi kebiasaan yang ekstrim. Orang yang mengalami prilaku hiperseks sering kali menggunakan seks sebagai pelarian dari masalah lain, seperti: kesepian, depresi, kecemasan ataupun stres. Ia juga akan membiarkan dirinya terlibat prilaku seks yang beresiko meski sadar akan konsekuensinya seperti gangguan jantung, penyakit menular seksual atau hilangnya hubungan dengan orang yang kita cintai.62 Putusnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya hubungan suami istri. Putusnya perkawinan itu ada dalam beberapa bantuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada empat kemungkinan: 1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengankematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan kematian.
62
Mayo Clinic,http://www.indomp3z.us/showthread.php/88665-Hiperseks jam
15.00
46
2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebut talaq. 3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri karena si istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si istri dengan cara tertentu ini diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucaapannya untuk memutus perkawinan itu. Putus perkawinan dengan cara ini disebut khulu‟. 4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan/atau pada si istri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Perkawinan dalam bentuk ini disebut fasakh.63 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan juga KHI tentang perkawinan menerangkan bahwa perkawinan dapat putus karena 1. Kematian 2. Perceraian 3. Atas keputusan pengadilan. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan, setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian harus dilakukan atas dasar cukup alasan dan antara suami istri tidak dapat akan hidup rukun dalam rumah tangga.
63
Ibid,hal 197
47
Alasan-alasan yang cukup sah disebutkan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 adalah sebagai berikut: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dal lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua (2) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara selama lima (5) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyayaan berat yang membahayakan pihak-pihak yang lain. e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakin dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri. f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.64 Dalam permasalahan fasakh tidak dijelaskan mengenai cerai gugat dengan alasan suami hiperseks, baik dalam fiqh maupun di dalam Undang-undang perkawinan dan KHI. Perceraian dalam hal ini dapat diputuskan jika antara suami istri terjadi perselisihan, bukan karena hiperseks. 64
Lembaran UU Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 19
48
Selain alasan-alasan yang di atas, dalam Kompolasi Hukum Islam Pasal 114 menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. E. Tatacara Perceraian Sejalan dengan prinsip atau asas Undang-undang perkawinan untuk mempersulit terjadinya perceraian, maka perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.65 Adapun tatacara dan prosedurnya dapat dibedakan kedalam dua macam: 1. cerai talak perceraian dapat terjadi dengan segala cara yang menunjukan berakhirnya hubungan suami istri, baik dinyatakan dengan kata-kata yang digunakan itu terusterang, tapi adakalanya dengan sindiran. Talak dengan kata-kata seperti: Engkau tertalak atau dengan segala kata-kata yang diambil dari kata dasar talak. Talak dengan sindirian seperti: Engkau terpisah, kata ini bisa berarti pisah dari suami dan bisa diartikan berpisah. Atau talak dengan surat kepada istrinya, dalam hal ini para ahli fiqih mensyaratkan hendaknya surat itu jelas dan terang. Atau talak dengan isyarat oleh orang bisu yang menjelaskan maksud hatinya kepada orang lain, karena itu isyarat seperti ini dipandang sama nilainya dengan katakata yang diucapkan dalam menjatuhkan talak apabila orang bisu memberikan isyarat yang maksudnya mengakhiri hubungan suami istri. 65
Lembaran UU perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 65
49
Atau talak dengan mengirimkan seorang utusan untuk menyampaikan kepada isterinyayang berada di tempat lain, bahwa ia telah ditalak. Dalam hal ini utusan tadi bertindak selaku orang yang mentalak.66 cerai talak adalah apabila suami mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama untuk menceraikan istrinya dan istrinya menyetujui atas permohonan suaminya tersebut, hal ini diatur dalam Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 66 tentang Peradilan Agama, menyatakan: 1. seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. 2. Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon. 3. Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon. 4. Dalam hal pemohon dann termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah 66
Sabiq,Fiqh Sunnah,hal 27-33
50
hukkumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. 5. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkaf istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan. Berangkat dari penjelasan pengertian talak seperti yang disebut oleh UUP dan KHI, nyatalah bahwa talak hanya dapat dilakukan melalui proses tertentu seperti harus adanya permohonan dan dilakukan di depan sidang pengadilan berikut dengan kejelasan alasan-alasannya.67 Berbeda dengan UUPA, KHI juga memuat aturan tatacara pelaksanaan talak. Hal ini dapat dilihat pada pasal 129 yang menyatakan: seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tulisan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Dari penjelasan diatas jelas sekali bahwa didalam perundang-undangan yang berlaku, telah diatur bagi siapa saja yang inggin menalak istrinya dapat mengajukan permohonannya ke Pengadilan Agama. Selanjutnya perceraian
hanya
dapat
dilakukan
67
didepan
sidang
pengadilan
Amiur Nuruddin,Azhari Akmal Tarigan,Hukum Perdata Islam di Indonesia,Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No.1/1974 Sampai KHI,(Jakarta:Kencana 2006)cet-3,hal 224
51
sebagaimana yang termuat dalam perundang-undangan dibawah ini. Pada pasal 39 UUP: 1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang bersangkutan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. 3. Tatacara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersebut.68 2. Cerai gugat Fiqih membicarakan bentuk-bentuk putusnya perkawinan itu disamping sebab kematian adalah dengan mana thalaq,khulu‟, dan fasakh. Thalak dan khulu‟ termasuk dalam kelompok perceraian, sedangkan fasakh sama maksudnya dengan perceraian atas putusnya pengadilan, karena pelaksanaan fasakh dalam fiqih pada dasarnya dilaksanakan oleh hakim dipengadilan, disamping itu juga termasuk dalam perceraian berdasarkan gugatan perceraian.69 Berkenaan dengan cerai gugat, gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya
68
Nuruddin,Azhari Akmal Tarigan,Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No.1/1974 Sampai KHI,hal 230-231 69 Syarifuddin,Hukum Perkawinan,hal 227
52
mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami. Jika istri meninggalkan tempat kediaman bersama tampa izin suami, gugatan harus ditujukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya mewilayahi tempat kediaman suaminya. Hak untuk memohon memutuskan ikatan perkawinan ini dalam hukum Islam disebut khulu‟, yaitu perceraian atas keingginan pihak istri, sedang suami tidak menghendaki. Didalam KHI pasal 148 ada dinyatakan: 1. Seorang istri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khulu‟, menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai dengan alasan atau alasan-alasannya. 2. Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil istri dan suaminya untuk didengar keterangan masing-masing. 3. Dalam persidangan tersebut Pengadilan Agama memberikan penjelasan tentang akibat khulu‟, dan memberikan nasihatnasihatnya. 4. Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwad atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya didepan sidang Pengadilan Agama. Terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding atau kasasi. 53
5. Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam pasal 31 ayat 5. 6. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau iwad, Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan sebagai perkara biasa. Beberapa kesimpulan dari rumusan perundang-undangan di atas adalah: Pertama, perceraian dengan talak atau gugat cerai mungkin terjadi harus dengan alasan atau alasan-alasan bahwa suami istri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri dalam satu rumah tangga. Dengan demikian, perceraian dipandang sebagai jalan terbaik bagi para pasangan. Pihak yang menentukan talak sebagai jalan terbaik atau tidaknya adalah pihak ketiga, yaitu Pengadilan. Kedua, dari sekian banyak sebab terjadinya perceraian, semua mempunyai prinsip proses penyelesaian yang sama yaitu (1) pihak yang memutuskan perceraian adalah Pengadilan, (2) langkah-langkah yang harus di tempuh adalah, (a) mengajukan permohonan atau gugatan dari salah satu pihak, (b) pemanggilan untuk diperiksa oleh Pengadilan, dan (c) putusan oleh Pengadilan.
54
Ketiga, terjadinya perceraian baik dengan talak atau gugat cerai, terhitung sejak putusan Pengadilan Agama, putusan perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai.70
BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BATANG TENTANG HIPERSEKS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Batang Pengadilan Agama Batang secara geografis terletak di Ibu Kota Kabupaten Batang, yang mempunyai kewenangan judikasi 12 Kecamatan 70
Nuruddin,Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata,hal 232-234
55
se-wilayah Kabupaten Batang. Kabupaten Batang terletak di sebelah Barat Kota Semarang kurang lebih 75 km sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kendal, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, dan sebelah Utara adalah laut jawa. Untuk yuridiksi (wilayah hukum) Pengadilan Agama Batang sebagaimana telah dikemukakan diatas, Pengadilan Agama Batang berkedudukan dikota Batang. Pengadilan Agama Batang yang wilayahnya masuk dalam yuridiksi Pengadilan Tinggi Agama Semarang yang letaknya berbatasan dengan yuridiksi Pengadilan Agama Pekalongan, Pengadilan Agama Kendal, dan Pengadilan Agama Kajen dengan kompetensi relatif sebanyak 12 Kecamatan. Kecamatan Batang Kecamatan Tulis Kecamatan warungasem Kecamatan Subah Kecamatan Limpung Kecamatan Gringsing Kecamatan Bawang Kecamatan Reban
56
Kecamatan Tersono Kecamatan Bandar Kecamatan Wonotunggal Kecamatan Blado Pengadilan Agama merupakan salah satu lembaga peradilan yang bersifat khusus, baik perkaranya maupun orang yang akan berperkara. Dikatakan sebagai perkara khusus, karena perkara yang ditangani hanya berkisar pada masalah perdata Islam. Orang yang dapat berperkara di Pengadilan Agama hanya orang-orang yang beragama Islam, selain muslim tidak dapat berperkara di Pengadilan Agama. Semenjak dikeluarkannya Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman dan lainnya, keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 21 tahun 2004tentang pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Makamah Agug. Kedudukan Pengadilan Agama sejajar dengan lembaga peradilan lainnya, yakni dibawah naungan Makamah Agung. Posisi Peradilan Agama dapat di gambarkan secara sederhana dalam skema sebagai berikut: Makamah Agung
57
Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama
Dirjen Badan Peradilan Agama
PTA
PA
Kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan Undang-undang republik Indonesia nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undangundang RI nomor 7 tahun1989 tentang Peradilan Agama adalh bertugas dan berwenang menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 1. Perkawinan 2. Waris 3. Wasiat 4. Hibah
58
5. Wakaf 6. Zakat 7. Infaq 8. Shodaqoh 9. Ekonomi syariah Selain itu Pengadilan Agama memberikan isbat kesaksian rukyatul hilal dalam hal penentuan awal bulan pada tahun Hijriah.71 Posisi Pengadilan Agama Yang semakin kokoh serta fungsinya yang semakin luas akan sangat menentukan wujud hukum dan peradilan Indonesia di masa mendatang, apabila di arahkan oleh fisi yang tajam sebagaimana layaknya Institusi penegak hukum. Visi Pengadilan Agama adalah “Pengadilan Agama akan senantiasa menjadi institusi penegak hukum, kebenaran dan keadilan yang profesional, efektif dan modern”. Ini berarti Pengadilan Agama harus siap melaksanakan peran dan fungsinya mengabdikepada bangsa dan negara dalam wujud memberikan pelayanan hukum yang cerdas dan berkualitas kepada semua pencari keadilan secara sinergis dengan badan peradilan lainnya dengan sistem hukum dan peradilan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945.
71
Laporan PPL PA.Btg tahun2010
59
Pengadilan Agama sebagai institusi hukumm berkeyakinan bahwa kebenaran dan keadilan serta kepastian hukum merupakan suatu hal yang asasi guna mewujudkan peri kehidupan yang aman dan tertib di bawah naungan Ridha Allah. Menyadari betapa setrategisnya peran keluarga sebagai unit dalam bangunan masyarakat, maka dalam menjalankan kewenangannya menegakkan hukum Islam. Pengadilan Agama akan tetap konsisten terhadap kebenaran dan keadilan yang dapat dirasakan masyarakat. Visi Peradilan Agama akan menjadi pemandu keberhasilan dalam tugas yang tolak ukurnya adalah sebagai berikut: 1. Pelaksana tugas pokok Peradilan Agama mendorong terbentuknya masyarakat madani yang bercirikan hukum dan menghormati kepada hak asasi manusia (HAM). 2. Pengadilan Agama mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam guna mewujudkan landasan kode etik bagi pengabdian aparatur penegak hukumnya kepada bangsa dan negara. 3. Pengadilan Agama mampu memberikan konstribusi dalam rekomendasi hukum nasional dengn membawa aspirasi Islam dalam pembangunan hukum nasional. Peradilan Agama adalah Institusi penegak hukum Islam, sedangkan tujuan hukum Islam antara lain memberikan perlindungan terhadap keturunan dan harta. Oleh karena itu, sesuai dengan kewenangan yang 60
diberikan Undang-undang dan selaras dengan tujuan hukum Islam, maka misi Pengadilan Agama adalah “menyelesaikan sengketa hukum Islam dengan
seluas-luasnya
guna
mewujudkan
kemaslahatan,
yakni
terlindungnya keturunan dan harta dengan selalu memperhatikan dan mencermati perubahan sosial dalam kerangka hukum Nasional”. Acuan program kerja Pengadilan Agama telah tertuang dalam kebijakan umum yang meliputi pelayanan hukum dan yudisial, administrasi perkara, kesekretariatan yang mencangkup kepegawaian, umum dan keuangan dengan mengoptimalkan pembinaan dan penyuluhan sumberdaya manusia, teknik yudisial maupun sumberdaya non yudisial, pengolahaan ssaran dan prasarana serta pengolaan keuangan.72 Pengadilan Agama Batang yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam persidangan Majelis dalam perkara gugat cerai. Dalam hal ini kasus gugat cerai akibat suami hiperseks ditangani oleh Drs.H.Hasanudin,SH.MH selaku Ketua Hakim (Hakim Madya Utama IV/c) , adapun hakim anggotanya adalah Drs.Sri Rohmani (Pembina IV/a Hakim Madya Pratama) dan Drs.Kuswanto SH (Pembina IV/a Hakim Madya Pratama), selaku Panitera dalam putusan Nomor:
740/Pdt.G/2010/PA.Btg.
Drs.Saefudin,Penata
TK.I(III/d) wakil Panitera dan di mediatori oleh Drs.Syamsul falah,MH Pembina (IV/a) Hakim Madya Pratama.
72
Syamsul Falah,Pembina(VI/a),Hakim Madya Pratama,Wawancara tanggal 27 September 2011
61
B. Putusan P.A Batang mengenai Cerai Gugat akibat suami hiperseks menurut hukum Islam perkara Nomor : 740/Pdt.G/2010/PA.Btg. Pengadilan Agama merupakan salah satu lembaga peradilan yang bersifat khusus, baik perkaranya maupun orang yang akan berperkara. 1. Subyek hukum a. Fatimah (nama samaran) binti Adnan (nama samaran) umur 41 tahun, agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan dagang, bertempat tinggal di RT.03 RW.02 Desa Sijono, Kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang, selanjutnya disebut “PENGGUGAT” Melawan b. Achmad (nama samaran) bin Abdul (nama samaran), umur 42 tahun, agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan buruh, bertempt tinggal di RT.05 Rw.01 Desa Sijono, Kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang, selanjutnya disebut “TERGUGAT”. 2. Peristiwa Hukum Bahwa Penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 31 Mei 2010 telah mengajukan gugatan cerai yang kemudian terdaftar di Kepanitraan Pengadilan
Agama
tersebut
dengan
register
Nomor:
740/Pdt.G/2010/PA.Btg, tanggal 31 Mei 2010 yang pada pokoknya Bahwa Penggugat adalah istri yang sah dari Tergugat, perkawinannya dilangsungkan pada hari Kamis, tanggal 14 Januari 1993, dihadapan PPn
62
dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang. Pada waktu itu Penggugat bersetatus perawan dan Tergugat bersetatus jejaka, dengan mas kawin berupa uang sebesar Rp. 25.000,- (duapuluh lima ribu rupiiah) dengan wali ayah bernama Adnan (nama samaran) sebagaimana tercatat dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor: 290/12/1/1993 tanggal 14 Januari 1993. Setelah akad nikah Tergugat di depan PPN itu telah mengucapkan perjanjian taklik talak, yang sigat/lafadznya tercantum pada Buku Kutipan Akta Nikah. Penggugat sudah menyerahkan dirinya sebagai istri yang baik dengan Tergugat (ba‟da duhul), mengalammi hidup bersama dengan Tergugat selama kurang lebih 16 tahun 8 bulan. Penggugat dan Tergugat hidup bersama dirumah orang tua Tergugat selama kurang lebih 1 tahun lalu pindah kerumah orang tua Pengggugat selama kurang lebih 10 tahun dan terakhir kumpul dirumah bersama dan dikaruniai 2 (dua) orang anak yang bernama: 1. Arifah (nama samaran) binti Achmad (nama samaran), umur 16 tahun 2. Bunga (nama samaran) binti Achmad (nama samaran), umur 10 tahun Kedua anak tersebut ikut Penggugat Sejak awal pernikahan, ketentraman rumah tangga Penggugat dengan Tergugat goyah, yang akhirnya sulit untuk dibina lagi sesuai 63
dengan tujuan perkawinan, disebabkan karena dalam rumah tangga selalu berselisih dan bertengkar, masalahnya Tergugat dalam hubungan badan dengan Penggugat seperti tidak wajar, sebab Tergugat setiap hari selalu meminta hubungan badan sehingga Penggugat merasa tidak kuat untuk melayani, bahkan pada waktu Penggugat menstruasi atau sedang sakitpun Tergugat selalu minta sehingga Penggugat menolak dan akhirnya terjadi pertengkaran pada bulan Oktober 2009, dan oleh karena Penggugat sudah tidak tahan lagi menghadapi sikap dan prilaku Tergugat tersebut, maka Penggugat pamit kepada Tergugat untuk pulang ke rumah orang tua Penggugat sendiri sehingga pisah tempat tinggal sampai sekarang selama kurang lebih 8 bulan. Selama pisah Tergugat masih sering datang ke tempat Penggugat dan meminta agar Penggugat pulang lagi ketempat Tergugat, namun Penggugat menolak karena sudah tidak kuat lagi melayani Tergugat. Terakhir Tergugat sudah tidak ke tempat Penggugat pada sekitar bulan Februari 2010 yang pada waktu itu kebetulan yang ada di kamar adalah adik Penggugat yang bernama Putri (nama samaran) yang oleh Tergugat di kira Penggugat, sehingga kurang lebih 3 bulan Tergugat sudah lama sekali tidak kerumah penggugat. Perbuatan Tergugat tersebut dengan jelas tanpa alasan yang sah, Tergugat telah melalaikan kewajiban selaku suami harus dinyatakan telah bersalah melanggar perjanjian Taklik Talak sebagaimana yang telah diucapkan Tergugat secara melawan hukum dan berakibat merugikan 64
pihak Penggugat sebagai istri yang dijamin hak-haknya serta berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan. Untuk
memperkuat
dalil
gugatannya,
Penggugat
telah
mengajukan bukti-bukti berupa: a. Bukti surat foto copy Kutipan Akta Nikah Nomor: 290/12/1/1993 tanggal 14 Januari 1993 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang, telah diperiksa dan sesuai dengan aslinya serta bermatrai cukup, diberi tanda (P1). b. Saksi-saksi 1. Agus (nama samaran) bin Adnan (nama samaran), umur 45 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal di Desa Sijino RT.03 RW.02 Kecamatan Wrungasem Kabupaten Batang, dipersidangan bahwa saksi tersebut memberi keterangan yang sebenar-benarnya dan di sumpah. 2. Husen (nama samaran) bin tariun(nama samaran), umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, bertempat tinggal di Desa Sijono RT.03 Rw.02 Kecamatan Wrungasem Kabupaten Batang, dipersidangan bahwa saksi tersebut memberi keterangan yang sebenar-benarnya dan di sumpah. Hasil putusan primer Pengadilan Agama Batang berisi:
65
1. Mengabulkan gugatan Penggugat. 2. Menceraikan perkawinan Penggugat dan Tergugat. 3. Membebankan biaya perkara menurut hukum. Hasil putusan skund Pengadilan Agama Batang berisi: Memeriksa dan mengadili perkara ini dengan seadil-adilnya menurut ketentuan hukum yang berlaku. Menimbang, bahwa pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan, penggugat dan tergugat telah hadir sendiri dipersidangan tidak di wakilkan oleh kuasa hukumnya. Dan Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan kedua belah pihak berperkara melalui upaya mediasi yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2010 oleh mediator Drs. Smsul Falah, MH akan tetapi tidak berhasil. Kemudian pemeriksaan perkara ini dimulai dengan membacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat. Bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, Tergugat telah memberikan jawaban secara lisan yang pada pokoknya sebagai berikut: a. Bahwa dalil-dalil gugatan Penggugat semuanya adalah benar. b. Bahwa akan tetapi Tergugat keberatan atas gugatan cerai Penggugat karena Tergugat masih mencintai Penggugat dan kasih terhadap anak-anak.
66
Bahwa berdasarkan bukti surat (P1) maupun pengakuan tergugat dan keterangan saksi-saksi, harus dinyatakan telah terbukti bahwa penggugat dan tergugat telah terikat dalam perkawinan yang sah. Dan berdasarkan pengakuan tergugat dan keterangan saksi-saksi yang tidak bertentangan dengan dalil-dalil gugatan penggugat, Majelis Hakim telah menemukan fakta dipersidangan, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat sudah benar-benar pecah dan tidak mungkin diharapkan untuk hidup rukun lagi dalam sebuah rumah tangga. Berdasarkan pertimbangan
tersebut
maka
Majelis
Hakim
berpendapat gugatan cerai penggugat cukup beralasan dan telah memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) UU No.1 tahun 1974 jis pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, oleh sebab itu patut untuk dikabulkan. Maka perkawinan
penggugat
dan
tergugat
harus
diputuskan
dengan
menjatuhkan talak bain terhadap penggugat dan tergugat, sebagaimana dalil dari kitab fiqih sunnah jus II halaman 428 yang artinya: “Apabila gugatan isteri terbukti dengan pengakuan suami atau dengan bukti saksisaksi, sementara hakim tidak bisa mendamaikan lagi maka dijatuhkan talak bain suami atas isterinya”.
67
BAB IV ANALISIS TERHADAP CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI HIPERSEKS (Putusan No.740/P.dtg/2010/PA.Btg) A. Cerai Gugat Akibat Suami Hiperseks Menurut Hukum Islam. Tentang hukum cerai ini para ahli fiqh berbeda pendapat. Pendapat yang paling benar diantara semua itu yaitu yang mengatakan “terlarang”
68
kecuali karena alasan yang benar. Sebab-sebab untuk jatuhnya talak adakalanya menyebabkan kedudukan hukum talak menjadi wajib, haram, mubah, dan adakalanya menjadi sunnah sesuai dengan kondisi. Dalam memberikan kemaslahatan pada umat manusia yang telah dan sedang menempuh hidup berumah tangga. Kehidupan suami istri adakalanya berlangsung dengan tentram dan damai, apabila keduanya saling kasih sayang dan masing-masing pihak menjalankan kewajibannya dengan baik, namun jika jarang juga timbul perselisihan sehingga tidak tampak keharmonisan dalam rumah tangga. Dalam masa perkawinan itu mungkin ditemukan hal-hal yang tidak memungkinkan keduanya mencapai tujuan perkawinan, atau perkawinan itu akan merusak keduanya. Jika terjadi perselisihan antara suami istri sehingga timbul permusuhan yang dikhawatirkan akan mengakibatkan pisah dan hancurnya rumah tangga, maka hendaknya diadakan hakam untuk memeriksa perkaranya dan berusaha mengadakan perdamaian guna melangsungkan hidup berumahtangga dan hilangnya perselisihan. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa cerai gugat akibat suami hiperseks dibolehkan atau mubah sebab talak yang dilakukan karena adanya hal yang menuntut ke arah itu, baik karena buruknya perangai si istri, pergaulannya yang kurang baik atau hal-hal buruk lainnya. Dalam hal ini bahwa antara suami istri terjadi perselisihan terus menerus yang tidak dapat didamaikan kembali dan telah melanggar ta‟lik talak yang berupa menyakiti si istri dalam hubungan badan dari sinilah timbul pertengkaran 69
antara suami istri, sebagaimana dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 huruf (f) bahwa antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Jika rumah tangga suami istri sudah benar-benar pecah dan tidak dapat dipertahankan lagi atau tidak dapat diharapkan lagi untuk dapat hidup rukun lagi dalam rumah tangga sebagaimana tujuan perkawinan yaitu kehidupan sakinah, mawadah, dan rohmah sebagaimana yang dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun1974 jis pasal 3 Kompilasi Hukum Islam dan Al Quran surat ar Rum ayat 21, sehingga apabila perkawinan penggugat dan tergugat dipertahankan sebagai suami istri, justru akan menimbulkan madharat yang lebih besar bagi kedua belah pihak, terutama bagi si istri maka boleh untuk bercerai. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 114 menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. B. Duduk Perkara Cerai Gugat No. 740/P.dtg/2010/PA.Btg di Pengadilan Agama Batang. Pengadilan Agama Batang banyak menanggani kasus-kasus perceraian, akan tetapi selama tahun 2010 Pengadilan Agama Batang hanya menanggani satu perkara perceraian yang disebabkan karena hiperseks.
70
Adapun bentuk hiperseks sebagai alasan gugat cerai yang terdapat dalam perkara No. 740/P.dtg/2010/PA.Btg. Yaitu tergugat selalu meminta hubungan badan terhadap penggugat terus menerus, bahkan ketika penggugat dalam keadaan menstruasi ataupun sakit, si tergugat selalu meminta dan timbulah percecokan diantara keduanya. Akibat dari Hiperseks Bahwa sejak awal nikah, ketentraman rumah tangga Penggugat dengan tergugat goyah, yang akhirnya sulit untuk dibina lagi sesuai dengan tujuan pernikahan. Bahwa dalam rumah tangga selalu berselisih dan bertengkar masalahnya Tergugat dalam hubungan badan dengan penggugat seperti tidak wajar, sebab Tergugat setiap hari selalu meminta hubungan badan sehingga Penggugat merasa tidak kuat melayani, bahkan pada waktu penggugat menstruasi ataupun sedang sakit Tergugat selalu meminta sehingga Penggugat menolak dan akhirnya terjadi pertengkaran. Kejadian terakhir pada bulan Oktober 2009, dan oleh karena Penggugat sudah tidak tahan lagi menghadapi sikap dan perlakuan Tergugat tersebut, maka Penggugat pamit kepada Tergugat untuk pulang ke rumah orang tua Penggugat sendiri sehingga pisah tempat tinggal. Pengadilan Agama Batang sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman telah menanggani perkara cerai gugat dengan putusan Nomor :740/P.dtg/2010/PA.Btg. Yaitu Hiperseks yang menyebabkan perselisihan. Perkara tersebut diajukan oleh Penggugat (isteri) kepada Tergugat (suami)
71
berdasarkan atas alasan perceraian sesuai dengan ketentuan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam “antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Yang kemudian cara penyelesaiannya dengan mengajukan bukti-bukti yang dilakukat oleh Tergugat yaitu adanya saksi-saksi Penggugat dan pengakuan sendiri Tergugat yang pada pokoknya antara Penggugat dan Tergugat sering bertengkar, berpisah lalu kumpul lagi sampai dua kali, semula saksi tidak tau penyebabnya, setelah saksi mendesak, akhirnya Penggugat mengaku bahwa tergugat tidak wajar dalam melakukan hubungan badan, sebab setiap hari minta dilayani hubungan badan terus oleh Penggugat, bahwa Penggugat sedang sakit maupun sedang menstruasi, sehingga Penggugat mersa tidak kuat lalu sering menolak yang akhirnya terjadi pertengkaran, terakhir pada bulan Oktober 2009 karena sudah tidak tahan terhadap perlakuan Tergugat, maka Penggugat pamit kepada Tergugat untuk pulang ke rumah orang tua Penggugat sendiri, sampai 8 bulan lebih. Selama pisah tersebut, semula Tergugat sering datang untuk mengajak rukun lagi dengan Penggugat, tetapi Penggugat tetap menolak karena sudah tidak tahan dengan perlakuan hubungan kelamin dari Tergugat, tetapi sudah 3 bulan ini Tergugat tidak pernah datang sejak bulan Februari 2010. Dan keluarga telah sering mendamaikan kedua belah pihak untuk rukun kembali namun tidak berhasil.
72
Pengadilan Agama Batang sebagai salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman telah menerima perkara cerai gugat dengan putusan Nomor: 0740/P.dtg/2010/PA.Btg antara: Fatimah (nama samaran) binti Adnan (nama samaran) umur 41 tahun, agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan dagang, bertempat tinggal di RT.03 RW.02 Desa Sijono, Kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang, sebagai “PENGGUGAT” Melawan Achmad (nama samaran) bin Abdul (nama samaran), umur 42 tahun, agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan buruh, bertempt tinggal di RT.05 Rw.01 Desa Sijono, Kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang, sebagai “TERGUGAT”. Dalam putusannya terhadap perkara tersebut, Pengadilan Agama Batang menimbang sebagai duduk perkaranya, bahwa Penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 31 Mei 2010 telah mengajukan gugatan cerai yang kemudian terdaftar di Kepanitraan Pengadilan Agama tersebut dengan register Nomor: 740/Pdt.G/2010/PA.Btg, tanggal 31 Mei 2010 yang pada pokoknya adalah sebagai berikut: a. Bahwa Penggugat adalah istri sah dari Tergugat, yang perkawinannya dilangsungkan pada hari Kamis, tanggal 14 Januari 1993, dihadapan PPn dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang. Pada waktu itu Penggugat bersetatus perawan dan Tergugat bersetatus jejaka, dengan mas kawin berupa uang sebesar Rp. 25.000,(duapuluh lima ribu rupiiah) dengan wali ayah bernama Adnan (nama
73
samaran) sebagaimana tercatat dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor: 290/12/1/1993 tanggal 14 Januari 1993. b. Bahwa setelah akad nikah Tergugat di depan PPN itu telah mengucapkan perjanjian taklik talak, yang sigat/lafadznya tercantum pada Buku Kutipan Akta Nikah. c. Bahwa setelah akad nikah Penggugat sudah menyerahkan dirinya sebagai istri yang baik dengan Tergugat (ba‟da duhul), mengalammi hidup bersama dengan Tergugat selama kurang lebih 16 tahun 8 bulan. Penggugat dan Tergugat hidup bersama dirumah orang tua Tergugat selama kurang lebih 1 tahun lalu pindah kerumah orang tua Pengggugat selama kurang lebih 10 tahun dan terakhir kumpul dirumah bersama dan dikaruniai 2 (dua) orang anak yang bernama: (1) Arifah (nama samaran) binti Achmad (nama samaran), umur 16 tahun (2) Bunga (nama samaran) binti Achmad (nama samaran), umur 10 tahun kedua anak tersebut ikut Penggugat. d. Bahwa sejak awal nikah, ketentraman rumah tangga Penggugat dengan Tergugat goyah, yang akhirnya sulit untuk dibina lagi sesuai dengan tujuan perkawinan, disebabkan: 1. Bahwa dalam rumah tangga selalu berselisih dan bertengkar masalahnya Tergugat dalam hubungan badan dengan Penggugat seperti tidak wajar, sebab Tergugat setiap hari selalu meminta hubungan badan sehingga Penggugat merasa tidak kuat melayani.
74
2. Bahwa pada waktu Penggugat menstruasi ataupun sedang sakitpun Tergugat selalu minta sehingga Penggugat menolak dan akhirnya terjadi pertengkaran. 3. Bahwa dalam keadaan sakit Tergugat setiap meminta dilayani maka terjadi perselisihan dan pertengkaran pada bulan Oktober 2009, dan oleh karena Penggugat sudah tidak tahan lagi menghadapi sikap dan prilaku Tergugat tersebut, maka Penggugat pamit kepada Tergugat untuk pulang ke rumah orang tua Penggugat sendiri sehingga pisah tempat tinggal sampai sekarang selama kurang lebih 8 bulan. 4. Bahwa selama pisah Tergugat masih sering datang ke tempat Penggugat dan meminta agar Penggugat pulang lagi ketempat Tergugat, namun Penggugat menolak karena sudah tidak kuat lagi melayani Tergugat. 5. Bahwa terakhir Tergugat sudah tidak ke tempat Penggugat pada sekitar bulan Februari 2010 yang pada waktu itu kebetulan yang ada di kamar adalah adik Penggugat yang bernama Putri (nama samaran) yang oleh Tergugat di kira Penggugat, sehingga kurang lebih 3 bulan Tergugat sudah lam sekali tidak kerumah penggugat. e. Bahwa perbuatan Tergugat tersebut dengan jelas tanpa alasan yang sah, Tergugat telah melalaikan kewajiban selaku suami harus
75
dinyatakan telah bersalah melanggar perjanjian Taklik Talak sebagaimana yang telah diucapkan Tergugat secara melawan hukum dan berakibat merugikan pihak Penggugat sebagai istri yang dijamin hak-haknya serta berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan. Pada hari sidang yang ditetapkan Penggugat dan tergugat menghadap sendiri di persidangan dan tidak menyuruh orang lain sebagai kuasanya yang sah untuk menghadap ke persidangan, keduanya dipanggil secara resmi dan patut sebagaimana berita acara pemanggilan Nomor: 740/Pdt.G/2010/PA.Btg tanggal 31 Mei 2010. Meskipun tergugat hadir, oleh karena perkara perceraian mengenai setatus pihak-pihak, maka Penggugat dibebankan untuk membuktikan dan kemudian menguatkan dalil-dalil gugatannya dengan bukti surat dan saksisaksi. Dalam hal ini penulis mengangkat sebuah kasus cerai gugat akibat suami hiperseks yang mana alasan tersebut sudah layak untuk di ajukan di Pengadilan Agama karena adanya perselisihan antara suami istri yang dianggap sudah tidak bisa untuk hidup rukun dalam rumah tangga. Dimana pengadilan Agama merupakan lembaga yang berwenang menangani kasus hukum perdata seperti halnya kasus gugat cerai.
76
C. Analisis Terhadap Dasar Pertimbangan Hukum Yang di Pergunakan Hakim Terhadap Perkara Cerai Gugat Akibat Suami Hiperseks di Pengadilan Agama Batang. Pertimbangan hakim yang pertama adalah, adanya gugatan Penggugat dimana maksud dan tujuan telah diuraikan duduk perkara. Kemudian Majelis hakim berusaha menasehati dan mendamaikan kedua belah pihak berperkara melalui mediasi,agar hidup rukun namun tidak berhasil.Dan Majelis Hakim menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat (P1) maupun pengakuan Tergugat dan keterangan saksi-saksi, harus dinyatakan telah terbukti bahwa Penggugat dan Tergugat telah terikat dalam perkawinan yang sah. Bahwa berdasarkan pengakuan Tergugat dan keterangan saksisaksi yang tidak bertentangan dengan dalil-dalil gugatan Penggugat, Majelis Hakim telah menemukan fakta di persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut: 1. Bahwa setelah akad nikah antara Penggugat dan Tergugat telah hidup bersama sebagaimana layaknya suami istri serta belum pernah bercerai. 2. Bahwa terbukti antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dalam rumah tangga yang disebabkan Penggugat tidak tahan terhadap perlakuan hubungan kelamin dari Tergugat.
77
3. Bahwa oleh karena itu Penggugat pulang kerumah orang tuanya setelah pamit/ ijin kepada Tergugat, sampai sekarang telah berpisah selama 8 bulan. 4. Bahwa selama berpisah tersebut, antara Penggugat dan Tergugat tidak pernah ada hubungan lagi baik lahir maupun batin. 5. Bahwa pihak keluarga kedua belah pihak telah berusaha mendamaikan dan merukunkan Penggugat dan Tergugat, namun tidak berhasil. Berdasarkan
fakta-fakta
tersebut,
maka
Majelis
Hakim
berkesimpulan bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah benarbenar pecah dan tidak mungkin diharapkan untuk tidak dapat hidup rukun lagi dalam sebuah rumah tangga yang bahagia, sakinah, mawadah dan rohmah sebagaiman dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jis pasal 3 Kompilasi Hukum Islam dan Al Qur‟an Surat Ar Rum ayat 21. Sehingga apabila perkawinan Penggugat dan Tergugat tetap dipertahankan sebagai suami istri, justru akan menimbulkan madharat yang lebih besar bagi kedua belah pihak, terutama bagi pihak Penggugat sebagai istri. Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut melihat fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Karena peraturan hukumnya adalah alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Dalam penelitian ini, implementasi putusan hukum kasus cerai gugat akibat suami hiperseks dilihat dari adanya pertengkaran antara suami istri dan juga terjadi
78
pelanggaran ta‟lik talak karena telah terjadi unsur menyakiti si istri dalam melakukakan hubungan biologis yang di sebabkan karena suami hiperseks, sehingga timbul perselisihan. Dan jika terjadi perselisihan antara suami istri sehingga timbul permusuhan yang dikawatirkan mengakibatkan pisah dan hancurnya rumah tangga, maka hendaknya diadakan hakam untuk memeriksa perkaranya dan berusaha mengadakan perdamaian guna kelangsungan kehidupan rumah tangga dan hilangnya perselisihan. Dalam firman Allah pada surat an Nisa‟ ayat 35:
Artinya: “jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami isti itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal
Berdasarkan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jis “untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isti itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri”. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 “antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
79
akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga” dan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Oleh sebab itu patut untuk dikabulkan. Dalam penelitian ini perkawinan dapat putus disebabkan perceraian dijelaskan pada pasal 114 yang membagi perceraian kepada dua bagian, perceraian yang disebabkan karena talak dan perceraian yang disebabkan oleh gugatan perceraian. Perceraian yang disebabkan karena talak adalah apabila suami mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama untuk menceraikan istrinya dan istrinya menyetujui atas permohonan suaminya tersebut. Sedangkan cerai gugat adalah gugatan perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya di Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat. Hal ini Majelis Hakim menimbang, bahwa gugatan cerai Penggugat dikabulkan, maka perkawinan Penggugat dan Tergugat diputuskan dengan menjatuhkan talak ba‟in terhadap Penggugat, sebagaimana dalil dari Kitab Fiqh Sunnah Jus II yang artinya: “Apabila gugatan istri terbukti dengan pengakuan suami atau dengan bukti saksi-saksi, sementara hakim tidak dapat mendamaikannya lagi, maka dijatuhkan talak ba‟in suami atas istrinya”. putusnya perkawinan itu disamping sebab kematian adalah dengan mana thalaq, khulu‟, dan fasakh. Thalak dan khulu‟ termasuk dalam kelompok perceraian, sedangkan fasakh sama maksudnya dengan perceraian atas keputusan pengadilan, karena pelaksanaan fasakh dalam fiqih pada dasarnya dilaksanakan oleh hakim dipengadilan, disamping itu juga termasuk dalam perceraian berdasarkan gugatan perceraian. Dan 80
perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, maka berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang tellah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Nomor 50 tahun 2009, maka biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Penggugat, serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syara‟ yang berkaitan dengan perkara ini.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
81
Setelah penulis menguraikan dan mengalisis tentang cerai gugat akibat suami hiperseks menurut hukum Islam Studi Putusan Pengadilan Agama Batang Nomor: 740/Pdt.G/2010/PA.Btg. Penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam hukum Islam, hiperseks tidak termasuk dalam alasan-alasan perceraian, sebagaimana halnya cerai karena fasakh, tidak dijelaskan mengenai cerai gugat dengan alasan suami hiperseks, baik dalam fiqh maupun di dalam Undang-undang perkawinan dan KHI. Perceraian dalam hal ini dapat diputuskan jika antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga
bukan karena alasan hiperseks. Dan jika rumah
tangga suami istri sudah benar-benar pecah dan tidak dapat dipertahankan lagi atau tidak dapat diharapkan lagi untuk dapat hidup rukun dalam rumah tangga sebagaimana tujuan perkawinan yaitu kehidupan, sakinah, mawadah, dan rohmah sebagaimana yang dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jis pasal 3 Kompilasi Hukum Islam dan Al Qur‟an surat ar Rum ayat 21 sehingga apabila perkawinan penggugat dan tergugat tetap dipertahankan sebagai suami istri, justu akan menimbulkan mudharat yang lebih besar bagi kedua belah pihak, terutama bagi sang istri maka boleh untuk bercerai. 2. Pertimbangan hukum yang dipergunkan hakim dalam memutus perkara perceraian dengan alasan cerai gugat akibat suami hiperseks bahwa Hakim yang menangani perkara tersebut melihat fakta atau peristiwanya dan
82
bukan hukumnya, bukan karena semata-mata alasan hiperseks saja melainkan karena pertengkaran terus menerus antara penggugat dan tergugat sehingga tidak dapat untuk hidup rukun kembali. Berdasarkan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jis, Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975,pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, dan dalil dari Kitab Fiqh Sunnah Jus II halaman 428, maka patut untuk dikabulkan.
B. Saran-saran 1. Hendaknya antara suami istri saling bergaul secara ma‟ruf dalam makna baik.
Keduanya
melaksanakan
saling
hak-hak
menyayangi dan
kewajiban
83
dan
saling
antara
suami
membutuhkan istri,
serta
membangkitkan semangat keimanan untuk berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan Allah serta bertakwa kepada Allah sehingga tidak mudah dalam mengambil keputusan untuk bercerai. 2. Hendaknya pemerintah mengantisipasi kasus perceraian yang belum diatur di dalam Undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abi Bakar,Imam Taqiyuddin,Kifayatul ahyar,Surabaya: Al Hidayah. Aminudin,Slamet Abidin, Fiqih Munakahat 2,Bandung: Pustaka Setia,1999.
84
Ashshofa,Burhan,Metode Penelitian Hukum,Jakarta: Rineka Cipta,2007. Azhari Akmal Tarigan,Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia,Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No.1/1974 Sampai KHI,Jakarta:Kencana 2006. Bahri,Zainul Kamus Umum:khususnya bidang hukum dan politik,Bandung:Angkasa,1996 Baqir Al Habsyi, Muhammad,Fiqih Praktis Menurut Al Quran,As Sunnah, dan pendapat para ulama Bandung: 2002. Departemen Agama RI,Lembaran Kompilasi Hukum Isla. Departemen Agama RI,Al Quran dan Terjemannya. Hasan,
Iqbal,Analisis Aksara,2004.
Data
Hasanudin,Pembina(VI/a),Hakim September 2011.
Penelitian
Madya
dengan
statistik,Jakarta:
Pratama,Wawancara
Bumi
tanggal
30
Kartono,Kartini Psikologi Wanita 2,Bandung:Mandar Maju 2007. Khayah, Ennif Zakhrotin 23106003,Tinjauan yuridis terhadap putusan cerai khulu’ (Studi putusan pengadilan Agama Kajen No. 1056/Pdt.G/2009/PA.Kjn),(Pekalongan: STAIN Pekalongan,2010),skripsi program sarjana. Laporan PPL PA.Btg tahun2010. Lembaran UU Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 19. Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta:Balai Pustaka,1999. Lembaran Undang-undang Perkawinan Nomor I Tahun 1974 Pasal I,Surabaya: Pustaka Tinta Mas 1990. Mertokusumo, Sudikno,Hukum Liberti,1999.
Acara
Perdata
di
Indonesia,Yogyakarta:
Muhammad, Syaikh Kamil „Uwaidah,fiqih wanita,Jakarta Timur: al Kautsar,1996. Muhammad, Husain,Fiqih perempuan: Refleksi kiai atas wacana agama dan gender,Yogyakarta: LKiS,2007.
85
Nuruddin,Azhari Akmal Tarigan,Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No.1/1974 Sampai KHI. Sabiq, Sayid,Fiqih Sunnah jus 8, PT. Al Ma‟arif Bandung. Syarifuddin,Hukum Perkawinan di Indonesia: antara Figh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Siti Candra Windhu,Disfungsi Seksual, Tinjauan Fisiologis dan Patologis terhadap seksualitas,Yogyakarta: Andi Offset 2009. Saefudin,Panitera Penggnti,Wawancara tanggal 30 September 201. Syarifuddin, Amir Hukum Perkawinan di Indonesia: antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan,Jakarta:Kencana,2006. Uwaidah,Kamil Muhammad, Fiqih Wanita. Sri Rohmani,Pembina(VI/a),Hakim Madya Pratama,Wawancara tanggal 30 September 2011. Syamsul Falah,Pembina(VI/a),Hakim Madya Pratama,Wawancara tanggal 27 September 201. Zamroni 23106081, Ketidakpuasan Seksual Sebagai alasan Perceraian (Analisis Putusan PA.Slawi No.0873/Pdt.G/2009/PA.Slw),(Pekalongan: STAIN Pekalongan,2010),skripsi program sarjana.
Mayo Clinic,http://www.indomp3z.us/showthread.php/88665-Hiperseks. Niken Wastu Mahestri,http://www.femina-online.com/issue/issue, Nugroho,Anjar,http//sastra,um.ac.id,Hak-hak-perempuan-dalamperkawinan,Artikel ini diambil pada tangga,5 November 2009 http://bas-life.blogspot.com/15-5-2011/20.45.
86